.
.
Graham Group merupakan perusahaan besar milik keluarga Graham yang merupakan salah satu dari sepuluh keluarga terkaya di negara ini. Bagi mereka, menggusur sebuah panti asuhan untuk dijadikan pabrik cabang baru mereka bukanlah hal yang besar, itu hanya seperti membeli permen bagi mereka.
Namun, hal itu adalah hal yang sangat besar bagi Felix. Panti asuhan itu merupakan rumah untuknya, satu-satunya tempat dia merasa memiliki keluarga. Namun... semua itu telah dihancurkan oleh perusahaan besar tersebut.
Anak yang masih 17 tahun kebawah akan dipindahkan ke panti lain, begitupun dengan pengurus panti, mereka dibolehkan pindah atau berhenti, dan tentu saja perusahaan itu memberi pesangon bagi mereka.
Lalu, bagi Felix yang baru saja menginjak usia 17 tahun, dia harus pergi dan mencari kehidupan sendiri, dia pun dibekali uang lima juta.
Lima juta itu kelihatannya saja banyak, tapi sebenarnya sangat sedikit. Felix masih SMA, dia masih harus melanjutkan sekolahnya. Memang sekolahnya sudah dibiayai yayasan di panti asuhannya dahulu sampai nanti dia lulus.
Namun, karena sekarang dia masih kelas dua SMA atau kelas sebelas, dia juga harus mencari tempat tinggal sendiri atau kos-kosan. Biaya kos perbulan paling murah mungkin lima ratus ribu? Kalau ada yang di bawahnya palingan kosnya tidak terawat atau kecil.
Satu tahun ada dua belas bulan, berarti Felix harus membayar biaya kos sekitar 12 jutaan untuk dua tahun nanti bukan? Belum lagi biaya lainnya seperti makan, beli pulsa, keperluan sekolah.
Lalu malah dari yang Felix dengar, mencari kos yang dekat dengan sekolah biayanya tambah mahal. Felix tau dia tidak sanggup... apa dia harus mencari pekerjaan? Tapi pekerjaan apa yang bisa dikerjakan anak SMA seperti dia? Walaupun ada palingan gajinya tidak seberapa.
Felix dilanda kegalauan saat ini, jadi ia masih belum pergi dari depan gerbang panti yang mau dihancurkan dalam beberapa hari ke depan itu, membawa koper besar berisi baju dan buku
pelajarannya.
TAP
Pemuda itu berjengit tatkala merasa pundaknya ditepuk dari belakang, setelah dia berbalik, terlihat seorang wanita cantik dengan senyuman yang indah.
Namanya Nana, biasanya Felix memanggilnya mbak Nana. Nana ini masih berumur dua puluh empat tahun, selesai kuliah dia langsung membantu di panti ini alih-alih mencari pekerjaan. Padahal dari yang Felix tau, banyak perusahaan yang siap menerima Nana sebagai karyawannya. Karena Nana memang terkenal dulu di kampusnya dan lagi dia sangat cantik, dia juga di kejar banyak pria berduit.
Nana ini adalah salah satu pengurus panti yang tidak mau pindah, dia berhenti dan Felix menebak mungkin akhirnya Nana ingin membuka usaha atau menerima kerja di salah satu perusahaan yang menawarinya itu.
“Felix satu-satunya yang berumur 17 bukan?” tanya Nana, Felix hanya mengangguk untuk menjawabnya, namun senyum Nana semakin lebar melihat anggukan itu.
“Mbak tau Felix bingung saat ini, meski sudah berumur 17 tapi menurut mbak, Felix tetap anak yang masih dibawah umur”
Felix tersenyum kecut mendengarnya, dia sendiri masih merasa butuh bimbingan, namun perusahaan sialan itu tidak berpikir demikian, buktinya dia diusir begitu saja.
“Gak apa-apa mbak, Felix akan cari cara bertahan hidup sendiri, gak usah khawatir” mendengar ucapan itu keluar dari mulut Felix, Nana tertawa, suara tawa yang merdu hingga Felix merasa sejuk mendengarnya.
“Gak usah khawatir gimana Lix? Kamu masih mondar-mandir disini berarti belum tau mau kemana kan?”
Felix benci mengakuinya, tapi mau bagaimana lagi? Nana benar.
Nana melanjutkan “Gak apa Lix, mbak ngerti.. karena itu, mbak ingin menawarkan bantuan, mau?”
Sedikit harapan muncul rupanya, Felix tersenyum lebar lalu mengangguk cepat.
“Eh, tapi – bantuan apa ya mbak?”
“Aku mau pulang ke rumah orangtua, dan disana rumah kami dekat dengan SMA yang bagus, dan lagi ortunya mbak
membuka kos-kosan juga, kos cowok.. jadi kamu bisa tinggal disana sambil sekolah. Untuk sekolahmu juga biar mbak yang urus, biaya yang sudah dibayar juga bisa dipindah”
Felix berpikir sejenak sebelum kembali bertanya “Lalu biaya kosnya mahal gak mbak?”
Nana tertawa lagi lalu menggeleng “Tenang aja Lix, mbak udah ngomong sama ortunya mbak, mereka mau bantuin kamu juga, jadi kos buat kamu gratis, tapi tinggal makannya aja, gak apa-apa kan?”
Felix merasa terharu mendengarnya, ternyata di dunia ini ada juga orang yang baik seperti Nana, udah cantik jelita, pintar, sopan santun.. hatinya baik pula. Beruntung banget jodohnya di masa
depan.
“Tapi emang gak apa-apa di gratisin biaya kosnya? Gak ngrepotin?”
“Kamu ngomong apa sih Lix? Sebenernya
gak gratis sih masih ada syaratnya”
Felix meneguk ludahnya kasar, kalau syaratnya dia harus kerja di rumah itu jadi pembantu dia rela! Asal dia punya tempat tinggal gratis dan ada orang dewasa yang mengawasinya.
Dengan yakin Felixpun menganggukkan kepalanya “Siap mbak! Aku rela kerja disana”
Mendengar itu kembali tertawa, membuat Felix mengerutkan dahinya bingung.
“Felix.. Felix.. kamu lucu banget sih, siapa yang nyuruh kamu kerja? Syaratnya itu, kamu hanya harus rajin belajar dan lulus dengan nilai baik”
Kalau Felix perempuan, dia pasti sudah menangis keras saking terharunya, Nana dan keluarganya baik sekali ternyata.
Setelahnya, Felix dan Nana pun pergi dengan mobil milik Nana, menuju pusat kota tempat Nana tinggal.
Sepanjang perjalanan, senyum merekah tidak kunjung luntur dari bibir Felix. Dia pindah ke pusat kota, dan akan masuk sekolah baru! Itu artinya, kehidupan barunya akan segera dimulai.
Sejak kecil, Felix tak mempunyai orangtua. Dia sudah di masukkan panti saat dia berumur dua tahunan. Satu-satunya yang dia punya adalah akte kelahirannya, yang di dalamnya tertulis
nama kedua orangtuanya. Namun, tidak ada yang mengenal orangtuanya siapa.
Kata ibu panti yang dulu menerima Felix, dulu Felix hanya tiba-tiba berada di depan pintu dengan mengenakan ransel kecil, itu saja.
Saat ini Felix sudah tidak penasaran lagi dengan siapa keluarganya, mereka pasti sengaja membuangnya, pasti mereka punya alasan juga untuk itu. Tapi Felix sudah tidak peduli, hidup sendirian juga tidak masalah, toh masih banyak orang baik yang peduli dengannya disini... seperti Nana.
Akan tetapi, Felix berbohong jika bilang merasa tidak iri melihat sebuah keluarga bahagia. Dan mungkin nanti, dia juga akan iri melihat Nana bersama kedua orangtuanya.
Tapi tak apa, dia sudah 17 tahun, dia tidak butuh keluarga lagi bukan?
Mobil Nana kini telah memasuki pusat kota, hiruk-pikuk perkotaan terlihat sangat menyesakkan. Semuanya sibuk sendiri
dan memiliki urusan sendiri-sendiri.
Felix menatap gedung-gedung pencakar langit, pertokoan mewah, rumah-rumah besar, mall... dia berpikir, itu bukan dunianya.
Dia hanyalah seorang remaja miskin yang tak memiliki apapun, tak punya orangtua, teman, uang... dan bahkan mimpi.
Benar, Felix tak memiliki mimpi.
Paling tidak, untuk saat ini.
Mobil Nana berhenti di depan rumah minimalis, lalu masuk ke halamannya.
“Kamu lihat rumah di depan itu Lix?”
tanya Nana setelah mereka keluar dari mobil, Felix berbalik, melihat rumah besar didepan yang memiliki spanduk kecil dengan tulisan ‘menerima kos pria’
Felix kembali menoleh pada Nana dan mengangguk.
“Kamu akan tinggal disana, tapi setiap pagi kemari untuk sarapan ya? Oh, tapi hari ini masuk ke rumah dulu, ketemu mama sama papa”
Setelah mengeluarkan koper Felix dari
bagasi mobil, merekapun masuk rumah, mereka langsung disambut oleh seorang wanita
paruh baya yang masih terlihat cantik.
“Ini nak Felix ya? Aduh, gantengnya..
kalo tau Felix ganteng gini harusnya mama adopsi felix biar jadi adeknya Nana, kan lumayan mama punya anak ganteng..” ujar mamanya Nana.
“Hehe, bibi bisa aja” balas Felix malu-malu,
jarang sekali ada seseorang memujinya ganteng begini. Boro-boro muji, dekat-dekat dengan Felix saja mereka malas, hanya jika ada butuhnya saja. Karena itu, Felix tak punya teman.. dia sering jadi bahan bullyan juga di
sekolah lama.
“Ayo masuk nak, pasti laper kan? Mama udah siapin makan malem buat Felix, oh iya.. panggil mama aja ya? Biar akrab” Mama menggiring Felix menuju ruang makan.
“Mama, kok cuma Felix sih? Anak mama
kan Nana” Nana pura-pura cemberut sambil menyilangkan tangan di dada, baru kali ini
Felix melihat Nana seperti itu.
“Enggak, anak mama sekarang Felix, Felix suka ayam geprek gak?”
Nana hanya tertawa melihat mamanya sangat bersemangat seperti itu, maklum saja, sudah lama mamanya itu menginginkan anak laki-laki, karena satu-satunya anak mereka ya cuma Nana.
“Felix makan yang banyak ya, biar gede” ucap Nana setelah bergabung makan dengan Felix.
.
.
.
.
Rumah kos yang Felix tempati, rata-rata anak kosnya menempati lantai dua dan tiga, lalu lantai satu ada ruang tamu dan ruang tengah, juga dapur... namun, ada satu kamar di lantai satu itu, dan Felix menempatinya.
Lantai dua dan tiga terdapat tiga kamar dan satu kamar mandi tiap lantai, tiap kamar biasanya di huni paling banyak tiga anak. Dan kamar yang Felix tempati punya kamar mandi pribadi di dalamnya.
Tentu saja hal itu membuat iri dengki dan kecurigaan.
Siapa si Felix ini? Kenapa menempati kamar itu? Tapi setelah melihat sendiri Felix terlihat akrab dengan yang punya kos, mereka mengira Felix kerabat mereka.
Tapi tetap saja, mereka jadi enggan mendekati Felix.
Mereka juga iri melihat Felix terlihat dekat dengan putri pemilik kos yang cantik jelita itu.
Sebenarnya, Felix merasa masa bodoh dengan mereka, dia sudah biasa dijauhi. Malah sendirian begini membuatnya lega, dia bisa melakukan apapun yang ia inginkan sendirian..
Ah, benarkah begitu??
Tidak juga.. dia merasa bosan, apalagi hari ini semuanya pergi ke sekolah, sementara Felix masih harus berdiam diri di kosan karena kepindahannya masih diurusi oleh Nana.
Karena itu, ia memutuskan untuk jalan-jalan
di sekitar sana, mungkin melihat calon sekolah barunya, karena jaraknya cukup dekat.
Dengan memakai celana training biasa dan hoodie abu-abu, Felix pun pergi untuk jalan-jalan sekalian mencari suasana baru. Hingga langkah kakinya sampai di depan gerbang calon sekolah barunya.
Mulut Felix terbuka lebar melihat bangunan sekolah itu.
Besar sekali dan terlihat seperti sekolahan mewah, Felix tidak akan heran jika yang sekolah disini anak-anak orang kaya semua... eh, tidak juga, karena Felix akan memasukinya.
Dibandingkan dengan sekolah lama, sekolah ini tiga kali lipat lebih besar dan luas.
Setelah puas berdiri tiga puluh detik di depan gerbang, diapun pergi dari sana. Namun setelah beberapa langkah, dia melihat beberapa siswa yang sepertinya telat, berusaha membujuk satpam untuk membukakan mereka pintu.
Felix geleng-geleng kepala melihat
mereka, padahal ini sudah setengah jam setelah bel masuk, kenapa mereka baru
datang? Felix tidak mengerti dengan mereka, padahal orangtua mereka sudah susah
mencari uang untuk menyekolahkan mereka, namun mereka malah seperti ini.
Tin tin
Felix berjengit saat sebuah mobil yang terlihat mewah berhenti di depan gerbang juga, lalu seorang siswa keluar dari sana, juga meminta satpam membuka gerbang untuknya.
Beda dengan saat bersama siswa yang lain, pak satpam langsung menurut dan membuka gerbangnya agar siswa dan mobil itu masuk.
Felix tersenyum pahit.
Sepertinya, menyenangkan punya orangtua kaya seperti itu bukan? Dengan uang, mereka bisa membeli segalanya, dan orang-orangpun tunduk dengannya.
Orang miskin dan kecil seperti Felix, tidak akan berdaya di hadapan uang-uang itu. Felix akan mengingat wajah dan penampilan anak kaya itu, agar nanti dia tidak memiliki masalah dengannya. Karena Felix tau, dia pasti kalah.
Langkah kaki membawa Felix ke taman
terdekat, taman yang sepi...
Lalu dia duduk di sebuah ayunan dan merenung.
Felix tau, dia tidak bisa terus seperti ini.. dia harus berubah dan memikirkan ke depannya harus bagaimana.
Tidak mungkin dia terus menempeli keluarganya Nana kan? Suatu saat Felix akan
tumbuh dan sudah harus bisa mengurus dirinya sendiri, harus punya penghasilan sendiri.
Tapi apa yang bisa ia lakukan?
Apa ketrampilan yang ia punya??
Apa kepintarannya bisa menghasilkan uang?
Apa ia harus berdagang?? Tapi itu juga butuh modal... oh, dia masih punya lima juta di rekening barunya bukan?
Bisakah ia membuat uang itu menjadi lebih banyak lagi?
Felix menggelengkan kepalanya kuat-kuat, berharap dengan begitu otaknya bisa bekerja dengan baik.
“Huuhh tidak bisa, aku tidak bisa berpikir” gumam Felix, untungnya hanya ada dia seorang di taman ini, kalau tidak ia bisa dianggap orang gila.
Orang-orang sukses, mereka bisa sukses karena apa??
Rata-rata mereka memiliki ambisi dan mimpi bukan??
Masalahnya, Felix tidak memiliki keduanya, ambisi ataupun mimpi. Tapi dia tau, dia juga butuh uang... tapi apakah butuh uang saja cukup?? Tentu saja tidak.
TUK
“Awwwhh” Felix mengusap-usap kakinya
yang barusan seperti terkena lemparan suatu benda. Apa ada orang jahil yang melemparinya sesuat – hmm??
Felix memungut benda kotak pipih warna hitam dari bawah kakinya, membolak-balikkan benda itu dan menatapnya bingung.
Sebuah ponsel pintar?
Siapa yang melemparnya?
Felix menoleh kesana-kemari, tetap saja tak bisa menemukan siapapun di sekitarnya.
“Aneh..”
Ting!
Felix kembali terkejut saat ponsel itu menyala, tapi kemudian dahinya mengerut heran melihat tulisan dari dalam ponsel.
Selamat datang di sistem pembentukan pangeran tampan! Anda terpilih sebagai pangeran yang akan kami bentuk dan kami arahkan agar menjadi pangeran tampan yang sempurna!
Beberapa misi akan datang untuk menaikkan level anda!
Layar ponsel kembali gelap.
“Hah? Apa-apaan itu tadi??”
Apa ini semacam penipuan yang sering terjadi seperti menang undian berhadiah, lalu dia harus transfer uang begitu??
Tidak, Felix tidak akan tertipu dengan hal-hal konyol begitu.
“Terlalu cepat sepuluh tahun untuk menipuku! Dasar!”
Setelah meneriaki ponsel seperti itu, Felix merasa konyol... untung saja taman masih sepi.
Ting!
Nama: Felix
Umur: 17 tahun
LEVEL DASAR:
Level kekuatan 0
Level kecerdasan 1
Level kecepatan 0
Level penampilan 1
Selesaikan misi harian untuk menaikkan level!
MISI HARIAN:
Sit up 10x push up 10x squatjump 10x lari 100 meter
Hadiah: uang tunai sebesar 1 juta rupiah dan 10 poin untuk masing-masing level dasar
Mata Felix membelalak tidak percaya
melihat hadiah dari misi harian. Ini bohongkan? Tapi tidak ada keterangan Felix harus mentransfer uang untuk mengambil satu jutanya. Dan kenapa pula ponsel ini tau namanya?? Memang namanya singkat padat dan jelas, hanya Felix saja... tapi!! Bukankah itu sudah sangat aneh??
Kenapa pula ia terpilih menjadi apa tadi?? Pangeran??
Ini tidak masuk akal...
Tapi, Felix juga mau hadiah uangnya.
“Tunggu! Apa maksudnya level kekuatan dan kecepatanku nol?? Memangnya aku tidak punya kekuatan sama sekali? Memangnya aku tidak cepat?”
Tapi jika dipikir-pikir lagi, tidak salah juga sih.. kalau dia dalam sebuah game, pasti level kekuatan dan kecepatannya juga nol. Felix memang lemah... tapi paling tidak level dasar lain mendapat level satu.
“Baiklah, akan ku coba, karena misinya mudah.. tidak ada salahnya juga mencoba, kali aja benar mendapat satu juta, aku juga memang harus olah raga bukan?”
Hitung-hitung olah raga pagi lah.
Felix pun meletakkan ponsel temuannya
di ayunan, lalu mulai melakukan misinya satu persatu hingga lari memutari taman.
Setelah ia pikir sudah seratus meter dia berlari, diapun ambruk duduk di bawah ayunan.
Padahal hanya olah raga sedikit, dia langsung secapek ini... dia benar-benar lemah ternyata.
Ting!
Kembali Felix meraih ponsel temuannya tersebut, lalu terbengong melihat tulisan yang tertera disana.
Selamat!! Hadiah satu juta telah dikirim ke rekening anda, silahkan di periksa sendiri. Dan
masing-masing 10 poin untuk level dasar telah ditambahkan
Felix tidak membawa apapun kemari, termasuk ponselnya sendiri.. jadi, dia buru-buru bangkit dan kembali ke kosannya untuk melihat apakah ada pemberitahuan jika uangnya bertambah di
rekeningnya.
Setelah kembali ke kamarnya dan memeriksa satu pesan di ponsel bututnya, tangan Felixpun gemetaran.
“Ini bohongkan.. kenapa.. satu juta... benar-benar dikirim??”
Ternyata, ponsel pungut ini tidak membohonginya.
Tapi, apa ini nyata?? Felix masih belum bisa mempercayainya.
.
.
.
baca juga sistem kekayaan hukuman ❤
terimakasih 🤗❤
.
.
Felix segera pergi ke rumah Nana setelah Nana memberinya pesan untuk segera datang, mama Ina mempersilahkannya duduk di ruang tamu bahkan menyuguhinya camilan berupa puding susu.
“Udah siap Lix?” Nana datang dari lantai atas, sudah berpenampilan rapi dan modis seperti biasa, namun masih terlihat sangat anggun dan lembut.
“Udah kak Na, tapi kita mau kemana?”
Felix yang baru dua hari sampai disini sudah terpengaruh anak kos lain yang memanggil Nana dengan sebutan Kak Na, lagipula Kak Na terdengar lebih akrab saja dan Nana juga lebih senang dipanggil begitu apalagi oleh Felix yang sudah seperti adiknya sendiri.
“Kemana lagi? Kita ke mall, sekalian beliin kamu seragam dan keperluan sekolah lainnya, jadi besok kamu bisa mulai masuk”
Mendengar itu semangat Felixpun muncul. Seragam baru, kalau bisa Felix mau membeli tas baru dan sepatu baru, dia juga ingin membeli hoodie baru.
Uang satu juta dari misi harian cukup tidak ya?? Felix tidak mau terlalu boros juga.
“Ayo kak Na”
Merekapun berangkat menaiki mobil, tapi kali ini bukan mobil Nana dua hari lalu, tapi beda lagi.. Felix tidak terlalu mengerti merek mobil, yang pasti mobilnya terlihat mewah dan keren,
dengan warna biru laut yang indah. Nana memang menyukai warna biru.
“Kak Na” panggil Felix, Nana menanggapinya sambil masih menyetir “Hmm?”
“Apa kak Na sedang nyari kerja? Atau udah nemuin pekerjaan?” tanya Felix
“Hmm, belum Lix.. sebenernya kakak itu sukanya pekerjaan yang mengurus anak kecil, seperti menjadi pengurus panti kemarin itu.. atau seperti menjadi guru TK”
Felix menatap Nana tidak mengerti “Kenapa kak? Kan pekerjaan kayak gitu gajinya rendah, bukannya mending nerima salah satu perusahaan yang nawarin kakak ya?”
Mendengar pertanyaan Felix yang terlalu jujur dan polos itu Nana terkekeh “Kamu bener Lix, tapi ini bukan soal gaji yang tinggi.. tapi keinginan kuat yang ada di hati kakak, bisa dibilang, ini adalah mimpi ku. Dan buat apa pekerjaan gaji tinggi kalau aku tidak menikmatinya kan?”
Felix tertegun dengan ucapan Nana, rasanya Felix seperti ditampar keras karena telah berpikir uang adalah segalanya. Memang segalanya butuh uang, tapi hanya dengan uang tidak bisa membeli kebahagiaan.
“Pantesan kak Na dijuluki white angel ya” kata Felix, membuat Nana kembali terkekeh.
“Dari mana julukan itu?”
“Anak-anak kos”
“Ada-ada aja, aku gak sebaik malaikat
juga kok..”
Ting!
Felix sedikit terkejut mendengar pemberitahuan dari ponsel pungut itu, Felix membawa ponsel yang itu dan sudah memindahkan kartu Sim miliknya ke ponsel temuan. Untungnya ponsel ini bekerja dengan sangat baik, malah lebih baik dari ponsel lama Felix yang sudah jelek.
MISI KHUSUS:
Selamatkan seorang gadis yang kesusahan!
Hadiah: uang tunai sebesar sepuluh juta
“Ponsel baru Lix?”
Felix buru-buru memasukkan kembali ponselnya “Hmm? Enggak kok, kenapa kak?”
“Kayaknya beda sama yang dulu, jangan
bilang kamu diem-diem beli pake uang dari Graham group ya?”
“Eng.. enggak kok kak, aku cuma ganti chasingnya aja, makanya kelihatan baru”
Nana sudah memarkir mobilnya di parkiran mall, lalu dia menatap Felix penuh selidik “Awas kalo ternyata uangmu habis buat itu ya... kamu itu harus nabung buat masa depan kamu Lix, jangan dihamburin, karena nyari uang itu susah”
Felix mengangguk mengerti, Nana kembali tersenyum lalu mengusak rambut kecoklatan Felix “Ayo keluar dan beli seragam!”
Felix takut jika begini, dia tidak mau berbohong pada Nana. Bagaimana jika Nana memeriksa saldo tabungannya dan melihat saldonya ada enam juta? Apalagi jika Felix berhasil dengan misi khusus yang tadi.. akan jadi 16 juta kan?? Felix harus beralasan seperti apa coba??
Dan lagipula.. gadis seperti apa yang harus ia selamatkan?
Felix tidak melihat ada gadis kesusahan di sepanjang perjalanan sampai masuk mall, bahkan sampai mereka sampai di tempat membeli seragam.
Saat ini Felix berada di toko sepatu dan sedang memilih sepatu yang sesuai dengan ukurannya. Nana memilihkan sepatu yang harganya ratusan ribu.
Karena ini toko sepatu berkelas, tentu saja harga ratusan ribu itu paling murah disini.
“Felix masih mau pilih-pilih??”
“Aku bingung mau yang itu atau itu kak”
Felix menunjuk sepatu harga tiga ratusan dan lima ratusan.
“Mending beli yang ini aja..” Nana menunjuk yang tiga ratusan “Kakak mau ke toko sebelah sebentar ya, kamu milih aja dulu”
Felix hanya mengangguk, lalu Nana pun pergi keluar toko, sementara Felix menatap sepatu yang dipajang tidak jauh dari mereka. Tidak tau itu merek apa dan harganya berapa, tapi Felix suka dengan modelnya.
“Mbak, boleh lihat sepatu yang itu?” Felix menunjuk sepatu yang dia inginkan.
“Yang ini?” pelayan toko agak ragu untuk menunjukkan sepatu itu pada Felix, dari raut wajahnya sepertinya pelayan ini takut Felix tidak bisa membayarnya.
Tapi, meski mahal sekalipun, memangnya Felix tidak boleh lihat dulu apa?
“Berapa harganya mbak?” tanya Felix
“ Rp 1.560.000” jawab pelayan “Dan ini sudah mendapat diskon 50%” tambahnya.
Felix mengangguk-angguk mengerti, kalo segitu sih, dia bisa membelinya dengan uang misi harian tadi ditambah uangnya sedikit.
Felixpun berjalan menghampiri sepatu itu ingin melihat lebih dekat karena pelayan masih meremehkannya dan tidak segera memperlihatkannya pada Felix. Felix yang sudah jatuh hati dengan sepatu itu tidak terlalu ambil pusing dengan sikap pelayan toko.
“KYAAAAA”
Felix pun berhenti dan menoleh cepat pada asal teriakan itu, terlihat seorang gadis yang sepertinya terpeleset lantai yang licin. Tidak butuh waktu lama Felix sudah melesat menuju gadis itu dan menangkapnya. Untungnya Felix berdiri tidak jauh dari si gadis.
SRET
Felix berhasil menangkap pinggang gadis itu, untungnya tidak jadi jatuh.
Eh, tapi..
BRUK
Karena Felix agak tidak siap menangkapnya, beberapa detik kemudian Felix kehilangan keseimbangan lalu mereka jatuh bersama.
Felix sudah takut gadis itu akan marah-marah padanya “Eh, anu.. maaf –”
Bukannya marah, gadis itu malah tertawa
dengan tangan kanan menutupi mulutnya.
Ya ampun... anak gadis siapa ini, kok manis banget??
“Kenapa minta maaf? Aku yang ceroboh,
dan berkat kamu aku jadi gak langsung jatuh dan gak sakit, hehe makasih ya”
Felix pun berdiri lalu mengulurkan tangannya untuk membantu gadis itu berdiri.
Felix baru sadar, ternyata gadis ini memakai seragam yang sama dengan seragam sekolah barunya. Dan lagi...
Dia terlihat seperti bidadari!!
Cantik banget!!
Gadis itu mengulurkan tangannya “Aku Jini, kamu?”
Felix menerima jabat tangannya “Felix”
Jini menatap Felix lekat-lekat, membuat Felix salah tingkah “Ke.. kenapa?”
Jini menggeleng lalu tersenyum, senyum yang sangat manis, lebih manis dari madu “Enggak, Felix kayak bule... hehe keturunan orang luar?”
Felix tertegun dengan pertanyaan Jini, memangnya dia terlihat seperti bule ya?
“Entahlah.. aku gak tau”
Jini menatap Felix bingung “kok gak tau?”
Felix menunduk “Aku.. tidak tau rupa kedua orangtuaku”
“Maaf Felix..” Jini jadi merasa bersalah, sepertinya dia salah bertanya.
Felix tersenyum lalu menggeleng “Gak apa kok”
“Sebagai permintaan maafku, bagaimana jika aku membelikanmu sepatu?? Pilihlah sepatu yang kamu suka” pinta Jini
“Eh? Gak perlu..” Felix menggeleng untuk menolaknya, tapi kemudian Jini memasang wajah sedihnya, yang tentu saja sangat cantik... membuat Felix jadi tidak tega.
Tapi bagaimana bisa dia membiarkan dirinya dibelikan sesuatu oleh seorang gadis???
“Oh! Gini aja, kita satu sekolah lho.. meski besok baru masuk, gimana kalo pulang sekolah kita –”
“Setuju! Jini bakal traktir Felix!”
Jini meraih kedua tangan Felix, menatap Felix dengan kedua mata berbinar-binar.
Sungguh... Jini sangat teramat cantik.
Padahal menurutnya Nana sudah sangat cantik, tapi bisa-bisanya ada seorang gadis yang jauh lebih cantik lagi.
Mungkin Felix sangat beruntung.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!