NovelToon NovelToon

Don'T Worry Be Happy

Dihukum

Hari itu Gina dan Vana sudah bersiap untuk pergi ke kampus.

Dengan motor sport masing masing, mereka pergi ke kampus. Motor berwarna biru milik Gina dan motor berwarna hijau milik Vana.

Sesampainya di kampus, mereka berdua memarkirkan motornya di area parkiran.

"Gin," panggil Vana.

"Apa?" Tanya Gina setelah melepaskan helm full fuce dari kepalanya.

"Tadi My Mom nelpon gue. Katanya besok My Mom datang sama My Dad buat jenguk kita," jawab Vana yang sudah berjalan berdampingan menuju kelas.

"Besok?" Tanya Gina terkejut.

Vana mengangguk.

"Mati kita Van," Gina berucap dengan lesuh.

"Kenapa?" Tanya Vana.

"Coba lo pikir, kalau My Mom dan My Dad datang trus lihat motor kita. Lalu kalau nanti ada yang cerita tentang kelakuan buruk kita. Kan gawat. Bisa bisa kita gak di bolehin lagi tinggal di sini," ucap Gina.

"Bener juga lo. Bisa bisa nanti My Dad gak izinin gue lagi untuk jadi designer," ucap Vana.

"Eh, Gin nanti kita bicara lagi ya. Gue ada mata kuliah. Kalau telat nanti bisa bisa gue di hukum," Vana segera berlari setelah melirik jam di pergelangan tangannya.

Gina hanya memperhatikan Vana dengan geleng geleng kepala.

"Hay, Gina" sapa seseorang seraya menepuk bahu Gina.

Gina membalikkan badannya menatap sang empunya suara.

"Hay, Kak Zack," balas Gina.

"Sendirian aja nih. Vana dimana?" Tanya Zack.

"Udah masuk kelas Kak. Soalnya dia ada mata kuliah pagi," jawab Gina.

"Kak Zack Aunty sama Uncle ada di rumah gak?" Tanya Gina.

"Gak, mereka udah pulang ke Singapura," jawab Zack.

"Oh," Gina mengangguk mengerti seraya melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas.

Gina memilih duduk di kursi paling belakang dan paling ujung. Sedangkan Zack sendiri memilih duduk di samping Gina.

Gina meletakkan kepalanya di atas meja. Hari ini ia merasa sangat mengantuk karena kemarin malam ia dan Vana mengikuti balapan. Gina terlelap sangking ngantuk nya.

Byur...

Gina terbangun karena disiram air oleh seseorang. Baru saja ia ingin membuka mulutnya untuk memaki orang yang menyiramnya. Tapi suaranya tertahan karena orang itu sudah memakinya diluan.

"How dare you sleep on my watch. This is a place for study, not for sleeping. If you want to sleep, don't come here. Because you have been undisciplined three times during my course. As a punishment you have to clean the toilet until it is clean," ucap dosen dengan sebuah wadah ditangannya.(Berani sekali kamu tidur di jam saya. Di sini tempat untuk belajar bukan untuk tidur. Kalau kamu mau tidur, jangan datang kemari. Karena kamu sudah tiga kali tidak disiplin saat mata kuliah saya. Sebagai hukumannya kamu harus membersihkan toilet sampai bersih)

"But..."

"Nothing but buts. Do it immediately or I increase the penalty," ucap dosen. (Tidak ada tapi tapian. Segera lakukan atau saya tambah hukumannya)

Gina menurut dan segera keluar menuju toilet, melaksanakan perintah sang guru.

Saat dia ingin mengambil kain pel, tangan seseorang juga sedang memegang pel sama seperti yang ia lakukan.

"Gina,"

"Vana,"

ucap mereka berdua bersamaan.

"Ngapain lo disini?" Tanya Vana.

"Biasalah, gue ketiduran dalam kelas," jawab Gina.

"Kalau lo?" Tanya Gina balik.

"Sama kayak lo, gue juga ketiduran. Ini pasti gara gara balapan kemarin," jawab Vana.

"Ya lo sih, ngapain bawa gue ke sana. Kan gue jadi lama tidur," ucap Gina.

"Enak aja lo Gin. Pas gue ngajak lo, lo aja senang banget. Bergairah banget lo sampai sampai jadi peserta lomba," ejek Vana.

"Kan gue emang dari dulu suka balapan. Lo aja juga suka balapan. Nyalahin gue aja," ucap Gina tak ingin kalah.

"Udahlah, kalau kita berantem sampai 10 tahun gak akan selesai. Ni ambil pel nya," ucap Vana seraya memberikan kain pel kepada Gina.

Mereka berdua pun membersihkan toilet itu bersama sama.

"Van, gue punya ide buat nyembunyiin motor kita," ucap Gina di sela sela pekerjaannya.

"Apa?" Tanya Vana antusias.

"Uncke Justin dan Aybty Cherry udah balik ke Singapura. Jadi Kak Zack sendirian di rumah. Kita bisa nitipin motor sama Kak Zack," jawab Gina.

"Serius lo?" Tanya Vana.

"Serius," jawab Gina.

"Gak nyangka gue, ternyata kakak gue pintar banget," ucap Vana memuji Gina.

"Selama ini dimana aja lo. Baru nyadar kakak nya pintar," ucap Gina.

"Gue di pluto," jawab Vana asal.

"Gimana rasanya belajar bisnis?" Tanya Vana setelah beberapa waktu mereka diam.

"Ya gitu deh," jawab Gina.

"Gitu kenapa?" Tanya Vana.

"Gue bosan belajar bisnis. Mending belajar medis dari pada bisnis. Gue lebih suka pegang suntik sama darah daripada harus melihat diagram lah, proyek lah, apalah," jawab Gina.

"Sorry ya Gin, gara gara gue lo harus masuk jurusan bisnis dan ngelupain cita cita lo," sesal Vana.

"Gak papa juga sih sebenarnya. Gue memang gak terlalu suka pelajarannya, tapi gue lebih gak suka lagi gurunya," ucap Gina tak ingin adik kembarnya itu merasa sedih.

"Andai aja My Dad gak maksa salah satu dari kita belajar bisnis. Mungkin sekarang kita akan menekuni pelajaran yang kita gemari masing masing," ucap Vana.

"My Dad gak salah kok, Van. Dia kan cuma mau salah satu dari anaknya bisa mewarisi perusahaan," balas Gina.

"Bagi lo sih gitu Gin, tapi bagiku itu tidak masuk akal. Masa iya merelakan mimpi anaknya demi sebuah perusahaan," ucap Vana.

"Bukan gitu lo, Van. My Dad tidak ingin perusahaan yang ia rintis selama puluhan tahun bangkrut karena tidak ada yang mengelola. Di perusahaan itu mungkin banyak kenangan untuk My Dad dan ia tidak ingin orang lain yang menggantikan posisinya di perusahaan itu," jelas Gina membela Ayah mereka.

"Terserah lo deh," balas Vana acuh.

Mereka berdua kembali fokus membersihkan toilet. Sesekali umpatan kekesalan keluar dari mulut mereka.

***

"Capek banget," keluh Gina seraya berbaring dirumput hijau yang ada di taman belakang kampus.

Vana juga berbaring di atas rerumputan.

"Lo gak masuk kelas Gin?" Tanya Vana.

"Malas gue, gue masuk pas jam selanjutnya aja," jawab Gina.

"Ya terserah Lo," balas Vana seraya menutup matanya dengan lengan kanannya.

Gina melihat sekilas Vana. Adik kembarnya, satu satunya saudara yang selalu mengerti dirinya. Dia merasa bersyukur dengan kehadiran Vana.

Sedangkan Vana juga merasa bersyukur dengan keberadaan Gina. Kakaknya ini sangat menyayanginya. Selalu melindunginya, atau lebih tepatnya mereka saling melindungi. Bahkan Kakaknya ini merelakan cita citanya menjadi seorang dokter hanya agar dirinya diberi ijin menjadi seorang designer.

Mengingkari Janji?

"Kak Zack," panggil Vana lalu berlari menghampiri Zack yang sedang duduk bersama seorang teman prianya di kantin.

"Hay, Van" sapa Zack setelah Vana sudah duduk rapi di sampingnya.

Gina sendiri pergi ke perpustakaan untuk membaca buku ilmu kedokteran.

Biasanya setiap istirahat dia akan pergi ke perpustakaan untuk belajar ilmu kedokteran, tanpa siapapun mengetahuinya.

"Kak Gina," sapa Manisa, anak kedua William.

Mendengar suara yang cukup familiar baginya, dengan cepat Gina langsung menutup buku yang dia baca dan berusaha menyembunyikannya namun ia mengusahakan agar terlihat senatural mungkin. Agar Manisa tidak curiga.

"Eh Ma-Manisa... kamu ada kelas sekarang?" Tanya Gina kepada Manisa, mahasiswi kedokteran.

"Iya Kak, tapi kelasnya 1 jam lagi. Aku mau baca buku untuk persiapan belajar nanti," jawab Manisa.

"Kakak baca buku apa?" Tanya Manisa melirik buku yang sedang berada digenggaman Gina.

Buku itu kecil dan tertutupi oleh kedua tangan Gina.

"I-ini? Biasalah Kakak membaca buku bisnis," jawab Gina berbohong.

"Oh," hanya itu balasan Manisa.

"Nis, Kakak keluar ya. Sebentar lagi ada kelas," pamit Gina kembali berbohong.

"Ok Kak," balas Manisa.

Dengan cepat Gina keluar setelah sebelumnya mengembalikan buku yang dia ambil.

***

"Kak Zack, nanti boleh ya Vana sama Gina nitip motor di rumah Kakak," ucap Vana meminta izin kepada Zack setelah mengusir secara halus teman pria Zack tadi.

"Apa Aunty dan Uncle akan datang?" Tanya Zack yang sudah dapat menebak alasan Vana ingin menitip motornya.

"Ya, besok My Mom dan My Dad akan datang," jawab Vana.

"Ya udah, nanti kalian bawa saja motornya ke rumah Kakak. Setelah itu Kakak yang akan mengantar kalian pulang ke rumah, ok?"

Vana mengangguk girang.

Tidak jauh dari sana Gina sedang menatap kearah mereka berdua dengan senyuman di wajahnya.

"Hey," untuk kedua kalinya hari ini bahu Gina ditepuk seseorang.

Gina berbalik dan melihat seorang pria dengan kaca mata bertengger di hidungnya.

"Kak Frad,"

"Hay," untuk kedua kalinya Frad menyapa Gina.

"Hay," balas Gina.

"Kamu ngapain disini?" Tanya Frad.

Gina melirik kantin sekilas lalu menatap Frad dan menggeleng. Menyatakan dia tidak melakukan apa apa.

Frad sempat melihat lirikan Gina ke kantin. Karena penasaran Frad juga menatap ke arah kantin. Matanya langsung menangkap dua sosok anak manusia yang terlihat akrab.

Gina menyadari bahwa Frad mengetahui kebohongannya dan dia mengalah lalu mengakui apa yang sebenarnya terjadi.

"Mereka butuh waktu berdua. Itu akan membuat mereka semakin dekat," ucap Gina.

"Are you ok?" Tanya Frad tanpa melirik kearah Gina yang tampak sangat bahagia melihat adiknya.

"I'm ok," jawab Gina menatap Frad.

Di wajahnya memang tidak ada tanda tanda kesedihan. Dan dia terlihat baik baik saja. Jadi Gina agak bingung dengan pertanyaan Frad.

Frad hanya tersenyum melihat kebingungan di wajah Gina.

"Gina, kamu baik baik ya. Kakak masuk kelas dulu," ucap Frad saat tak sengaja matanya melirik jam yang ternyata sudah lewat waktu dari jadwal kelasnya.

Gina mengangguk.

Frad berlari menuju kelasnya takut takut nanti dia malah kenak hukum.

Gina menghembuskan nafas berat melihat punggung Frad yang semakin menjauh. Lalu ia menatap lagi ke arah Vana dan Zack yang ternyata sudah akan pergi meninggalkan kantin.

Setelah mereka tidak terlihat lagi Gina berjalan ke arah kelasnya.

"Gina," suara merdu Vana langsung menyapa Gina.

Vana sedang berdiri di depan kelasnya.

"Eh... Van, Lo ngapain disini?" Tanya Gina.

"Gina," Vana berteriak girang dan mengajak Gina berputar putar layaknya anak kecil.

"Vana, Lo kenapa?" Tanya Gina kepada Vana yang tampak menunjukkan senyum lebar miliknya.

"Gina, Kak Zack bolehin kita nitip motor," sekali lagi Vana berteriak girang.

Untunglah mereka menggunakan bahasa asing di negara yang mereka tempati ini sehingga mahasiswa yang berlewatan tidak mengerti akan apa yang Vana ucapkan.

Gina hanya tersenyum bahagia.

Ia sudah menduga hal itu. Karena selama ini apapun keinginan Vana tidak akan bisa ditolak oleh Zack. Karena Zack menganggap Vana adik bungsu kesayangannya.

"Baiklah, gue hanya ingin mengatakan itu. gue pergi dulu ya," tanpa mendengar balasan Gina, Vana langsung berlari dan pergi.

***

Gina dan Vana juga Zack sudah berada di parkiran. Mereka bersiap untuk pergi meninggalkan kampus dengan motor masing masing.

"Hey, tunggu" Frad berlari menghampiri mereka bertiga.

"Eh, Kak Frad?" Vana terlihat bingung dengan kehadiran Frad.

Pasalnya saat Frad datang ke kampus dia tidak mengetahuinya. Jadi dia merasa agak bingung melihat kehadiran Frad yang tiba tiba saja sudah ada keluar dari kampus dan pergi ke parkiran.

"Kak Frad? Bukankah Kakak masih ada kelas lagi nanti?" Jika Vana terkejut melihat kehadiran Frad di kampus, Gina malah terkejut melihat Frad yang sudah ada diparkiran sedangkan dia masih memiliki satu kelas lagi.

"Dibatalkan, dosennya tidak masuk," jawab Frad dan berjalan kearah motornya.

"Kalian mau pulangkan? Ayo pulang bersama," ajak Frad.

"Frad, kami akan pergi ke rumahku. Apa kamu mau ikut dengan kami?" Tanya Zack.

Walaupun Frad lebih tua dan berbeda beberapa bulan dari Zack, tapi Zack tidak pernah memanggil Kakak kepada Frad. Ia hanya memanggil Frad dengan nama.

"Boleh, sudah lama aku tidak kerumahmu karena kesibukanku," jawab Frad.

Karena kesibukannya membuat skripsi Frad menjadi jarang bergaul dengan ketiga sahabatnya itu.

"Ayo kita berangkat," Gina berkata sambil naiki kemotornya dan memakai helmnya.

Vana, Zack, dan Frad mengikuti Gina. Dengan mengendarai motor masing masing mereka pergi kerumah Zack.

"Akhirnya," Gina dan Vana langsung melemparkan tubuh mereka keatas sofa.

"Apakah kalian sangat lelah?" Tanya Frad.

"Ya, sangat Kak. Apalagi tadi kami berdua di hukum ups," Gina segera menutup mulutnya saat mulutnya tanpa sengaja mengatakan bahwa mereka telah dihukum.

Vana melotot menatap Gina. Dia tahu setelah ini pasti mereka akan dimarahi oleh Frad.

"Maaf," dengan wajah tak bersalahnya Gina memegang kedua telinganya dengan kedua tangannya.

"Kenapa kalian dihukum? Apa kalian ketiduran dikelas lagi? Apa kemarin malam kalian ikut balapan liar lagi?" Tanya Frad dengan tegas.

"Hehe," mereka berdua hanya cengingiran.

"Kan kalian sudah janji gak bakalan ikut balapan lagi. Kenapa kalian ingkar janji?" Tanya Frad.

Vana mengerucutkan bibirnya kesal.

"Kak Zack," Vana merengek kepada Zack.

Zack yang mengerti akan maksud rengekan Vana segera membela mereka.

"Sudahlah Frad, biarkan mereka sekali ini," ucap Zack.

Mendengar belasan Zack, Vana tersenyum gembira.

"Aku sudah membiarkan mereka waktu itu dan jika aku membiarkan mereka kali ini mungkin kedepannya mereka akan mengulanginya lagi dan lagi," Frad tidak mau mendengar belaan Zack.

Menyerah?

"Ayolah Frad, maafkan mereka kali ini saja," ucap Zack.

Frad menghembuskan nafasnya kasar. Salah satu yang paling sulit dia tolak didunia ini adalah ucapan Zack.

Jika Zack selalu menuruti perkataan Vana, maka Frad selalu menuruti perkataan Zack walaupun awalnya dia selalu menolak tapi tetap saja pada akhirnya dia akan menuruti perkataan Zack.

Sedangkan Gina selalu menurut apa kata Frad dan Vana selalu menuruti perkataan Kakaknya- Gina.

Vana sudah pernah melihat Gina benar benar marah besar kepadanya. Dan hal itu membuat Vana menjadi penurut kepada Gina.

"Baiklah baiklah, ini yang terakhir" ucap Frad mengalah.

"Uh... terima kasih Kak Zack," Vana berlari dan memeluk Zack.

"Hey, aku yang memaafkan kalian. Kenapa berterima kasih kepada Zack?" Tanya Frad agak kesal.

"Karena Kak Zack yang membela kami. Kalau Kak Zack tidak membela kami mungkin sekarang Kakak sudah menghukum kami," ucap Vana masih tetap memeluk Zack namun matanya menatap kearah Frad.

"Ck ck" Frad menggeleng gelengkan kepalanya.

"Thanks Kak," ucap Gina.

Sedetik kemudian suasana yang tadinya agak tegang berubah menjadi ceria.

Kini mereka berempat sudah ada di bioskop mini yang ada dirumah Zack.

Mereka duduk berjajar dengan berbagai macam makanan dan minuman terhidang dihadapan mereka.

Terakhir mereka menonton film action, dan sekarang mereka memilih film horor.

Dua orang gadis itu meletakkan kedua telapak tangan mereka didepan wajah dan menonton lewat sela sela jari mereka.

"Ah..." Gina dan Vana berteriak saat setan dalam filmnya muncul.

Bahkan sangking terkejut dan takutnya Vana langsung memeluk Zack. Sedangkan Gina malah menutup matanya sangat rapat.

Setelah beberapa detik mereka mulai menonton lagi.

***

Kaki Vana terlihat bergetar membuat Gina menahan tawa.

"Makanya Van, kalau takut gak usah nonton. Kan aku dah peringatkan, kamunya sih ngeyel," ucap Gina.

"Ih," Vana tidak senang mendengar ejekan Gina.

"Bentar," Gian merogoh ponsel ditasnya yang sedari tadi berdering.

"Iya Aunty,"

...

"Di rumah Kak Zack, Aunty"

...

"Hehe iya maaf. Kami lupa minta izin sama Aunty. Aunty jangan marah ya, bentar lagi aku dan Vana pulang kok. Paling dua jam lagi,"

...

"Dua jam ya Aunty. Kak Frad juga ada disini. Kan dah lama kami gk bareng Kak Frad. Mumpung Kak Frad punya waktu masa disia siain,"

...

"Ok, thanks Aunty aku"

Setelah itu Gina memasukkan kembali ponselnya.

"Aunty Sepia, Gin?" Tanya Vana.

Gina mengangguk.

"Gimana?"

"Aunty cuman nasehati kalau mau keluar izin dulu. Dan kita dibolehkan untuk main dua jam lagi," jawab Gina girang.

"Yes," Vana berteriak tak kalah girang.

Sore itu mereka habiskan dengan bermain bersama.

Mereka tertawa seakan akan mereka tidak memiliki masalah. Seakan akan mereka tidak memiliki kesedihan

***

"Kak Frad besok datang kerumah ya. My Dad and My Mom akan datang," ucap Gina memberitahu Frad.

"Ok, Kakak pasti datang," ucap Frad lalu menaiki motornya dan pergi setelah berpamitan.

Gina dan Vana diantar oleh Zack dengan mobilnya.

Perjalanan mereka penuh dengan tawa dan kebahagiaan. Sesekali Gina melihat ponselnya memastikan tidak ada pesan yang masuk.

"Terimakasih ya Kak Zack. Besok Kakak juga harus datang kesini, ok" ucap Gina setelah mereka sampai di depan rumah Aunty Sepia.

"Baik, Kakak langsung pulang ya. Masih ada tugas yang harus Kakak kerjakan, bye" Zack melambaikan tangannya dan pergi meninggalkan halaman rumah Aunty Sepia.

"Kak," seorang gadis cantik keluar dari rumah dan memanggil Gina juga Vana. Dialah Ziwel anak pertama Aunty Sepia.

Gina dan Vana menoleh kebelakang melihat Ziwel yang sudah berdiri diambang pintu.

"Kata Mommy kalau Kakak udah datang disuruh mandi baru itu kita akan makan sama sama," ucap gadis berusia 14 tahun itu.

"Ok," balas Gina dan Vana bersamaan.

Gina dan Vana masuk ke dalam rumah dan berjalan menaiki tangga menuju kamar mereka.

Setelah mengambil baju ganti mereka mandi bersama. Tidak masalahkan? Lagi pula mereka sama sama perempuan dan saudara kandung.

"Zi, Uncle belum pulang ngantor?" Tanya Gina saat mereka berempat sudah ada dimeja makan. Gina, Vana, Ziwel, dan Leonardi, anak kedua Aunty Sepia yang berusia 6 tahun.

"Udah Kak. Daddy ada dikamar sama Mommy dan Greo (Anak ketiga Aunty Sepia. Usianya masih 5 bulan)," jawab Ziwel.

"Jadi kita langsung makan atau tunggu Uncle dan Aunty?" Tanya Vana.

"Tunggu aja bentar Van. Mana tahukan mereka mau makan sama kita" jawab Gina.

"Ok,"

Mereka menunggu hanya sampai 5 menit karena setelah itu Uncle Byan, suami Aunty Sepia, Aunty Sepia, dan Greo turun bersama.

"Ah Greo," Gina dan Vana berlari kearah Greo.

"Aunty kasih Greo sama aku dong," ucap Gina.

"Sama aku aja," ucap Vana.

"Ih kan aku diluan," ucap Gina tak mau kalah.

Inilah mereka. Jika menyangkut Greo mereka akan saling memperebutkan bayi kecil itu.

Sedangkan yang mereka perlukan malah tertawa, membuat Aunty Sepia ikut tertawa karena putranya itu.

"Sudah nanti saja kalian perebutkan Greo. Kita makan dulu untuk isi tenaga," ucap Aunty Sepia meninggalkan Vana dan Gina dan berjalan kearah meja makan bersama sang suami.

Gina dan Vana mengikuti Auntynya menuju meja makan.

Setelah selesai makan mereka berkumpul di ruang keluarga.

Ziwel dan Leo sudah masuk kedalam kamar untuk mengerjakan tugas tugas mereka.

Gina dan Vana duduk disatu sofa dengan Greo dipangkuan Vana. Sedangkan sepasang suami istri itu duduk disatu sofa yang ada dihadapan Gina dan Vana.

"Van, Aunty lihat belakangan ini kamu tidak menerima surat, bunga, dan cokelat lagi," ucap Aunty Sepia.

Vana mengangguk membenarkan pernyataan Auntynya.

"Kenapa? Dia udah nyerah?" Tanya Aunty Sepia.

"Udah nyerahlah Aunty. Lagian siapa juga yang akan berani jika sudah mendapatkan tendangan maut Gina," jawab Vana melirik Gina yang hanya terkekeh pelan.

"Kamu nendang anak orang Gina? Kalau Daddy kamu tahu, bisa bisa dia marah" ucap Aunty Sepia.

"Tenang Aunty. Dia kok yang diluan. Gina bisa jelasin sama My Dad nanti," jawab Gina santai.

Aunty Sepia hanya geleng geleng kepala melihat Gina yang terlihat tak bersalah walaupun sudah memukul anak orang.

Gina kembali sibuk bermain dengan Greo saat Aunty Sepia tidaklah berkata kepadanya.

"Gina, Daddy kamu nyuruh Uncle kasih berkas ini untuk kamu pelajari. Besok Daddy kamu akan menanyakan pendapatmu," ucap Uncle Byan seraya menyodorkan sebuah berkas kepada Gina.

"Baik," Gina mengangguk dan mengambil berkas itu.

Hembusan nafas berat terdengar ketika berkas itu sudah berada di tangannya dengan sempurna.

"Uncle, Aunty, Vana, aku keatas dulu. Aku akan mempelajari berkas ini," ucap Gina memaksakan senyumnya.

Mereka mengangguk.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!