NovelToon NovelToon

RED RIDING HOOD

EPISODE 1

“aku mencintaimu” ucap seorang pria, dia  memegang wajah wanita yang ada di hadapannya.

Wanita itu hendak menjawab “aku…” tapi terhenti, karena pria itu menciumnya dengan mesra.

“membosankan” ungkapku.

Ruang bioskop yang berisi 146 kursi dan jumlah penonton yang hampir memenuhinya, layar lebar yang menampilkan adegan klise, dan tatapan mata orang-orang yang fokus pada cerita yang di hidangkan, serta diriku yang sedang berpangku tangan melihat layar.

Namaku Arcilla Zeline Bell, tapi aku lebih suka di panggil Arla. Aku memiliki warna rambut yang hitam dan bola mata berwarna ungu, tapi saat ini aku sedang menggunakan kontak lensa berwarna coklat. Warna mataku sangat asing dan karena itu aku menggunakan warna lain untuk menutupinya.

Adegan dari layar yang sedang ku tonton adalah salah satu film yang sedang populer akhir-akhir ini. Film itu mengisahkan dua orang yang saling jatuh cinta namun terhalang oleh banyak hal, salah satunya adalah persetujuan orangtua. Aku menganggapnya membosankan, karena aku bisa menebak akhir dari kisahnya.

Tidak banyak orang yang menyukai akhir yang menyedihkan dalam sebuah cerita, karena itu aku bisa menyimpulkan. jika akhir dari cerita itu adalah kebahagiaan, maka dua orang yang berada di layar akan mencapai ujung cerita dengan bahagia selamanya.

Tatapanku kosong saat menatap layar. Jadi, aku memutuskan untuk pergi meninggalkan ruang bioskop.

Aku segera bangkit dan berjalan keluar. Namun, saat aku berjalan melewati koridor, sebuah suara terdengar memanggil namaku.

"Arla..."

Langkahku terhenti "dasar! Bagaimana aku bisa lupa?" pikirku. Aku pun membalikkan badan dan melihat ke arah orang itu.

Seorang pria bermata biru dengan rambut kuning keemasan. Tinggi 187 cm dan wajah yang tenang. Dia berjalan padaku. Senyumannya selalu terukir saat aku melihatnya.

"kamu tidak menikmati filmnya?" Dia bertanya saat telah tiba di hadapanku.

"tidak, aku suka. Tapi, aku ingin keluar sebentar, udara di dalam terlalu panas" jawabku.

"baiklah, aku akan menemanimu"

"tapi filmnya belum selesai, kamu tidak menontonnya lagi?" tanyaku.

"tidak. Aku bosan. Bagaimana jika kita pulang saja?"

"pulang?"

Dia mengangguk.

"baiklah" ucapku.

Namanya Evan, usianya 25 tahun. Saat ini aku dan dia adalah sepasang kekasih yang telah bertunangan. Pernikahan kami akan di laksanankan dua minggu kedepan. Tiga bulan yang lalu, tepatnya di sebuah restaurant mewah dan disanalah dia melamarku. Aku pun menerimanya.

Aku dan dia berjalan melewati koridor menuju pintu keluar, waktu menunjukkan pukul delapan malam.

Aku tidak begitu ingat, kapan tepatnya kami mulai berteman. Tapi jika aku menghitungnya, pertemanan kami sudah terjadi sejak sepuluh tahun yang lalu, saat usiaku genap 12 tahun.

Walaupun aku bertunangan dan menerimanya, aku tidak bisa mengatakan kalau aku memiliki perasaan padanya. Pertemanan diantara kami sudah cukup bagiku dan aku tidak tau bagaimana dia bisa jatuh hati padaku.

Aku tidak memiliki alasan untuk menolaknya walaupun hatiku berkata lain. Pertama, karena dia bisa menjadi alasan untukku agar bebas. Kedua, mungkin aku bisa mencintainya seiring waktu berjalan.

"apa kamu haus? Aku akan membelikan minuman" Dia bertanya padaku, tepat saat kami sudah berada di depan gedung.

"tidak. Aku tidak haus" jawabku.

"baiklah, aku akan membeli minuman sebentar. Setelah itu kita pulang" ucapnya.

Aku mengangguk. Dia pun berjalan ke mesin jual otomatis (vending machine). Sedangkan aku menunggunya di depan gedung, memegang sebuah tas dan berdiri menatap sekitar, namun saat itu aku tidak sengaja melihat sebuah papan iklan. Tepat di hadapanku. Disana terdapat gambar seorang wanita menggunakan baju balap, dan helm di tangan kirinya.

"aku mengenalnya" ucapku dalam hati.

Wanita itu adalah saudara perempuanku, lebih tepatnya, anak perempuan dari keluarga yang mengurusku (adopsi). Mereka di panggil dengan sebutan keluarga Natt, tapi aku tidak suka menggunakan nama itu.

Sebenarnya, keluarga itu bukan orang-orang jahat, tetapi mereka juga tidak bisa di katakan orang baik. Mereka seperti klien yang sedang bertansaksi denganku. Namun, mereka mengambil keuntungan yang lebih banyak.

Saat aku tidak sadar dalam lamunanku. Seseorang telah berada di dekatku, berkata sesuatu yang mebuatku kaget dan tersadar.

“aku tidak pernah melihat manusia yang lebih menyedihkan dari dirimu” ungkapnya tiba-tiba.

Saat aku menoleh, aku memperhatikan sekitar. Apakah dia bicara padaku atau orang lain? Wanita itu mengenakan gaun merah dan topi merah_sehingga menutup sebagian wajahnya.

"jika kau mau, aku bisa memberikan apapun yang kau inginkan" lanjutnya.

Wanita itu melirik ke arahku, dan tersenyum. Aku tidak bisa melihat bagian wajah yang lain selain bibirnya.

"maaf, sepertinya anda salah orang" Aku berusaha sebaik mungkin untuk berbicara sopan.

"jika kau mengikutiku, kau bisa mendapatkan apapun yang kau inginkan, aku bisa memenuhinya" Dia terus bicara hal yang aneh.

Entah kenapa, aku menjadi larut dalam pikiranku setelah mendengar perkataannya.

"aku bisa membuat dunia bertekuk lutut padamu. Begitupun semua orang yang kau kenal" Lanjutnya lagi.

"aku tidak mau itu" aku menjawab.

"katakan apapun"

Aku terdiam...

"apa anda bisa mengembalikan kedua orangtua ku? Aku hanya ingin bertemu dengan mereka"

Wanita tidak menjawab pertanyaan ku dan sekarang dia terdiam. Aku yakin, dia hanya berkata hal yang mustahil, mungkin dia hanya orang gila yang sedang tidak memiliki kegiatan. Namun…

"Arla!!!" Evan berteriak.

Aku tersentak. Melihat Evan sudah berada di di hadapanku, menggenggam kedua bahuku.

"apa yang sedang kamu pikirkan?" dia bertanya.

"apa?" aku merasa aneh dengan diriku.

"aku memanggilmu sejak tadi, tapi kamu tidak menoleh. Aku memanggilmu dari jarak sedekat ini pun, kamu tidak sadar" jelasnya.

"apa kamu tidak melihat siapapun di sebelahku?" Tanyaku dengan penasaran.

"tidak. Aku melihatmu sendirian sejak tadi" jawabnya dan melepas tangannya dari bahuku.

"ah…. Mungkin aku sedikit kelelahan" aku mengalihkan pandanganku dan menarik tali tas di bahuku.

"kamu harus istirahat. Aku akan mengantarmu sekarang"

"iya."

Aku dan Evan pun berjalan menuju mobil.

"Aneh. Tidak mungkin itu hanya khayalanku saja. Siapa wanita itu sebenarnya? Dan apa maunya?" pikirku.

Aku menggelengkan kepala dan berusaha untuk berhenti memikirkan hal yang tidak masuk akal itu. Tapi, saat aku berusaha untuk melupakan kejadian aneh barusan, aku melihatnya lagi_saat mobil yang aku naiki mulai bergerak memasuki jalan. Aku tidak bisa melihat matanya, namun dia tersenyum saat aku melihatnya. Aku yakin, dia sedang menatapku.

Sekitar tiga puluh menit di perjalanan, akhirnya kami tiba di depan rumah keluarga Natt. Evan mengantarku hanya sampai di depan rumah, setelah itu dia kembali menyetir mobilnya. Selama perjalanan, kami tidak berbicara sepatah katapun.

Saat tiba di depan rumah. Evan seperti mengatakan sesuatu dan aku sama sekali tidak mendengarnya. Aku terus memikirkan hal yang baru saja terjadi. Aku merasa bersalah dengannya karena mengabaikannya, saat melihat mobil itu mulai menjauh.

Aku masuk ke dalam rumah. Seperti biasa, tidak ada siapapun disana. Aku langsung menuju kamarku, membersihkan diri, mengganti pakaian, lalu merebahkan diri di atas kasur. Aku harap aku bisa tidur dengan cepat.

Kamarku bukan seperti kamar putri di cerita dongeng atau fantasy, disana terdapat gitar, skateboard, dan berbagai jenis barang yang biasa di mainkan anak jalanan. Karena aku adalah gadis biasa.

...***...

EPISODE 2

Tubuhku tidak bisa merasakan kasur yang empuk, tidak juga terasa selimut yang hangat, dan pakaianku terasa lebih longgar dari yang ku ingat.

Sayup-sayup aku mendengar suara hembusan angin, aku membuka mataku secara perlahan.

Bukan dinding putih atau pun langit-langit kamar atau lampu yang menggantung. Melainkan dedaunan, ranting, dan kabut yang menyelimuti. Aku tidak berada di kamarku, tapi terbangun di sebuah tempat yang asing.

"apa yang terjadi? Ini dimana?" aku duduk di atas rerumputan.

Tanganku merasakan tanah yang basah oleh embun.

"Jangan-jangan, aku di culik?" pikirku saat itu.

Aku melihat dengan samar, seseorang mendekatiku.

"akhirnya kamu sadar" ungkapnya.

Dia seorang wanita, bersuara tegas. Saat melihatnya, dia menggunakan pakaian berwarna merah dengan tudung. Rambut dan bola matanya berwarna jingga.

"anda siapa?" Aku menatapnya dengan heran.

Dia tersenyum dan mengulurkan tangannya, aku pun menyambut tangan itu dan berdiri.

"Namaku Selly. Tapi itu tidak ada gunanya sekarang" jawabnya.

"apa maksudmu?" Aku mengernyitkan kening.

"sekarang kita semua berada di tempat yang asing, semua orang yang ada disini sama sepertimu. Kita tidak tau apapun" dia menjelaskan dengan wajah tanpa ekspresi.

Aku kaget melihat banyaknya orang yang mengenakan jubah dengan tudung berwarna merah. Dan ternyata, aku juga mengenakan pakaian yang sama, sebuah baju panjang berwana pink pudar dan jubah merah gelap dengan tudung.

"kita ada dimana?" Aku bertanya dan merasa hawa aneh mulai mengelilingiku.

"aku tidak tau" jawab Selly.

Tidak lama kemudian. Dari jauh, terdengar suara kaki kuda. Satu, dua, tidak, itu puluhan suara kaki kuda yang mendekati kami.

"suara apa itu? Apa yang akan terjadi?" aku bertanya dengan rasa cemas.

Namun, tidak ada jawaban. Dia seperti tidak mendengarku seolah dia telah di rasuki oleh sesuatu. Tapi, bukan hanya dia, melainkan semua orang yang ada disini. Mereka berjalan lurus dengan tatapan kosong, menuju tempat yang sama.

"hei, kamu mendengar ku? Kenapa kamu kesana?" Aku mencoba menarik tangannya, namun tenaganya sangat kuat, sehingga membuatku menyerah.

Pikiranku semakin kacau saat suara bergemuruh itu semakin dekat. Aku tidak bisa berpikir dengan baik. Akhirnya aku memilih berlari dan bersembunyi di balik pohon.

"sebenarnya apa yang sedang terjadi? Apa mereka sedang bercanda? Atau ini acara untuk mempermainkan aku?.... Tapi... ini terlalu nyata" pikirku.

Terlihat puluhan pasukan berkuda mulai mendekat, orang-orang berpakaian seragam, ada juga beberapa orang yang mengenakan pakaian berbeda, lebih elegan dan berkelas. Juga beberapa kereta kuda. Tanpa ada sepatah katapun, orang-orang berjubah merah itu masuk ke masing-masing kereta kuda, seperti sudah tau apa yang harus mereka lakukan.

"aku harus lari!" pikirku yang saat itu tengah ketakutan.

Aku berlari dengan cepat dan berusaha agar tidak menimbulkan suara. Untungnya tidak ada dedaunan kering yang bisa menimbulkan suara.

...***...

Pasukan berkuda dan beberapa kereta kuda kembali setelah memastikan tidak ada yang tertinggal. Sementara Arla, berlari tanpa tahu kemana arah yang harus dituju dan berhenti di sebuah tempat.

Arla tidak sadar, ada seseorang yang mengikutinya. Dia bukan berasal dari rombongan pasukan berkuda sebelumnya, melainkan pasukan yang datang dari dalam hutan.

...***...

Pohon Sigillaria, yaitu tanaman langka yang sudah punah sejak 300 juta sampai 400 juta tahun yang lalu. Aku terpesona saat melihatnya. Tanaman yang langka itu hidup di tempat ini dengan baik.

Aku berdiri dan memandanginya untuk beberapa lama, lalu menyadari seseorang datang menghampiriku. Aku menyadarinya karena suara kaki kuda. Aku tidak pergi, karena aku penasaran dengan tempat ini. Aku tidak pergi karena aku yakin dunia ini adalah dunia yang berbeda.

"tempat apa ini? Aku yakin, tempat ini bukan tempat yang aku tinggali sebelumnya" Aku bertanya saat merasa dia berada dekat denganku.

Orang itu tidak menjawab. Akhirnya, aku menoleh dan menatapnya. Dia adalah seorang pria, berjubah hitam. Memiliki rambut berwarna hitam dan bola mata berwarna biru.

"apa dengan aku mengikutimu, aku akan selamat?" Aku kembali bertanya.

Dia hanya diam menatapku. Aku pun berharap dia menjawab pertanyaanku.

"naiklah" ucap pria itu.

Dia hanya mengulurkan tangannya. Tidak satu pun pertanyaanku yang terjawab. Tapi, entah kenapa aku ingin mempercayainya. Mungkin aku bisa memiliki banyak waktu untuk bertanya lebih banyak. Atau tempat yang tepat untuk mengetahui segalanya.

"baiklah" jawabku.

Aku menerima uluran tangannya dan dia menarikku ke atas kuda.

...***...

Gerbang di buka, kereta kuda memasuki halaman istana. Orang-orang berjubah merah satu persatu turun dari kereta kuda, tapi mereka masih dalam pengaruh. Pengaruh yang membuat mereka melakukan sesuatu tanpa perintah.

Di saat semuanya telah berkumpul, mereka pun tersadar dan menatap aneh sekitarnya.

"kalian pasti merasa heran ketika tiba di tempat ini" seorang pria paruh baya menyambut mereka.

"kalian adalah Redhuman yang ke delapan. Datang dengan menggunakan pakaian berwarna merah, tiba disini untuk berjuang" lanjutnya.

Para Redhuman melihat pria itu dengan kening yang mengernyit, bertanya-tanya di dalam hati dan memikirkan sesuatu yang sulit.

"kalian bisa memanggilku Mateo dan alasan kalian berada disini adalah karena bunga mawar kristal, bunga takdir kutukan".

Dari jauh terdengar suara langkah kaki kuda. Seorang gadis berbaju merah yang tertinggal, dia datang bersama salah satu prajurit penjaga.

Wanita itu adalah Arla. Setelah tiba, dia langsung bergabung dengan para manusia berpakaian merah lainnya. Dia menyadari tatapan dari orang-orang sekitar yang menuju padanya saat memasuki halaman istana.

"tuan, kenapa dia tidak ikut rombongan?" bisik salah seorang yang berdiri disamping Mateo.

"aku tidak tau, ini aneh sekali" jawab Mateo.

Semua orang yang berada disana menatap Arla dengan aneh. Kecuali mereka yang berjubah merah.

"baiklah, aku akan menjelaskan alasan kalian ada disini" ujar Mateo.

Mawar kristal adalah bunga indah yang hanya ada satu di dunia ini, bunga itu juga punya kekuatan unik. Dulu bunga ini disebut bunga kebahagiaan, karena orang akan bahagia hanya dengan mendengar namanya saja. Bunga ini di ciptakan oleh Kaisar terdahulu menjelang kematiannya.

Namun beberapa tahun yang lalu, bunga ini di kutuk oleh seorang penyihir dengan mempertaruhkan nyawanya. Fungsi bunga itu berubah menjadi sesuatu yang mengerikan. Bahkan orang-orang akan sangat ketakutan saat mendengar namanya.

Tidak diketahui berapa jumlah kelopak bunga itu, dan di setiap helai kelopak bunganya ada nama orang-orang yang paling menderita. Tidak di ketahui nama siapa yang akan muncul, namun kemunculannya orang-orang itu bisa di ketahui melalui energi yang di pancarkan. Hal tersebut akan terjadi setahun atau dua tahun sekali.

"Dan sekarang nama-nama kalian pasti sudah tertulis disana, namun kami tidak bisa memastikannya, karena sampai saat ini tidak ada yang pernah melihat bunga itu. Hanya dua orang yang pernah melihatnya, Kaisar terdahulu dan si penyihir. Jadi, berhati-hatilah" Mateo menjelaskan dengan baik sekaligus memberi peringatan pada mereka.

Mereka yang berjubah merah, menatap Mateo dengan perasaan yang tidak jelas.

"Yang akan kalian lakukan disini adalah berlatih mempertahankan diri, hanya selama tiga bulan. Jangan biarkan siapa pun datang dan membunuh kalian. Bertahanlah selama tiga bulan, setelah itu kalian akan meninggalkan tempat ini tanpa masalah" lanjut Mateo

Tiga bulan adalah waktu yang lama jika berada dalam bahaya dan akan terasa cepat, jika berada dalam kebahagiaan. Tapi, mereka semua berpikir dalam diam. Bagaimana bisa bertahan untuk waktu selama itu? Dan jika tidak bertahan pun, kemungkinan mereka akan mati itu sangat jelas. Kematian menjadi kalimat yang mengerikan, bahkan di dalam pikiran.

Tidak lama, para wanita dan pria yang mengenakan seragam yang sama (para pelayan) berjalan ke arah para Redhuman.

"kalian akan di pandu oleh para pelayan disini, mereka akan menunjukan masing-masing kamar kalian" ucap Mateo.

Mateo dan yang lainnya bubar ke tempat masing-masing. Sedangkan para Redhuman di temani para pelayan menuju kamar yang sudah di sediakan untuk beristirahat.

"mari ikuti kami" ujar salah satu pelayan, yang merupakan ketuanya (kepala pelayan). Para Redhuman mengikutinya.

"setiap kamar akan di isi dua orang, setiap lorong ada lima kamar dan akan di jaga dua pengawal secara bergantian dan juga empat pelayan untuk mengantarkan makanan, termasuk hal lainnya yang akan di butuhkan nanti" ucap kepala pelayan tersebut.

Para Redhuman menuju kamar masing-masing tanpa bertanya apapun. Mereka hanya diam karena terlalu banyak hal yang janggal di dalam pikiran mereka.

...***...

"bagaimana bisa kamu tidak terpengaruh?" tanya seorang wanita padaku.

Saat ini, Aku sudah berada di kamarku, duduk di atas kasur sambil merenung. Namun, pertanyaan wanita itu membuatku semakin bingung.

Dia adalah gadis yang tinggal di kamar yang sama denganku. Dia memiliki rambut keriting berwarna coklat dan mata berwarna hazel.

"aku tidak tau" jawabku tanpa mengerti maksud pertanyaannya.

"aneh... em, namaku Tifa, namamu?"

"Arcilla, tapi kamu bisa memanggilku, Arla"

"nama yang bagus, senang berkenalan denganmu" Ujar Tifa.

Aku tersenyum dan mengangguk ringan. Setelah memperkenalkan diri, suasana kembali hening. Bagi dua orang yang tidak sengaja bertemu dan berkenalan, tidak akan mudah untuk saling mengenal satu sama lain dengan cepat.

...***...

EPISODE 3

Pagi hari tiba. Cahaya mentari masuk lewat celah-celah jendela. Bukan pagi yang biasa untuk kami, tapi pagi yang pertama di tempat ini. Walaupun sebenarnya, hari ini adalah hari kedua kami tiba di tempat ini.

Tidak salah jika julukan "Redhuman" di tujukan pada kami. Karena kami tiba di tempat ini dengan jubah merah. Saat ini pun, tali pita yang terpasang di kerah baju kami harus berwarna merah.

Dari luar, semua terlihat biasa seolah kami sudah berteman dengan tempat ini, tapi di dalam pikiran, Kami tetap berpikir ini hal yang aneh, pakaian yang tidak biasa, dan suasana yang tidak bersahabat.

Beberapa orang juga berusaha kabur semalam, mungkin karena ketakutan. Sampai saat ini mereka dan bahkan aku sendiri, masih belum percaya dengan apa yang terjadi. Mungkin hanya sebagian orang yang menerimanya dengan pasrah.

Kami berkumpul di halaman belakang istana. Beberapa orang dari tempat ini berdiri di depan kami. Pakaian mereka sangat berkelas namun telihat ringan saat di gunakan.

"banyak yang akan kalian pelajari di tempat ini. Memanah, berkuda, mengayunkan pedang, berenang, memanjat, melompat, mengenali tanaman, menunggangi Horxy (kuda terbang dengan sayap yang besar) atau hewan unik lainnya, mengenali magic stone, dan menggunakan kekuatan cahaya" ucap seorang pria. Dia memiliki rambut berwarna merah dan bola mata berwarna hitam.

"sebelumnya, aku akan mengenalkan diri. Namaku Tristan" lanjut pria itu dengan sikapnya yang sempurna.

"ada kekuatan yang tidak semua orang bisa menguasainya, yaitu kekuatan cahaya. Dan jika kalian tidak memiliki kemampuan itu, kalian harus mempunyai bakat yang besar di bidang yang lain" jelas Tristan.

"selama empat hari kalian akan berlatih seperti biasa, dan satu harinya kalian akan berlatih kemampuan yang merupakan bakat kalian, sedangkan satu harinya adalah hari beristirahat. Baiklah, mari kita mulai latihannya" Pria yang lain pun ikut menjelaskan.

Kelompok pun terbagi. Masing-masing kelompok terdiri dari 20 sampai 30 orang. Dan setiap kelompok memperlajari dua bidang sekaligus. Kelompokku telah berkumpul.

"aku akan melatih kalian menggunakan pedang. Tapi untuk latihan, kita akan menggunakan pedang kayu" ucap Tristan.

Latihan pun di mulai dengan masing-masing kelompok. Dua latihan di gabungkan menjadi satu. Hal ini berguna untuk membuat kami terbiasa dengan keduanya sekaligus. Pedang dan berkuda, memanah dan menunggangi hewan langka (seperti Horxy), mengenali tanaman dan kekuatan cahaya, magic stone dan melompat atau sejenisnya.

"baiklah, letakkan kedua tangan kalian di gagang pedang seperti ini, genggam sekuat mungkin" Tristan mulai melakukan gerakan yang mudah di tiru, dengan memegang sebuah kayu panjang. Dan kami memperhatikannya seksama.

Setelah lumayan lama berlatih menggunakan pedang, Tristan menunjuk dua orang untuk saling menggunakannya dan menjatuhkan lawan.

"bukankah ini terlalu cepat?" bisik salah seorang di antara kami.

"kamu" Tristan menunjukku.

Aku tersentak dan menatap tajam padanya.

"dan kamu" lanjutnya

Dia menunjuk wanita berambut biru dengan model rambut double buns, dan memiliki warna mata yang sama.

Gadis itu maju lebih dulu dariku, karena saat ini aku merasa ragu untuk melangkah. Namun akhirnya, aku maju ke depan karena tatapan orang-orang.

"siapa nama kalian?" tanya Romy (pelatih berkuda).

Dia yang mengatur jarak dan tata krama sebelum memulai menggunakan pedang (kayu panjang).

"Namaku Ziya" jawab gadis itu.

Gadis itu terlihat bersemangat dan selalu melakukan sesuatu dengan cepat.

"aku Arla" jawabku kemudian.

"baiklah, mari kita mulai" ucap Romy.

Aku dan gadis itu memulai pertandingan. Pertama-tama, kami membungkuk untuk menghormati lawan, lalu pedang di pegang dan letakkan di tengah badan, antara perut dan dada. Setelah itu kami boleh langsung menyerang dengan cara apapun.

"apa kayu ini punya semacam kekuatan, kenapa mudah sekali mengayunkannya? Padahal ini pertama kalinya aku melakukan hal semacam ini" pikirku dalam hati.

Aku mengayunkan pedang kayu itu yang memang seharusnya ringan. Mungkin saat ini aku berpikir terlalu naif karena bisa mengayunkannya dengan mudah. Aku tidak tau, bagaimana menggunakan pedang sesungguhnya.

TRAAANGGG, pedang yang di gunakan Ziya, terjatuh.

"bagus, ini permulaan yang lumayan untuk pemula seperti kalian" Tristan mengakhiri pertarungan dengan kalimatnya.

Aku dan Ziya pun segera kembali ke tempat masing-masing. Namun wajah gadis itu memerah dan menatap tajam padaku. Padahal, aku tidak menggunakan teknik apapun untuk mengalahkannya. Lagi pula, aku tidak berniat untuk menang.

"kita istirahat sejenak, setelah itu kita akan ke kandang kuda, kalian harus memilih kuda dari sana dan menungganginya. Tapi kuda itu hanya boleh digunakan saat latihan" Ucap Romy.

Kami pun bubar dan mencari tempat istirahat yang nyaman, sambil menikmati makanan dan minuman yang di sediakan pelayan istana.

Tapi, hal menyenangkan itu tidak bertahan lama. Setelah dua puluh menit beristirahat, masing-masing dari kami mencari kuda dan mulai menungganginya.

“ini sangat jauh berbeda dengan mobil, dia makhluk hidup, aku tidak bisa menaikinya” Aku bergumam di depan kandang kuda, belum memilih seekor kuda pun.

“kamu tidak akan tau jika tidak mencoba” ucap seseorang.

Aku menoleh ke sumber suara, melihat sosok yang bicara padaku. Dia hanya tersenyum dan melihatku dengan tatapan remeh.

"anda, siapa?" tanyaku.

Dia membuka mulutnya dan hendak bicara, namun belum sempat dia mengeluarkan kalimatnya, seseorang memanggil namanya.

"Yang mul, ekhem, Syahi, ada apa anda datang kemari?” Tanya Romy yang sedang berjalan kearah ku.

"apakah sudah berakhir?" dia bertanya sekali lagi.

Aku tidak mengerti pertanyaan itu.

"sejak kemarin" jawab Syahi.

"ah… saya lupa, bagaimana hasilnya?"

"kami tidak menemukan apapun, korban yang jatuh pun lebih banyak dari biasanya"

"sudah bertahun-tahun kita melakukan hal ini, dan tidak mendapatkan apapun" wajah Romy tampak seperti orang putus asa.

"hanya ini yang bisa kita lakukan" ungkap Syahi.

"lalu, sedang apa anda disini?" Tanya Romy

"tidak ada, aku hanya sedang melihat-lihat" jawab Syahi seadanya.

"baiklah, saya harus kembali ke tempat latihan" Romy memberi salam dengan menundukkan kepalanya.

Setelah itu, Romy menoleh kearah ku.

"apa yang kamu lakukan? Cepat, latihan sudah di mulai"

Mendengar kalimat itu, Aku segera mengambil sembarang kuda dan menyeretnya keluar, aku terburu-buru karena Romy sudah melangkah dan berjalan di depanku.

Ada beberapa orang yang sulit menaikinya, namun ada juga yang merasa mudah. Aku melihat Selly, orang pertama yang ku temui di tempat ini. Dia adalah satu-satunya yang terlihat sangat antusias dalam latihan kali ini, dia sangat berbakat menunggangi kuda itu, seperti sudah terlatih.

.........

Aku tidak tau bagaimana kejadian itu bermula, tapi salah seorang dari kelompok kami kehilangan kendali saat mengendarai kudanya.

“Puput!!!” teriak seorang wanita, yang ku pikir adalah temannya.

Puput adalah wanita berambut pirang dan bola mata berwarna biru. Saat ini dia sedang berusaha menenangkan tunggangannya. Tapi yang ku lihat, dia sama sekali tidak bisa mengendalikannya dan membuat kuda itu semakin marah.

Semua orang menjadi panik, termasuk kedua pelatih. Beberapa oang yang ahli dalam menunggangi kuda, mengejar Puput dengan cepat.

Kecelakaan besar mungkin akan terjadi, karena saat ini kuda yang hilang kendali itu, sedang menuju pada seorang pria yang baru keluar dari istana. Pria itu berpakaian lengkap seperti seorang bangsawan dan terdapat pedang di pinggang kanannya.

Pria itu sudah menatap pada kelompok kami sejak pertama keluar dari istana. Dan aku juga sudah memperhatikannya sejak saat itu.

Kuda itu semakin mendekat ke arah si pria. Melihat hal itu, pria itu pun dengan sigap langsung mengeluarkan pedangnya, dan

CRRAAAKKK!!! Dia menusuk kuda sampai mati. Untungnya salah satu dari kelompok kami (seorang pria) yang berlari mengejar Puput, berhasil menangkap Puput, tepat sebelum kuda tertusuk, sehingga tidak melukainya.

Walaupun terlihat aman, wajah Puput tetap terlihat pucat dan seluruh tubuhnya gemetar. Kami pun langsung mendatangi Puput karena merasa cemas dan ingin melihat keadaannya.

Pria itu kembali memasukkan pedangnya setelah mengelap darah yang menutup sebagian badan pedang. Lalu berjalan pergi.

"apa dia tidak merasa bersalah?" tanya Tifa di sebelahku.

Aku hanya mengangkat bahu karena tidak tau.

"dia bukan tidak peduli. Tapi, dia hanya tidak punya pilihan selain pergi. Kau lihat saja! Sebanyak apa orang yang mengelilingi wanita itu" jawab Selly.

"kamu benar juga" Tifa mengangguk.

Sebelum pria itu benar-benar pergi. Salah seorang di antara kami berlari dan mengejarnya, lalu memegang tangan pria itu.

“trimakasih, kalau tidak ada anda, mungkin dia tidak akan selamat” ucap seorang tersebut.

Orang tersebut adalah seorang wanita bernama Isna. Pria itu menoleh setelah mendengar kalimat Isna dan hanya mengangguk tanpa ekspresi.

“nama saya Isna” ucap wanita itu lalu melepaskan tangannya.

Isna pun berbalik dan kembali ke kelompok.

Aku yang melihat hal itu jadi merasa heran, lalu bertanya "kamu mengenalnya?"

"iya, dia ad…ahh, maksudku tidak, tentu saja aku tidak mengenalnya, kami kan baru bertemu" jawab Isna terbata-bata.

"lalu, tadi apa?" Aku menatapnya menyelidik.

"aku berkenalan dengannya, sepertinya dia menyukaiku, namanya Erik. Dia adalah panglima kerajaan Astherin" jawab Isna.

"cepat sekali kau mengenanlnya. Lalu, kamu juga menyukainya padahal kalian baru kenal?" tanyaku heran.

"tidak, kapan aku katakan kalau aku menyukainya, tapi dia yang menyukaiku, dia terus menatapku sejak latihan tadi"

Isna terus menatap Erik dengan mata yang berbinar, walaupun hanya terlihat punggungnya saja dari jauh.

"mungkin memang benar. Tapi, kenapa aku merasa pria itu sedang mengawasiku? Untuk apa pemimpin pasukan utama ada di istana pinggiran? Bukankah seharusnya dia berada di istana utama?" pikirku saat itu.

"latihan kita cukup sampai disini, kita lanjutkan di pertemuan berikutnya" ungkap Tristan, memecah pikiranku.

Mereka pun segera pergi dari tempat itu, sementara Puput, di bawa ke ruang perawatan.

...***...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!