Sagara Abraham, pria dingin tak tersentuh oleh wanita manapun. Berdiri tegap menatap tajam seorang wanita menggunakan pakaian seksi.
Nancy, adalah nama wanita tersebut. Sudah bekerja di perusahaan milik Sagara selama dua tahun. Namun kali ini nasib buruk menghampiri wanita itu. Di karenakan Sagara sudah tidak ingin mempekerjakan Nancy sebagai sekretarisya.
"Apakah kau tidak cukup uang untuk membeli pakaian yang lebih elegan?" ucap Sagara, sambil mengangkat cangkir kopi panas lalu mrnyecapnya perlahan tanpa menoleh sedikitpun ke arah Nancy.
"Apakah aku terlalu memuakkan bagimu? sehingga kau mau memecatku?" tanya Nancy kecewa, selama dua tahun ia berusaha mendekati Sagara. Namun pria itu sama sekali tidak tersentuh. Bahkan sebaliknya yang Nancy harus terima, kekecewaan dan sindiran pedas dari bibir pria tersebut.
Sagara tersenyum sinis, dan enggan untuk melihat wanita itu. Meletakkan cangkir kopi di atas meja. "Siapa yang akan menghormatimu kalau bukan dirimu sendiri? bukankah kau bukan wanita ******? lalu seberapa sulit kau mengganti pakaianmu dengan yang lebih pantas."
Nancy menghela napas berat, benar benar kecewa dan merasa sakit hati atas pemecatannya. Selama ini ia sudah bekerja dengan baik, hanya karena mencintai pria di hadapannya dan berusaha menggoda dengan kemolekan tubuhnya. Namun hasilnya tetap nihil, pria itu sama sekali tidak tergoda dan hatinya sudah mati.
"Sekarang kau pergi dari hadapanku." Kata Sagara tegas.
"Kau tidak bisa memperlakukan aku seperti ini, kita teman sejak masih kuliah." Nancy masih mencoba untuk merayu Sagara.
Namun kali ini, pria itu tidak ingin memberikan kesempatan lagi. Ia sudah mulai muak dengan tingkah laku Nancy.
"Pergi dari hadapanku, atau kupanggil security." Pinta Sagara sekali lagi.
"Baiklah, tapi ingat. Kau akan menyesali keputusanmu itu." Ancam Nancy, balik badan lalu melangkahkan kakinya dengan kekecewaan keluar dari ruangan Sagara.
Sagara mengangkat wajahnya setelah kepergian Nancy. Lalu ia menghubungi pihak HRD untuk mencarikan sekretaris baru untuk membantu pekerjaannya.
Sagara Abraham, pria berusia 28 tahun ini merupakan pimpinan riteler perhiasan terbesar di dunia ini diperkirakan memiliki kekayaan senilai US$ 19,6 miliar. Kekayaannya tersebut berjumlah lebih dari tiga kali lipat harta yang dimiliki pesaing terdekatnya Jovan Erlian. Harta tersebut diperoleh dari perusahaan yang dipimpinnya Sagara Diamond Group. Sebuah perusahaan keluarga yang di wariskan kepadanya setelah sang ayah tercinta meninggal dunia. Selain menjadi yang terkaya, Sagara Abraham juga menjadi yang tertua di antara 10 pemilik perusahaan berlian terkaya di dunia.
Gelimang harta yang ia miliki, tidak semulus kisah cintanya. Sagara telah menutup hatinya rapat rapat untuk wanita manapun sejak di tinggalkan calon istrinya tepat di hari pernikahan. Wanita itu menghilang begitu saja, tanpa meninggalkan alasan yang jelas mengapa wanita itu pergi tanpa kata.
Sejak saat itu, hati Sagara menjadi mati dan enggan untuk membuka hatinya untuk wanita lain. Meski sang Ibu berusaha mengenalkan Sagara kepada anak gadis lain dan berkali kali menjodohkannya namun selalu gagal dan gagal lagi. Hingga akhirnya sang Ibu menyerah dan membiarkan putra semata wayangnya menentukan pilihannya sendiri, yang entah sampai kapan.
Sagara menarik napas dalam dalam, lalu duduk di kursi. Menyandarkan tubuhnya, sejenak kenangan masa lalu. Masa yang indah saat masih bersama Fransisca.
"Kau di mana? apakah kau sudah mati?" gumam Sagara pelan.
***
Sementara itu, Nancy yang tidak terima ia di pecat begitu saja hanya karena pakaian yang ia kenakan. Meski ia akui, selama ini Nancy sudah berusaha keras untuk mendekati Sagara tidak hanya menginginkan pria itu, tetapi ingin menguasai perusahaan milik Sagara.
Namun Nancy tidak bekerja sendiri, di belakang Nancy ada seseorang yang mendukung setiap rencana Nancy. Namun sampai hari ia di pecat, belum berhasil menyentuh hati pria itu.
"Aku gagal Pa..." ucap Nancy pelan. Duduk di sofa, menyandarkan tubuhnya.
"Sudah aku duga dari sebelumnya," ucap pria yang duduk di hadapan Nancy yang tak lain adalah Pak Subrata. Musuh bebuyutan ayah Sagara.
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Nancy melirik sesaat ke arah Subrata.
"Tenang saja, kita masih memiliki seseorang yang akan melanjutkan misiku. Kupastikan kali ini, Sagara tidak akan bisa berkutik." Subrata berdiri, memasukkan kedua tangannya ke saku celana dengan tatapan lurus ke arah Nancy.
"Siapa Pa?" tanya Nancy tengadahkan wajahnya menatap ke arah Subrata.
"Nanti kau akan tahu sendiri."
"Kau mau kemana?" tanya Miranda, melirik sesaat ke arah Sagara yang duduk di kursi meja makan.
"Kenapa Mom?" Sagara membalikkan pertanyaan.
"Kau baru saja pulang, sekarang mau pergi lagi?" Miranda duduk di kursi, mengangkat cangkir teh di atas meja lalu menyecapnya perlahan.
"Kau sudah tahu kebiasaanku. Mom? apa yang membuatmu Khawatir?" tanya Sagara, menatap wajah Ibunya sesaat, lalu memainkan ponselnya.
"Tidak apa apa, aku hanya kesepian. Kau sibuk di luar rumah." Jawab Miranda seraya meletakkan cangkir teh di atas meja lagi.
"Sebaiknya aku pergi sekarang, aku pastikan pulang cepat Mom." Sagara beranjak dan tidak ingin melanjutkan percakapan dengan ibunya. Karena ia sudah tahu kemana arah pembicaraan selanjutnya. Perjodohan, pernikahan dan seorag cucu. Hanya itu yang akan di katakan oleh Miranda. Sagara selalu berusaha menghindari semua perbincangan mengenai itu semua.
"hhh!" Miranda mendesah kecewa. "Baiklah sayang, hati hati."
Sagara mengangguk pelan, lalu beranjak pergi keluar dari ruangan. Meninggalkan Miranda yang hanya bisa bersabar menunggu putranya untuk kembali membuka hatinya.
Selama ini Miranda kesepian, rumah sebesar itu hanya di huni dua orang saja dan beberapa asisten rumah tangga. Sejak suaminya meninggal 25 tahun yang lalu, Miranda memilih membesarkan putranya sendiri dan tidak menikah lagi. Trauma masa lalu di khianati suami tercinta membuat Miranda enggan untuk membuka hatinya. Ketika putranya mengalami hal yang sama, ia sangat mengerti situasinya.
"Kinan bukanlah wanita yang baik untukmu, kenapa kau masih menunggunya sampai saat ini?" gumam Miranda berkali kali memijit pelipisnya.
***
Sagara memasuki kelab malam, untuk menemui sahabatnya yang baru saja pulang dari jepang setelah satu tahun lamanya tinggal di sana dan memutuskan untuk kembali ke Indonesia.
"Kau telat lima menit, Ga." Sapa seorang pria berwajah rupawan tak kalah tampannya dengan Sagara.
"Sory, jalan sedikit macet." Jawab Sagara, lalu duduk di kursi berhadapan dengan sahabatnya yang bernama Dion Jareda, seorang CEO muda yang sudah memiliki istri dan baru satu tahun ini mereka menikah.
"Bagaimana kabar Tamara?" tanya Sagara.
"Jangan kau tanya tentang dia, mood ku bisa hilang." Sahut Dion dengan malas.
"Oke!" sahut Sagara. "Lalu? apa tujuanmu mengajakku kesini?"
"Aku bosan di rumah, tiap hari harus melihat prilaku Tamara yang semakin tidak jelas." Ungkap Dion. "Sebagai istri, dia sama sekali tidak berguna. Hanya pintar bersolek, dan menghabiskan uangku saja."
Sagara menarik napas dalam dalam, sesaat membuang mukanya ke samping, lalu mengangkat gelas wine, menyecapnya dan kembali ia letakkan gelas wine di atas meja.
"Bukankah dia pilihanmu?" Sahut Sagara, enggan menanggapi terlalu serius masalah Dion. "Lupakan masalahmu, lebih baik kau habiskan minumanmu."
Dion mengangguk, lalu menghabiskan dua botol anggur minuman beralkohol. Namun Dion belum puas, ia memanggil salah satu pelayan kelab dan memintanya membawakan anggur lagi.
"Sudah cukup, kau menghabiskan banyak minuman." Cegah Sagara.
"Satu botol lagi, setelah itu aku pulang," jawab Dion.
"Terserah, aku ke toilet dulu." Sagara berdiri lalu melangkahkan kakinya menyusuri lorong kelab.
Langkahnya terhenti di depan toilet, berdiri seorang wanita tengah membersihkan lantai toilet.
"Bisa kau pergi dari sana? aku mau menggunakan toilet ini," ucap Sagara menatap wajah wanita tersebut.
"Silahkan!" sahut wanita tersebut, melangkah keluar dari toilet membawa ember dan kain pel.
Kemudian Sagara masuk ke dalam toilet, menutup pintunya rapat rapat. Selang beberapa menit, ia telah selesai dan kembali menemui Dion.
"Kau sudah mabuk berat, aku antarkan kau pulang." Sagara menarik tangan Dion. lalu mengangkat tubuhnya supaya berdiri dan memapahnya keluar dari kelab.
Sepanjang jalan keluar dari ruangan. Sagara tidak terlalu memperhatikan jalan, hampir saja menabrak seorang wanita yang berpakaian seksi.
"Maaf, saya tidak memperhatikan jalan," ucap Sagara menatap lekat wajah wanita tersebut.
Namun wanita itu tidak menjawab sepatah katapun. Ia berlalu begitu saja dari hadapan Sagara, memasuki kelab.
Sagara sempat menoleh memperhatikan langkah wanita tersebut, kemudian ia melanjutkan langkahnya memapah Dion masuk ke dalam mobil.
Mobil melaju meninggalkan kelab. Sepanjang jalan, Sagara melirik ke arah Dion yang terus meracau menyebut nama Clara.
Clara adalah istri pertama Dion, namun mereka terpisah karena kesalahan Dion sendiri. Tergoda oleh Tamara yang jelas jelas hanyalah ingin memanfaatkan harta milik Dion saja.
Sagara duduk di kursi, menundukkan kepalanya. Membaca dokumen yang berisi biodata seorang wanita yang duduk di kursi berhadapan dengannya.
"Siena.." ucap Sagara seraya mengangkat wajahnya menatap ke arah Siena, yang akan menjadi sekretaris barunya menggantikan Nancy.
"Saya Pak!" sahut Siena, duduk dengan tegap, menatap dalam bos barunya.
Sagara terdiam memperhatikan wajah Siena, ia teringat kejadian semalam di kelab. Saat membawa Dion pulang dalam keadaan mabuk, wajah Siena mirip dengan wanita semalam yang hampir saja ia tabrak. Terlintas dalam benaknya untuk bertanya kepada Siena, apakah dia orang yang sama hanya penampilan saja yang berbeda. Semalam, wanita itu menggunakan pakaian seksi, sementara wanita yang di hadapannya menggunakan pakaian sederhana. Blus berwarna biru muda, dan rok hitam selutut, rambutnya yang panjang di biarkan tergerai indah namun kecantikan wajahnya lebih natural di banding semalam.
"Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Sagara ragu ragu.
Siena mengerutkan dahinya coba mengingat, namun ia sama sekali tidak mengingatnya.
"Tidak Pak!" sahut Siena cepat.
Sagara mengangguk anggukkan kepala dengan tatapan penuh selidik ke arah Siena.
"Baiklah Siena, selamat bergabung." Sagara mengulurkan tangannya.
"Terima kasih Pak!" sahut Siena membalas uluran tangan Sagara.
Setelah berbincang sedikit tentang pekerjaan yang harus dia lakukan hari ini. Siena meninggalkan ruangan Sagara kembali ke ruangannya.
Selang beberapa menit sepeninggal Siena. Dion Jareda, sahabat Sagara membuka pintu lebar lebar, lalu ia masuk dan duduk di kursi dengan wajah di tekuk.
"Ada apa lagi?" tanya Sagara.
"Ga, aku memutuskan untuk mencari mantan istri dan putraku." Jawab Dion sesaat kepalanya tertunduk.
"Tunggu, tunggu! mantan istri dan anakmu? apa maksudmu?" tanya Sagara masih belum paham ucapan Dion.
"Ya!" sahut Dion. "Sebelum aku menikahi Tamara, lebih dulu aku menikah dengan wanita lain. Tapi, Ibuku tidak menyukainya dan memaksaku untuk menceraikan istriku. Padahal, waktu itu istriku baru saja melahirkan putraku. Tapi, harus aku akui, kalau saat itu aku tidak tergoda Tamara. Mungkin aku masih bersama istri dan anakku." Jelas Dion.
"Ya Tuhan, aku tidak menyangka ternyata kau sebrengsek itu!" seru Sagara, menggelengkan kepalanya. Selama ini, yang Sagara tahu kalau Dion hanya menikah satu kali.
"Maaf, waktu kejadian itu kau sedang berada di Luar Negeri. Memang, pernikahanku dengan istri pertamaku tidak lama. Hanya satu tahun." Ungkap Dion.
"Apapun alasanmu, aku tidak mengerti jalan pikiranmu." Kata Sagara. "Lalu? kau akan mencari mantan istrimu kemana?"
"Aku tidak tahu, aku sudah mencarinya ke rumah dia tapi sayang. Rumah itu sudah pindah kepemilikan, mantan istriku membawa putraku entah kemana." Dion mendesah kecewa.
"Untuk apa kau mencarinya? bukankah kau sudah memiliki Tamara?" tanya Sagara, seraya menyandarkan tubuhnya di kursi.
"Aku ingin kembali padanya," jawab Dion. "Aku dan Tamara segera bercerai."
Sagara tersenyum sinis, menggelengkan kepala lalu berdiri. "Dari dulu kau tidak pernah berubah!"
"Ayolah, kau sahabat terbaikku. Bantu aku, mencari mereka berdua." Pinta Dion.
"Bagaimana aku membantumu? nama, wajah nya pun aku tidak tahu," jawab Sagara, berdiri dari tempat duduknya melangkahkan kakinya mendekati Dion.
"Nama mantan istriku-?" ucapan Dion terputus, saat suara ketukan pelan di pintu memaksa Dion terdiam.
Seorang pria membuka pintu, lalu berjalan mendekat ke arah Sagara. "Pak, anda sudah di tunggu di ruang rapat."
"Aku segera ke sana."
Pria itu mengangguk, lalu melangkahkan kakinya keluar dari ruangan.
"Dion, aku ada rapat. Kita lanjutkan nanti!" Sagara menepuk bahu Dion, lalu beranjak pergi meninggalkan ruangan.
Dion hanya mendesah kecewa, sahabatnya memang super sibuk. Tidak seperti dirinya yang malas malasan.
"Kau dimana? apakah kau baik baik saja?" tanyanya dalam hati.
"Mungkin, putraku sekarang berusia 7 atau 10 tahun? entahlah aku tidak mengingatnya," gumam Dion.
Sementara di ruangan lain. Sagara yang tengah mengikuti rapat penting. Tatapan matanya terus memperhatikan Siena hingga rapat itu selesai.
Sagara penasaran dengan pemilik wajah yang sama di kelab malam. Tidak mungkin ada orang yang memiliki wajah serupa selain anak kembar. Jika wanita di kelab itu adalah orang yang sama dengan Siena, Sagara merasa perlu mencari tahu apa yang di lakukan Siena malam malam di kelab malam itu selain? dan jika dugaan Sagara benar, maka reputasi perusahaannya bisa rusak hanya karena ulah satu karyawan.
"Aku harus mencari tahu, apa yang di kerjakan wanita itu. Apakah orang yang sama atau bukan." Gumam Sagara dalam hati.
"Bapak mau duduk di sini terus?" tanya Siena mengejutkan Sagara yang tengah melamun.
"Maaf.." jawab Sagara lalu beranjak dari kursi. Mereka pun melangkah bersama keluar dari ruangan rapat.
Di sela langkahnya Sagara kembali memberanikan diri untuk bertanya di luar pekerjaan.
"Apakah kau memiliki pekerjaan sampingan?" tanya Sagara penuh selidik.
"Tidak Pak!" sahut Siena.
"Apakah kau sering keluar masuk kelab?" tanya Sagara lagi menoleh ke arah Siena yang berhenti dan menatap aneh.
"Maksud Bapak?" tanya Siena mulai kesal.
"Tidak apa apa, lupakan!" jawab Sagara mempercepat langkahnya meninggalkan Siena yang masih terpaku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!