Sebuah mobil mewah terpaksa berhenti dan menepi di pinggir jalan yang terlihat mulai sepi karena terjadi pecah ban.
"Ban mobil kita kempes Tuan!" seru Roy, seorang asisten pribadi sang tuan muda yang bernama Fernando.
Waktu sudah menunjukan pukul 11 malam.
"Ah sial! Kenapa tadi kau tak mengeceknya terlebih dahulu??" tanya Nando, sang tuan muda yang terlihat sangat belia itu.
"Lho, tuan sendiri yang mengajak buru-buru jalan, mana sempat saya mengeceknya!" tukas Roy dengan wajah tanpa dosa.
"Ya sudah! Sekarang kau cepat ganti bannya, atau kita akan bermalam di jalan ini!" sungut Nando.
Roy kemudian mulai keluar mobil, mengambil peralatan dongkrak untuk mengganti ban yang pecah itu.
"Aaaarrrghh!!! Lepaskan!!"
Terdengar suara teriakan wanita dari arah rumah besar yang berada persis di depan jalan itu.
Nampak dari kaca jendela mobil, seorang wanita di seret keluar oleh dua orang pria, kemudian muncul seorang wanita dari dalam dengan pakaian gemerlap dan sebuah kipas di tangannya.
Nando yang melihat kejadian itu langsung datang menyebrang jalan menuju ke depan rumah besar itu, ada beberapa mobil mewah yang keluar dari dalam rumah besar itu.
"Itu hukuman yang pantas untukmu! Kau sudah di bayar mahal, tapi kau malah membuat tamuku kecewa!! Dasar wanita tak tau diri!!" umpat sang wanita yang ternyata adalah seorang mucikari (Germo).
Baru Nando sadari, bahwa rumah besar yang ada di hadapannya itu adalah rumah bordir, tempat berkumpulnya para wanita malam yang menjajakan tubuh mereka untuk pemuas nafsu laki-laki hidung belang.
"Ampun Mami! Sakit Mami! Dia kasar Mami, aku tidak tahan!!" pekik sang wanita yang kini di jambak rambutnya oleh mucikari tersebut.
Darah terlihat menetes dari mulut wanita itu.
"Gara-gara ulahmu, dia minta ganti rugi dua kali lipat! Aku rugi tau!! Mau dapat untung apa aku?? Apa kau mengerti Sandra!!" jerit sang mucikari sambil mendorong kasar tubuh wanita itu.
Nando yang tidak tahan melihat kejadian di hadapannya langsung maju mendekati mereka.
"Aku akan bayar wanita ini asal kau lepaskan dia!" seru Nando.
Sang mucikari menoleh kearah Nando, menatapnya dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Hmm, kau berminat dengan wanita ini? Dia itu bunga di tempat ini, bayarannya lebih tinggi dari yang lain, apa kau sanggup??" tanya sang mucikari sambil mengipasi tubuhnya dengan kipas besar yang di bawanya.
"Sanggup!" sahut Nando singkat.
"Oke, untuk satu malam kau harus membayar 30 juta, bayar di muka tidak pakai kredit, setelah itu kau boleh bawa wanita ini ke hotel!" ujar sang mucikari.
Nando mengeluarkan sebuah cek dari dalam dompetnya, kemudian dia menulis nominal angka 30 juta, lalu di berikannya pada sang mucikari.
Wajah sang mucikari nampak senang, kemudian dia mencium cek pemberian Nando tadi.
"Ingat ya, besok pagi paling lambat jam sembilan kau sudah harus mengembalikan dia ke tempat ini, kalau tidak, algojo ku akan mencari dan menyeretnya ke sini!" cetus mucikari itu sambil berlalu dari hadapan Nando.
Dua orang laki-laki berbadan kekar mengikutinya dari belakang.
Wanita itu masih terduduk di lantai depan gerbang dengan menangis, ada beberapa bagian tubuhnya yang memar.
"Sudah jangan menangis lagi! Aku benci air mata, sekarang kau naik ke mobilku yang ada di sebrang sana, aku akan mengantarmu!" ujar Nando yang berjalan terlebih dahulu. Wanita itu bangkit dan mengikutinya dari belakang.
"Tuan! Kau tidak salah membawa wanita ini?? Sejak kapan Tuan suka jajan di luar?? Kalau Tuan besar tau bagaimana Tuan?" tanya Roy dengan wajah heran.
"Sudah jangan banyak bicara! Ban nya sudah di ganti kan? Sekarang nyalakan mesinnya, antar wanita ini ke hotel terdekat!" titah Nando.
Tanpa banyak bicara lagi, Roy segera melajukan mobil itu, menembus kegelapan malam yang pekat itu.
"Siapa namamu?" tanya Nando dengan wajah masih menatap lurus ke depan.
"Sandra!" jawab wanita itu.
"Nanti setelah sampai di hotel, kau turunlah dan menginap lah di hotel itu, aku akan membayar biaya menginap selama satu malam!" ujar Nando.
"Jadi, kau tidak ingin memakai ku Tuan? Kau tidak ingin menikmati tubuhku seperti yang lain? Lalu buat apa kau membayar mahal pada Mami Vero?" tanya wanita itu.
"Maaf aku tidak berminat denganmu, aku hanya membantumu keluar dari tempat itu, supaya kau tidak di siksa seperti tadi lagi, aku benci kekerasan!" sahut Nando datar.
"Tidak, kalau aku ketahuan tidak melayani pelanggan, maka Mami pasti akan terus menyiksaku, aku akan di bilang tidak becus dan mengecewakan pelanggan!" tukas Sandra.
"Hmm, menyusahkan saja! Baik, aku akan menemani mu di kamar malam ini!" cetus Nando.
"Tuan? Tuan masih waras kan?" tanya Roy sambil melirik ke arah Nando.
"Kau pikir aku gila?" sengit Nando.
"Jadi malam ini Tuan tidak pulang ke rumah??" tanya Roy lagi.
"Kau tenang saja Roy! Nanti aku sendiri yang akan telepon Papa! Malam ini kau tunggu aku di mobil, sampai besok pagi!" sahut Nando.
"Ba-baik Tuan!" jawab Roy.
Mereka kemudian sampai di sebuah hotel yang besar.
Nando mulai membawa wanita itu masuk ke dalam hotel itu dan memesan sebuah kamar eksklusif.
"Duuuh, semoga tidak ada wartawan yang berkeliaran!! Bisa hancur reputasi Tuan Nando kalau melihat menginap di hotel dengan si kupu-kupu malam!" gumam Roy.
Drrrt ... Drrrt ... Drrt ...
Terdengar suara ponsel Roy yang bergetar. Asisten pribadi Nando itupun mulai mengambil ponselnya.
"Waduh gawat, tuan besar yang menelepon!" pekik Roy bingung.
Akhirnya dia mengangkat teleponnya.
"Halo Tuan ..."
"Roy! Di mana putraku Nando? Kenapa sudah jam segini dia belum pulang juga??" tanya Ricky, Papanya Nando.
"A-anu Tuan, kita lagi ada di kuburan!!" sahut Roy asal.
"Kuburan?? Kenapa bisa ada di kuburan??"
"Pecah Ban Tuan, ini saya lagi ganti ban mobilnya!" sahut Roy gugup.
"Kirimkan padaku lokasinya, nanti aku akan suruh orang untuk menukar mobilnya!" ujar Ricky.
"Kuburan nya dekat hotel Tuan ..." Roy makin gugup.
"Hotel? Sebenarnya kalian di kuburan atau di hotel sih?!" sengit Ricky.
"Di hotel Tuan ... eh salah ... maksudnya di kuburan Tuan ... " sahut Roy.
****
Hai Hai ... Readers semua ...
Ini adalah novel karya terbaru author ...
Jangan lupa dukungannya selalu ya ...
Like dan favoritkan ... Terimakasih ... 🙏
Nando langsung masuk ke dalam kamar hotel yang mewah dan luas itu, sengaja dia memesan kamar yang paling besar, supaya ruang geraknya bisa bebas.
Kemudian dia langsung menghempaskan tubuhnya di sofa yang ada di sudut kamar itu.
"Kau tidur di tempat tidur, aku tidur di sofa! Jangan bertanya atau bicara apapun! Aku mengantuk!" cetus Nando yang langsung mulai memejamkan matanya.
"Tapi, kau sudah bayar aku mahal, apa kau tidak ingin sedikit mencicipi tubuhku?" tanya Sandra sambil mengerutkan keningnya.
Belum pernah dia dapat pelanggan aneh seperti malam ini, sudah membayar harga, tapi tidak mau menyentuh.
"Aku tidak berminat!" sahut Nando.
"Apa kau jijik karena aku wanita malam? Tenang saja, aku selalu main dengan steril, selalu pakai pengaman, di jamin aman pokoknya!" ujar Sandra sambil tersenyum.
"Apa kau sudah lama menjalani pekerjaan seperti ini? Apa kau tidak punya pilihan jenis pekerjaan yang lain? Yang lebih baik dan halal!" tanya Nando.
Sandra tertawa mendengar ucapan Nando yang di rasa naif itu.
"Kau ini lucu Tuan, kalau aku punya pilihan, untuk apa aku melakukan hal kotor seperti ini, tapi kini aku sudah hancur, untuk apa lagi punya harapan!" gumam Sandra.
"Tadi kenapa kau bisa di pukuli oleh mucikari itu, bahkan di seret keluar?" tanya Nando lagi.
"Karena aku menolak pelanggan yang tidak mau pakai pengaman, dia sangat kasar, membuat aku tersiksa lahir batin, kemudian pelanggan itu kecewa dan meminta ganti rugi pada Mami Vero, tentu saja Mami sangat murka terhadapku!" tutur Sandra.
Wanita itu menarik nafas panjang, seperti ada beban yang begitu menghimpitnya.
"Kenapa kau bisa berada di tempat maksiat itu?" tanya Nando yang kini bangkit dari tidurnya lalu duduk di sofa itu.
"Aku di jual oleh Ayah tiri ku, karena dia kalah main judi, hutangnya banyak, Mami Vero sudah membayar mahal aku, beberapa kali aku mencoba kabur, tapi selalu di temukan oleh algojonya yang tidak pernah berhenti menyiksaku, akhirnya aku pasrah!" jawab Sandra.
"Kasihan, miris sekali hidupmu!" ujar Nando.
"Rasa kasihanmu tidak bisa mengubah apapun! Aku sudah terjerumus ke lembah hitam!" sahut Sandra.
"Belum terlambat untuk bertobat!" cetus Nando.
"Bertobat? Aku sudah berkali-kali bertobat, seolah Tuhan tidak pernah ada dalam hidupku!" ujar Sandra.
"Jangan salahkan Tuhan! Manusia di ciptakan memiliki akal untuk memilih!" sahut Nando.
"Tuan, kelihatannya kau orang baik-baik, tidak seperti kebanyakan laki-laki yang datang padaku, mereka hanya menginginkan tubuhku, lalu mencampakkan aku begitu saja!" ucap Sandra.
Matanya menatap dalam pada Nando, seorang laki-laki muda tampan yang dengan mudahnya menolak tubuhnya.
"Aku akan membantumu keluar dari tempat itu!" kata Nando.
"Jangan buang waktumu Tuan!" sergah Sandra.
"Itu juga kalau kau mau, aku sibuk, tidak ada waktu untuk mengurusi masalahmu!" lanjut Nando.
"Mami Vero tidak akan membiarkan aku pergi begitu saja!" ujar Sandra.
"Sudah malam, sebaiknya kau tidur, aku juga ingin tidur, ngantuk!" cetus Nando yang langsung kembali berbaring di sofa.
"Tuan, boleh aku numpang menangis di depanmu, walaupun tidak ada solusi, paling tidak beban ku sedikit ringan!" pinta Sandra.
"Silahkan, menangislah sepuasmu!" sahut Nando.
Kemudian Sandra bersimpuh dan menangis pilu di tempatnya, seolah menumpahkan semua beban dan kesedihan yang di alaminya.
Nando yang mulanya cuek, melirik sedikit pada Sandra yang kini terisak sambil menyeka air matanya.
Siapa sangka, di balik senyuman manis seorang wanita, menyimpan suatu kepahitan dalam hidup, hidup yang selalu membuat orang lain gembira, namun hati menyimpan segudang duka.
****
Pagi-pagi Nando sudah keluar dari kamar hotel itu, di ikuti oleh Sandra.
Mereka langsung menuju ke parkiran, Roy yang tertidur di mobil nampak mengerjapkan matanya.
"Roy, kita pulang sekarang! Sebelum itu kita antar Sandra dulu ke tempatnya!" titah Nando.
"I-Iya Tuan!" sahut Roy.
"Kenapa sejak semalam ponselmu tidak aktif?" tanya Nando.
"Anu Tuan, semalam itu Tuan besar telepon, dari pada ketahuan Tuan besar kalau Tuan menginap di hotel dengan wanita, aku matikan saja ponselnya, biar di kira lowbath!" sahut Roy.
Kemudian mobil yang mereka tumpangi itu langsung melaju meninggalkan hotel itu.
Setelah mereka sampai di rumah besar tempat Sandra, Nando langsung turun di susul oleh Sandra.
Di depan rumah besar itu nampak seorang laki-laki setengah baya yang tersenyum ke arah Sandra. Dia adalah Pak Wiryo, Ayah tiri Sandra.
"San! Ayah minta uang lagi, kemarin Ayah kalah, di tambah rokok Ayah juga habis! Berikan Ayah uang sekarang!" pinta laki-laki itu sambil menyodorkan tangannya.
"Aku tidak bawa uang Ayah! Lagian uang yang waktu itu memangnya sudah habis?" sahut Sandra.
"Bohong! Itu pria yang bersamamu, orang kaya kan? Mobilnya saja mewah, masa kau servis dia, dia tidak memberikan tips?" tanya Laki-laki itu sambil menoleh ke arah Nando.
"Aku sudah bilang aku tidak ada uang! Mami Vero belum memberikan aku uang Ayah!" sahut Sandra.
Plaakkk!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Sandra.
Sandra meringis sambil memegangi pipinya.
Nando yang terkenal cuek tidak tahan juga melihat kejadian itu.
"Pak, ini uang buat Bapak, asal jangan pukul lagi dia, kasihan Pak, itu anak bapak lho!" ujar Nando.
"Hmm, lumayan ... Sandra, kau banyak-banyak servis dia ya, royal uangnya!" ujar Pak Wiryo sambil mengipas-ngipas uang yang di berikan Nando, lalu segera berlalu dari tempat itu.
"Dasar orang tua tak ada akhlak!!" sungut Nando.
"Tuan, dari pada Tuan terus terseret dalam masalahku, lebih baik Tuan pergi saja, aku tidak mau berhutang Budi lagi padamu!" ucap Sandra sambil menangis.
Kemudian Sandra berlari masuk ke dalam rumah besar itu.
Nando hanya termangu menatap kepergian Sandra. Setelah itu dia kembali naik ke dalam mobilnya.
"Ayo kita pulang Roy!" titah Nando.
Roy segera melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu.
"Tuan, Tuan masih perjaka atau sudah ..." Roy tak melanjutkan perkataannya.
"Hei! Jaga mulutmu! Kau pikir aku melakukan apa semalam hah??! Aku hanya mengobrol dan tidur di sofa! Paham??" sengit Nando.
"Baru kali ini saya melihat Tuan satu kamar dengan perempuan, saya pikir Tuan sudah melepas keperjakaan Tuan!" ujar Roy.
"Sembarangan! Aku hanya akan memberikan keperjakaanku ini pada wanita spesial, kau camkan itu!" cetus Nando.
"Ciyus Tuan? Mana wanita spesialnya? Sampai sekarang Tuan masih jomblo, sama dengan saya heheheh!" sahut Roy terkekeh.
"Tutup mulutmu Roy! Atau kau sudah bosan jadi asistenku??" sentak Nando melotot.
"Ampun Tuan! Jangan pecat saya dong, atau Tuan akan kehilangan asisten spesial seperti saya??" ujar Roy.
Nando meninju perut Roy hingga Roy meringis kesakitan.
****
Nando turun dari mobilnya yang kini sudah terparkir sempurna di halaman rumah orang tuanya yang luas itu.
Se ekor kucing lucu berbulu abu-abu berlari menghampiri Nando, lalu melompat ke pangkuan Nando yang berjongkok dengan mengulurkan tangannya.
Ekornya yang berbulu tebal bergerak-gerak seolah memberi tahu bahwa hatinya sedang senang.
"Bubu! Bubu! Kucing pintar, manis sekali hari ini, pasti kau makan sangat banyak, lihatlah! Perutmu keras sekali!" ucap Nando pada kucing kesayangannya itu.
Kemudian dia masuk ke dalam rumahnya.
"Semalam kau dari mana saja Do? Kenapa semua ponsel tidak aktif, kata Roy kalian di kuburan??" tanya Ricky, Papa Nando.
"Kuburan? Siapa yang di kuburan?" gumam Nando bingung.
Sementara Roy yang kini berdiri di belakang Nando terlihat ketar ketir takut di marahi Tuan besarnya, karena dia sudah ketahuan berbohong.
"Siapa lagi kalau bukan asistenmu yang culun itu!!" sahut Ricky sambil menunjuk pada Roy yang ada di belakang Nando.
"Roy! Kau buat ulah apa lagi sama Papa!" tanya Nando setengah berbisik.
"Demi menyelamatkan reputasi Tuan, semalam aku bilang kita di kuburan!" bisik Roy.
"Hei!! Kenapa kalian bisik-bisik?? Sedang membicarakan aku ya?? Nando, kau sarapan sekarang, biar si culun ini Papa beri sedikit pelajaran!" cetus Ricky sambil menarik kerah baju Roy keluar dari pintu rumah itu.
Nando mulai duduk di meja makan besarnya itu. Sang ibu dengan penuh kasih menuangkan segelas susu hangat dan sepiring nasi goreng untuk sarapan Nando.
"Semalam Papamu tidak bisa tidur memikirkan mu, biasanya kau selalu bilang kalau terlambat pulang!" ujar Lika, ibunya itu.
Nando terdiam, di keluarga ini begitu banyak limpahan kasih sayang dan perhatian yang dia dapatkan, berbanding terbalik dengan Sandra, wanita yang baru di kenalnya, bahkan pagi ini di depan matanya Nando melihat tamparan keras yang Sandra rasakan dari seorang Ayah yang seharusnya memberikan perlindungan.
"Kenapa kau bengong Nak? Ayo makanlah!" ujar Lika yang sedikit membuyarkan lamunan Nando.
"Terimakasih Bu!" sahut Nando yang kemudian langsung menikmati santapannya.
Lika ibunya kemudian duduk di sampingnya, seolah siap mendengarkan setiap curahan hati putranya itu.
"Ibu, boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Nando.
"Kau mau bertanya apa Do? Bertanyalah selagi Ibu bisa menjawabnya!" sahut Lika.
"Ibu, wanita terhormat itu dilihat dari apanya sih Bu? Apakah sikapnya, perangainya atau kesuciannya?" tanya Nando.
Lika mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan putranya yang tidak biasa itu, kemudian dia menatap ke arah Nando.
"Semua perempuan itu terhormat Nando, tergantung siapa yang menghormatinya, bahkan pengemis di jalan, nenek-nenek di panti jompo, mereka juga terhormat! Kalau kita menghormatinya!" jawab Lika.
"Lalu bagaimana dengan wanita yang kehilangan kehormatannya karena suatu hal? Apakah dia tetap terhormat?" tanya Nando lagi.
"Kehormatan bukan semata-mata karena kesucian atau keperawanan, hanya diri kita sendiri yang bisa menilai, seperti seorang guru, murid-murid menghormatinya bukan karena dia masih suci, tapi karena pengorbanan dan perjuangannya untuk keluarga dan masa depan murid!" jelas Lika.
Nando kemudian langsung memeluk ibunya itu.
"Ibu adalah wanita yang paling aku hormati di seluruh dunia!" ucap Nando.
Lika membelai rambut Nando, kemudian mulai mengecup keningnya.
"Anak ibu sekarang sudah dewasa, bahkan kini kau jauh lebih tinggi dari ibu!" ucap Lika.
****
Sementara di sebuah rumah besar yang merupakan rumah para berkumpulnya kupu-kupu malam, Sang mucikari dengan berjalan sambil mengipasi tubuhnya di ikuti oleh dua orang pria berbadan kekar, nampak masuk ke dalam sebuah kamar.
"Tuh bagianmu!" Wanita itu lalu melemparkan sejumlah uang ke wajah Sandra yang baru mengganti pakaiannya.
Sandra lalu memunguti uang itu yang tercecer di lantai kamarnya.
"Kau istirahatlah seharian ini, nanti malam bersiap-siap, ada boss besar yang sudah memboking mu, awas kalau kau mengecewakan pelanggan lagi!!" seru Mami Vero, mucikari itu.
"Tapi Mami, kenapa harus aku? Hari ini aku sedang tidak sehat Mami!" tukas Sandra.
"Kurang ajar kau! Berani mengaturku?? Sudah untung kau ku beri uang, tamu kita nanti malam hanya menginginkanmu, mengerti!!" sentak Mami Vero.
"Mami, sampai kapan aku harus di sini dan melayani semua tamu Mami?" tanya Sandra.
"Sampai kau sudah tak laku lagi!" cetus Mami Vero.
"Tapi aku ingin keluar Mami, aku ingin menjadi wanita normal seperti orang di luar sana!" Sandra mulai menangis, sesungguhnya dalam hati dia sangat ingin keluar dari tempat itu.
Mami Vero tertawa terbahak-bahak, kemudian dia mencengkram dengan kuat dagu Sandra hingga wanita itu meringis menahan sakit.
"Kau jangan mimpi Sandra! Ayahmu saja sudah menjualmu padaku, aku sudah memberikan ayahmu uang banyak! Masa kau mau pergi begitu saja!! Awas kalau kau lagi-lagi mengecewakan tamuku!!" Mami Vero lalu mendorong Sandra hingga jatuh ke tempat tidurnya.
Kemudian dia segera keluar dari kamar itu. Sandra kembali menangis sambil mengusap dagunya yang kini kebiruan.
"Sudahlah San, ngapain juga sih kau berulah pada Mami, jadi sakit sendiri kan?" ujar Mirna, teman satu kamar Sandra yang juga seorang wanita malam.
"Aku muak dengan kehidupan yang seperti ini Mir, aku ingin hidup bebas, bekerja yang normal dan ... mengenal cinta!" ucap Sandra.
Kini Mirna yang tertawa terbahak-bahak, dia menepuk-nepuk bahu Sandra.
"Sandra ... Sandra ... hidup bebas katamu? Siapa yang mau menerima kita dengan menanyandang status seperti ini, kau tau sendiri pandangan masyarakat terhadap bekas wanita penghibur seperti kita! Cinta katamu? Wanita seperti kita tidak ada cinta, adanya uang dan kepuasan!" ujar Mirna.
Sandra terdiam, benar kata Mirna, tidak mudah bagi wanita seperti mereka untuk hidup normal, karena sudah tertanam di dalam diri mereka sebuah cap, cap yang selalu menempel kemanapun mereka pergi.
"Kemarin malam kau berkencan dengan siapa?" tanya Mirna yang mengagetkan lamunan Sandra.
"Aku tidak tau siapa namanya, dia seorang pemuda tampan yang baik, berbeda dari laki-laki pada umumnya!" jawab Sandra.
"San, jangan bilang kau mulai jatuh cinta padanya! Kalau Mami Vero tau, habislah kau San, selama ini kau lah yang menjadi aset terbesarnya karena kau primadona di sini!" seru Mirna.
"Entahlah Mir, aku juga cukup tau diri siapa aku siapa dia, percaya tak percaya, malam itu sedikitpun dia tidak menyentuhku Mir!" ucap Sandra.
"Oya? Masih ada gitu jaman sekarang laki-laki normal yang tidak tertarik dengan wanita, apalagi secantik dirimu!" ujar Mirna terkesiap.
"Itulah yang membuat aku merasa bahwa ada dunia lain yang bernama bahagia! Layakkah aku untuk meraih itu semua Mir, aku ingin berubah Mir, aku ingin bertobat!" seru Sandra sambil memegang kedua bahu Mirna dengan tatapan mata penuh harapan.
****
Hai guys ...
Kisah ini terinspirasi dari lagu "Kupu-kupu Malam" by Noah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!