Hana Aisya wanita yang menyandang status janda di usia 17 tahun karna kematian suaminya yang ditabrak mobil, penolakan dari keluarga almarhum suaminya membuatnya harus pergi dari rumah disaat sedang hamil besar, Tidak terasa 6 tahun pun berlalu, tapi kenangan buruk itu masih membekas di hati Hana Aisya. Hana menjadi orang tua tunggal untuk putranya yang bernama Alwi.
( Termasuk aktor favorit juga )
Arka Wijaya pria mapan pemilik pabrik roti tempat Hana Aisya bekerja, hampir setahun Hana bekerja di pabrik itu tapi belum pernah melihat bosnya itu.
Hana Aisya yang sedang hamil besar sedang berjalan bersama suaminya Vito, mereka berhenti sebentar, Hana tersenyum saat suaminya berhenti tiba-tiba hanya untuk mencium perutnya yang sudah besar.
Mereka kembali berjalan menuju ke sebuah toko pakaian bayi, karna mereka sudah harus mempersiapkan semuanya.
Vito memilih-milih pakaian untuk calon bayi mereka sambil menunjukkannya pada Hana, Hana mengangguk senang saat melihat pilihan Vito.
Setelah dari toko itu mereka berjalan ke depan menuju mobil mereka.
Vito berjalan lebih dulu sambil sesekali melihat Hana, tanpa disadarinya mobil dari arah kiri melaju dan menabraknya.
Hana berdiri mematung karna shock melihat tubuh Vito melayang sebelum akhirnya jatuh.
Air matanya perlahan jatuh membasahi pipinya sambil berteriak histeris.
Hana berteriak, "Tidak..." lalu terbangun dari tidurnya yang ternyata hal tadi adalah mimpinya tentang kejadian masa lalunya, yang ingin sekali dilupakannya tapi selalu hadir dimimpinya hampir setiap malam, mimpi itulah yang selalu mengingatkannya pada suaminya yang sudah meninggal, rasa bersalah juga selalu hadir setiap kali mimpi itu hadir.
Anaknya Alwi juga terbangun dari tidurnya karna teriakan Hana.
Hana melihat ke arah putranya lalu memegang wajahnya yang sudah basah oleh air mata.
"Bunda gak apa-apa, Alwi tidur lagi ya," ucap Hana saat melihat Alwi yang menatapnya.
Alwi mengangguk tapi terlihat jelas Alwi tau kalau Bundanya pasti bermimpi buruk seperti biasa.
Alwi memejamkan matanya kembali, mencoba tidur kembali.
Hana menatap ke arah Anaknya yang sudah tidur, dibelainya lembut kepala anaknya itu, Ia sangat menyayangi Alwi melebihi apapun karna ini adalah harta satu-satunya peninggalan Almarhum suaminya.
Hana kembali berbaring dan berusaha memejamkan mata tapi tidak bisa, karna rasa bersalah dihatinya cukup besar atas kematian suaminya.
Hana mengingat saat mertua dan iparnya mengusirnya yang tengah hamil besar, Ia juga mengingat saat Ia dipersalahkan atas kematian Vito.
Seperti pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula itulah hal yang dialami Hana sewaktu dulu.
Hana langsung bangkit lagi, duduk sebentar sambil mengusap wajah dan langsung menuju tempat wudhu untuk melaksanakan sholat tahajud.
*
Pagi hari Hana Aisya sudah bersiap-siap berangkat ke tempatnya kerja, anaknya yang baru berusia 6 tahun juga sudah rapi.
Setelah sarapan Ia mengantar anaknya ke sekolah, saat di depan sekolah Alwi putranya mencium pipinya lalu melambaikan tangan seperti layaknya anak kecil yang lain. Hana tersenyum melihat putranya masuk ke gerbang sekolah.
Saat berjalan menuju tempat kerjanya yang gak terlalu jauh, Ia menatap ke arah langit yang sudah cerah.
Telapak tangannya menghalangi wajahnya dari sinar matahari, tapi sinar matahari masih menembus lewat jari-jarinya.
Putra kita sudah besar, kau pasti melindungi kami dari sana kan? batin Hana
Hana kembali berjalan hingga depan pabrik tempatnya kerja, Ia langsung absen tanda masuk kerja seperti yang lainnya.
Ia berjalan kembali, masuk ke tempat ganti pakaian kerja, lalu langsung berjalan ke dapur tempat pembuatan roti.
Baru beberapa menit masuk, atasan mereka masuk ke dapur, semua pembuat roti langsung berdiri rapi menghadap atasan mereka. Berdiri tegak layaknya siswa sedang upacara.
"Hari ini pemilik pabrik ini yang juga wakil Direktur perusahaan besar akan datang langsung ke sini untuk memantau pabrik, kalian harus bersiap-siap karna mungkin dia akan memantau dapur, kemarin mereka memantau pabrik di Bandung dan banyak sekali kesalahan yang orang di sana buat, salah satunya kurangnya kebersihan dapur," ucap Pak Lindo atasan mereka.
"Ya Pak...!" seru semuanya
"Silakan mulai kerja," ucap Pak Lindo
Semua langsung menuju tugasnya masing-masing.
Pak Lindo berbalik dan berjalan keluar kembali ke ruangannya.
Hana langsung membersihkan mejanya dan langsung menumpahkan tepung untuk membuat adonan roti, Ia menghela nafas sesaat lalu langsung semangat membuat adonan roti.
Seluruh pembuat roti sedang fokus pada adonan masing-masing tanpa saling melihat. Fokus mereka memang hanya pada adonan di depan mereka, karna membuat roti membutuhkan konsentrasi eksta.
Setelah selesai membuat adonan, mereka memasukkan adonan tersebut ke alat pencetak roti secara bergantian lalu memasukkan roti ke pemanggang.
Mereka kembali membersihkan meja masing-masing hingga bersih sebelum akhirnya istirahat.
Semua istirahat di kantin pabrik, mereka duduk makan siang bersama.
Waktu menunjukkan hampir pukul 12 siang, atasan mereka memanggil semuanya karna wakil Direktur perusahaan sudah datang.
Hana sedang keluar untuk sholat Dzuhur sehingga saat yang lain kumpul dia tidak ada di tempat.
Arka Wijaya Wakil Direktur perusahaan Indojaya turun dari mobil bersama bawahannya, lalu di sambut pemimpin pabrik, mereka langsung berjalan menuju dapur, pemimpin pabrik beserta beberapa pegawai mengikutinya dari belakang.
Arka masuk ke dapur dan melihat pembuat roti berdiri di dekat meja mereka masing-masing, hanya satu meja yang kosong, dan itu adalah meja Hana Aisya. Tatapannya tertuju pada meja kosong itu.
Arka menatap ke arah pemimpin pabrik.
Pak Lindo langsung panik karna Ia tau arti tatapan Arka.
"Saya akan meminta yang lain mencarinya," ucap Pak Lindo
"Saya paling tidak suka ada pegawai saya yang tidak disiplin seperti ini, anda juga tau kan?" tanya Arka pada Pak Lindo dengan suara tegas.
"Iya Pak," ucap Pak Lindo yang masih gemeteran.
Hana Aisya baru datang dengan terburu-buru dan langsung menunduk. Semua melihat ke arahnya termasuk Arka yang terlihat sangat murka.
"Hana, kan tadi saya sudah bilang kalau pemilik pabrik akan datang, kamu lupa ya?" kesal Pak Lindo
Arka juga menatap tajam ke arah Hana, Farel asistennya menunduk ikut ketakutan karna tau apa yang akan terjadi.
"Maaf Pak." Hanya itu kata yang terucap dari mulut Hana. Ia tidak menjelaskan darimana Ia karna takut terlihat sok alim.
"Orang yang tidak disiplin tidak pantas bekerja untuk saya, silakan ambil gaji terakhir kamu, karna pabrik saya tidak membutuhkan karyawan seperti kamu," ucap Arka sambil menatap tajam Hana
Hana langsung sedih dan bergetar ketakutan, "Tapi Pak," ucapnya
"Tidak ada tapi-tapian silakan keluar, tidak ada alasan untuk orang seperti kamu." Arka menunjuk arah pintu, walau matanya bukan ke arah pintu.
Hana langsung diam tidak jadi menjelaskan, Ia membuka celemeknya lalu berjalan pelan menuju tempat ganti karyawan tanpa menatap yang lain.
Arka berjalan menuju ruangan tempat istirahat atau lebih tepatnya adalah ruangannya, Ia melihat jam di tangannya dan langsung pergi ke luar lagi.
Saat Arka berjalan keluar, Ia melewati para pembuat roti yang sedang bergosip.
Arka berhenti saat mendengar namanya disebut, lalu Ia mendengar dari balik dinding.
"Bukankah Pak Arka terlalu kejam memecat seseorang tanpa mendengar penjelasannya lebih dulu," ucap seseorang.
"Iya, Pak Lindo juga kan seharusnya membela Hana, Pak Lindo kan tau kalau Hana jam segini pasti sholat ke masjid depan," kata orang satunya.
Arka mendengar semuanya lalu melanjutkan jalannya tanpa terlihat oleh mereka.
Di depan pabrik, Arka melihat Hana yang baru keluar dari pabrik setelah mengambil gaji terakhirnya.
Hana berjalan menuju jalanan besar, wajahnya terlihat sedih saat menatap teriknya matahari, Ia terus menyusuri jalan.
Arka berjalan menuju masjid di depan, Ia teringat ucapan orang-orang pabrik tadi. Ia mengambil wudhu lalu langsung masuk ke Masjid, Ia langsung sholat Dzuhur sendiri.
Setelah selesai Ia melihat ke arah seorang penjaga masjid yang sedang menyapu, Ia pun langsung berjalan mendekatinya. Penjaga masjid menatap ke arahnya.
"Maaf Pak, saya mau tanya tadi ada seorang wanita tidak yang datang ke sini?" tanya Arka
"Yang datang ramai Pak," jawab penjaga masjid.
"Yang pakai seragam pabrik depan," ucap Arka
"Oh Mbak Hana ya, iya setiap Dzuhur dan Asar dia pasti sholat di sini, memangnya kenapa?" tanya penjaga masjid.
"Gak apa-apa Pak, terima kasih untuk infonya. Saya pamit." Arka langsung menunduk pamit pergi.
Arka kembali ke pabrik dan langsung menemui Farel di ruangan istirahat.
"Saya ingin melihat data semua orang yang bekerja di sini, susun sesuai abjad biar gampang melihatnya." perintah Arka
Farel bingung tapi langsung mengangguk.
Farel dan Arka melihat data semuanya di komputer.
Arka melihat data Hana Aisya.
Hana Aisya umur 23 tahun, pendidikan terakhir SMA, singel parent, punya 1 anak.
Arka memegang kepalanya. "Suruh dia kembali bekerja."
Farel langsung mengerti dan segera berjalan keluar.
Arka memegang kepalanya lagi dan langsung menyandar di sofa.
Tidak seharusnya masalah di rumah terbawa ke pekerjaan batin Arka
Farel datang kembali ke ruangan itu setelah beberapa saat.
"Ada apa lagi?" tanya Arka
"Tidak ada yang tau rumahnya, selama setahun kerja di sini dia jarang bergaul, datanya juga tidak ada alamat rumahnya, alasannya karna rumah kontrakan," Farel melapor.
Arka menghela nafas merasa bersalah.
Farel langsung mengerti saat melihat sikap bosnya.
*
Hana Aisya pulang ke rumah setelah belanja keperluan dapur, di depan rumahnya terlihat Alwi bersama Fahri sedang belajar.
"Assalamu 'alaikum," ucap Hana
Alwi dan Fahri melihat ke arahnya, "Wa'alaikumussalam,"
"Kok sudah pulang?" tanya Fahri
"Di pabrik sedang mengurangi karyawan jadi beberapa orang baru harus diberhentikan," jawab Hana
"Jadinya mau kerja di mana sekarang?" tanya Fahri
"Besok baru cari pekerjaan baru." Hana berusaha tersenyum.
"Ya sudah besok setelah aku selesai mengajar, biar aku carikan pekerjaan untuk kamu," ucap Fahri
"Tidak usah, kami sudah terlalu banyak menyusahkan Mas Fahri, ya sudah Mas aku masuk dulu." Hana berjalan masuk ke rumah.
Fahri kembali mengajari Alwi menulis di bangku halaman rumah.
*
Malam hari Arka pulang ke rumah, Ia melihat mobil yang dikenalnya terparkir di depan rumahnya. Ia langsung berjalan ke samping rumah dan memanjat ke teras kamarnya tanpa mengeluarkan suara sedikitpun seperti pencuri kelas atas.
Arka membuka pintu teras kamarnya dengan pelan supaya tidak terdengar, Ia masuk dan langsung berbaring di tempat tidurnya sambil menghela nafas berat, lalu setelah beberapa menit Ia langsung masuk ke kamar mandi.
Di ruang tamu Linda Mamanya Arka sedang ngobrol bersama Cantika.
"Arka kok belum pulang ya?" tanya Cantika yang sudah agak lama duduk.
"Bentar lagi kok," kata Linda
Cantika melihat jam tangannya, "Tante ini sudah malam banget, Cantika harus pulang, besok Cantika ke sini lagi," Cantika mengangkat wajahnya menatap Linda.
"Ah iya baiklah." Linda tersenyum.
Linda mengantar Cantika ke depan rumah, mereka kaget melihat mobil Arka sudah ada terparkir.
Linda langsung tersenyum tidak enak saat melihat Cantika, "Mungkin tadi mobilnya dibawa pulang sama asistennya, biasanya seperti itu," Memang terkadang Farel sering membawa mobil Arka pulang.
"Ah iya, ya sudah Cantika pamit pulang dulu," ucap Cantika
Cantika masuk ke mobil dan perlahan menjalankan mobilnya.
Linda geleng-geleng kepala dan langsung berjalan masuk dan menuju ke kamar Arka dengan wajah kesal.
Linda membuka pintu kamar Arka, terlihat Arka baru selesai mandi, Ia menatap Mamanya.
"Arka umur kamu sudah 30 tahun, bisa-bisanya kamu bersikap seperti anak umur 13 tahun," ucap Linda lembut walau ingin marah.
"Maaf Ma, aku capek banget hari ini jadi lagi malas saja mau ketemu orang." Arka mengerti arah pembicaraan Mamanya.
"Dia bukan orang lain tapi calon tunangan kamu, dulu bukankah kalian sangat akrab," kata Linda
"Itu dulu saat dia masih polos yang tidak terlalu mengharapkan lebih, dan juga aku hanya menganggapnya adik karna dia adalah adiknya teman aku," kata Arka
Linda hanya geleng-geleng lalu berjalan pergi.
Arka tersenyum melihat kepergian Mamanya, Ia langsung memakai pakaiannya dan langsung berbaring sambil memejamkan matanya.
Rasa bersalah tentang tadi siang masih menyelimuti hatinya hingga walaupun terpejam, Ia tetap tidak bisa tidur. Ia bangkit dan langsung duduk menyandar di tempat tidur.
Arka memegang kepalanya karna merasa sangat bersalah. Ingin rasanya Ia berteriak untuk menghilangkan pikirannya ini.
*
Beberapa bulan berlalu, Arka sedang latihan manjat tebing, Ia sampai di atas lalu turun lagi.
Ia baru mengaktifkan ponselnya setelah turun. Ia terlihat malas saat melihat banyak pesan masuk di ponselnya, satupun tidak ada yang dibalasnya.
Saat itu juga Mamanya nelpon, "Kamu di mana? ini hari pertunangan kamu, cepat datang,"
"Ya, 30 menit lagi sampai," ucap Arka santai.
Arka langsung pamit pada yang lainnya, Ia langsung memakai jasnya tanpa mandi terlebih dahulu padahal saat itu keringatnya sangat banyak. Ini pertama kalinya Ia tidak menjaga kebersihan.
Sebenarnya kurang biasa tidak mandi habis manjat batinnya yang juga sedikit tidak nyaman karna tubuhnya lengket.
Arka melaju dengan kecepatan tinggi saat menuju gedung.
Di tengah jalan matanya tertuju pada seseorang yang mirip Hana Aisya, saat Ia menoleh lagi orang itu sudah tidak ada.
Di gedung tempat acara pertunangan, Cantika berjalan mondar mandir sambil memegang ponselnya, Ia mulai panik karna takut Arka tidak datang.
Cantika berusaha menelpon Arka tapi diabaikan karna Arka memang sedang menyetir laju.
Arka datang di depan gedung sambil melihat jam tangannya.
"Masih ada 7 menit," gumamnya lalu berlari masuk dan naik tangga darurat karna liftnya lama.
Arka membuka pintu ruangan dan melihat Cantika yang sudah hampir menangis.
Cantika tersenyum lega saat melihat kedatangan Arka, berbeda dengan Arka yang menatapnya dengan tatapan dingin.
Arka berjalan ke depan dan melewati Cantika dengan tatapan dingin, Cantika mulai panik saat melihatnya mengabaikan dirinya, seketika senyum leganya pudar begitu saja.
"Saya datang ke sini bukan untuk bertunangan melainkan untuk membatalkan pertunangan ini, karna acara ini diadakan tanpa izin saya," ucap Arka serius tanpa menatap ke arah Cantika.
Cantika menitikkan air mata saat mendengarnya.
Siska Mamanya Cantika terlihat marah mendengar Arka bicara seperti itu di depan semua tamu undangan, rasa malu mulai menyelimuti hati Siska.
Cantika terlihat frustasi, Linda dan Wijayanto juga marah melihat sikap Arka.
Semua tamu pergi setelah mendengar ucapan Arka. Setelah semua tamu pergi, Cantika terduduk sambil menitikkan air mata, Siska menariknya pulang dengan paksa.
Wijayanto dan Linda juga terlihat marah besar.
"Ikut ke dalam," ucap Wijayanto marah
Wijayanto berjalan menuju sebuah ruangan, Arka dan Linda mengikutinya dari belakang. Arka hanya diam sepanjang waktu.
Saat Arka masuk ke ruangan itu, Wijayanto langsung memukul wajah Arka dengan keras.
Linda berteriak, "Pa jangan, kita bicarakan baik-baik, oke,"
Arka hanya diam karna memang Ia sadar Ia melakukan kesalahan.
"Apa alasan kamu melakukan ini?" tanya Wijayanto marah.
Arka hanya diam, Linda menitikkan air mata saat melihat tepi bibir Arka berdarah.
"Jawab," ucap Wijayanto keras.
"Dari awal aku sudah mengatakan pada kalian kalau aku tidak menyukai Cantika, dan dari awal aku sudah menyuruh Cantika berhenti supaya hal ini gak terjadi, tapi dia meremehkan ucapanku," kata Arka
"Tapi bukan dengan cara mempermalukan kedua keluarga kan?" tanya Papanya
"Kalau kalian berhenti dari awal maka hal ini tidak mungkin akan terjadi," kata Arka
Wijayanto semakin murka dan ingin memukul Arka lagi, tapi Linda menghentikannya.
"Untuk sementara mulai hari ini berhenti dari perusahaan dan urus saja pabrik di Bogor, dan juga sementara tinggal di sana, karna Papa tidak ingin melihat wajah kamu," ucap Papanya yang sedikit mereda.
"Baiklah, terima kasih Pa," ucap Arka
Linda menatap ke arah Arka dengan sedih, Arka tersenyum ke arahnya sambil membuang darah di bibirnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!