NovelToon NovelToon

Jantung Hati Sang Dokter Tampan

Chapter 01. The Genius Project

Putri Berlian adalah gadis berusia delapan belas tahun yang memiliki paras cantik dan kepintaran yang mumpuni. Meski ia berasal dari keluarga yang sederhana dan terkesan miskin, namun tekadnya yang besar untuk

bisa menempuh pendidikan tinggi tidaklah pudar. Ia berhasil masuk ke universitas bergengsi di kota Jakarta yaitu Universitas Avicenna dengan mengambil jurusan hukum. Ia memilih jurusan hukum karena bercita-cita menjadi jaksa.

Sudah hampir satu semester, Lian, begitu gadis itu dipanggil, berada di kota besar dengan segala hiruk pikuknya padatnya aktifitas kota. Hari ini Lian merasa sangat malas untuk berangkat ke kampus. Bukan tanpa alasan, namun karena beberapa hari lalu dirinya telah terjebak dalam sebuah keputusan yang ia ambil secara terburu-buru.

Ketika melintasi kampus, netranya tertuju pada sebuah sayembara yang tertempel di dinding tentang sebuah proyek dari jurusan kedokteran yang bertema Genius Project. Proyek itu dipimpin oleh seorang profesor bernama Gerald Rayyan. Lian tertarik karena tertulis imbalan yang sangat besar bagi mahasiswi yang terpilih. Tanpa pikir panjang Lian langsung mendaftarkan diri dan ternyata dinyatakan lolos untuk mengikuti tahap selanjutnya.

Awalnya Lian tidak curiga sedikitpun karena proyek itu dilakukan oleh pihak kampusnya. Beruntung dirinya membaca dengan seksama semua lembar perjanjian yang akan ia tanda tangani.

Matanya membulat sempurna ketika melihat poin-poin dalam proyek itu.

"Apa ini?! Mengandung?" seru Lian tak percaya.

"Ada apa? Apa kau keberatan, Nona?" ucap Gerald Rayyan, pria 64 tahun yang rambutnya sudah memutih.

"Tapi, ini adalah proyek dari pihak kampus. Bagaimana bisa proyek tak masuk akal ini bisa terlaksana?"

"Kau tidak perlu tahu banyak soal ini, Nona."

"Aku adalah mahasiswi jurusan hukum. Aku bisa menuntut kalian jika kalian melakukan proyek ilegal seperti ini!" tegas Lian berapi-api.

"Keputusan ada di tanganmu, Nona. Kau akan menyesal jika berani melanggar atau melaporkan tentang proyek ini."

Lian hanya bisa menghela nafas kasar. Ia sadar jika dirinya hanyalah mahasiswi miskin yang mendapat beasiswa untuk bisa berkuliah. Apa jadinya jika kebanggaan orang tuanya sirna karena beasiswanya dicabut? Tak ada pilihan lain selain menyetujui semuanya.

"Sekarang kau boleh pergi. Besok kembalilah kemari untuk penandatanganan kontrak perjanjian kita."

Dengan langkah gontai Lian kembali ke asramanya. Sungguh ia ingin bercerita tentang kegundahan hatinya saat ini pada teman sekamarnya, Riana Dea. Riana adalah mahasiswi kedokteran. Ia pasti mengenal Profesor Gerald Rayyan.

Namun lagi-lagi Lian tak bisa melakukan apapun. Ia sudah berjanji tidak akan membocorkan apapun mengenai proyek ilegal ini. Akhirnya Lian mulai sadar, dirinya terpilih karena memang ia lemah dan miskin. Orang-orang yang berkuasa dengan mudah memanfaatkannya.

Dan disinilah Lian berada sekarang. Ia dihadapkan pada lembaran-lembaran kertas yang harus ia tanda tangani karena tergiur sejumlah uang yang ditawarkan.

"Cepat tanda tangani!" Suara berat pria tua membuyarkan lamunan Lian.

Lian menatap tajam kearah Gerald dan beberapa orang yang bekerja padanya. Mereka semua berpakaian serba putih layaknya seorang dokter.

Lian memejamkan matanya sejenak sebelum ia mengambil bolpoin. Dengan tangan yang bergetar Lian membubuhkan tanda tangannya di kertas perjanjian itu.

Gerald tersenyum puas setelah mendapat persetujuan Lian.

"Baiklah, sekarang ikut dengan mereka. Kau harus melakukan beberapa tes sebelum benih itu tertanam di rahimmu."

Dua orang wanita memegangi lengan Lian dan membawanya pergi dari sana.

"Tunggu sebentar!" ucap Lian menepis tangan kedua orang yang ada disampingnya.

"Apa aku boleh bertanya satu hal?" imbuh Lian.

"Apa?"

"Siapa benih yang akan kau tanam di rahimku?"

Pertanyaan Lian membuat Gerald menarik sudut bibirnya.

"Kau tidak perlu tahu, Nona. Karena setelah kau hamil dan melahirkan bayi itu, kau tidak perlu lagi berhubungan dengan kami. Kau bisa melanjutkan hidupmu dan menggapai cita-citamu menjadi seorang jaksa. Kau tenang saja. Kau masih tetap dinyatakan sebagai perawan meski telah melalui fase hamil dan melahirkan." jelas Gerald.

Percuma saja Lian bertanya. Karena ia tak akan mendapat jawaban apapun. Kini yang hanya bisa ia lakukan adalah berdoa dan berharap jika semua percobaan ini tidak berhasil dan gagal membuatnya hamil.

Hari-hari Lian di isi dengan tinggal di sebuah kamar yang di sebut dengan kamar observasi yang bernuansa serba putih.

"Tempat ini mirip dengan ruang isolasi pasien rumah sakit jiwa. Bagaimana mungkin mereka menempatkanku disini?" gerutu Lian yang tidak bisa melakukan apapun selain hanya diam dan sesekali berjalan keliling kamarnya.

Di hari-harinya dalam kesendirian, Lian sempat terpikir seperti apa pria gila yang memintanya untuk mengandung benihnya. Apakah dia sakit jiwa, atau hanya ingin mempermainkan gadis miskin dan lemah sepertinya?

Dan ketika hari itu tiba, Lian merasa seluruh hidupnya telah runtuh. Masa depannya telah direnggut paksa meski bukan dengan melakukan hubungan intim. Tentu menurutnya ini adalah sama. Karena pada dasarnya ia harus mengandung benih dari seorang pria.

Gerald memerintahkan seorang wanita berpenampilan seperti perawat untuk membius Lian. Setelah satu suntikan, Lian mulai tak sadarkan diri. Tubuhnya lemah dan tak berdaya. Dan disaat itulah benih dari seorang pria bernama Vincent Roy Avicenna dimasukkan kedalam rahim Lian.

#bersambung...

Chapter 02. Pregnant and Runaway

Keesokan harinya, Lian terbangun dan berada di sebuah kamar yang berbeda dari kamar sebelummya. Lian mengerjapkan matanya memperhatikan seluruh ruangan yang lagi-lagi berwarna putih.

"Dimana aku? Apa aku berada di surga?" tanya Lian sambil memegangi kepalanya.

Lian bangun dari posisinya dan merasakan sakit pada inti tubuhnya.

"Astaga! Apa yang terjadi denganku?"

Lian berusaha mengingat kepingan memori yang terjadi di hari kemarin. Ia ingat terakhir kali dirinya terbaring diatas brankar. Dan setelahnya ia tak ingat apapun karena pengaruh obat bius.

Tiba-tiba air mata Lian menetes. Ia merutuki nasibnya yang seakan tak beruntung. Ia mengelus perutnya yang masih rata.

"Bagaimana jika aku nanti hamil?"

Lian menggeleng cepat. "Tidak! Aku tidak akan membiarkan mereka berhasil memperdayaiku."

Saat sedang asyik dengan pikirannya, Lian terkejut dengan kedatangan seorang pria tua lainnya yang menghampirinya.

"Terima kasih karena sudah bersedia melakukan ini." ucap pria tua itu.

"Anda siapa?"

Pria tua itu hanya tersenyum. "Hanya kau lah satu-satunya harapan agar aku bisa memiliki pewaris."

"Hah?! Pewaris? Apa maksudnya? Aku tidak akan membiarkan benih ini tumbuh dalam rahimku. Kalian memang manusia tak punya hati. Setelah memintaku mengandung dan melahirkan, kalian akan membuangku begitu saja. Tidak akan kubiarkan!" sungut Lian dalam hati.

"Sekarang beristirahatlah! Kami akan sangat senang jika kau bisa melahirkan bayi yang sehat juga genius." tutup pria tua itu sebelum meninggalkan Lian.

"Apa maksud dari kata-katanya? Sungguh membingungkan!" Lagi-lagi Lian mengerucutkan bibirnya.

...***...

"Bagaimana, Kakek? Apa semua berjalan sesuai rencana?"

Vincent Roy Avicenna, pria muda berusia 20 tahun. Seorang calon dokter dan juga pewaris tunggal Avicenna Group. Meski ketampanan wajahnya terpahat sempurna bak dewa yunani, namun ternyata ia tetap memiliki kekurangan.

Dengan harta yang melimpah apa yang tak bisa ia dapatkan. Semua bisa ia dapatkan meski divonis dengan penyakit jantung bawaan yang membuatnya tak bisa memiliki keturunan. Kondisi tubuhnya tak diketahui oleh siapapun termasuk kedua orang tuanya, Helena dan Dandy Avicenna.

Roy, nama panggilan pria itu hanya bercerita pada kakeknya, Donald Avicenna. Dan dengan menggunakan segala kekuasaan yang ia miliki, ia berhasil menemukan satu gadis yang akan mengandung benih dari Roy.

Meski di vonis tak bisa memiliki keturunan, namun kecerdasan teknologi yang dimiliki oleh sahabat Donald yaitu Profesor Gerald, akan mencoba untuk mematahkan teori dari dokter yang memvonis Roy.

Kini tinggal menunggu waktu saja apakah semua usaha Gerald berhasil atau tidak.

"Kau tenang saja, Nak. Kakek yakin jika semuanya akan berjalan lancar. Gadis itu pasti mengandung anakmu."

Roy tersenyum seringai. "Terima kasih, Kek. Dan kuminta jangan beritahukan hal ini pada Mom dan Daddy. Terlebih pada Zara. Aku yakin dia akan membuat masalah jika mengetahui hal ini."

"Ini adalah proyek ilegal milik Avicenna Group. Tentu saja akan sangat berbahaya jika sampai bocor."

"Kakek yakin jika gadis itu tidak akan bicara apapun?"

"Tentu saja. Kakek sudah perhitungkan semuanya."

Roy kembali mengembangkan senyumnya.

"Terima kasih, Kakek. Aku sangat percaya pada kakek."

Donald menepuk pelan bahu cucunya itu. "Serahkan semuanya pada kakek."

...***...

-Satu Bulan Kemudian-

Lian beraktifitas seperti biasa seakan tak terjadi apapun dengannya sebulan lalu. Ia mengikuti kelas kuliahnya dengan sangat baik. Ia tak mau Riana curiga dengan kondisinya yang mulai berubah.

Entah kenapa beberapa hari ini Lian merasakan mual di pagi hari. Tak ingin Riana curiga, Lian mengatakan jika dirinya sakit.

Jurusan hukum yang diambilnya tak bisa membuatnya santai karena banyak teori yang harus ia pelajari. Begitu juga Riana yang mengambil jurusan kedokteran.

"Semangat untukmu, Lian!" ucap Riana sebelum pergi ke kampus.

Lian menatap dirinya didepan cermin.

"Apa mungkin aku...?"

Berbagai spekulasi bermunculan di benaknya. Ia sungguh berharap jika pembuahan itu tidak berhasil. Namun ternyata kenyataan berkehendak lain.

Lian menutup mulutnya setelah melakukan tes kehamilan pada dirinya. Ia menangis tertahan. Bagaimana bisa ia menghadapi ini sendiri? Bagaimana dengan ayah dan ibunya yang berada di kampung? Mereka pasti akan sangat kecewa.

Meskipun Lian hamil bukan dengan cara berhubungan badan, namun tetap saja itu akan terdengar memalukan dan menjijikkan. Bahkan Lian tak mengenal siapa pria yang menanam benih dalam rahimnya.

Hari itu ketika ia keluar dari asrama setelah melakukan tes kehamilan, Lian bertemu dengan orang-orang yang tak dikenalnya yang ia yakini sebagai orang-orang suruhan Gerald Rayyan. Lian mencoba tenang dan tak terkecoh, namun ia tetap berhati-hati.

Ia yakin jika orang-orang itu ingin mencelakainya ataupun membawanya kembali ke tempat Gerald. Sejenak Lian tidak menginginkan jika bayinya harus ia serahkan kepada orang-orang itu.

Tanpa berpikir panjang, Lian berlari kencang untuk menghindari orang-orang yang mengejarnya. Lian tidak akan diam kali ini. Ia akan melawan. Bayi ini miliknya, dan dia tidak rela jiak harus berpisah dengan darah dagingnya.

Dengan sisa-sisa uang yang ia terima dari kompensasi yang diberikan Gerald padanya, Lian nekat untuk melarikan diri ke luar negeri dan melahirkan disana. Ia mendapat malaikat kecil yang tampan yang akan menjadi kekuatannya untuk terus bertahan hidup.

bersambung

Chapter 03. My Boy

-Tujuh Tahun Kemudian-

Lian menginjakkan kakinya kembali di kota ini setelah menghilang selama bertahun-tahun bersama dengan seorang putra yang ia beri nama, Boy. Entah kenapa ia memilih nama itu.

Lian mengedarkan pandangan mencari keberadaan seseorang yang akan menjemputnya. Kota ini sudah banyak berubah. Tentu saja. Bahkan Lian pun sudah berubah. Ia datang bersama putranya mengemban sebuah misi.

"Lian!!!" sebuah suara mengejutkan Lian. Ia menoleh.

"Riana!!!" seru Lian tak kalah heboh.

Mereka saling berpelukan. Kerinduan sosok sahabat yang sudah lama tak ditemuinya.

"Aku sangat merindukanmu, Lian..."

"Aku juga..." Dua wanita ini larut dalam kegembiraan dan melupaka sesuatu.

"Apa kalian akan terus berpelukan begitu?" suara dingin dari seorang anak kecil yang sangat tampan.

"Maaf, sayang. Mama tidak sengaja mengabaikanmu."

"Siapa wanita ini, Ma?"

"Astaga, Lian! Putramu benar-benar menggemaskan!" Riana mencubit pelan pipi gembul Boy.

"Hei, Bibi. Kau sungguh tidak sopan!" sungut Boy.

Riana terkekeh geli melihat sikap Boy. Itu mengingatkannya dengan seseorang.

"Hmm, melihatmu membuatku mengingat tentang seseorang. tapi siapa ya?" Riana mengetukkan jari ke dagunya.

"Sudahlah, aku sangat lelah. Bisakah kita pulang?" pinta Lian.

...***...

Mereka bertiga tiba di apartemen milik Riana. Bukan sebuah apartemen mewah milik seorang dokter, melainkan apartemen biasa yang pastinya nyaman untuk ditinggali.

"Maaf ya, apartemenku tidak sebagus tempat tinggalmu di luar negeri." sesal Riana.

"Tidak apa, Ri. Aku senang kau mau menampungku dan juga putraku. Terima kasih banyak, Ri."

"Jangan sungkan. Kau adalah temanku dan akan selalu begitu. Oh ya, akan kutunjukkan kamar kalian."

Lian dan Boy tinggal satu kamar. Ya, mereka hanya menumpang disini. Dan kembalinya Lian juga karena ada pekerjaan yang harus dilakukan Boy.

Selama tinggal di Amerika, Boy sering membantu tugas organisasi bergengsi FBI. Boy memiliki kecerdasan otak diatas rata-rata anak seusianya. Ia berhasil memecahkan beberapa kasus pembunuhan yang ditangani FBI. Analisanya hampir mirip dengan keahlian seorang dokter forensik.

Lian sendiri masih belum mengerti dari mana Boy bisa mendapatkan bakat itu. Lian sendiri belum tahu misi apa yang akan dilakukan Boy di negara ini. Entah menyangkut perorangan atau sesuatu yang lebih besar dari itu.

Untuk itu hari ini, Lian dan Boy memiliki janji temu dengan salah seorang agen FBI yang akan bekerja bersama Boy di sebuah kamar hotel yang cukup terkenal, Royale Hotel. Lian dan Boy sedang menunggu kedatangan agen FBI tersebut. Hingga akhirnya sebuah bel menginterupsi mereka berdua.

Lian menuju pintu dan membukanya setelah memastikan jika orang yang datang adalah tamu Boy.

"Silahkan masuk! Putra saya sudah menunggu Anda, Tuan." ucap Lian.

Pria itu langsung melewati tubuh Lian dan menghampiri Boy yang duduk santai di sofa.

"Halo, apa kabar?" sapa seorang pria yang kira-kira berusia 30 tahunan itu kepada Boy.

"Halo, juga. Tuan pasti adalah... Patrick Hensen, benar?" balas Boy.

Lian mengerutkan dahinya. Terkadang ia tidak tahu bagaimana bisa putranya yang berusia 6 tahun bersikap layaknya pria dewasa.

"Jangan memanggilku tuan, panggil saja Patrick atau Pat." Pria itu kemudian duduk berhadapan dengan Boy.

"Baiklah, Paman Pat. Namaku Boy." Boy mengulurkan tangannya lebih dulu.

Patrick menyambut uluran tangan mungil Boy. "Senang bekerja bersamamu, Nak. Aku sudah banyak mendengar tentangmu."

"Terima kasih, Paman. Tapi seperti yang paman lihat. Aku hanyalah seorang anak kecil biasa." jawab Boy santai yang membuat Patrick terkekeh.

Dan ketika pembicaraan soal misi sedang berlangsung, Lian memutuskan untuk keluar dari kamar hotel dan berkeliling. Lian menuju ballroom lantai bawah.

Lian melihat ada banyak orang berkumpul disana. Lian bertanya pada salah seorang petugas cleaning service.

"Pak, ada keramaian apa disana?" tanya Lian penasaran.

"Itu, Nona, ada sebuah seminar disana. Seorang dokter terkenal dari rumah sakit Avicenna sebagai pembicaranya." jawab pria itu.

"Oh, begitu."

Lian tak bertanya lagi dan segera berlalu. Lian melihat sebuah papan banner yang cukup besar terpampang di ruang lobi hotel.

"Dokter Vincent Roy Avicenna?" Gumam Lian membaca nama yang tertera di banner.

Lian berjalan kembali dan akan menuju pintu lift, namun secara tak sengaja ia bertabrakan dengan seorang pria berpakaian rapi dengan setelan jas berwarna navy.

"Maaf." ucap Lian.

Pria itu hanya mengangkat satu tangannya seolah memberi tanda jika ia baik-baik saja. Kemudian ia melanjutkan langkahnya memasuki pintu ballroom.

Lian berdecak kesal. "Dasar pria aneh! Apa susahnya dia juga mengucap maaf."

Lian menekan tombol lift dan pintu lift pun terbuka. Lian memasuki lift dengan masih menggerutu.

Sementara itu, pria yang bersinggungan dengan Lian kini mengerutkan dahi. Ia seakan mengenal wanita yang baru saja bertabrakan dengannya.

"Ada apa, Tuan?" tanya Benjamin.

"Tidak apa. Mungkin hanya perasaanku saja." gumam pria yang tak lain adalah Roy.

#bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!