NovelToon NovelToon

THE KILLER Series

PROLOG

Aaron Bradley, seorang pekerja konstruksi di Kota New York, mendapati keluarganya mati terbunuh saat ia kembali dari bekerja. Tidak hanya sampai disitu, ia juga tertangkap tangan sedanv memegang sebuah pistol yang menjadi senjata pembunuhnya.

Ia harus membuktikan dirinya tidak bersalah dengan mencari pembunuh sebenarnya. Selain itu, dendam di hatinya yang begitu besar membawanya pada liku liku kejahatan di Kota New York. Kehidupannya yang bahagia berubah 180 derajat karena ia sudah kehilangan semuanya.

Kisah ini mengandung adegan kekerasan dan action. Apakah ia bisa menemukan pembunuh sebenarnya? Hanya waktu yang akan menjawabnya.

Mohon doanya karena ini novel pertamaku, mudah mudahan bisa semakin lancar menulis. Mohon maaf sebelumnya kalau misalkan ada typo atau lama up, maklum masih pemula, jadi banyak yang dipikirin.

Salam,

PimCherry

*****

Suara bising Kota New York akibat lalu lalang kendaraan tidak ada apa apanya jika dibandingkan dengan suara yang timbul akibat mesin potong dan mesin las yang saat ini sedanh dijalankan oleh Aaron.

Aaron Bradley, seorang pekerja konstruksi di sebuah bangunan yang nantinya akan dijadikan sebuah perkantoran. Ia sudah bekerja disana sejak beberapa tahun yang lalu, ketika ia kehilangan pekerjaannya di sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang keuangan dan perbankan.

Panasnya mentari tidak menyurutkan semangat Aaron. Dengan peluh yang mengalir di keningnya, ia terus bekerja.

"Aaron, istirahatlah dulu, sudah jam makan siang." teriak Peter, sang supervisor.

Aaron hanya tersenyum memandangnya sambil membentuk bulatan dengan ibu jari dan jari telunjuknya.

Peter Harada, adalah seorang pria berkebangsaan Amerika yang memilikj darah keturunan Jepang. Ia adalah teman Aaron saat mereka masih sama sama di bangku Sekolah Menengah Atas.

Saat Aaron kehilangan pekerjaannya dan ia kesulitan menemukan pekerjaan baru, Peter lah yang menawarkan pekerjaan di bidang konstruksi.

Meskipun tidak sesuai dengan bidang pendidikannya, Aaron menyetujuinya, karena ia sudah memiliki keluarga yang harus dinafkahi.

Pemecatan yang tiba tiba sempat membuat dirinya depresi. Ia harus berobat ke dokter dan meminum obat penenang agar bisa tidur. Padahal saat itu dirinya baru saja bahagia karena istrinya, Mia Adams, baru saja melahirkan.

Namun, dengan perhatian dan kasih sayang serta dorongan moral dari sang istri, Aaron mampu bangkit kembali. Saat ini putri kecilnya, Katie Bradley, sudah berusia 2 tahun.

Aaron akhirnya menghentikan pekerjaannya dan mencuci tangannya. Lalu ia menuju loker pekerja yang berada di atas gudang material. Disana ia mengambil kotak bekalnya.

Setiap hari, Mia pasti akan menyiapkan sekotak bekal untuknya. Selain terjamin kebersihannya, Mia yakin Aaron jadi tak akan melewatkan makan siangnya.

Duduk di lantai balkon depan ruang pekerja, Aaron duduk sambil memegang kotak bekalnya. Tak ada yang istimewa pada bekal yang dibawanya tapi melihat ketulusan yang dicurahkan oleh Mia untuk menyiapkan bekal tersebut, membuat makanan terasa sangat nikmat dan istimewa.

Bel kembali berbunyi, menjadi tanda bahwa jam istirahat sudah selesai. Aaron kembali membungkus kotak makannya dengan tas kecil dan dimasukkan ke dalam tas ranselnya. Ia pun kembali bekerja hingga saatnya pulang nanti.

*****

Seperti biasa, Mia selalu menyibukkan diri dengan pekerjaan rumah tangga dan mengurus putri kecilnya. Aaron akan pulang pukul 5 sore dari proyek dan sampai di rumah sekitar pukul 6. Mia memandikan Katie, kemudian meletakkan putri kecilnya di ruang tamu dengan mainan mainannya.

Sementara itu, Mia menyiapkan makan malam, sehingga saat Aaron pulang nanti, makan malam sudah siap.

Rumah mereka tidak terlalu besar, Mia dapat mengawasi Katie dengan leluasa, tanpa adanya dinding penghalang. Dulu, mereka tinggal di rumah yang lebih besar dan lebih bagus. Sejak pemecatan yang terjadi, mereka terpaksa menjual rumah itu dan mencari rumah yang lebih kecil.

Sudah hampir pukul setengah 7 malam, tapi Aaron belum juga kembali. Mia merasa kuatir. Namun, perasaan itu menghilang ketika terdengar suara ketukan pintu.

Mia langsung melangkahkan kakinya mendekati pintu. Ia memasang senyum terbaiknya saat membuka pintu. Aaron pun ikut tersenyum, kemudian mendekati istrinya dan mencium keningnya.

"Kamu mandilah dulu, aku akan memanaskan makan malam kita."

Aaron menganggukkan kepalanya. Ia bergegas membersihkan dirinya dan kini ia sudah berada di ruang tamu untuk menggendong putri kecilnya, Katie.

"Apa yang membuatmu pulang terlambat, sayang?"

"Ada kebakaran di persimpangan depan. Jalanan sangat macet dan ramai." jawab Aaron

Mereka pun menghabiskan malam bersama dengan kehangatan sebuah keluarga.

*****

Pagi ini, seperti biasanya Aaron tengah menikmati setangkup roti dan secangkir kopi.

"Sayang, aku berangkat ya."

"Ya sayang, hati hati." Mia menghampiri Aaron dan menciumnya sambil menggendong Katie. Aaron juga memberikan ciuman kepada Katie, "Daddy berangkat dulu sayang."

Jalanan Kota New York memang selalu padat. Melihat orang orang pergi bekerja dengan menggunakan setelan kemeja dan jas, membuat Aaron rindu akan masa masa seperti dulu. Mungkin kalau keadaannya masih sama, ia bisa memberikan kehidupan yang lebih baik bagi keluarganya.

Kemacetan kembali mewarnai Kota New York, debu dan polusi pun tak pernah ketinggalan. Setelah melakukan perjalanan sekitar hampir 1 jam, Aaron pun sampai di lokasi konstruksi tempatnya bekerja.

"Aaron, cepat sekali kamu datang?" tanya Peter

Aaron hanya menjawab dengan senyuman. Aaron memang tidak terlalu banyak bicara, apalagi sejak 2 tahun belakangan ini, ia lebih banyak bekerja.

Peter sebagai supervisor ternyata datang lebih pagi karena ia sudah memiliki janji dengan manager proyek. Meeting dilakukan dengan tertutup. Setelah selesai, semua pekerja dikumpulkan karena akan ada pemgumuman untuk mereka.

"Teman teman semua, saya baru saja menyelesaikan pertemuan dengan Mr. Alan. Oleh karena ada beberapa hal penting yang harus kita lakukan, maka untuk beberapa hari ke depan, kita mengharuskan lembur hingga jam 8 malam."

Suara riuh para pekerja membuat suasana menjadi ramai.

"Tenang, hanya beberapa hari, paling lama 1 minggu. Kami juga akan membayar uang lembur kalian asalkan kalian bekerja dengan lebih giat dan mampu mencapai target yang kami tetapkan."

Karena mereka mendapatkan tambahan pendapatan, mereka pun akhirnya tidak banyak menentang. Mereka kembali bekerja agar pekerjaan itu cepat selesai.

Peter menghampiri Aaron, "Sebaiknya kamu menghubungi Mia, agar ia tidak kuatir."

"Baiklah, terima kasih."

Aaron meraih ponsel yang ada di dalam saku celananya, menekan beberapa tombol, lalu

"Halo."

"Sayang."

"Hmmm, ada apa sayang?" tanya Mia

"Malam ini aku akan pulang terlambat. Kamu makan saja lebih dulu." ucap Aaron

"Baiklah, pulangnya hati hati sayang. I love you"

"I love you too."

Aaron memutuskan sambungan ponselnya dan kembali memasukkannya ke dalam saku. Ia kembali bekerja.

Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam, para pekerja perlahan mulai beranjak pulang, tak terkecuali Aaron. Setelah melakukan absen pulang, ia segera melesat pulang ke rumahnya.

Jalanan Kota New York masih sangat ramai, dipadati oleh kendaraan yang lalu lalang. Tiba tiba seorang laki laki berlari ke arahnya dan di belakangnya terlihat seorang wanita yang berteriak 'copet'.

Tanpa pikir panjang, Aaron menghalangi laki laki itu, yang pada akhirnya malah terlibat perkelahian dengannya.

Aaron sudah sampai di ujung gang area rumahnya. Perkelahian tadi memakan waktu hingga 30 menit, membuat Aaron semakin terlambat sampai di rumah.

Aaron melihat lampu rumahnya masih menyala dengan terang dan pintu depan terbuka.

"Apa yang terjadi?" pikirnya

Ia bergegas masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu, ia menemukan istrinya tergeletak dengan tangan bersimbah darah. Sebuah pistol berada di sampingnya.

Aaron mengecek nadi milik Mia, dan ia sudah tidak merasakannya lagi. Tubuh Mia masih hangat, yang artinya kejadian ini berlangsung belum terlalu lama. Kalau saja ia tidak membuang waktu berkelahi, mungkin peristiwa ini tidak akan terjadi.

Aaron memegang pistol tersebut dan meletakkannya di tempat lain. Ia masih memeluk tubuh Mia dan air matanya turun. Tiba tiba ia mendengar suara tangisan dari arah kamar tidur,

"Katie?"

*****

SAKSI SAKSI

"Katie?"

Aaron meletakkan jasad istrinya dengan perlahan, kemudian menuju ke kamar. Disana ia melihat sebuah kertas dengan gambar wajah tertawa dan sebuah alat perekam yang memutar suara tangisan bayi.

Aaron menengok ke tempat tidur anaknya yang berada di samping tempat tidurnya.

"Aarggghhhhhhhh!!!!!" suara pekikan membahana di seluruh rumah.

Aaron terjatuh di samping tempat tidur anaknya, air matanya kembali tumpah. Penyesalan datang bertubi tubi di dalam hatinya.

Mengapa? kenapa? Kalau saja.

Aaron kembali berjalan ke ruang tamu. Ia mengambil pistol yang dijadikan senjata dan memperhatikan dengan seksama.

Tiba tiba terdengar suara sirene di depan rumahnya. Beberapa orang polisi menerobos masuk. Mereka melihat Aaron sedang memegang pistol dengan posisi jasad Mia di dekatnya. Ada seorang polisi yang mengecek ke dalam kamar, kemudian keluar dan memberi tanda pada rekannya.

"Tuan Aaron, anda ditangkap karena telah melakukan pembunuhan. Letakkan senjata anda dan angkat tangan ke belakang kepala."

Aaron tidak bisa mengelak dan bahkan ia tidak banyak bicara. Ia melakukan seperti apa yang diperintahkan. Seorang polisi kemudian memborgol tangan Aaron.

"Anda berhak didampingi oleh pengacara."

*****

Dengan didampingi oleh 2 orang polisi, Aaron menghadiri pemakaman istri dan anaknya. Sungguh, ini pukulan yang sangat berat bagi Aaron.

Kedua tangan yang diborgol menjadi santapan pemandangan bagi para tamu yang hadir. Mereka bergunjing tentang kematian keluarganya. Ingin sekali Aaron berteriak pada mereka bahkan pada dunia bahwa ia tidak melakukannya. Namun, semua bukti bukti mengarah kepadanya.

Sahabat sekaligus atasannya di tempat konstruksi, Peter Harada, turut hadir dalam prosesi pemakaman tersebut. Ia ingin menghampiri Aaron, tapi dengan pengawalan polisi, rasanya tidak mungkin.

Aaron tidak bisa berlama lama disana karena ia memang bukan orang bebas saat ini. Sebelum prosesi pemakaman selesai, kedua polisi yang mengawal Aaron membawanya kembali ke kantor polisi, untuk menunggu proses penyelidikan.

Aaron menghempaskan tubuhnya ke lantai yang dingin di dalam sel di kantor polisi tersebut. Dalam satu sel itu ada beberapa orang bersamanya. Mereka ditahan karena kasus pencurian, pemukulan, bahkan narkoba.

Pikiran Aaron berkelana kemana mana, mulai dari siapa yang membunuh keluarganya, hingga ia berpikir berencana untuk kabur dari sana jika ada kesempatan.

Ia berencana kabur bukan karena ia ingin bebas, tapi karena ia memang tidak bersalah dan ingin mencari pelaku pembunuhan yang sebenarnya. Ia mengepalkan tangannya hingga buku buku jarinya memutih. Amarah, kekesalan dan demdam kini sudah memenuhi hatinya.

*****

"Peter, tolong aku," ucap Aaron memohon.

Peter mengunjunginya di kantor polisi. Memang sampai pengadilan memutuskan hukuman untuknya, sementara ia ditempatkan di sana.

"Aku ingin menolongmu, tapi apa yang bisa aku lakukan?"

"Aku juga tidak tahu, tapi aku merasa ada kejanggalan."

"Maksudmu?"

"Polisi tiba tiba datang, padahal aku belum menelepon dan itu belum sampai 10 menit setelah aku tiba di rumah."

"Aku akan mencari seorang pengacara untuk membantumu melewati kasus ini."

"Terima kasih, Peter."

"It's okay. Kamu temanku, sudah seharusnya aku membantumu."

Setelah itu, Aaron menceritakan kejadian yang menimpanya hari itu, mulai dari saat ia pulang bekerja.

Peter mendengarkan dengan seksama, mencoba membantu Aaron dengan pemikiran pemikirannya.

*****

Aaron dibawa masuk ke dalam suatu ruangan, ya pengadilan. Kedua tangannya diborgol. Ia masuk ke dalam ruangan tersebut, dan setiap mata melihatnya dengan pandangan yang sinis.

Peter pun hadir disana, memberikan dirinya dukungan untuk melewati ini semua. Kini Aaron duduk di samping pengacaranya, Elbert. Ia masih muda, tapi pemikirannya luar biasa.

Hari ini para hakim akan mendengarkan penjelasan dari jaksa penuntut. Jaksa menceritakan kejadian yang terjadi malam itu, menurut verainya sendiri.

Ingin sekali Aaron membantahnya, tapi Elbert menahan tangannya. Elbert mengerti perasaan Aaron, dan ia meminta Aaron agar tenang karena jika Aaron membuat keributan, sidang kali ini justru akan semakin memberatkan Aaron.

Kini, Aaron duduk di sebuah kursi di hadapan para hakim. Ia diminta untuk menceritakan kejadian malam itu.

"Hari itu, saya harus bekerja lembur di tempat kerja. Sekitar jam 8 saya pulang, tapi di tengah jalan, saya melihat seorang wanita sedang mengejar seorang pencopet. Lalu, saya membantu menangkap pencopet itu."

"Keberatan Yang Mulia. Saat kami mengecek CCTV di jalan yang dilalui terdakwa untuk pulang, kami melihat bahwa memang ada seorang wanita dan seorang laki laki sedang berkejaran.

Mereka adalah sepasang kekasih yang sedang bertengkar. Saat sang lelaki berlari, tak sengaja tas wanita itu terbawa, sehingga si wanita ikut mengejarnya."

"Tapi Yang Mulia, aku ... ," ucap Aaron terpotong.

"Lanjutkan."

"Seharusnya saya sampai di rumah sekitar pukul 9, tapi karena terlibat perkelahian, akhirnya saya terlambat sekitar 30 menit. Saat saya sampai di rumah .... ," Aaron terdiam, ia kembali teringat bagaimana kondisi istri dan anaknya saat ia melihat mereka, ia tak mampu menahan perasaannya, sehingga ada buliran air jatuh di sudut matanya.

Aaron tidak mampu melanjutkan perkataannya, ia hanya menunduk. Kegeraman kembali merasuk ke dalam dirinya.

"Aku bukan seorang pembunuh!" pekiknya.

"Tenang dulu Tuan Aaron," ucap Sang Hakim.

Aaron yang tadinya berdiri akhirnya kembali duduk dan Jaksa Penuntut kembali mengajukan pertanyaan.

"Apakah pistol ini adalah milikmu?" tanya Sang Jaksa sambil memperlihatkan sebuah kantong transparan dengan sebuah pistol berwarna hitam di dalamnya.

"Tentu saja bukan. Sudah kukatakan bahwa aku bukan seorang pembunuh," ujar Aaron.

"Sidik jarimu ditemukan pada senjata ini. Senjata yang menjadi alat pembunuh istri dan anakmu."

"Apa aku sudah gila membunuh istri dan anakku sendiri?"

"Kami tidak tahu. Nanti para saksi yang akan menjelaskan." ucap sang jaksa penuntut

"Saksi?" tanya Aaron keheranan, karena saat kejadian dia hanya seorang diri.

Setelah jaksa penuntut umum dan Elbert, sang pengacara, mengajukan beberapa pertanyaan pada Aaron, sidang diistirahatkan selama 30 menit. Aaron kembali dibawa ke suatu ruangan, ditemani oleh pengacaranya.

"Aku tak mengerti, siapa saksi yang mereka maksudkan," ujar Aaron.

"Aku juga belum tahu. Kalau dari pihak kita, hanya Peter lah yang menjadi saksi."

"Aku semakin tidak mengerti."

Elbert menemani Aaron sampai tiba waktu istirahat selesai. Kini mereka harus kembalu masuk ke dalam ruang sidang.

Kali ini adalah giliran para saksi. Peter menjadi saksi pertama yang maju. Ia menjelaskan pada hakim dan seluruh yang hadir bahwa memang benar Aaron bekerja di proyek konstruksi yang ia awasi. Ia juga membuktikan dengan membawa absen yang diisi oleh Aaron di hari kejadian. Selain itu, bukti CCTV di proyek juga membuktikan kepulangan Aaron di jam yang sesuai dengan kesaksiannya.

Setelah itu, giliran saksi saksi dari pihak jaksa penuntut. Saksi pertama adalah pria dan wanita yang ada di jalanan dan terlibat perkelahian dengannya.

"Bukan, dia bukan pencopet. Dia adalah kekasih saya. Kami hanya sedang bermain kejar kejaran. Tapi ntah mengapa tiba tiba laki laki disana langsung menghajar kekasih saya."

Deghhh .....

Jantung Aaron serasa mau lepas mendengarnya. Kesaksian mereka bukan meringankannya, malah justru memberatkannya.

"Anda bisa dengan Yang mulia, bahwa Tuan Aaron memiliki perangai yang cukup keras. Ia bisa memukul seseorang tanpa bertanya. Kiranya itu bisa menjadi salah satu pertimbangan bagi Yang Mulia."

DIPENJARA

Saksi kedua dihadirkan di dalam ruang sidang, sekelompok ibu ibu.

"Siapa mereka?" gumam Aaron yang masih bisa didengar oleh Elbert.

"Mereka adalah para ibu ibu tetanggamu," bisik Elbert pelan.

"Apa yang mereka lakukan disini?"

"Mereka akan menjadi saksi."

"Tapi, mereka tidak melihat kejadiannya dan tidak ada hubungannya dengan kejadian ini. Atau apakah salah satu dari mereka melihat siapa yang menembak istri dan anakku?"

"Kurasa tidak. Mereka kesini atas undangan jaksa penuntut. Sudah bisa dipastikan bahwa mereka bukan membelamu tapi justru akan semakin menyudutkanmu."

Aaron benar benar tidak mengerti.

Salah seorang dari antara ibu ibu itu maju ke depan. Ia disumpah bahwa ia akan mengatakan yang sebenarnya.

"Apakah anda mengenal laki laki disana?" tanya Jaksa Penuntut sambil mengarahkan tangannya ke arah Aaron

"Saya tidak mengenalnya, tapi ia tinggal di lingkungan kami bersama istri dan anaknya."

"Apakah anda mengenal istrinya?"

"Tentu saja saya mengenal Mia, kami sering bertemu jika ia sedang membersihkan bagian depan rumahnya."

"Apa anda pernah berbicara dengannya?"

"Pernah, bahkan ia pernah curhat pada saya kalau ia tidak bahagia dengan kehidupannya."

Aaron mengepalkan tangannya.

"Apa anda bisa menjelaskan maksud dari perkataan anda itu Nyonya?" tanya si Jaksa Penuntut.

"Mia selalu bercerita kalau suaminya selalu berkata kata kasar, bahkan kadang suka main tangan. Ia tidak betah tinggal bersamanya dan ingin pergi dari sana. Mia juga bilang kalau ia menderita hidup kekurangan, karena suaminya hanya seorang pekerja serabutan."

"Apa maksudmu mengatakan itu? Mia bukan orang seperti itu," ucap Aaron sambil berdiri dan menggebrak meja.

"Tuan Aaron, bisakah anda tenang? atau sidang ini akan kita tunda sampai seminggu ke depan," ucap Sang Hakim setelah memukul palu.

Elbert meminta Aaron untuk duduk.

"Aku tidak berbohong. Mia sendiri lah yang mengatakan itu. Kamu kan nggak di rumah, jadi nggak tahu apa yang Mia ceritakan pada kami."

"Tidak! tidak mungkin Mia menjelek jelekkanku di depan orang lain. Mia bukan tipe orang seperti itu," batin Aaron.

Semua kesaksian seperti memberatkan Aaron, apalagi bukti bukti juga mengarah kepadanya.

"Elbert, apa ada kemungkinan aku bisa bebas?" tanya Aaron.

Elbert menggelengkan kepalanya lemah.

"Maafkan aku," ucap Elbert.

"Tidak apa. Aku juga tidak mengerti dengan apa yang saat ini terjadi. Namun yang pasti, aku akan mencari tahu," ujar Aaron.

"Kalau dari apa yang kulihat, sepertinya semua ini sudah diatur dengan begitu rapi, sehingga sangat kecil kemungkinan kamu akan bebas."

"Ya, aku juga berpikir seperti itu. Hanya saja aku belum bisa menebak siapa yang melakukan ini dan apa tujuannya."

"Tenanglah Aaron, aku akan membantumu. Meskipun aku baru mengenalmu, aku yakin kamu adalah orang yang baik, karena Peter tak mungkin berteman dengan orang sembarangan."

"Terima kasih. Tapi aku tidak bisa membayarmu. Apalagi jika aku berada di dalam penjara."

"Tidak perlu. Kamu tidak perlu membayarku. Kasus ini menarik menurutku dan kurasa aku bisa belajar banyak," ucap Elbert.

"Terima kasih."

"Sama sama."

*****

Hari ini pengadilan akan memutuskan apakah Aaron bersalah atau tidak bersalah. Aaron sudah memikirkan kemungkinan yang terburuk.

Ia tahu hukuman bagi seorang pembunuh tidaklah sebentar. Hidupnya akan berakhir di penjara, sendirian dan menyedihkan. Apalagi ia tidak pernah melakukan kejahatan itu.

"Silakan duduk Tuan Aaron," Aaron dipersilakan duduk di kursi terdakwa untuk pembacaan putusan.

"Selamat siang. Kami dari segenap institusi pengadilan mengucapkan terima kasih atas kedatangannya. Menimbang berdasarkan keterangan dari para saksi saksi, bukti bukti dan korban, serta sikap Tuan Aaron yang cukup kooperatif selama perjalanan sidang. Mengingat Undang Undang mengenai Pasal Pembunuhan XX no. X. Menetapkan Tuan Aaron Bradley, seorang pekerja konstruksi, dalam usia 27 tahun, dinyatakan BERSALAH karena melakukan pembunuhan terhadap Mia Adams dan Katie Bradley.

Tuan Aaron Bradley mendapat hukuman selama 30 tahun, dan akan mendapatkan pengurangan masa hukuman jika tidak melakukan tindakan tindakan lain yang akan merugikan dirinya dan orang lain selama masa tahanan. Demikian putusan ini kami tetapkan. Apakah anda, Tuan Aaron Bradley, menerima?"

"Bisakah saya berbicara dengan klien saya sebentar?" tanya Elbert.

"Silakan."

"Aaron, apakah kamu mau menerima atau menolak?"

"Apa kondisinya?"

"Kalau kita naik banding, ada kemungkinan kita juga akan kalah karena semua bukti dan saksi memberatkan dirimu. Hukuman pun ada kemungkinan bisa lebih lama lagi daripada putusan yang sekarang."

"Menurutmu, apa aku harus menerima atau menolak?" tanya Aaron.

"Kalau menurutku, untuk sementara ini sebaiknya kamu terima. Aku tahu kamu tidak bersalah, tapi kita belum punya cukup bukti untuk membuktikannya."

"Aku berjanji padamu, aku dan Peter akan sebisa mungkin membantumu untuk segera bebas. Kami akan kembali mengajukan banding saat kami memiliki bukti yang cukup," lanjut Elbert.

"Aku mengerti," ujar Aaron.

"Sudah selesai Yang Mulia," ucap Elbert.

"Dan Tuan Aaron, apa keputusanmu?"

"Bolehkah saya berbicara?" tanya Aaron.

"Silakan."

"Saya, Aaron Bradley, menerima putusan yang diberikan oleh pengadilan. Namun, hal itu bukan berarti saya menyatakan bahwa diri saya adalah seorang pembunuh. Jika saya bisa memilih, saya akan memilih untuk bebas dan mencari kebenaran dari kasus ini. Saya tidak akan membangkang, karena pengadilan sudah memeriksa segala bukti dan saksi. Saya mengapresiasi semuanya. Terima kasih."

"Terima kasih Tuan Aaron," ucap Sang Hakim.

Setelah itu, tangan Aaron kembali diborgol. Ia dibawa ke sebuah mobil tahanan untuk dibawa menuju ke sebuah pulau yang bernama Raikers. Di pulau itulah penjara itu berada dan terkenal sebagai penjara yang terburuk.

*****

Aaron sudah mulai terbiasa tidur di kasur yang tipis, karena sudah beberapa hari ia berada di penjara Pulau Raikers.

Penjara ini memang memiliki lahan yang cukup luas, tapi tiap sel nya tidak terlalu besar.

Aaron menggunakan pakaian berwarna jingga, baik atasan maupun bawahan.

Ia berada 1 sel dengan 2 orang laki laki lain, yang 1 bernama Allen dan yang 1 lagi bernama Jason.

Mereka berdua juga didakwa melakukan kasus pembunuhan dan perampokan. Allen adalah seorang karyawan biasa yang hidup juga pas pas an. Suatu hari ia pulang malam dan hari itu ia baru saja dipecat dari pekerjaannya. Resesi ekonomi yang menimpa perusahaannya, berdampak pada hampir seluruh karyawan di perusahaannya. Ia membutuhkan uang untuk membayar biaya rumah sakit ibunya, akhirnya dengan bermodalkan nekat, ia merampok di sebuah minimarket. Namun sayangnya, ia tertangkap dan membuat ibunya juga tidak mendapatkan pengobatan yang semestinya hingga meninggal.

Sedangkan Jason didakwa karena kasus pembunuhan. Ia membunuh temannya sendiri yang telah berselingkuh dengan istrinya. Saat ia memergoki mereka berselingkuh di rumahnya sendiri, ia dengan kalap mengambil pisau dapur dan menusuk temannya itu, sementara istrinya hanya menderita luka sayatan di bagian dadanya.

"Aaron, apa kamu seorang pegawai swasta?" tanya Allen.

"Memangnya kenapa?" tanya Aaron.

"Entahlah, aku seperti pernah melihatmu. Dimana kamu bekerja?"

"Aku bekerja di proyek konstruksi. Dulu memang aku bekerja di kantor, tapi karena ada masalah, aku dipecat."

"Dimana dulu kamu bekerja?" tanya Allen lagi.

"Al, bisakah kamu diam? aku ingin tidur," pinta Jason.

"Sebentar, aku hanya bertanya pada Aaron," ucapnya.

"Aku bekerja di MonPro, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang keuangan."

"Ouuu, berarti kamu kenal dengan David?"

"David?"

"Iya, David Warren."

"Tentu saja. Ia satu divisi denganku. Dimana kamu mengenalnya?" kini Aaron yang bertanya karena penasaran.

"Di salah satu sel di ujung sana," ucap Allen sambil menunjuk salah satu sel.

"Ia dipenjara?" gumam Aaron kaget

*****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!