Tolong buat aku bahagia.
Aku bukan orang jahat.
Aku hanya butuh kasih sayang.
Kenapa? Kenapa seorang orang membenci ku?
Apa yang salah dengan dari diriku?
kenapa kau buat aku seperti ini?
Aku juga ingin disayang oleh banyak orang.
Tolong jangan buat aku seperti ini.
"Egh.... egh..."
Deg!
"Hosh.... Hosh..."
Sebuah mata yang berwarna hitam pekat terbuka dengan lebar, disaat matahari mulai menyinari paginya.
"Mimpi itu lagi, ini sudah hampir seminggu tidurku tidak karuan."
Keringat dingin keluar dari seluruh tubuhnya, perempuan itu terduduk merasakan cahaya matahari yang begitu menyilaukan.
"Kapan mimpi ini akan berakhir?" gumamnya.
Mimpi buruk yang terus mengganggunya, membuat tidurnya menjadi tidak karuan, akhir-akhir ini untuk mendapatkan waktu istirahat saja begitu susah, ditambah lagi karena keseringan mengalami mimpi buruk dirinya menjadi susah tidur karena merasa takut.
"Astaga, mendapatkan kenyamanan dalam tidur aja susah sekali," gerutunya.
Kakinya turun dari ranjang tempat dia tidur, dengan pelan dia berjalan langsung ke maja kerjanya, sebuah tumpukan buku serta beberapa kertas berhamburan di atas meja kerjanya.
"Sudah tidur ku tidak karuan, pekerjaan ku pun ikut tidak karuan," ucapnya sambil mengusap kasar wajahnya yang kusam.
"Ayo fokus Ana, sebentar lagi kau pasti bisa bebas dari penderita ini," ucapnya menyemangati dirinya sendiri.
Disaat dirinya ingin merapikan meja kerjaya, tak sengaja dirinya menatap sebuah sampul Novel yang berjudul "Kisah Cinta Pangeran Homounculus" saat Ana membaca sampul novel itu tanpa sadar dirinya menjadi terdiam.
Novel yang berjudul "Kisah Cinta Pangeran Homounculus" ini merupakan karya asli miliknya yang sudah lama terbit sejak 2 tahun yang lalu, saat novel yang dia buat terbit tidak sedikit dari mereka yang penasaran dengan kepribadian Ana.
Bahkan dia sendiri pun bingung kenapa cerita yang dia buat bisa seramai ini, padahal cerita yang dia buat kebanyakan bersumber dari novel lain.
"Apa perlu aku buat seri ke 2 untuk cerita ini?" tanyanya menatap sampul novel itu.
TBC
Disaat malam menjelang Ana tertidur di kamarnya dengan mata yang masih basah karena habis menangis.
Masih dalam kondisi tidur, Ana terbangun dengan wajah kebingungan saat melihat sekelilingnya yang begitu luas dan juga sepi.
"Ada di mama aku?" tanyanya dengan raut kebingungan.
Suara langkah sepatu terdengar jelas ditelinganya Ana langsung menoleh ke kiri dan kanan untuk mencari sumber suara itu.
Semakin dia rasakan, semakin nyaring suara yang dia dengar, namun tidak ada satu pun orang yang dia liat di ruangan itu membuat dirinya sedikit frustasi dengan asal suara itu.
"Ana!"
Deg!
Mata Ana langsung terbuka lebar saat namanya disebut, suara langkah sepatu itu semakin nyaring saja dia dengar, hingga sebuah tangan yang begitu asing menyentuh pundaknya dari belakang.
"Ana!"
"Hiya!" pekik Ana.
Ana langsung menoleh ke belakang saat ada seseorang yang berusaha menyentuh pundaknya.
"Siapa kau?" tanya Ana dengan mata yang menatap tajam.
Perempuan itu hanya tersenyum saat mendengar Ana menanyakan dirinya, "Kau tidak tau siapa aku?" tanya perempuan itu.
Perempuan itu melangkah mendekat ke arah Ana, membuat Ana sedikit takut dengan perempuan itu.
"Sebenarnya sebutan apa yang pantas untuk dirimu ini, apa aku harus memanggil mu Dewa atau Tuhan? mengingat bahwa dirimu lah yang membuat aku seperti ini!"
"Apa maksud mu?" Tanya Ana bingung.
"Kau masih belum mengerti ya?" tanya perempuan itu tersenyum.
"Buku yang kau buat itu! Itu adalah dunia tempat aku tinggal!"
"Apa?"
TBC
Tuk
Tuk
Tuk
Suara langkah sepatu terdengar menemani langkanya dalam menyusuri lorong kampus yang begitu sunyi dan tentram.
"Ana!"
Sosok perempuan berambut panjang itu langsung menoleh ke belakang saat seseorang memanggil namanya, wajahnya yang tadi terlihat lesu seketika berubah ceria saat salah satu teman baiknya di kampus datang menyapa dirinya.
"Apa kabar Tia?" sapanya tersenyum ramah.
"Astaga! Ada apa dengan wajah mu ini, apa kau bergadang lagi?" tanyanya sambil menatap akan wajah Ana.
"Hehehe aku baik-baik saja Tia," jawabnya sambil terkekeh.
"Baik? Apanya yang baik, lihat kantung mata mu itu! Apa kau tidak tau bahwa katung mata mu itu semakin besar saja ku liat, apa selama ini kau mengalami kesulitan selama berkuliah?" tanya anak yang bernama Tia itu.
"Hahaha, maaf sudah membuat mu khawatir Tia, tapi sungguh aku baik-baik saja, hanya saja akhir-akhir ini jam tidur ku agak berantakan."
"Berantakan?"
Dengan tersenyum Ana menganggukkan Kepalanya, "Iya, sudah seminggu terakhiran ini jam tidur ku berantakan."
"Kenapa bisa? Apa kau habis nonton film horor?" tanya Tia penasaran.
Mendengar ucapan Tia lagi-lagi Ana dibuat tertawa, "Kurang lebih seperti itu," jawab Ana sambil tersenyum lebar.
Lama mereka mengobrol, Sampai-sampai mereka tidak sadar bahwa saat ini mereka telah sampai di depan kelas.
"Owh iya Ana, apa kau sudah membaca berita yang lagi hits sekarang?" tanya Tia bersemangat.
"Berita? Berita apa?" tanya Ana sambil melangkah masuk ke dalam kelas.
Ana menaruh tasnya di atas meja, dan Tia langsung duduk di samping Ana dengan tampang yang begitu semangat untuk bercerita.
"Itu novel karya Sana akan kembali terbit."
Deg!
"Apa?"
Mata Ana langsung terbuka lebar saat mendengar nama Sana disebut.
"Aku belum ada dengar soal isu itu, memang Novel apa yang akan dia keluarkan?" tanya Ana penasaran.
"Itu... Seri ke 2 dari cerita Kisah Cinta Pangeran Homounculus, bukankah cerita itu sangat populer waktu 2 tahun yang lalu."
Deg!
Tidak tau harus menjawab seperti apa, seketika badannya menjadi panas dingin, bersamaan dengan tangannya yang tanpa sadar juga ikut bergetar disaat Tia temannya memberitahu soal berita itu.
Itu tidak mungkin, Cerita ke 2? Sejak kapan aku mau menerbitkan cerita itu?"
Ini aneh, padahal aku sudah bertekad akan berhenti menjadi penulis, tapi... Kenapa bisa ada berita seperti ini?
"Tia bisakah aku melihat isi dari berita itu?"
"Owh kau belum melihatnya ya? oke tunggu sebentar ya, aku akan mengirim linknya lewat WhatsApp mu," balas Tia yang langsung membuka headphone miliknya.
"Terima kasih Tia," jawab Ana tersenyum.
Tidak butuh waktu lama, suara notifikasi WhatsApp miliknya pun berbunyi, dengan penasaran dirinya langsung membuka link yang sudah dikirim oleh Tia.
Klik!
Sana penulis misterius asal Samarinda ini kembali viral! Diduga dirinya akan kembali menerbitkan novel seri ke 2 dari cerita "Cinta Untuk Pangeran Homounculus" Yang dulunya sempat viral 2 tahun yang lalu.
Apa? Sejak kapan berita ini muncul?
Matanya masih tidak percaya dengan judul berita yang saat ini dia baca, seri ke 2? Sejak kapan dirinya mau menerbitkan seri ke 2 dari cerita yang dia buat, dia sendiri saja sudah lama tidak menulis karena sebentar lagi akan memasuki semester akhir perkuliahan, jangankan untuk menulis, untuk pergi jalan-jalan saja dirinya tidak punya waktu.
Oleh Liput.com 13 Januari 2022| 06.30 WIT
Apa! berita ini baru saja terbit?
Tangan Ana seketika langsung bergetar hebat di saat matanya melihat tanggal berita itu diupload.
Liput.com Samarinda Novel terbaru dari penulis "Cinta Untuk Pangeran Homounculus" Karya asli buatan Sana, kembali Viral saat diisukan bahwa banyak para penggemar yang menginginkan seri ke 2 dari novel tersebut.
Novel dengan tema kerjaan ini sempat viral 2 Tahun yang lalu, dimana novel ini berhasil terjual sebanyak 8 ribu cetak dalam kurun waktu 2 hari.
Berbeda dengan seri pertamanya, di seri keduanya Sana akan menceritakan, perjalanan hidup Teri sang Antagonis dari novel "Cinta untuk Pangeran Homounculus" dimana karakter ini banyak sekali mendapatkan hujatan, karena begitu terobsesi dengan Putra Mahkota yang terdapat pada cerita tersebut.
"Saya tidak bisa beritahu kapan buku ini akan cetak, mengingat bahwa saat ini saya akan memasuki semester akhir, dimana saya lebih mengutamakan pendidikan dibanding karir saya sebagai penulis, namun dibalik itu saya Sana selaku penulis dari novel tersebut, memohon doa kalian semua untuk bisa secepatnya dapat menyelesaikan semua urusan saya disini, agar saya bisa kembali fokus menjadi penulis," ungkap Sana penulis asal Samarinda pada tanggal (12/01/2022)
Setelah selesai membaca isi berita itu, tubuhnya seketika menjadi kaku, matanya terbuka lebar menatap isi berita itu.
Siapa yang menulis berita ini?
Sulit dipercaya, dirinya yang merupakan penulis asli dari cerita tersebut tidak pernah punya niatan untuk melanjutkan cerita yang dia buat, tapi kenapa tiba-tiba saja muncul berita seperti ini yang mengatakan bahwa dia akan merilis seri ke 2 dari cerita yang dia buat, kira-kira siapa yang sudah berani menulis berita hoax ini?
"Sulit dipercaya," gumam Ana.
"Ana!"
"Ana!"
"ANA!"
"Iya!" jawab Ana yang langsung menoleh ke arah Tia.
"Kau kenapa melamun? Pagi-pagi begini jangan melamun nanti kau kerasukan."
"Cih, mana ada aku melamun, aku baru saja selesai membaca artikel ini," jawab Ana sambil menunjukan layar handphonenya pada Tia.
"Hehehe maaf."
Tia kembali terkekeh saat Ana menatap wajahnya dengan datar, "Tapi Tia apa menurutmu berita ini benar? Bukankah Sana sudah pernah bilang, bahwa dia akan berhenti jadi penulis mengingat sebentar lagi dia akan masuk semester akhir."
"Hmmm, iya dia memang ada bilang seperti itu, Tapi Ana perlu kau tau masa depan mana ada yang tau, siapa tau tiba-tiba dia kembali ingin menulis, mengingat bahwa membuat skripsi itu tidak semudah membuat karangan," jawab Tia ngasal.
"Yang kau ucapkan memang ada benarnya, tapi bagaimana jika berita ini hoax? apakah orang yang membuat berita ini akan dikenakan pidana? Berita ini kan belum terlalu jelas kebenarannya, vidio Sana diwawancarai juga tidak ada."
"Agh... Tidak tau ah, jangan buat aku pusing, aku sudah pusing sama judul skripsi ku yang belum juga di ACC, dan sekarang kau malah buat aku makin pusing dengan masalah berita itu!" ucap Tia dengan nada sedihnya.
"Ana dari pada kau mikirin berita itu, lebih baik kau pikirkan skripsi mu, ingat Ana walaupun pendapatmu tentang hutang negara bagus, tetap saja suara mu tidak akan pernah didengar, oke sampai sini apa kau paham?" tanya Tia dengan ekspresi mendalam.
"Jadi mari kita fokus dalam membuat skripsi, dan lupakan soal berita itu," ucapnya yang kembali fokus pada pekerjaannya.
...~*~...
Malam harinya Ana baru tiba di rumah, hal pertama yang dia dengar setelah dirinya memasuki pekarangan rumah pamannya ialah suara berisik dan teriakan dari suara bininya serta pamannya.
Buk!
Buk!
Prang!
"Kau pikir aku ngapain saja selama bekerja hah? Aku kerja demi kamu! Demi anak kita! Dan juga demi keponakan mu yang menjadi beban itu!"
Ana yang saat itu ingin membuka pintu rumah langsung dibuat diam saat mendengar suara pamannya menyebut namanya.
"Aku sudah capek! Kerja seharian dari pagi sampai sore, pulang-pulang kau langsung minta uang! Paling tidak kau masak, kau bikin masakan yang enak! Biar capek ku itu bisa hilang, Jangan cuman bisanya mengeluh, mengeluh saja!"
Tangan Ana langsung bergetar kencang saat mendengar keluh kesah dari pamannya.
"Aku sudah muak! Aku akan makan diluar! Terserah kau mau ngapain sekarang!"
Brak!
Deg!
Pintu rumah terbuka Ana langsung membesarkan kedua matanya, saat pamannya tiba-tiba saja membuka pintu rumah dihadapannya.
"Pa... Paman.."
"Minggir!" ketusnya yang langsung mendorong tubuh Ana menjauh.
Ana langsung terduduk di teras rumah, sambil menatap pamannya yang sudah pergi menjauh menggunakan mobil miliknya.
Di saat paman Ana sudah pergi, Ana kembali masuk ke dalam rumah, kondisi rumah saat itu begitu berantakan terlihat sekali dengan banyak benda-benda yang berhamburan di sembarang tempat.
Dengan pelan Ana melangkahkan kakinya mendekati bibinya yang masih termenung di meja makan.
"B... Bibi?" panggil Ana.
Bibi Ana langsung menoleh ke arah Ana dengan matanya yang menatap tajam wajah Ana.
"Dari mana saja kau? Apa kau tau sekarang jam berapa?"
"Ma...maafkan saya bibi, saya habis dari rumah dosen untuk bimbingan."
"Hah! Apa! Rumah dosen? Kau pintar sekali ya mencari alasan, untuk apa juga kau berkuliah jika pekerjaan wanita itu hanya di rumah."
"Bibi..."
Brak!
Dengan kuat Bibi Ana memukul meja makan, yang membuat Ana langsung menundukkan kepalanya karena takut.
"Ana perlu kau tau bahwa saat ini Bibi sudah sangat lelah dalam mengurus hidup mu, usia mu juga sudah masuk usia dewasa, sudah waktunya bagi mu untuk menikah."
"Apa? Bibi saya belum mau menikah."
"Diam! Jangan membatah ucapan Bibi, bibi sudah capek mengurus dirimu yang begitu susah untuk di atur, jangan melawan ucapan Bibi, besok siang kita akan pergi untuk menemui anak dari teman bibi."
"Apa? Tapi..."
"Cukup! Sekarang masuk kamar! Bibi tidak mau menerima penolakan dari mu!" tekannya yang langsung diturutin oleh Ana.
TBC
Ana dengan mata yang berkaca-kaca langsung mengunci pintu kamarnya, tangisannya seketika pecah saat menyadari bahwa cita-citanya yang ingin menjadi penulis terkenal telah putus dengan keputusan bibinya yang ingin menikahinya.
Dari awal bibinya memang sudah tidak setuju jika dirinya berkuliah selain membuang waktu, kuliah juga banyak mengeluarkan biaya terutama untuk pembayaran SPP yang tidak sedikit.
Maka dari itu bibinya melarang keras untuk Ana bisa berkuliah, namun Ana tetap ingin berkuliah bagaimana pun caranya dia akan berkerja keras asal dirinya bisa membayar spp uang kuliah tanpa bantuan dari kelurga pamannya.
Dengan melalui lulusan jalur beasiswa akhirnya Ana bisa berkuliah di jurusan yang dia inginkan, dirinya sangat senang kala itu akhirnya impiannya untuk menjadi penulis sedikit lagi akan tercapai.
Namun semua itu menjadi sia-sia dengan keinginan bibinya, yang begitu berharap dia bisa menikah dengan salah satu anak temannya.
Tangisnya seketika pecah, uang asuransi yang seharusnya jadi miliknya telah diambil oleh kelurga bibinya, agar bisa membeli mobil baru, surat tanah serta rumah milik keluarganya pun ikut dikuasai oleh kelurga bibinya.
Tidak ada lagi yang tersisa untuknya, selain tempat tinggal yang masih ingin dia pertahankan.
"Ayah... Ibu..."
Karena terlalu lelah untuk menangis menyebabkan Ana menjadi mengantuk, dengan mata yang sudah begitu berat akhirnya Ana tertidur dengan air mata yang masih membasahi wajahnya.
...~*~...
Sebuah cahaya yang begitu terang menyinari matanya, Ana menipiskan penglihatannya saat cahaya itu terus menusuk kedalam indra penglihatannya.
"Ana Folger."
Setelah cahaya itu menipis. Ana dengan perlahan membuka kelopak matanya dengan pelan, satu sosok perempuan cantik berdiri dihadapannya, Ana mengedipkan beberapa kali matanya saat ingin mencoba melihat dengan jelas sosok perempuan yang ada dihadapannya.
"Siapa di sana?" tanya Ana penasaran.
Ana tidak bisa dengan jelas melihat wajah dari perempuan itu, yang bisa dia liat dari perempuan itu hanyalah warna rambutnya yang berwarna merah terang, dengan pakaian yang begitu glamor dia kenakan.
"Ana Folger atau Sana? Menurut mu mana nama yang lebih cocok untuk memanggil mu?"
Tap
Tap
Tap
Mata Ana langsung terbuka lebar saat melihat wajah dari perempuan itu, matanya yang berwarna hitam mengkilap serta bibirnya yang tidak pernah menunjukan senyum itu, mirip sekali seperti karakter yang pernah dia bayangkan.
"Si... Siapa kau?" tanya Ana dengan mata yang terbuka lebar.
"Entahlah, Menurut mu siapa aku ini?" tanya perempuan itu tersenyum tipis.
"Aku penasaran, melihat mu sekarang apa aku harus memanggil mu Tuhan atau Dewa? mengingat bahwa kau yang telah membuat hidupku hancur seperti ini!'
Deg!
"A... Apa maksud mu?"
"Kau masih belum tau siapa aku?" tanya Perempuan itu, Ana hanya diam.
"Aku adalah Teri Anak dari Duke Ronan, atau bisa kau kenal sebagai karakter Antagonis yang telah kau buat hancur."
Deg!
"Hah?"
"Sekarang kau tau kan siapa aku? Orang yang telah kau buat hancur, bukan hanya masalah percintaan saja, bahkan kelurga ku pun kau buat hancur."
Bruk!
Ana langsung terduduk ditempat dia berdiri sakin shock nya, dia sampai tidak sadar bahwa karakter yang dia buat ini bisa hidup seperti dirinya.
Matanya masih menatap tidak percaya dengan apa yang dia liat saat ini, mengetahui bahwa perempuan cantik ini merupakan karakter yang dia buat, membuat nafasnya seketika naik turun, sulit untuk dirinya percaya, bagaimana bisa karakter fiksi yang dia buat dengan rekayasa bisa hidup seperti ini.
Pandangannya langsung jatuh ke bawah, rasanya dia tidak sanggup untuk menunjukan wajahnya dihadapan Teri atau karakter yang telah dia buat sengsara.
"Ana..." panggil Teri yang ikut duduk dihadapan Ana.
"Kau harus menanggung semua rasa sakit yang telah kau berikan pada ku selama ini."
"Apa?"
"Aku ingin meminta mu untuk membuat ku bisa hidup dengan bahagia, hanya itu yang ku mau, jangan buat aku dibenci banyak orang, dan buat juga kelurga ku untuk bisa hidup dengan tenang tanpa harus dihujat banyak orang."
"Aku yakin kau pasti bisa mengabulkan permintaan ku ini, mengingat bahwa kau lah yang telah membuat dunia ini."
"Ta... Tapi."
"Ana! Permintaan ku tidaklah sulit, aku hanya ingin bahagia Ana, aku hanya ingin bahagia, aku mohon buat diriku dan kelurga ku bahagia," pekiknya yang membuat Ana menjadi terdiam.
"Hanya itu yang ku mau Ana, aku mohon sekali pada mu Ana," ucapnya yang terus memohon pada Ana.
Ana langsung terdiam menatap wajah Teri, jika dia mengabulkan permintaan Teri itu berarti dia akan membuat seri ke 2 dari cerita yang telah dia buat.
"Ba... Baiklah."
Mata Teri langsung terbuka lebar menatap wajah Ana, "Aku akan membuat mu bahagia," ucap Ana tersenyum.
"Tenang saja dunia ini aku yang menciptakan, hanya aku yang tau masa depan dari cerita ini, maka dari itu berhentilah memohon pada ku."
"Apa kau sungguh-sungguh?"
Dengan cepat Ana langsung menganggukkan kepalanya, "Iya."
Detik kemudian Teri langsung tersenyum lebar, dia dengan pelan langsung memeluk Ana dengan lembut, Ana hanya tersenyum mendengar Teri yang terus mengucapkan terima kasih pada dirinya berkali-kali
"Terima kasih Ana."
"Iya sama-sama."
Setelah pertemuan itu cahaya terang kembali menyelimuti mereka, bayangan Teri mulai menghilang, Ana hanya tersenyum sambil melambaikan tangannya saat Teri terus mengucapkan terima kasih pada dirinya.
Setelah Teri menghilang dari hadapannya, kini giliran dirinya yang akan keluar dari ruang yang hampa ini.
Shrek!
Suara korden yang sedang dibuka terdengar dengan jelas di telinganya, bersamaan dengan cahaya matahari yang memasuki ruangan itu.
"Teri bangun! Ini sudah siang!"
"Hmmm."
"Teri!"
"Hmmm"
"TERI!"
"IYA!"
Deg!
"Kau ini! Kenapa belum bangun! Apa kau tau sekarang sudah jam berapa?"
"Ini... di mana?"
Ana langsung melirik sekitar ruangan saat merasakan ada sesuatu yang tidak bereres.
"Siapa kau?" tanya Teri menatap perempuan paru baya yang ada dihadapannya.
"Siapa? Kau tanya siapa? Teri! Bangun sekarang! Ini akibatnya jika kau terlalu banyak minum alkohol."
"Apa?"
Mata Ana langsung melirik ke sebuah cermin yang terdapat pada kamar itu, dengan matanya yang terbuka lebar, dirinya langsung turun dari tempat tidur menyadari ada yang aneh pada tubuhnya.
"Wa.... Wajah ku," tanya Ana yang langsung menyentuh wajahnya.
"Kenapa bisa seperti ini? Apa ini mimpi?" tanya Ana tak percaya.
"Teri! Sebentar lagi kita akan berkunjung ke rumah keluarga Atlante, gunakan pakaian yang bagus jika kau tidak ingin diinjak-injak di sana."
"Ah... Baik," jawab Ana dengan pelan.
Setelah urusannya dengan Ana selesai, wanita itu kembali keluar dari kamar Teri dengan anggun.
"Wanita itu, apakah dia pelayan di sini? Sebentar apa perempuan tadi menyebut ku Teri?"
Deg!
Mata Ana kembali terbuka lebar saat dia menyadari bahwa saat ini dirinya telah terjebak di dalam tubuh Teri, karakter yang telah dia buat ke dalam novel.
"Sulit dipercaya, aku benar-benar terperangkap di dalam tubuh Teri."
Mata Ana kembali melirik ke arah cermin, "Apa ini yang kau maksud dengan tanggung jawab Teri?" tanya Ana tak percaya.
"Apa dengan membawa ku masuk ke dunia mu? Aku bisa membuat mu bahagia?" tanya Ana dengan kesal.
"Hah..."
Ana langsung menarik nafas kasar, jika dia berada disini lalu siapa yang akan menentukan masa depan dunia ini?
"Tunggu! Apa maksud Teri... dia menginginkan aku menjadi dirinya?"
Mata Ana langsung terbuka lebar saat dirinya menyadari ada sesuatu yang ganjal, "Tunggu... Apa Teri ingin aku merasakan bagaimana rasanya menjadi dirinya?" tanya Ana pada dirinya lagi.
"Tunggu! Jika aku ada disini lantas ada dimana sekarang Teri?" tanya Teri yang mulai panik
TBC
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!