Dua puluh tahun berlalu. Kiendra dan Kiondra, dua orang putra dari pengusaha terkaya Elvano Aristya kini sudah beranjak dewasa.
Kie putra sulung El dan Chika, dia lebih dominan memiliki sifat yang sama dengan papanya. Dingin, kaku, angkuh dan pekerja keras.
Sedangkan Kio, putra kedua mereka lebih memiliki sifat yang dominan dengan mamanya. Bukan hanya mirip sifat tapi kepribadian dan wajahnya pun juga. Kio terkenal sebagai anak yang bandel, pembangkang, humble dan suka bergurau.
Pagi itu seperti biasa, suara Chika sudah menggema keras memenuhi ruang makan. Chika selalu memanggil kedua putranya dengan suara berteriak.
"Kie, Kio, cepat turun sarapan udah siap," teriak Chika.
"Iya mah," jawab Kie dan Kio kompak dari kamar mereka.
Di samping Chika, sudah duduk laki-laki paruh baya yang kini sedang menikmati masa tuanya bersama istri dan anaknya. Ia hanya menggelengkan kepala, melihat kebiasaan istrinya yang sama sekali tidak berubah sejak dulu.
"Mah, jangan teriak teriak. Ini ruang makan bukan hutan. Gendang telingaku bisa pecah kalau tiap hari dengar teriakan kamu," cetus El.
"Ya salah sendiri dulu kamu pernah ajak aku tinggal di hutan. Kamu inget kan mas? Jadi jangan heran kalau sekarang aku jadi tarzan. Itu semua kan juga salah kamu," ketus Chika.
El pun langsung mati kutu. Ia ingat betul dulu dirinya membangun rumah di pinggir hutan akan istrinya itu tidak bisa kabur lagi darinya.
Daripada berdebat dengan Chika yang selalu menang darinya, El memilih melanjutkan membaca surat kabar sambil menyeruput kopi buatan istrinya.
"Kie, Kio, sarapan udah siap. Cepat kalian turun," seru Chika kembali.
"Iya mah. Sebentar lagi kami turun," Kio menjawab dengan suara tak kalah keras dari mamanya.
Plak...
Kie refleks memukul kepala adiknya. Bagi Kie berbicara dengan suara berteriak itu tidak sopan. Dan Kie paling kesal jika kebiasaan Kio itu masih belum bisa di rubah.
"Awww kak, kenapa sih suka banget mukuli kepalaku. Makanya dari dulu aku kalah pinter sama kakak. Kakak mainnya curang sih, main pukul pukul kepala. Alhasil aliran darah di otak aku gak berjalan lancar kan," protes Kio.
Plak..
Tanpa menjawab celotehan adiknya, Kie kembali memukul kepala Kio untuk kedua kalinya.
"Kak Kie, ada dendam apa sih kamu sama aku kak. Pagi pagi udah dua kali mukul kepalaku," cetus Kio.
"Makanya kalau gak mau di pukul, rubah sikap kamu. Udah umur 20 tahun masih aja kayak anak kecil. Jadi cowok itu yang cool. Jangan kayak cewek suka teriak teriak sambil ngomel ngomel," jawab Kie.
"Dih, justru yang di cari cewek itu tipe tipe kayak aku kak. Coba lihat diri kakak. Kakak itu dingin, angkuh, arogan makanya gak pernah punya cewek. Atau jangan jangan kakak gak suka cewek ya?" goda Kio.
Tatapan Kie langsung menajam dan terarah pada Kio. Tangannya sudah terangkat dan bersiap untuk memukul kepala adiknya untuk ketiga kalinya.
"Kie, Kio. Cepat turun. Kalian ini udah pada bangun apa belum sih," Chika kembali berteriak hingga menghentikan aksi Kie. Sementara El sudah menutup kedua telinganya karena suara Chika yang begitu keras.
"Eitss, mukulnya di tunda dulu ya kak. Mau lihat mama marah sama kita pagi ini? Enggak kan? Mending ayo kak kita turun," ucap Kio sambil menaik turunkan kedua alisnya dengan sedikit lengkungan di bibirnya.
"Arghh, beruntung kamu Kio. Tapi sekali lagi kamu bilang kakak gak doyan cewek gak cuma kakak pukul kamu. Oke kakak gak jadi mukul kamu, tapi jatah uang jajan kamu kakak potong mulai bulan depan," jawab Kie sambil berjalan melewati Kio dengan senyuman sinis di bibirnya.
Semenjak Kie di percaya oleh El untuk memimpin perusahaan, seluruh keuangan keluarga diatur oleh Kie. Termasuk uang bulanan untuk Chika, kebutuhan rumah, bahkan biaya kuliah dan uang jajan Kio. El sudah mempercayakan semua itu pada Kie. Ia merasa putra sulungnya dapat diandalkan dan kini El hanya ingin menghabiskan waktunya berdua dengan Chika di rumah.
Kio yang sedari tadi terdiam mematung mendengar ucapan kakaknya mulai merasa menyesal atas ucapannya. Ia pun segera berlari menyusul Kie untuk tidak bersungguh-sungguh memotong jatah uang bulanannya.
"Kak Kie, kak. Kakak gak beneran motong uang jajanku kan? Nanti aku gak bisa traktir cewek cewek dong kak. Kak Kie, tunggu kak," seru Kio. Tapi Kie sama sekali tak peduli. Kie tetap berjalan tanpa memperdulikan teriakan adiknya.
"Pagi mah, pah," sapa Kie.
"Pagi sayang. Itu Kio kenapa teriak-teriak?" tanya Chika.
"Gak tahu mah," jawab Kie singkat.
Dengan nafas ngos-ngosan, Kio langsung berdiri di samping kakaknya sambil menggoyangkan tubuh Kie.
"Kak, Please jangan potong uang bulananku ya," rengek Kio.
Chika dan El pun saling bertatapan. Lalu kedua bola mata mereka tertuju pada kedua putranya.
"Uang bulanan kamu Kio? Maksudnya apa?" tanya Chika penasaran.
"Iya, papa juga bingung. Kenapa Kie mau motong uang bulanan kamu?" sahut El.
"Itu pah. Gara gara Kio bilang kak Kie gak doyan cewek. Eh dia marah, dan malah mau motong jatah uang bulanan buat Kio. Resek banget kan Kak Kio pah, mah," protes Kio.
Kie masih saja diam dan tak peduli dengan rengekan adiknya. Justru kini Kie sibuk menikmati nasi goreng buatan mamanya.
"Kie, apa benar yang di bilang adik kamu?" tanya Chika.
"Iya mah. Lagian nih anak boros banget mah. Uang jajan segitu banyak gak pernah tersisa. Biar aja Kie potong, terus Kie masukin tabungannya. Biar dia punya uang tabungan juga," jawab Kie singkat.
"Tapi Kie..."
"Sudah biarin aja sayang. Lagian yang di bilang Kie itu ada benarnya. Pokoknya papa dukung semua keputusan kamu Kie. Setiap Kio salah, langsung potong aja uang bulanannya," sahut El.
"Loh pah, kok gitu sih," protes Kio.
Chika hanya bisa mendesis kesal. Kok bisa Kie punya sifat yang sama dengan suaminya. Sama sama menyebalkan.
"Sudah Kio turutin aja apa kata kakak kamu. Dia itu punya sifat yang sama kayak papa kamu. Dulu itu, papa kamu selalu motong gaji om Haris kalau dia salah. Orangnya masih hidup kan, kamu tanya aja sendiri sama dia. Benar tidak apa yang mama ucapkan ini," ucap Chika yang langsung membuat El meliriknya.
"Oh gitu ya mah. Pantesan," jawab Kio sambil mengambil selembar roti beserta selainya.
"Pantes apa Kio?" ketus Kie.
"Sama-sama pelit," jawab Kio yang langsung disambut tawa oleh mamanya.
Tak mau kalah dari istri dan anak bungsunya. El akhirnya ikut bersuara.
"Eh jangan salah sayang. Kamu kira sifat Kio itu mirip siapa? Ya mirip kamu. Tahu gak Kie, mama kamu itu orangnya suka bantah. Susah di bilangin dan bertindak tanpa berpikir. Sama kan sama sifat Kio," cetus El yang hanya dibalas senyuman oleh Kie. Sudah biasa jika mama dan papanya selalu berdebat dalam hal sekecil apapun itu.
"Oh gitu. Mulai berani sama aku ya. Mau aku suruh tidur di ruang tamu nanti malam," ancam Chika. Jelas, jika Chika sudah berkata demikian El memilih untuk diam daripada malam nanti dia tidak dapat jatah dari istrinya.
"Hahha. Papa kalah," ejek Kio.
"Sudah sudah ayo makan. Tapi mama sebenarnya penasaran juga sama kamu Kie. Umur kamu itu sudah 25 tahun tapi sama sekali mama dan papa gak pernah lihat kamu membawa wanita kerumah. Apa jangan jangan yang di bilang Kio itu benar ya Kie. Kalau kamu gak suka wanita?" ucap Chika.
Uhukk.. Uhukk..
Kie langsung tersedak. Lalu segera mengambil gelas berisi air di dekatnya. Rupanya benar kata papanya, jika Kio dan mamanya itu punya sifat dan watak yang sama. Selalu senang menduga-duga.
"Kie masih normal kali mah," ucap Kie dengan nada sinis.
"Lah terus kenapa kamu gak pernah bawa pacar kamu ke rumah. Beda sama Kio, mama aja sampai lupa berapa banyak wanita yang sudah dia kenalin sama mama dan papa."
"Iya Kie. Papa juga sudah pengen menimang cucu. Cepatlah cari pasangan hidup, atau perlu kami yang mencarikannya," sahut El.
"Hahaha, syukurin kamu kak. Oh iya, apa kamu juga mau aku bantuin buat pasang biro jodoh di sosmed? Pasti banyak kok kak yang mau sama kamu. Secara wajah kita kan 11 12. Aku aja laku, masak kak Kie enggak sih?" goda Kio.
Kuping Kie terasa semakin panas. 3 lawan 1, daripada moodnya jelek hari ini Kie pun langsung meletakkan sendok dan garpunya lalu berpamitan untuk berangkat ke kantor.
"Mah, pah, Kie berangkat ya," Kie mencium tangan mama papanya dan berlalu pergi meninggalkan ruang makan.
"Loh Kie, kok buru buru. Pertanyaan kami belum kamu jawab loh!" seru Chika.
"Iya kak Kie. Suka banget menghindar kalau dikasih pertanyaan itu," sambung Kio.
Kesal, Kie lalu berhenti sebentar kemudian menoleh ke arah Chika, El dan Kio yang masih menatap dirinya dari meja makan.
"Minggu depan Kie bawa pacar Kie kerumah. Biar kalian tahu jika Kie itu laki laki normal," ucap Kie dengan langkah kesal meninggalkan mama,papa serta adiknya.
"Selamat pagi Pak Kie, silahkan masuk," Kemal, asisten pribadi Kie segera membukakan pintu mobil saat melihat Kie keluar dari pintu rumahnya.
"Pagi Kemal," jawab Kie.
Dalam perjalanan ke kantor, Kemal melihat Kie nampak gusar. Tangannya sibuk memijit-mijit keningnya dan sangat jelas terlihat jika Kie sedang memikirkan sesuatu.
"Ehem." Kemal mencoba bersuara, untuk mencairkan suasana.
"Kamu kenapa Mal? Lagi batuk ya?" tanya Kie.
"Tidak pak. Cuma saya lihat bapak sedang banyak pikiran ya? Apa bapak ingin membagi masalah bapak dengan saya?"
Kie membuang nafasnya kasar. Namun arah matanya tetap melihat pemandangan dari balik jendela.
"Ya begitulah Mal. Kamu tahu sendiri kan, apa yang membuat mood saya jelek. Keluarga saya, selalu saja menanyakan hal yang membuat saya jadi malas berlama-lama di rumah," ucap Kie.
Kemal hanya tersenyum masam. Sebenarnya ia sudah bisa menebak hal apa yang membuat suasana hati bosnya itu buruk pagi ini.
"Kalau boleh saya berpendapat, kenapa bapak tidak mencoba melakukan pendekatan dengan beberapa wanita? Saya dengar, di kantor banyak karyawati yang ngefans sama bapak. Ya cobalah menjalani penjajakan dengan beberapa diantara mereka pak," ucap Kemal.
Ssseeeett..
Mata Kie langsung mengarah tajam ke arah Kemal lewat kaca spion. Kemal langsung tak berkutik. Daripada ia nanti salah bicara, Kemal pun memilih diam dan kembali fokus menyetir.
Di Perusahaan Aristya Grup...
Nayla, office girl cantik yang sudah bekerja cukup lama di perusahaan yang di pimpin Kie. Hari itu Nayla terpaksa mengajak adiknya ikut bersama dia bekerja.
Adik Nayla bernama Zilla Magnolia yang tahun kemarin baru saja lulus SMA. Kedua kakak beradik ini sudah tidak memiliki orang tua. Dan semenjak orang tua mereka meninggal, Nayla bekerja keras untuk membiayai sekolah Zilla.
Pagi itu, Zilla ikut Nayla bekerja. Bukan tanpa alasan, Zilla ikut karena dia ingin memberi pelajaran pada Ello yang juga bekerja di perusahaan Kie.
Beberapa hari ini Nayla selalu murung saat tahu jika Ello hanya memberi harapan palsu untuknya. Kedekatan Ello dengan Nayla, ternyata hanya dianggap main main oleh Ello. Padahal Nayla sudah terlanjur nyaman dan jatuh hati dengannya.
Zilla sebagai adiknya jelas tidak terima. Makanya Zilla berniat ikut ke kantor dan memberikan pelajaran untuk laki laki bernama Ello. Padahal ia juga belum pernah bertemu dengannya secara langsung.
"Zil, mending kamu pulang aja deh. Jangan buat masalah di kantor ini," ucap Nayla.
"Idih kakak ini kenapa sih parno banget. Zilla cuma pengen lihat kok yang namanya Ella Ello itu. Seganteng apa wajahnya sampai bikin kakakku yang cantik ini patah hati," jawab Zilla.
"Huft, terserah kamu deh. Tapi janji ya cuma lihat aja gak boleh bikin masalah."
"Iya iya kak."
"Yaudah ayo masuk. Nanti selama kakak kerja, kamu nunggu di coffe shop kantor aja ya. Jangan kemana mana," pesan Nayla.
"Siap kak."
"Kakak mau ganti seragam dulu ya Zil. Awas jangan keluyuran."
"Iya Kak Nay yang bawel."
Selama di tinggal Nayla bekerja, Zilla menepati janjinya. Ia hanya bermain ponsel sambil membaca buku yang sudah ia bawa. Sesekali beberapa office boy juga mengajak Zilla ngobrol sambil mencoba melakukan pendekatan karena memang tampang Zilla lebih cantik dari kakaknya Nayla.
Jam makan siang sudah tiba. Sesuai janjinya, Nayla mangajak Zilla untuk pergi ke kantin biar bisa melihat seperti apa Ello.
Kie yang malas pergi makan siang di luar, mengajak Kemal untuk pergi ke kantin kantor. Lagipula Kie ingin mengecek makanan makanan untuk para karyawan memang sesuai standar yang ia berikan.
Sesampainya di kantin kantor, wajah semua karyawan langsung menegang. Bagi karyawan lama, Kie jauh lebih menyeramkan di banding papanya El.
"Selamat siang Pak Kie, Pak Kemal," sapa beberapa karyawan sambil menundukkan kepalanya.
"Siang," jawab Kemal. Namun Kie sama sekali tak menjawab teguran beberapa karyawannya.
"Kemal, tolong sampaikan sama juru masak saya ingin makan nasi telor dadar dan air putih saja," titah Kie.
"Baik pak."
Beberapa saat kemudian, makanan pun datang. Kie dan Kemal makan siang sambil membahas beberapa urusan pekerjaan.
Kebetulan, Kie melihat Ello dan Maura yang menjabat di bagian keuangan juga berada disana. Ia lalu menyuruh Ello dan Maura untuk duduk di meja yang sama dengannya sambil membicarakan pengeluaran perusahaan.
Tak lama Nayla masuk ke kantin karyawan dengan Zilla. Dan benar rupanya ia melihat pemandangan yang membuat matanya kembali berkaca-kaca.
Deg..
"Zill, keluar aja yuk," ajak Nayla.
"Eitss, gak mau. Zilla pengen lihat cowok yang udah php in kakakku. Tapi tunggu, Kak Nay nangis?" tanya Zilla.
Nayla sesegera mungkin menyeka air yang belum turun dari matanya.
"Kak, kamu kenapa? Oh Zilla tahu, pasti ada si Ella Ello itu ya. Yang mana orangnya kak, Zilla pengen lihat."
"Itu," Nayla menunjuk meja tengah yang tidak jauh dari pintu masuk.
"Yang mana kak, cowoknya ada tiga," ucap Zilla.
"Dia pakai kemeja putih dasi merah. Yang duduk disampingnya itu ya Maura. Pacar barunya," jawab Nayla.
Zilla menggaruk kepalanya. Ia bingung yang mana laki laki bernama Ello. Di sana ada dua laki-laki berkemeja putih dan berdasi merah. Sedangkan wanita yang bernama Maura duduk di tengah dua laki-laki berpakaian sama itu.
"Duh Kak Nay, yang namanya Ello itu yang kanan atau yang kiri sih. Tapi kalau di lihat ganteng nya, aku yakin wajah wajah playboy itu yang kanan. Sekarang aku yakin itu pasti orangnya," gumam Zilla.
"Dek, pergi aja yuk. Kita cari makan di warung depan kantor," ajak Nayla yang semakin lama hatinya semakin sakit karena melihat Ello dan Maura.
"Eh gak gak. Kakak gak boleh lemah. Tunggu bentar ya disini. Biar Zilla kasih pelajaran sama si Ello itu."
Belum sempat Nayla mencegah adiknya pergi, Zilla sudah berjalan menghampiri meja Ello. Dan..
Byuurr...
Wajah Kie langsung di guyur air oleh Zilla.
"Dasar cowok playboy. Beraninya kamu mainin perasaan kakakku. Sekali lagi kamu deketin Kak Nayla bukan cuma air yang aku siram ke wajah kami tapi nih saos tomat, saos sambal sama kecap juga aku siram ke muka kamu," ucap Zilla.
Gleekk...
Seluruh karyawan yang melihat atraksi Zilla ini menelan salivanya. Jangankan menyerah wajah Kie, menyapanya saja butuh nyali yang besar.
"Pak Kie, ini tisunya pak," Kemal segera menyodorkan beberapa lembar tisu ke hadapan Kie. Tapi Kie tidak menerimanya.
Dengan nafas yang tidak beraturan, Kie berdiri tepat di depan Zilla sambil menatapnya sinis.
"Maaf anda siapa beraninya menyiram saya dan mengira saya mempermainkan hati kakak anda," ujar Kie.
"Aku? Aku adiknya kak Nayla. Oh atau jangan jangan karena terlalu banyak cewek yang kamu php in jadi kamu lupa sama cewek bernama Nayla," jawab Zilla.
Nayla segera berlari dan menarik tangan Zilla. "Zill, yang namanya Ello bukan yang kamu siram, tapi yang itu. Kamu salah orang. Yang kamu siram barusan Pak Kie, bos kakak. Aduh Zil, gara gara kamu kakak bisa di pecat," bisiknya.
Deg...
Sekarang giliran Zilla yang menelan air ludahnya. Pelan pelan ia melirik Kie yang masih menatap dirinya tajam.
"Oh My God, jadi salah kak," lirih Zilla yang langsung di angguki Nayla.
Dengan suara kerasnya, Kie membanting meja lalu menyambar tisu dari tangan Kemal.
"Kemal, catat dan urus dua wanita di depan saya lalu cepat kamu bawa mereka berdua keluar dari perusahaan ini. SEKARANG!!" seru Kie dengan otot leher yang nampak mengeras.
"Baik pak."
Kie berjalan melewati Nayla yang menunduk serta Zilla yang hanya bisa memandangi kepergian Kie tanpa berkata.
"Nayla dan kamu, segera ambil barang kalian dan pergi," tegur Kemal.
"Ba..ba..baik pak Kemal," jawab Nayla lesu.
Nayla lalu mengajak Zilla pergi dari kantin.
"Kak, maafin aku ya. Tadi Zilla cuma..."
"Udahlah Zilla. Toh semua udah kejadian. Kamu udah janji sama kakak buat gak bikin masalah tapi lihat gara gara sikap kamu tadi kakak malah kehilangan pekerjaan kakak. Padahal sebentar lagi kamu masuk universitas dan pasti butuh biaya banyak," ucap Nayla.
"Maaf ya kak. Zilla kira itu tadi yang namanya Ello. Lah kakak bilang kalau orangnya ganteng. Nah diantara ketiga cowok tadi yang ganteng banget ya bos kakak itu makanya Zilla pikir itu yang namanya Ello ternyata bukan," lirih Zilla.
"Udah ya kakak lagi gak pengen bicara. Sekarang kamu tunggu kakak di depan kantor aja ya. Kakak mau pamit ke HRD dulu."
"Iya kak," jawab Zilla lesu.
Zilla pun hendak menuruti perintah kakaknya. Banyak mata karyawan menatap dirinya sinis, sambil berbisik bisik dengan beberapa karyawan lain.
Saat Zilla hendak berjalan keluar, tiba tiba ia melihat Kie juga keluar.
"Pak tunggu pak," Zilla berlari ke arah Kie sambil berteriak.
"Gadis itu. Mau apalagi dia. Masih berani juga ia datang menghampiriku," batin Kie.
"Selamat siang pak. Perkenalkan saya Zilla," ucap Zilla sembari menjulurkan tangannya.
Kie sempat menoleh sekilas, tapi pandangannya kembali datar ke depan. Ia sama sekali tak menanggapi ucapan Zilla. Hingga akhirnya Kemal datang dan langsung membukakan pintu mobil untuk bosnya.
"Silahkan Pak Kie," ucap Kemal.
"Makasih Mal."
Baru saja kaki Kie mau masuk ke mobil, Zilla kembali berulah. Ia langsung menutup pintu mobilnya dan membalikkan tubuh Kie.
"Pak bos, saya sedang bicara dengan bapak. Kenapa bapak hanya diam. Bapak ini budeg apa bisu sih," cetus Zilla.
Deg..
Sorot mata Kie langsung menoleh ke arah Zilla dengan nafas yang tersengal-sengal dengan gigi yang berdiri sejajar.
"Kamu," tunjuk Kie.
Zilla menundukkan setengah badannya dan nada bicaranya pun terdengar lembut.
"Pak bos, tolong maafkan sikap saya tadi. Jangan pecat kakak saya ya pak. Saya rela melakukan apapun yang penting kakak saya bisa kembali bekerja disini. Saya mohon pak," ucap Zilla.
Kie langsung tertawa terbahak-bahak. Beberapa menit yang lalu, gadis di depannya sudah membuat dia malu di depan mata karyawannya lalu belum lama dia berani membanting pintu mobil Kie dan membalikkan badannya. Sekarang, dia malah bersikap lembut kemudian minta maaf.
"Cuihh...jangan harap saya akan menerima permintaan maaf dari kamu. Minggir, jangan halangi jalan saya," ucap Kie kasar. Tangannya mendorong tubuh Zilla hingga jatuh.
"Tapi pak bos. Zilla mohon, jangan pecat kak Nayla. Dia gak salah, yang salah Zilla," seru Zilla.
Sayangnya Kie tak peduli. Ia segera masuk ke dalam mobil dan membiarkan Zilla tetap pada posisinya.
"Dasar cowok ngeselin. Mentang-mentang dia kaya dia bisa semena-mena sama rakyat jelata kayak aku gini," batin Zilla kesal.
Melihat adiknya yang terpuruk di depan pintu lobby kantor, Nayla bergegas lari dan membantu Zilla untuk berdiri.
"Zilla, ngapain kamu duduk disini. Cepat sini berdiri," ucap Nayla.
"Makasih kak."
Zilla mengibas-ibaskan tangannya dan roknya yang terkena tanah.
"Zilla, kamu belum jawab pertanyaan kakak. Ngapain kamu duduk di sini?" Nayla kembali menanyakan pertanyaan yang sama pada Zilla.
"Aku tadi kepleset kak," Zilla memberi alasan palsu. Ia tahu jika ia berkata jujur, kakaknya akan semakin marah padanya.
Nayla menatap mata Zilla bergantian. Ia ingin mencari tahu apakah yang di katakan Zilla memang benar.
Karena terus menunduk, akhirnya Nayla tahu jika Zilla sedang berbohong. Akhirnya emosi Nayla mulai memuncak karena ulah Zilla.
"Bohong!! Mending kamu jujur aja deh sama kakak. Kamu kenapa bisa duduk disini?" cecar Nayla.
"Em itu kak,emm...," Zilla masih ragu untuk berkata jujur pada kakaknya. Tapi kalau bohong pun juga percuma karena Nayla sudah tahu kode mata Zilla.
"Am,em,am, em. Cepet jawab Zilla," cetus Nayla.
"Itu kak. Tadi aku coba membujuk bos kakak buat maafin kakak dan minta buat jangan pecat Kak Nayla. Eh malah dia dorong aku sampai jatuh kayak gini.," Jawab Zilla.
Gleekk..
Sambil menelan salivanya, Nayla memejamkan kedua matanya.
"Zilla, Zilla. Jelas Pak Kie marah. Kamu itu gak tahu sifat aslinya. Gak ada yang berani sama dia. Eh kamu malah bikin masalah. Jelas 1000%, Pak Kie tidak akan memberi kesempatan untuk kakak."
Zilla menatap sayu wajah kakaknya. Dan kini ia pun semakin merasa bersalah. Karena kecerobohannya, kakaknya harus kehilangan pekerjaan.
"Kak Nayla masih marah sama aku?" Maafin aku ya kak. Mending aku gak usah kuliah. Aku bantu kakak kerja aja gimana?" ucap Zilla.
"Enggak Zill. Kakak pengen sekolahin kamu sampai sarjana. Ya kalau kamu tanya kakak marah enggak, jelas kakak marah. Tapi udahlah, nasi juga udah jadi bubur. Mendingan sekarang kita pulang ya. Kakak mau bikin lamaran pekerjaan yang baru," jawab Nayla.
"Iya kak. Sekali lagi maafin aku ya kak."
"Iya Zilla."
****
Di dalam mobil, emosi Kie masih memuncak. Kejadian tadi di kantin tidak akan pernah Kie lupakan seumur hidupnya.
"Awas saja kamu bocah kecil. Jika ketemu sekali lagi, saya yang akan bikin kamu malu. Seperti kamu sudah mempermalukan saya tadi," Kie berbicara pada dirinya sambil mengepalkan kedua tangannya.
"Pak Kie, apa anda baik-baik saja?" ucap Kemal.
"Tidak perlu saya jawab kamu sudah tahu kan kalau saya tidak baik baik saja," jawab Kie.
"Iya pak saya tahu perasaan bapak sekarang. Tapi saya punya ide cemerlang pak."
Kie menyipitkan matanya. " Ide? Ide apa?" ucapnya.
"Tadi adiknya Nayla berkata akan melakukan apa saja asal kakaknya tetap bekerja kan pak?"
"Nayla? Siapa Nayla?" tanya Kie.
"Nayla ya office girl cantik yang bapak pecat tadi. Dan adiknya yang sudah menyiram wajah bapak dengan air. Masih ingat kan pak?"
"Ya jelas saya ingatlah, sampai mati pun saya tidak akan pernah melupakan kejadian ini. Terus maksud ucapan kamu tentang ide itu apa?"
"Nah itu pak. Saya punya ide, gimana kalau bapak jangan pecat Nayla tapi syaratnya adiknya Nayla tadi jadi pacar bohongannya Pak Kie."
"APA!!!" teriak Kie. "TIDAK!! kamu gila ya Kemal. Ide kamu benar-benar tidak waras," ujarnya kembali.
Suara Kie yang begitu keras, membuat Kemal menggesek-gesek sebelah telinganya.
"Pak Kie tenang, dengarkan penjelasan saya dulu. Bukannya tadi bapak berjanji jika minggu depan mau memperkenalkan pacar bapak pada keluarga Pak Kie? Dan bapak sudah tahu dong dengan apa yang ada di pikiran saya," jelas Kemal.
"Ahaa..Kamu pintar juga Kemal. Iya ya, saya hampir lupa jika saya sudah berjanji membawa pacar saya minggu depan ke rumah. Baiklah, saya terima ide kamu. Tidak sia-sia saya mempekerjakan kamu, otak kamu benar-benar encer. Nanti kamu cari tahu alamat Nayla, dan malam nanti kita kerumah mereka," titah El.
" Baik pak."
Kini kedua laki-laki itu secara bersama mengurai senyum lebar di bibir mereka masing-masing.
"Yes, akhirnya Nayla gak jadi keluar. Jadi aku masih bisa menikmati kopi buatannya setiap pagi sekaligus memandangi wajahnya yang cantik itu," batin Kemal.
"Gadis tengil, selama kamu jadi pacar bohonganku nanti, aku akan balas perbuatan kamu sama aku. Dan lihat saja permainan akan di mulai," gumam Kie.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!