.
.
.
.
.
Malam itu, tiga wanita terlihat turun dari sebuah taxi online.
Tasya Kamila, seorang wanita yang sangat cantik terlihat membenarkan dressnya yang sedikit terbuka karena Tasya tidak terbiasa memakai pakaian **** yang memperlihatkan kemolekkan tubuhnya.
"Lin, aku tidak nyaman menggunakan dress ini," seru Tasya.
"Sudahlah Sya, kamu itu terlihat sangat cantik tahu menggunakan dress itu," sahut Lina dengan memperlihatkan wajah jijiknya.
Tasya melihat ke sekelilingnya...
"Lin, kok kita ke tempat seperti ini sih? aku pulang saja ya," seru Tasya.
Tasya membalikkan tubuhnya dan hendak melangkahkan kakinya untuk meninggalkan tempat itu tapi Lina dengan cepat menahan lengan Tasya.
"Kamu mau kemana? ayo kita masuk," ajak Lina dengan menarik lengan Tasya.
"Tapi Lin..."
"Sudah Sya jangan khawatir, tidak akan terjadi apa-napa kok," sahut Fani.
Lina dan Fani menarik lengan Tasya dengan paksa. Mereka berdua memang sengaja membawa Tasya ke club malam untuk menjebak Tasya. Mereka sangat iri kepada Tasya yang selalu menjadi pusat perhatian di kampusnya.
Tasya memang wanita yang sangat cantik, walaupun Tasya adalah wanita sederhana tapi Tasya memiliki kulit yang putih dan mulus, serta body yang sangat aduhai bak gitar spanyol, maka tidak heran banyak pria yang mendekatinya dan itu membuat Lina dan Fani muak.
Tasya menutup kedua telinganya saat memasuki club itu karena langsung disambit oleh alunan musik yang sangat memekakkan telinga.
"Ayo Sya."
Fani menarik tangan Tasya dan mengajaknya duduk di sebuah kursi.
"Sebentar ya, aku pesankan minuman dulu," seru Lina yang langsung melangkahkan kakinya menuju bartender untuk memesan minuman.
Sedangkan Fani terlihat mengeluarkan kotak rokok dari dalam tasnya, dan kemudian Fani menyalakan pematik untuk membakar rokoknya secara perlahan. Fani mulai menghisap rokok itu dengan santainya bahkan sesekali asapnya dia kepulkan ke wajah Tasya.
"Uhuk..uhuk..Fani sejak kapan kamu merokok?" tanya Tasya yang terus mengibaskan tangannya.
"Sudah lama kali, Sya."
"Kamu jangan banyak merokok tidak baik untuk kesehatan," seru Tasya.
Fani hanya tersenyum miring mendengar ucapab Tasya. Tidak lama kemudian, Lina pun datang dengan seorang bartender yang membawakan minuman untuk mereka.
"Sya, ayo diminum," seru Lina.
"Aku tidak minum minuman beralkohol, kamu bisa pesankan aku jus jeruk saja," sahut Tasya.
"Coba dulu ini enak loh," sambung Fani yang mulai menyeruput minumannya.
"Ayolah, cuma minum satu gelas tidak akan membuatmu mabuk," rayu Lina.
Tasya tampak ragu-ragu dan tidak mau meminum minuman itu. Satu hal yang baru Tasya ketahui, kalau kedua temannya ternyata suka minum dan merokok.
"Kamu memang tidak setia kawan, Sya," seru Fani dengan wajah yang dibuat sesedih mungkin.
"Ya sudah, tapi sedikit saja ya."
"Iya tidak apa-apa."
Perlahan Tasya meneguk minuman itu, Tasya mengernyitkan keningnya, minuman itu sangat tidak enak dan terasa panas ditenggorokkan.
"Pahit.." gumam Tasya.
Lina dan Fani hanya tertawa, hingga mereka berdua terus memaksa Tasya untuk menghabiskan minumannya.
Tidak butuh lama, Tasya sudah sangat mabuk berat walaupun Tasya cuma meminum satu gelas kecil, karena memang pada dasarnya Tasya belum pernah minum jadi Tasya langsung mabuk disaat minum sedikit.
"Hallo Baby," seru seorang pria menghampiri meja Lina dan Fani.
"Hai," sahut Lina yang langsung memeluk pria itu dan menciumya.
"Kenalkan ini teman aku, Bruno."
"Hai Bruno."
"Apa aku boleh kenalan dengan temanmu itu," seru Bruno.
"Hai aku Fani."
"Kita pergi yuk dari sini, cari tempat yang lebih asyik," seru Lina.
"Tapi itu bagaimana dengan temanmu satu lagi," tunjuknya kepada Tasya yang saat ini sudah terkapar diatas sofa.
"Sudah biarkan saja, paling nanti dia bakalan ada yang bawa," sahut Fani dengan tawanya.
Mereka berempat pun akhirnya meninggalkan Tasya yang sudah tidak berdaya itu. Sedangkan dari kejauhan, seorang pria yang tampak sudah mabuk berat memperhatikan Tasya.
Memang dari awal Tasya dan temannya masuk, pria itu sudah memperhatikan mereka apalagi kepada Tasya. Dari pertama pria itu memang sudah kepanasan karena dia pun dijebak oleh seseorang supaya meminum minuman yang di campur dengan obat perangsang.
Perlahan, pria itu beranjak dari duduknya dan menghampiri Tasya. Tanpa menunggu lagi, pria itu langsung mengangkat tubuh Tasya karena dia sudah tidak kuat lagi menahan panas didalam tubuhnya yang sedari tadi dia tahan.
Pria itu membawa Tasya ke sebuah hotel mewah, sesampainya di dalam kamar, pria itu langsung merebahkan tubuh Tasya di atas ranjang. Naluri lelakinya semakin memuncak disaat melihat tubuh Tasya yang sangat menggoda, dengan cepat pria itu melucuti semua pakaiannya dan pakaian Tasya.
"Kamu siapa dan mau apa?" tanya Tasya dengan kesadaran yang sudah mulai tidak terkontrol.
Tanpa menunggu lagi, pria itu langsung meraup bibir **** milik Tasya. Tasya tidak punya tenaga untuk melawan.
"Kamu mau apa, lepaskan," seru Tasya.
Pria itu tidak melepaskan Tasya, malahan saat ini tubuh Tasya sudah penuh dengan tanda keunguan. Pria itu semakin bersemangat melihat tubuh indah milik Tasya dengan sekali sentakkan tubuh pria itu sudah menyatu dengan tubuh Tasya.
Tasya hanya bisa meneteskan airmata, dia masih ada sedikit kesadaran tapi Tasya tidak bisa melawan. Tasya hanya bisa pasrah setelah merasakan pria itu lagi dan lagi melakukannya, hingga perlahan kesadaran Tasya pun menghilang.
"Aaaaaahhhhhh...."
Erangan kenikmatan pria itu menggema di seluruh kamar hotel, untuk kesekian kalinya dia merasakan kenikmatan yang luar biasa. Tubuh pria itu akhirnya terkapar di samping Tasya dan dia pun menyusul Tasya terlelap dalam tidurnya.
***
Keesokkan harinya...
Tasya menggeliat dan merasakan tubuhnya serasa remuk, perlahan Tasya mendudukkan tubuhnya dengan susah payah dan merasakan sakit yang luar biasa dibagian sensitifnya.
Perlahan Tasya membuka matanya dengan tangan masih memegang kepalanya yang terasa masih pusing. Tasya belum menyadari ada sosok pria yang masih tertidur di sampingnya.
"Aw, sakit banget kepalaku," gumam Tasya.
Tasya melihat tubuhnya yang sama sekali tidak memakai pakaian dan menoleh ke arah samping, betapa terkejutnya Tasya mendapati seorang pria tampan dengan tubuh kekarnya yang terexpose.
Tasya terbelalak, seketika airmatanya tumpah. Bayangan demi bayangan kegiatan semalam mulai berseliweran di otaknya, tubuhnya mulai bergetar hebat, dadanya begitu sesak. Tasya menggulung tubuhnya dengan selimut dan dengan cepat menuju kamar mandi.
Tasya tidak memperdulikan rasa sakit yang dia alami, dia mengguyur tubuhnya dibawah sower. Tasya merasa jijik melihat tubuhnya yang sekarang penuh dengan tanda merah keunguan.
"Ayah, Ibu, maafkan Tasya karena tidak bisa menjaga kehormatan Tasya," gumam Tasya dengan tangisan yang sangat memilukan.
Cukup lama Tasya di dalam kamar mandi, hingga dia pun sudah selesai dan memakai pakaian yang semalam. Tasya dengan cepat mengambil tasnya dan sekilas melihat ke arah pria yang saat ini masih terlelap, sakit dan sesak yang saat ini Tasya rasakan.
.
.
.
Jangan lupa
like
gift
vote n
komen
TERIMA KASIH
LOVE YOU
.
.
.
.
.
Tasya keluar dari hotel itu dengan perasaan yang sangat hancur, Tasya berjalan dengan menundukkan kepalanya hingga tidak sadar Tasya menabrak seseorang dan hampir saja terjatuh tapi orang itu dengan sigap menangkap tubuh Tasya sehingga Tasya jatuh dipelukkan orang itu.
Sesaat mereka saling tatap satu sama lain, hingga orang itu berdehem dan membuat kesadaran Tasya kembali, Tasya segera membenarkan posisinya kembali.
"Ma--af Tuan, saya tidak sengaja," ucap Tasya dengan menundukkan kepalanya.
"Iya, tidak apa-apa," sahut pria itu dengan dinginnya dan langsung meninggalkan Tasya yang masih terdiam mematung.
Tasya kembali melangkahkan kakinya dan menyetop taxi. Selama dalam perjalanan, Tasya kembali menangis dia sangat menyesal ikut dengan kedua temannya yang seolah-olah menjebaknya.
Tidak membutuhkan waktu lama, taxi itu pun sampai di sebuah rumah sederhana dengan halaman rumah penuh dengan tanaman bunga, Tasya segera turun dari taxi itu dan tidak lupa dia membayar ongkos taxinya terlebih dahulu.
Tasya segera masuk dan menjatuhkan tubuhnyanke atas tempat tidur, lagi-lagi Tasya menangis tersedu-sedu.
Sementara itu, pria yang tadi ditabrak oleh Tasya saat ini sedang menuju ke sebuah kamar. Sesampainya di kamar itu, dia geleng-geleng kepala melihat adiknya satu-satunya masih terlelap dengan ranjang yang sudah acak-acakkan dan terlihat bercak darah disana.
"Bangun, Alvian bangun kamu," teriak Vano dengan lantangnya sehingga membuat Alvian langsung bangun dan mendudukkan tubuhnya.
"Bang Vano, darimana Abang tahu aku ada disini?" tanya Alvian terkejut.
"Tidak penting aku tahu dari siapa, yang jelas sekarang apa yang sudah kamu lakukan semalam?" teriak Vano dengan dada yang sudah naik turun.
"Ak--aku..ak--aku.."
"Apa kamu sudah meniduri seorang wanita?" tanya Vano dengan penuh emosi.
Seketika Alvian menoleh ke samping dan wanita itu sudah tidak ada, Alvian ingat kalau tadi malam dia memang sudah melakukan sesuatu yang sangat fatal.
"Maaf Bang, aku khilaf."
"Khilaf kamu bilang? dasar kurang ajar, kalau media sampai tahu kamu sudah meniduri seorang perempuan, habis karir keluarga kita," bentak Vano.
"Kenapa Abang marah-marah sih? sudahlah jangan khawatir palingan aku tadi malam tidur dengan seorang j*****, lagipula tidak ada yang tahu kalau aku adalah anak dari keuarga Bakrie," sahut Alvian dengan santainya dan melangkahkan kakinya menuju kamar mandi.
"Alvian, lihat seprei itu," seru Vano.
Alvian langsung membalikkan tubuhnya dan melihat ke arah seprei, betapa terkejutnya Alvian saat melihat ada bercak darah disana, kemudian Alvian menoleh ke arah Abangnya.
"Berarti wanita semalam---"
"Ya, wanita itu masih suci dan kamu yang sudah merenggutnya," bentak Vano.
Vano memang tahu dari awal karena anak buah yang ditugaskan mengikuti Alvian melaporkan kalau Alvian membawa seorang wanita yang tengah mabuk di sebuah club malam.
"Ta--tapi, aku menemukan wanita itu di club malam dalam kondisi yang sudah mabuk berat, kalau dia wanita baik-baik, tidak mungkin dia berada di sebuah club malam dan mabuk-mabukkan," bela Alvian.
"Tapi kenyataannya kamu lihat sendiri kan? pokoknya Abang tidak mau tahu, kamu harus mencari wanita itu dan kamu harus mempertanggung jawabkan perbuatan kamu."
"Tidak bisa Bang, kalau aku cari wanita itu bagaimana dengan nasib hubunganku dengan Prili, aku sangat mencintai Prili," sahut Alvian.
Buuggghhh...
"Dasar bajingan, aku tidak pernah mengajarkanmu menjadi manusia yang tidak bertanggung jawab," bentak Vano.
"Ya sudah kalau begitu, Abang saja yang cari wanita itu dan nikahi dia," seru Alvian.
"Dasar tidak tahu diri kamu, sudah merusak masa depan seorang gadis sekarang malah melimpahkan semua kesalahan kamu ke Abang, ditaruh dimana otak kamu," bentak Vano.
"Sudahlah Bang, Al pusing mau mandi dulu."
Alvian langsung masuk ke dalam kamar mandi dan merendam tubuhnya di dalam bathup. Sekilas bayangan semalam terlintas di otaknya.
"Wanita itu sungguh sangat ****, bodynya sangat luar biasa indah sekali, baru pertama kali ini aku tidur dengan seorang gadis dan itu sungguh membuatku merasa candu," gumam Alvian dengan senyumannya.
Sedangkan Vano yang saat ini sedang duduk di sofa sembari menunggu Alvian keluar, membayangkan wanita yang tadi menabraknya di lobi.
"Siapa dia? wanita yang sangat cantik," gumam Vano dengan senyumannya.
Setelah selesai mandi, Vano pun membawa Alvian pulang. Alvian baru sampai dari Kanada tadi malam tapi Alvian bukannya pulang ke rumah malah mampir ke club malam dan memancing keributan dan sekarang menimbulkan masalah pula.
***
Keesokkan harinya...
Tasya berangkat ke kampus dengan tidak bersemangat, Tasya benar-benar sudah tidak punya harapan lagi sekarang, hal yang sangat berharga dalam dirinya sekarang sudah hilang di renggut oleh seseorang yang sama sekali tidak Tasya kenal.
Tasya segera melajukan motor matic kesayangannya menuju kampus tempat dimana dia menimba ilmu. Tidak membutuhkan waktu lama, Tasya sudah sampai di kampus.
Ada yang aneh yang Tasya rasakan, semenjak dia sampai di kampus semua orang melihat ke arahnya dengan tatapan jijik.
"Oh jadi ini, wanita yang sok polos dan ternyata tongkrongannya club malam mana mabuk lagi," cibir salah satu Mahasiswa.
"Astaga, lihatlah tampang polosnya sudah menipu semua pria di kampus ini," sambung yang satunya lagi.
Tasya begitu sakit dengan cibiran para Mahasiswi itu, hingga dia melangkahkan kaki pun menuju kelasnya, mereka tidak henti-hentinya mencibir dan menghina Tasya.
Tasya sudah tidak kuat lagi sampai dia meneteskan airmata, tidak sampai disitu sekarang sekelompok Mahasiswa menghalangi jalannya.
"Ya ampun, kita tidak menyangka kalau Tasya si bunga kampus adalah seorang wanita murahan, kenapa kamu sok jual mahal kepada kita kalau diluaran sana kamu menjual tubuh kamu ke semua orang," ucap salah satu Mahasiswa dengan mengelus pipi Tasya.
Plaaakkk...
Tasya menampar Mahasiswa itu dengan kerasnya..
"Jangan sembarangan kalau ngomong, aku bukan wanita murahan," bentak Tasya dengan deraian airmata.
"Sialan, kamu berani menamparku," bentak Mahasiswa itu.
"Ayo ikut kita," seru salah satu Mahasiswa dengan menarik paksa tangan Tasya.
"Lepaskan, kalian mau apa," teriak Tasya dengan meronta-ronta.
Mahasiswa itu menghempaskan tubuh Tasya hingga membentur papan pengumuman.
"Lihatlah, itu siapa? apa kamu masih mau membela diri kamu sendiri?" teriak salah satu Mahasiswa.
Perlahan Tasya melihat ke arah papan pengumuman itu, seketikan Tasya membelalakkan matanya melihat foto-foto dirinya di club malam dari dia sedang minum, sampai dia dibawa oleh seseorang yang sudah merenggut kesuciannya tapi sayang pria itu tidak terlihat wajahnya.
"Siapa yang sudah melakukan semua ini?" gumam Tasya.
Dengan deraian airmata serta rasa sakit yang menjalar di seluruh tubuhnya, Tasya melepaskan semua foto dirinya yang terpampang di papan pengumuman itu kemudian Tasya berlari menuju kelasnya dengan deraian airmata.
Sedangkan dari kejauhan, Lina dan Fani tampak tertawa dan bertos ria melihat Tasya menjadi bahan hinaan semua Mahasiswa.
.
.
.
Jangan lupa
like
gift
vote n
komen
TERIMA KASIH
LOVE YOU
.
.
.
.
.
Tasya sampai di kelasnya, dan ternyata semua orang belum juga berhenti menghina dan menggunjing Tasya.
"Hai guys, simpanan om-om sudah datang tuh."
"Ya ampun, aku malu banget bisa sekelas dengan wanita murahan."
"Iya, bisa-bisa fakultas bisnis kita tercemar gara-gara wanita murahan itu."
Begitulah, sindiran demi sindiran Tasya terima dia hanya bisa menangis mendengar sindiran itu. Tidak lama kemudian, Lina dan Fani pun datang dengan santainya.
"Hai Lina, Fani, apa kalian tidak malu berteman dengan wanita murahan itu?" tanya salah satu Mahasiswi.
"Siapa yang temenan, kita tidak pernah berteman dengan dia," sahut Lina dengan santainya.
"Apa kalian tidak tahu kalau, dia suka ke club malam?" tanya Mahasiswi itu lagi.
"Mana kita tahu, kita dekat cuma di kampus saja kalau diluar kampus kita tidak tahu apa yang dilakukan Tasya," sahut Fani dengan tidak punya perasaan.
Tasya yang mendengar kedua temannya itu merasa marah dan emosi, Tasya menghampiri Lina dan Fani.
Plaaakkk...plaaakkk...
Tasya menampar Lina dan Fani secara bergantian.
"Kalian memang tidak punya perasaan, sudah jelas-jelas tadi malam kalian yang mengajak aku ke tempat itu dan memaksa aku minum sampai aku mabuk, dan dengan santainya kalian meninggalkan aku disana, tapi sekarang kalian bilang kalian tidak tahu apa-apa, kalian benar-benar tidak punya perasaan," bentak Tasya.
"Berani sekali kamu menampar kita," seru Lina.
Lina hendak melayangkan tangannya ingin membalas tamparan Tasya, tapi tiba-tiba seorang Dosen datang.
"Tasya Kamila, kamu di panggil Dokan ke ruangannya sekarang," seru salah satu teman sekelasnya itu.
Tasya sangat terkejut dengan ucapan temannya itu. Perlahan Tasya keluar dari kelasnya dan menuju ruangan Dosen.
Tok..tok..tok..
"Masuk."
"Selamat pagi Pak, apa Bapak memanggil saya?"
"Pagi, silakan duduk Tasya."
"Terima kasih, Pak."
Dengan ragu-ragu Tasya pun duduk berhadapan dengan Dosen yang selama ini sangat di segani.
"Tasya Kamila, mungkin kamu sudah tahu apa maksud dari saya memanggil kamu."
Tasya menundukkan kepalanya dengan perasaan campur aduk.
"Jujur, selama ini saya bangga sama kamu karena kamu adalah Mahasiswi kebanggan kampus ini, tapi berita diluaran sana dengan sekejap menghapus rasa bangga saya terhadap dirimu, Tasya."
"Maafkan saya Pak, tapi jujur saya di jebak Pak," sahut Tasya dengan berlinangan airmata.
"Dijebak? siapa yang sudah menjebak kamu dan alasannya apa?"
"Lina dan Fani, dia memaksa saya untuk meminum itu dan setelah saya mabuk mereka meninggalkan saya disana, Pak."
Dosen yang bernama Ramlan itu mengusap wajahnya kasar.
"Tasya, jujur saya sudah menganggap kamu seperti anak saya sendiri dan saya ingin sekali mempercayai kamu tapi sayangnya pihak kampus tidak menerima alasan apapun, mereka sudah memutuskan untuk mengeluarkan kamu dari kampus ini dan mencabut beasiswa kamu, maafkan saya yang tidak bisa memperjuangkan kamu."
Tasya benar-benar terkejut dengan ucapan Dosennya itu. Tasya beranjak dari duduknya dan bersujud di kaki Pak Ramlan dengan menangkupkan kedua tangannya dan deraian airmata yang terus mengalir di pipinya.
"Pak, saya mohon jangan keluarkan saya dari kampus ini, ini adalah impian saya bisa mendapatkan gelar sarjana, hanya ini satu-satunya harapan saya untuk masa depan saya."
"Maafkan saya Tasya, saya tidak punya wewenang untuk membela kamu."
"Pak, saya mohon Pak," ucap Tasya dengan bibir yang bergetar.
Pak Ramlan pun beranjak dari duduknya dan memegang pundak Tasya dan membantunya untuk berdiri.
"Maaf Tasya, tapi Bapak yakin kamu akan lebih sukses lagi diluaran sana, tetap semangat kejar impian kamu."
Hati Tasya benar-benar sudah sakit, ibarat pepatah sudah jatuh tertimpa tangga.
"Kalau begitu, saya pamit Pak terima kasih karena selama ini Bapak sudah banyak memberikan saya ilmu."
"Iya Tasya."
Dengan langkah gontai, Tasya pun melangkahkan kakinya keluar dari ruangan Dosennya.
Pluuukkk...
Satu lemparan telur mengenai kepala Tasya.
Pluuukkk...
Kali ini giliran tomat busuk yang terlempar ke badan Tasya.
"Bikin malu saja, sudah sana keluar dari sini jangan injakkan lagi kaki kamu di kampus ini."
"Kamu hanya mencemarkan nama baik kampus kita."
Itulah teriakkan-teriakkan yang Tasya dengar saat dia keluar dari ruangan Dosen. Tasya segera berlari meninggalkan kampus itu, tapi sebelum Tasya benar-benar pergi, dia melirik ke arah Lina dan Fani yang saat ini sedang menertawakannya.
"Awas kalian, suatu saat nanti aku pasti akan membalas rasa sakit ini," batin Tasya.
Tasya cepat-cepat menuju parkiran dan mengendarai motor matiknya untuk pulang ke rumahnya.
***
Sementara itu di perusahaan BAKRIE GROUP, Vano dan Alvian sedang mengadakan meeting, Vano saat ini mengumumkan kalau posisinya sekarang diganti oleh adik kandungnya Alvian Bastian Bakrie, sedangkan dirinya sekarang naik jabatan menjadi seorang Komisaris.
"Baiklah, rapat dicukupkan sampai disini, silakan kalian kembali belerja ke ruangan masing-masing," seru Vano.
Semua karyawan pun meninggalkan ruangan rapat, Vano mengantarkan Alvian ke ruangannya.
"Ini ruangan kamu, Al."
"Ok, lumayan besar dan cukup nyaman."
"Ingat, kamu harus bekerja dengan baik dan benar jangan main-main karena kesuksesan perusahaan ini sekarang ada di pundak kita berdua," seru Vano.
"Siap Bang, kamu tenang saja karena aku akan bekerja sekeras mungkin dan menjadikan perusahaan ini lebih maju dan sukses lagi," sahut Alvian.
"Bagus, kalau begitu Abang ke ruangan Abang dulu kamu bisa pelajari dulu berkas-berkas itu, nanti kalau ada yang tidak dimengerti kamu bisa tanya sama Abang," seru Vano.
"Baik Bang."
Vano pun segera meninggalkan ruangan Alvian, tapi tidak lama kemudian, pintu ruangan Alvian kembali terbuka membuat Al menoleh.
"Sayang, kamu pulang kok tidak bilang-bilang sih?" seru Prili dengan wajah yang di tekuk.
"Maaf sayang, aku lupa," sahut Al menghampiri Prili dan memeluknya.
"Jahat, aku kan sudah sangat rindu sama kamu Al."
"Iya maaf, terus sebagai permintaan maafku, aku harus melakukan apa?" tanya Alvian.
"Bagaimana kalau sekarang kita ke Mall dan kamu harus belanjain aku."
"Aduh sayang, kalau sekarang aku tidak bisa. Kamu tahu sendiri kan kalau aku baru saja diangkat jadi seorang CEO jadi aku harus mempelajari semuanya, lain kali saja ya aku janji," sahut Alvian.
"Ya sudah kalau begitu, aku pulang dulu soalnya butik tidak ada yang jaga."
"Maaf ya aku tidak bisa mengantar kamu pulang, kamu hati-hati di jalan kalau sudah sampai butik, kamu hubungi aku ya."
"Ok, aku pergi dulu, bye."
Prili pun mencium pipi Alvian sebelum dia pergi dari ruangan Alvian, Alvian tersenyum dan mulai kembali bekerja. Alvian menarik nafasnya dan menghembuskannya secara kasar karena melihat semua berkas-berkas yang saat ini harus dia pelajari.
.
.
.
Jangan lupa
like
gift
vote n
komen
TERIMA KASIH
LOVE YOU
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!