NovelToon NovelToon

Belenggu Cinta

Prolog

"Kiss me! Please, kiss me?"

"Apa maksud kamu?"

"Maafkan aku, maafkan aku, tapi ini adalah permintaan terakhirku," pintanya memohon.

"Maaf, tapi aku tidak bisa. Aku tidak bisa memenuhi permintaanmu. Walaupun ini adalah permintaan terakhirmu," tolak laki-laki itu.

"Tapi aku ingin mendapatkan ciuman pertama darimu." Gadis itu terus memohon.

"Hanya ciuman ringan saja. Anggap saja kamu berkorban sedikit saja untukku. Aku janji tidak akan mengganggumu lagi selamanya. Sungguh, aku bersungguh-sungguh dengan janjiku kali ini. Ini akan jadi permintaan terakhirku padamu. Aku janji tidak akan mengganggu hidupmu dan hidupnya lagi selamanya. Selamanya sampai aku mati." Gadis itu mengikrarkan janji sambil berurai air mata.

"Apa maksud kamu?" Laki-laki itu terkejut mendengar janji si gadis. "Jangan macam-macam! Jangan bermain-main dengan hidupmu. Apa maksudnya kamu tidak akan menggangguku lagi sampai kamu mati, hah? Jangan seenaknya bicara kematian!" bentak laki-laki itu.

"Tenang saja. Kamu tidak usah khawatir. Aku tidak akan mati bunuh diri. Aku tidak akan berbuat dosa. Aku hanya memintamu untuk menciumku. Itu saja dan tidak lebih. Hanya satu ciuman ringan saja. Sebagai tanda kalau aku mendapatkan ciuman pertamaku darimu. Itu saja, sungguh, tidak lebih. Satu permintaan kecil saja. Kurasa kamu tidak perlu berkorban banyak hanya untuk memberikan ciuman ringan padaku." Gadis itu kembali memohon.

Hati laki-laki itu mulai bimbang.

"Kali ini saja dan aku sungguh berjanji akan menjauh darimu, juga darinya. Aku janji kalian tidak akan pernah lagi melihat diriku selamanya sampai aku atau kalian yang mati," ucap gadis itu dengan raut wajah sangat serius.

Hati laki-laki itu mulai melembut, mempertimbangkan untuk memenuhi permintaan si gadis.

"Satu kali saja dan kau akan terbebas dariku."

'Baiklah. Satu kali saja dan kuharap kamu tidak meminta hal yang aneh-aneh lagi."

Sebelumnya....

"Selamat Kei, akhirnya kita lulus sekolah juga. Jadi kamu melanjutkan kuliah di jurusan yang kamu inginkan kan?" tanya Prita, sahabat Keisha.

Mereka baru saja merayakan kelulusan  di aula sekolah mereka yang luas. Tampak beberapa kelompok remaja tanggung sedang mengobrol dalam beberapa kelompok.

Keisha dan Prita bersama dengan gank-nya yang berjumlah lima orang remaja perempuan sedang mengobrol ringan tentang kegiatan yang akan mereka lakukan setelah lulus sekolah.

"Kei, kamu yakin dengan apa yang kamu lakukan? Kamu tidak akan membuat dia lebih membencimu?" tanya Erika khawatir.

"Kei, sepertinya apa yang kamu lakukan itu akan membuat dia tambah menjauhimu. Kamu harus berpikir ulang untuk melakukannya," peringat Alena.

"Kami tidak ingin kamu menjatuhkan harga diri kamu sendiri. Kamu itu cantik, keluarga kamu terpandang dan terkenal. Kamu punya orangtua dan kakak yang sukses. Kamu berhak mendapatkan yang lebih baik. Tidak semestinya kamu ngejar-ngejar dia. Gak baguslah seorang perempuan yang cantik seperti kamu tuh ngejar-ngejar seorang pria. Seharusnya para pria yang mengejar-ngejar kamu," tambah Edies geram.

"Tapi, aku tuh cintanya cuma sama dia. Dia adalah cinta pertamaku. Aku ingin dia jadi laki-laki di masa depanku. Papaku sudah setuju kalau aku sama dia. Hm, aku rela kok jika aku harus menikah muda jika calon suaminya dia. Papaku dan Papi dia juga bersahabat sejak lama. Pasti mereka setuju kalau aku sama dia. Mamaku berteman baik dengan tantenya. Jadi sepertinya tidak akan ada masalah jika aku sama dia menikah. Yah, walaupun usia dia jauh lebih dewasa daripada aku. Aku pikir perbedaan tujuh tahun tidak terlalu jauh. Aku rela kok kalau suamiku lebih tua, asalkan dia," jelas Keisha mengungkapkan hal yang selama ini hanya ia pendam.

"Dasar gila," sahut Erika, Edies, Prita, dan Alena serentak.

********

to be continued...

1. Awalnya

"Kiss me! Please, kiss me?"

"Apa maksud kamu, huh?" tanya laki-laki yang terlihat bingung itu.

"Maafkan aku, maafkan aku, Kak. Please, mungkin ini adalah permintaan terakhirku," pinta gadis itu memohon.

"Maaf, tapi aku tidak bisa. Aku tidak bisa memenuhi permintaanmu. Walaupun ini adalah permintaan terakhirmu."

"Tapi aku ingin mendapatkan ciuman pertama darimu, Kak." Gadis itu tanpa malu terus memohon.

"Kamu sudah gila, Kei."

"Hanya ciuman ringan saja. Anggap saja Kakak berkorban sedikit saja untukku. Aku janji tidak akan mengganggu Kakak lagi untuk  selamanya. Sungguh, aku bersungguh-sungguh dengan janjiku kali ini. Ini akan jadi permintaan terakhirku. Aku janji tidak akan mengganggu hidup Kakak dan hidup perempuan itu lagi selamanya. Selamanya sampai aku mati." Gadis itu mengucapkan janjinya sambil berurai air mata.

"Apa maksudmu?" Arfian, laki-laki yang sedang kebingungan menghadapi remaja yang baru saja beranjak dewasa di hadapannya, terkejut mendengar janji Keisha, gadis cantik yang sejak masa kanak-kanaknya telah meneguhkan hati untuk menjadikan laki-laki di hadapannya sebagai cinta pertama.

"Jangan macam-macam! Jangan bermain-main dengan hidupmu. Apa maksudnya kamu tidak akan menggangguku lagi sampai kau mati. Jangan seenaknya bicara kematian," ucap Arfian nyaris berteriak. Dia tidak menyangka gadis yang dikenal seumur hidupnya itu berani menyatakan cinta kepadanya. Demi Tuhan, dia sudah menganggap gadis yang sering dia timang ketika masih bayi itu sebagai adik perempuan yang tidak pernah ia miliki.

"Aku tidak akan mati bunuh diri. Aku tidak akan berbuat dosa dengan bunuh diri. Aku hanya meminta Kakak untuk menciumku. Itu saja, tidak lebih. Hanya satu ciuman ringan sebagai tanda kalau aku mendapatkan ciuman pertama dari Kakak. Itu saja, sungguh, tidak lebih. Satu permintaan kecil saja. Kurasa Kakak tidak berkorban banyak hanya untuk memberikan ciuman ringan padaku, iya kan?"

Hati Arfian mulai bimbang.

"Kali ini saja dan aku sungguh berjanji akan menjauh darimu, juga dari perempuan itu. Aku janji kalian tidak akan pernah lagi melihat diriku selamanya sampai aku atau kalian yang mati," janji Keisha.

Hati Arfian mulai melembut dan berpikir bisakah dia memenuhi permintaan Keisha.

"Satu kali saja dan kau akan terbebas dariku."

'Baiklah," ucap pria itu akhirnya.

*********************

Arfian Putra Wirahadikusuma, seorang pria muda berusia 26 tahun. Diusianya yang masih muda telah berhasil menorehkan prestasi dengan usahanya sendiri. Lulus mendapatkan gelar master dari universitas ternama luar negeri pada usia 25 tahun. Memulai usahanya di bidang real estate dikala masih kuliah sehingga sekarang. Bisnisnya mulai mendulang sukses atas kerja kerasnya selama 4 tahun ini.

Walaupun berasal dari keluarga kaya raya dan terpandang, tidak serta merta membuat Arfian bermalas-malasan. Menjadi anggota keluarga Wirahadikusuma yang terpandang, membuatnya termotivasi untuk mampu mencapai kesuksesan tanpa campur tangan orangtua ataupun keluarga besarnya.

Bruk....

Seorang perempuan cantik menabrak dirinya yang sedang bersandar ke tembok.

"Maafkan, saya tidak sengaja. Ya ampun, maafkan baju Anda jadi basah. Maafkan saya, tolong maafkan saya." Perempuan cantik itu terus saja meminta maaf atas keteledorannya menubruk dan menumpahkan gelas berisi air sirup.

Arfian terkesiap saat melihat wajah perempuan yang tak sengaja menubruknya.

"Ya ampun, baju anda jadi basah begini. Aduh, harus bagaimana ini? Tolong maafkan saya. Apa yang harus saya lakukan untuk ganti ruginya?" Perempuan itu hampir meneteskan air mata karena ketakutan.

"Sudahlah tidak masalah. Ini sih tidak terlalu basah, masih bisa dikeringkan. Sudahlah, kamu jangan panik begitu," ucap Arfian menenangkan perempuan cantik itu.

Arfian, saat ini, hatinya berdegup kencang. Melihat kecantikan perempuan itu, mata Arfian tidak berkedip dalam jangka waktu lama, mungkin karena terpesona oleh kecantikan yang terpancar dari wajahnya. Mata bening dengan iris berwarna cokelat gelap, hidung mungil dan mancung, bibir tipis yang terlihat seksi di mata Arfian, ditambah rambut hitam berkilau yang terurai cantik hingga melewati pundak. Tubuhnya yang seksi, sepertinya nyaman untuk dipeluk.

"Maaf, Pak. Jadi ini bagaimana baju Anda?" Kata-kata perempuan cantik itu mengagetkan Arfian.

"Nama kamu siapa? Aku akan memaafkan kamu jika kamu menyebutkan namamu," tukas Arfian percaya diri.

"Maaf Pak, nama saya Early Mirashanti. Maaf Pak, jadi bagaimana ini saya harus ganti rugi baju Anda?"

"Sudah lunas!" Jawab Arfian.

"Eh, maksudnya apa, Pak? Apa yang sudah lunas?"

"Iya itu, karena kamu sudah menyebutkan namamu, kamu tidak usah ganti rugi lagi. Sudah lunas."

"Serius, Pak?" tanya Early tak percaya.

"Iya serius. Kamu tidak usah ganti rugi lagi. Sudah lunas. Oh iya, namaku Arfian. Boleh aku mengenalmu lebih jauh?"

"Maaf Pak, tapi saya...." balas Early ragu-ragu.

"Ini nomer teleponku. Bolehkan kalau aku mendapatkan nomer telepon kamu?" harap Arfian.

"Jangan takut, aku bukan pria hidung belang. Aku adalah sahabat dari tuan rumah pesta ini. Kalau boleh tahu, kamu berada di pesta ini sendirian atau sudah ada yang mendampingi?" tanya Arfian.

"Maaf Pak, saya adalah salah satu karyawan dari perusahaan milik Pak Revan. Saya salah satu sekertaris beliau. Maaf Pak..."

"Kamu itu hobi sekali bilang kata maaf," sela Arfian.

"Maaf Pak..."

"Tuh kan, keluar lagi kata-kata maaf."

"Ma...eh, iya Pak." tukas Early malu-malu.

Early tidak memungkiri pesona Arfian. Tubuhnya tegap, dengan warna kulit sawo matang membuat Arfian terlihat sangat lelaki. Matanya yang tajam, garis hidungnya yang tegas, bibirnya yang sedikit tebal menambah kesan seksi, garis rahang yang terlihat keras membuat hati para gadis meleleh seketika.

Early akui jika dia terpesona pada pandangan pertama. Hatinya berdesir, ada perasaan ingin memiliki. Ingin memiliki lelaki itu untuk dirinya sendiri tapi ia sadar kalau dirinya hanyalah seorang perempuan biasa dan kecil kemungkinan untuk memiliki lelaki sempurna seperti Arfian. Dia sadar kalau Arfian bukanlah lelaki biasa-biasa saja. Arfian adalah sahabat dari atasannya.

Early tidak ingin menderita karena cinta. Dia sering menonton sinetron tentang kisah cinta beda kasta yang akhirnya membuat sang wanita menjadi bahan olok-olok dari keluarga si pria kaya raya. Early tidak ingin mengalami hal itu. Ingin ditekannya rasa itu tapi apa daya pesona Arfian telah menghujam hatinya. Sekarang otak dan hatinya sepertinya dipenuhi sosok Arfian.

"Hei, apa yang kamu lamunkan?" kata-kata Arfian berhasil mengagetkan Early.

"Tidak Pak, maafkan saya jika pikiran saya jadi tidak fokus."

"Kamu sedang berpikir apa? Apa kamu sedang memikirkan aku?" Pertanyaan Arfian semakin membuat hati Early berdetak semakin kencang.

Tak bisa dipungkiri lagi. Early menginginkan seorang Arfian. Dia ingin memiliki Arfian untuk dirinya sendiri tapi dia takut, takut apakah akan ada Arfian di masa depannya.

"Hei cantik, kamu melamun lagi, huh?"

"Maaf, Pak...."

"Wajahmu terlihat pucat. Apa kamu baik-baik saja? Sebaiknya kamu pulang saja, aku akan mengantarmu."

"Tidak usah, Pak, saya bisa pulang sendiri."

"Aku itu pemaksa, aku memaksa kamu agar kamu mau diantar pulang. Mau kan aku antar pulang?"

"Maaf ya, Pak, saya jadi merepotkan Anda."

"Hei, tidak merepotkan kok. Aku yang memaksa untuk mengantar. Yuk, sekarang aku antar kamu pulang."

Early mengangguk. Bibirnya sedikit saja menyunggingkan senyum tapi hatinya luar biasa bahagia.

Mereka berdua berpamitan pulang pada tuan rumah. Revan adalah sahabat Arfian sejak mereka sama-sama kuliah S1. Keluarga mereka pun berteman. Mama Revan adalah sahabat Mami Arfian.

Arfian mengatakan pada Revan jika dia akan mengantar pulang Early. Mereka pun berlalu meninggalkan pesta diiringi tatapan heran Revan.

Arfian dan Early tiba di tempat parkir. Mereka berjalan menuju lokasi mobil sport milik Arfian. Arfian membukakan pintu mobil untuk Early. Mobil meluncur menembus pekatnya malam menuju tempat tinggal Early.

"Kamu tinggal di mana? Aku akan mengantarkanmu selamat sampai tujuan," ucap Arfian sambil tersenyum. Senyum yang mampu menghanyutkan hati Early.

"Saya tinggal agak jauh dari sini, Pak. Di kawasan Apartemen CXB."

"Ah tidak terlalu jauh dari sini. Kalau kamu lelah, kamu tidur saja. Nanti jika telah sampai ke lokasi apartemen kamu, aku bangunkan. Aku pria baik-baik, tidak akan bawa kamu ke tempat yang aneh," ucap Arfian sambil tertawa kecil

"Maaf, Pak, saya tidak berpikir kalau anda itu pria jahat kok. Hanya saja tidak sopan kalau saya tidur sedangkan anda menyetir. Nanti kesannya anda itu supir saya."

Arfian tertawa mendengar pernyataan Early. "Aku senang kok jadi supir kamu selamanya."

"Maaf, Pak. Bukan maksud saya..."

"Kamu itu memang suka sekali bilang maaf yah. Hm, kalau bisa kamu jangan panggil aku Pak. Kesannya aku itu sudah tua kalau kamu panggil Pak. Bagaimana jika kamu panggil aku dengan sebutan Mas. Mas Arfian. Supaya lebih akrab lagi.

"Maaf, Pak, nantinya tidak sopan"

"Kan aku yang minta panggil aku dengan sebutan Mas. Ayo dong panggil aku dengan sebutan Mas." ucap Arfian sedikit memaksa.

"Baiklah, Pak, eh Mas. Maaf yah kalau saya jadi tidak sopan"

"Tuh kan bilang maaf lagi," protes Arfian.

"Iya iya, gak akan bilang lagi maaf. Maaf ya, Mas...ups"

Mereka pun tertawa.

Mobil Arfian berhenti di depan gerbang masuk komplek apartemen Early.

"Sudah sampai. Kamu hati-hati jalan ke gedung apartemen kamu. Lain kali boleh kan kalau aku berkunjung ke apartemen kamu. Atau boleh kan kalau aku antar jemput kamu bekerja. Boleh?"

Early hanya tersenyum menanggapi permintaan Arfian.

"Boleh, kan?" Tanya Arfian sekali lagi. "Hari senin pagi aku jemput kamu!"

"Saya takut merepotkan Mas Arfian"

"Gak repot kok, aku senang bisa jemput kamu. Jangan menolak!"

"Iya, terima kasih sudah mengantar saya pulang dan terima kasih atas tawarannya. Selamat malam. Hati-hati di jalan, jangan ngebut!"

Early masuk ke gedung apartemennya dengan hati riang gembira bermekaran bagai bunga di musim semi.

Begitupun Arfian. Senyum tersungging di bibirnya selama perjalanan pulang. Hatinya membuncah bahagia memikirkan rencananya menjemput Early di hari senin. Dia berharap senin datang dengan cepat.

**********

to be continued...

2. Keisha

Tak terasa tiga bulan sudah berlalu sejak pertemuan pertama Arfian dan Early. Hati Arfian sedang sangat bahagia. Malam ini, dia berencana untuk mengajak Early makan malam. Makan malam dengan suasana yang romantis. Merayakan hari jadi mereka. Ya, tepat satu bulan setelah pertemuan pertama mereka di pesta perayaan perusahaan Revan, Arfian menyatakan rasa cintanya pada Early yang tentu saja disambut Early dengan suka cita.

Malam ini, Arfian akan melamar Early. Walaupun baru melamar secara pribadi saja, belum melibatkan orangtua. Arfian ingin menunjukkan keseriusan akan hubungan yang mereka jalani.

Arfian sudah menyiapkan makan malam romantis dan sebuah kalung berbandul berlian sebagai tanda pengikat cinta mereka. Hati Arfian sedang berbunga-bunga, tidak sabar lagi menanti malam tiba. Sekarang dia harus fokus menyelesaikan pekerjaannya. Ada satu proyek yang harus segera dia selesaikan saat ini juga kalau dia ingin makan malam romantisnya bersama Early nanti malam bisa terwujud.

Terdengar suara keras di ruangan Arfian. Pintu ruang kerjanya terbuka dengan suara berdebum.

"Kakaaaaaaaak... Here I come!" teriak seorang gadis cantik bernama Keisha Kemala Arrasyid.

Keisha Kemala Arrasyid. Seorang gadis muda berusia delapan belas tahun. Parasnya cantik dengan rambut hitam sebahu, mata yang tidak terlalu besar, berbentuk mirip kacang almond dengan iris mata berwana coklat terang. Sebenarnya kulitnya berwarna putih, hanya saja Keisha sangat senang berpetualang menjelajahi alam terbuka. Hobinya naik gunung, hampir setiap akhir pekan Keisha naik gunung bersama dengan teman-teman komunitas pecinta alamnya.

Baru kemarin Keisha pulang ke rumah dari petualangannya menanjak gunung Ceremai di daerah Majalengka, Jawa Barat setelah selama enam bulan absen tidak mendaki gunung karena fokus dengan sekolahnya menjelang kelulusan. Maka tidak heran jika kulit yang sebenarnya berwarna putih bersih itu menjadi agak kecoklatan dan kusam. Ditambah lagi Keisha bukan termasuk gadis yang menyukai berbagai macam perawatan kulit.

Terkejut mendengar keributan yang memekakkan telinga, Arfian mendongakkan kepala ke arah pintu.

"Ya ampun, Kei. Kamu tuh jadi perempuan kok bar bar sekali sih. Kamu tuh perempuan, harus bicara dengan kalem dan lemah lembut. Bukannya teriak-teriak seperti Tarzan di hutan," gerutu Arfian. "Ada apa sih teriak-teriak? Gak sopan main nyelonong masuk ke ruangan orang?"

"Kak Fian jahat banget sih sebut aku kaya Tarzan," ucap Keisha manja.

"Ada apa siang-siang gini kamu datang ke kantor kakak? Apa gak lihat kakak lagi sibuk kerja? Sana pulang! Jangan ganggu orang lagi kerja!"

"Kakak serius marah sama aku?" Air mata sudah mulai menggenang di mata Keisha. Walaupun tomboy, tapi kalau sudah berurusan dengan Arfian, Keisha akan berubah menjadi gadis yang manja dan cengeng

"Ya ampun, Kakak cuma bercanda. Kamu kok tumben sensitif sekali hari ini. Biasanya juga kalau Kakak marah kamu makin merajuk."

"Ya habisnya muka Kak Fian menakutkan, kaya monster," rajuk Keisha.

"Jadi ada angin apa ini, adik Kakak yang cantik ini datang ke kantor tanpa pengumuman dulu? Kan biasanya telepon dulu."

Hati Keisha saat ini sangat berdebar-debar. Sudah enam bulan Keisha tidak bertemu Arfian karena fokus dengan sekolahnya. Keisha ingin melanjutkan pendidikan di jurusan yang dia impikan, oleh karena itu dia mengorbankan hatinya selama enam bulan menahan rindu pada lelaki pujaannya. Pengorbanannya berbuah manis. Keisha berhasil lulus sekolah dengan nilai terbaik dan juga berhasil masuk Perguruan Tinggi dengan jurusan yang dia impikan, Desain Interior. Keisha bermimpi suatu saat nanti dia bisa bekerja di perusahaan Arfian sekaligus menjadi pasangan masa depannya.

"Hei, kamu kok melamun sih Kei? Kakak tanya kok gak dijawab."

"Eh, emang Kak Fian tanya apa sih?"

"Kakak tanya, kamu ngapain datang ke kantor Kakak?"

"Oh, cuman mau ngasih tau aja, kalau hari ini aku sudah lulus sekolah. Aku juga berhasil masuk kuliah jurusan Desain Interior. Impian aku sebentar lagi jadi kenyataan," ungkap Keisha bangga. Rasa bahagia terpancar dari wajahnya.

"Wah selamat ya, gadisnya Arfian Putra Wirahadikusuma ini memang luar biasa cerdas. Memang impian kamu itu apa sih?" tanya Arfian.

"Jadi istri Kak Fian," jawab Keisha dalam hati.

Menjadi istri dari seorang Arfian adalah impian Keisha sejak kanak-kanak. Keisha dan Arfian berteman sejak kanak-kanak. Saat Keisha berusia sepuluh tahun, tepat di hari ulang tahunnya, ia menyadari bahwa hatinya sudah tertambat pada Arfian. Arfian yang saat itu berusia tujuh belas tahun telah menjelma menjadi seorang remaja pria yang popular. Banyak teman-teman perempuan di sekolahnya yang tergila-gila pada sosok remaja Arfian.

Arfian remaja adalah sosok yang tampan dengan tinggi 175 cm, cukup tinggi untuk ukuran remaja berusia tujuh belas tahun. Dengan tinggi 185 cm di usia 26 tahun, saat ini, menambah ketegapan tubuh Arfian dewasa. Keisha, diusianya ke delapan belas sekarang ini, sudah mantap memberikan hatinya pada Arfian, sosok pujaannya sejak kanak-kanak.

"Kei, kok ngelamun lagi sih? Ditanya baik-baik malah ngelamun. Keseringan ngelamun nanti kamu kesambet nenek gombel loh," goda Arfian.

"Ihhhh, Kak Fian apa-apaan sih, malah ngomongin nenek gombel segala?"

"Ya, kamu ditanya malah ngelamun. Eh Kei, kamu udah makan siang belum?" tanya Arfian.

"Belum. Kenapa tanya-tanya? Mau ngajakin makan siang bareng ya?"

"Iya. Kamu mau kan makan siang bareng Kakak?"

"Mau banget!" teriak Keisha dalam hati.

"Mau gak? tanya Arfian lagi karena belum mendapatkan jawaban.

"Boleh deh. Mau makan dimana?" jawab Keisha santai. Ucapan yang keluar dari mulut Keisha memang terdengar tenang, tapi tidak demikian dengan keadaan jantungnya yang berdebar keras.

"Di restoran deket kantor Kakak aja yah? Mau, kan?

"Mau, mau, mau, mau," jeritan hati Keisha terus bergema. Keisha mengangguk.

"Tapi bukan restoran mewah. Gak apa apa, kan?"

"Iyalah, aku kan gak harus selalu makan di restoran mewah. Makan di warteg pun kalau masakannya enak-enak aku bakalan suka kok," jawab Keisha. Memiliki hobi berpetualang di alam bebas melatih Keisha mampu makan apapun dan dalam kondisi apapun. Keisha tidak sungkan walau makan di pinggir jalan padahal Keisha adalah anak perempuan satu-satunya dari keluarga Arrasyid yang terpandang. Orangtua, kakak laki-laki, sepupu perempuan yang lebih tua, dan juga tantenya sangat memanjakan dirinya.

"Yuk, kita berangkat sekarang!"

"Ayo!"

"Tapi kita pergi ke restorannya jalan kaki aja yah, soalnya lokasi restorannya dekat kantor banget. Jadi mending jalan kaki."

"Oke deh Kakakku yang ganteng. Jangankan jalan kaki ke restoran, naik gunung aja aku sanggup kok," cengir Keisha.

Arfian tersenyum mendengar jawaban ceriwis Keisha. Arfian juga menjadi salah satu orang yang sangat menyayangi dan memanjakan Keisha. Walaupun bukan kakak kandung, tapi Arfian sudah menganggap Keisha seperti adiknya sendiri.

Arfian dan Keisha tiba di Rumah Makan Sunda. Makanan Sunda adalah makanan favorit Arfian. Arfian suka sekali makan lalapan dan sambal. Hampir tiap makan siang, Arfian makan di Rumah Makan Sunda dekat kantornya, kalau sedang tidak makan di tempat, Arfian akan memesan supaya diantar ke kantornya.

"Kamu bisa kan makan lesehan?" tanya Arfian pada Keisha. Arfian khawatir Keisha tidak terbiasa makan di rumah makan tradisional yang tata cara makannya menggunakan tangan. Selama ini, setiap kali Arfian mengajak Keisha makan, mereka akan makan di cafe atau restoran modern.

"Ya bisalah. Makan cuma pakai alas daun aja aku udah biasa kok. Apa Kak Fian lupa kalau aku itu anak gunung yang terbiasa makan ala Tarzan? Aku sering juga kok makan di Rumah Makan Sunda barengan sama sahabat-sahabat aku. Mereka itu kan ratu setan pedas semua, yang hobinya makan sambal pedas. Nih, sambal kaya gini nih kesukaan mereka, terus mereka tularin tuh hobi makan pedasnya sama aku. Kak Fian tau gak sekarang aku suka banget makan pakai sambal? Bibik di rumah juga sering bikinin sambal pedas buat aku. Aku sukanya makan ikan goreng sama sambal kecap."

"Iya Kak Fian tahu. Tapi kan kamu sekarang lagi berperan jadi cewek cantik pakai baju bagus. Barangkali saja kamu gak mau makan ala anak pecinta alam." Arfian lega Keisha tidak pilih-pilih makanan. Arfian juga senang bisa makan siang di rumah makan tradisional kesukaannya bersama Keisha. Biasanya, saat makan bersama Early, Arfian selalu makan di restoran western atau restoran makanan Jepang. Pernah sekali Arfian mengajak Early makan di Rumah Makan Sunda, tapi Early kurang menikmati makan di rumah makan tradisional. Entahlah apa yang membuat Early merasa kurang nyaman jika makan di rumah makan tradisional. Mungkin Early kurang terbiasa makan dengan menggunakan tangan, begitu pikir Arfian saat itu. Jadi setelahnya Arfian selalu mengajak makan di restoran western atau restoran Jepang.

**************************

to be continued...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!