NovelToon NovelToon

Mencintai Kekasih Sahabatku

Gaji Pertama

...BAB 1...

...Gaji Pertama...

Tak terasa malam semakin larut, jalanan mulai sepi orang, terlihat seorang gadis baru saja keluar dari sebuah Restoran. Dia melangkah cepat, berjalan-jalan di tepi trotoar sambil menenteng kantung keresek besar berisi makanan sisa dan tas kecil yang di gantung di bahu kanannya. Sesaat langkahnya terhenti ketika dia ingin menyebrangi jalan. Dia membuka tas kecilnya dan merogoh amplop di dalamnya.

"Hari ini adalah hari pertamaku di gaji, aku sudah berjanji pada bapak akan belikan obat untuknya, maaf pak..hanya ini yang bisa Reva lakukan..." gumamnya, tersenyum haru, melirik ke dalam amplop berisi lembaran uang ratusan ribu yang berjumlah banyak itu dengan sudut wajah memancarkan kebahagiaan.

Berniat ingin membelikan obat untuk sang ayah di apotek 24 jam. Ketika dia ingin mengambil selembar uang di amplop itu, tiba-tiba seseorang dengan cepat menyambar amplop tersebut. Gadis itu sontak terkejut, matanya terbelalak ke arah orang yang mengambilnya dengan paksa.

"Abang!!" teriaknya kaget. Seorang pria di hadapannya hanya tersenyum menyeringai melihat isi amplop tersebut, lalu dia buru-buru menyimpannya di saku jaket miliknya.

"Apa yang abang lakukan, kembalikan itu bang! itu gaji pertama Reva, Reva mau beliin obat buat bapak!" sahutnya, berusaha merebut kembali miliknya yang sudah di kantongi pria itu, yang dia sebut adalah abangnya sendiri.

"Alaaah! sekarang uang ini jadi milik gue, lu ga usah sok-sok baik ma bapak mau beliin obat segala!" bentaknya seenaknya sendiri dan di tepisnya kasar tangan Reva yang terus menarik jaketnya.

"Tidak bang jangan kau ambil uangkuu...kumohon kembalikan baanng..." teriaknya lagi sambil menangis di jalan sepi orang itu.

"Sudah, mending lu pulang kerumah gih dan kasih tuh makanan itu buat bapak! bapak itu sudah senang dengan makan-makanan enak dari lu tiap hari, tak perlu di belikan obat lagi!" geramnya bengis.

"Ta-tapi bang...bapak juga perlu obat...Reva pengen bapak sembuh!" riuhnya lagi masih terus memegang erat tangan kekar dan berotot milik abangnya itu, yang sudah di penuhi dengan goresan-goresan tato.

"Aaaahh...percuma saja bapak dibelikan obat, dia tetap tidak akan sembuh-sembuh! sudah-sudah, abang sekarang mau pergi sudah telat!" hardiknya lagi dengan kencang tubuh Reva yang mungil itupun di dorongnya kasar hingga jatuh tersungkur ke jalan aspal.

"Bannngg...bang Toniii!" teriaknya kencang, Reva beranjak berdiri dan berusaha mengejar abangnya yang sudah melenggang pergi naik motor bersama temannya. Teriakan Reva tidak dihiraukan Toni. Dia tersenyum puas dan pergi saja meninggalkan adiknya seorang diri di jalanan.

"Bannngg Toniii...!!Abang tega sekali sih sama bapak!"tangisnya kesal, menghentakan kakinya ke tanah, lalu dia mengusap-ngusap air matanya yang terus saja keluar.

Revalina Maulida adalah gadis berusia 21 tahun dia baru saja bekerja satu bulan di salah satu Restoran Bintang Lima di Jakarta sebagai pelayan dan juga sebagai buruh cuci disana. Dia adalah gadis dari keluarga kecil, dia tinggal bersama Ayah dan juga satu kakaknya Toni. Ibunya sudah lama meninggal ketika dia berusia 15 tahun sewaktu Reva sedang kelulusan SMP.

Tiga tahun kemudian, setelah kepergian Ibunya saat dirinya lulus SMA, dia jadi giat sekali bekerja demi menghidupi sang ayah yang tengah mengidap sakit ginjal yang sudah dua tahun itu beliau derita. Ayahnya hanya seorang buruh tani yang bekerja di ladang milik orang kaya di desa mereka, dan terpaksa untuk tidak melanjutkan pekerjaannya lagi, oleh sebab karena Reva yang begitu mengkhawatirkan dengan kondisi tubuhnya yang semakin tua dan melemah itu.

...~Flashback on~...

Dua tahun lalu

Siang itu selepas membajak sawah beliau pingsan dan di bopong oleh warga kampung dibawa ke klinik terdekat, Reva yang saat itu baru saja pulang mencari pekerjaan terisak tangis mendengar kabar bahwa ayahnya yang sakit, dia berlari naik angkot dan menyusul ayahnya. Setelah sampai klinik, Reva tak berhenti menangis di sana.

"Pak...sudah waktunya bapak istirahat, sekarang biar Reva saja yang bekerja mencari nafkah yaa..." sahut Reva, yang terus menitikkan air matanya ketika melihat ayahnya yang sudah terbaring lemah di ranjang kamar klinik itu.

Beliau mengerutkan dahinya sambil tersenyum pahit.

"Ta-tapi nak..." lirihnya dengan suara berat dan sedikit sesak itu. Reva menggelengkan kepalanya, lalu menggenggam tangan keriput ayahnya.

"Jangan tapi-tapian lagi Pak...pokoknya Bapak harus nurut sama Reva, Reva yakin, Reva pasti akan mendapatkan pekerjaan nanti. Jadi bapak tidak usah khawatirkan itu lagi..." ucapnya tersenyum memberikan ketenangan batin untuk sang Ayah.

Lagi-lagi Beliau menangis tersedu karena kebaktian dan kepedulian dari sang putri tersayangnya. Lain sekali dengan Toni putra pertamanya yang usianya sudah mencapai 30 tahun itu masih membujang, setelah lulus sekolah dia hanya menghabiskan waktu bermain judi juga mabuk-mabukan dengan teman-teman premannya. Setiap hari jika dia kehabisan uang diapun memaksa meminta pada sang Ayah. Entah mewarisi siapa sifat Toni, mungkin juga itu akibat dari pergaulan bebasnya, dia jadi urakan dan brutal. Sang Ayah hanya bisa pasrah saja menerima ujian dari sang Khaliq. Beliau berharap Toni segera taubat, dan kembali ke jalan yang benar.

...~Flasback of~...

Air hujan tiba-tiba saja turun deras malam itu, Reva lekas berlari kesamping jalan di depan ruko yang sudah tertutup. Dia tertegun sejenak disana, dengan tas kecil yang di genggamnya erat di pelukannya dan tangan kanannya yang masih mengepal uang kertas seratus ribu rupiah. Serta tas kresek yang dipegangnya itu, bungkusan yang berisi makanan kesukaan Ayahnya, kini sudah terlihat koyak dan basah terkena air hujan.

Matanya kembali layu, mengeluarkan buliran-buliran air di sudut-sudutnya. Diapun tertunduk dan berjongkok seorang diri di sana dengan isakan kencang yang dia redam sambil memeluk kedua lututnya.

Di jalan tak jauh darinya suara rem mobil kencang dan berhenti begitu saja di depannya.

Creeeeetttt

Cipratan genangan air itu mengenai rok dan baju Reva, Reva pun terkejut dan langsung berdiri karenanya. Seorang pria terlihat dari dalam mobil tengah menelepon seseorang.

"Aah Heii..." desisnya kesal. Pria itu hanya menoleh sebentar ke arah Reva yang berdiri di samping luar mobilnya tidak terlalu memperhatikannya, dan kembali melanjutkan obrolannya di telepon.

"Iya mah...ini sudah sampai apotek kok.." serunya. "Beli apa lagi selain vitamin? sekalian jadi nanti tidak usah bolak-balik lagi" gerutunya sambil menggaruk kepalanya jengkel.

Reva melangkah menghampirinya dan mengetuk-ngetuk kaca mobil pria itu.

"Hei mas! mas!" seru Reva.

Pria itu menoleh lagi ke arah Reva sambil merentangkan tangan di samping kaca pintu mobil lalu memanggut pada Reva agar menunggunya menyelesaikan bicara di teleponnya dulu.

Setelah selesai menelepon, lalu dia mengambil payung di belakang kursi kemudinya dan keluar turun dari mobilnya.

"Ada apa ya mbak?" sahutnya menatap ke arah gadis di depannya yang sudah terlihat basah kuyup itu karena air hujan.

"Ada apa? coba anda lihat perbuatan anda ini!" gerutunya memperlihatkan baju dan roknya yang sudah basah dan kucel terkena air kotor di jalanan olehnya.

Pria itu tercengang dan segera meminta maaf. "Emm maaf-maaf mbak..tadi saya terburu-buru mengangkat telepon jadi tidak melihat jalan raya..."

"Huft!" Reva menghembus nafas pelan. "Ya sudah saya maafkan anda...tapi lain kali kemudikanlah mobilnya sambil lihat-lihat jalan!" ucap Reva. Lalu Reva melenggang pergi darinya hendak menyebrang jalan menuju apotek dengan hujan-hujanan.

"Tunggu, mbaknya mau kemana?" tanyanya menghentikan langkah Reva.

"Saya mau ke apotek sana!" ketusnya.

"Dengan berhujan-hujanan seperti itu?"

"Memangnya kenapa? lagipula saya sudah terlanjur basah!"

"Em kita menyebrang bersama saja. Saya juga mau ke apotek..." sahutnya lalu mendekatkan dirinya dengan Reva dan memayungi kepala gadis itu.

Reva terkesiap kaget ketika pria itu mendekat berdiri di depannya. Sekejap mereka saling beradu pandang.

Bersambung...

...***...

Jangan lupa beri dukungan like dan komentarnya ya supaya author semangat menulis lagi 🙏👋 terimakasih

Pria Baik Hati

...BAB 2...

...Pria Baik Hati...

"Tunggu, mbaknya mau kemana?" tanyanya menghentikan langkah Reva.

"Saya mau ke apotek sana!" ketusnya.

"Dengan berhujan-hujanan seperti itu?"

"Memangnya kenapa? lagipula saya sudah terlanjur basah!"

"Em kita menyebrang bersama saja. Saya juga hendak ke apotek..." sahutnya lalu mendekatkan dirinya dengan Reva dan memayungi kepala gadis itu.

Reva terkesiap kaget ketika pria itu mendekat berdiri di depannya. Sekejap mereka saling beradu pandang.

"Em...Te-terimakasih, tidak perlu repot-repot..." jawabnya tergugup memundurkan sedikit langkahnya, karena baru pertama kali itu dia begitu berdekatan kontak dengan seorang Pria selain ayah dan kakaknya saja. Pria itu tersenyum pada Reva dan memanggutkan kepalanya.

"Tidak apa-apa kok mbak, ayo..." sahutnya memayungi kepalanya lagi, namun Reva pun akhirnya menurutinya juga.

Setelah jalan raya sepi kendaraan. Mereka melangkah bersama menyebrangi jalan, lalu masuk ke dalam apotek melewati pintu kaca yang di dorong pelan pria itu. Reva mengibas-ngibaskan lengan bajunya sendiri dengan tubuh yang sudah menggigil kedinginan karena terguyur air hujan tadi.

Pria itu segera menutup payungnya dan menyimpannya di pojok ruangan apotek. Lalu dia segera membeli pesanan ibunya tadi di telepon.

Reva pun sama-sama akan membeli obat. Setelah Reva tahu ternyata uang yang dipegangnya tidaklah cukup, dia sangat kebingungan, dan terpaksa hari itu pun, dia tak jadi lagi membelikan obat untuk ayahnya.

"Em...maaf mbak saya tidak jadi membelinya..." ucapnya. Si mbak pelayan apotek itu memanggut. 'Ah...bagaimana ini, harga obat untuk bapak ternyata mahal sekali...' pikirnya, mendengus, sedih untuk memikirkannya.

Reva lalu kembali keluar apotek itu sedangkan pria tadi melihatnya, terheran dan bertanya-tanya dengannya, setelah ia pun selesai membeli pesanan untuk ibunya. Dia pun mengikutinya dari belakang.

"Ada apa? mbak ga jadi beli obatnya?" tanyanya. Reva menoleh ke arahnya sambil menggelengkan kepalanya.

"Emm...uangku tidak cukup.." jawabnya tersenyum pahit ke arahnya. "Ah maaf, saya harus segera pulang...permisi..." sahutnya merengkuhkan kepalanya pada pria tersebut. Hendak pergi meninggalkan si pria itu. Tapi lagi-lagi langkahnya di hentikan olehnya.

"Tunggu sebentar mbak, apa nama obat yang ingin kamu beli barusan?" tanyanya tiba-tiba. Reva kembali menengok ke arahnya dan mengernyitkan dahinya kaget.

"Eng...memangnya, kenapa mas?"

"Biar saya yang belikan obatmu..." tawarnya. "Karena saya yang telah membuat pakaian mbak jadi kotor, jadi sebagai gantinya biar saya yang belikan obat itu buat mbak..." sahutnya lagi.

"Tidak perlu repot-repot mas!" sahutnya sungkan, menolak kebaikan si pria tersebut.

"Tidak apa-apa kok mbak...saya malah senang bisa membantumu.."

Reva memanggut malu, yang pada akhirnya dia pun menerima pemberiannya, melihat pria asing yang baru saja bertemu dengannya ternyata adalah seorang pria yang baik hati. Kapan lagi kesempatan ini dia dapatkan, bisa membelikan obat untuk sang ayah adalah sebuah harapannya dari dulu, agar ayahnya bisa kembali sehat lagi.

"Nama obatnya Cordepro Bharata" sahutnya yang lekas menundukkan pandangannya dari pria tersebut sebab ia serasa malu karena ditatapinya terus. Namun pria itu tetap saja tersenyum ke arahnya.

"Em..Baiklah kalau begitu mbak tunggu disini dulu ya..." sahutnya lembut, lalu dia kembali masuk ke dalam apotek dan membelinya.

Dari luar kaca toko obat itu, Reva terus memperhatikan punggung lebar dan gerak-gerik si pria tersebut. Dia pun tersenyum memandangi pria yang baik hati itu, karena tak hanya suka menolong namun dia pun memiliki sikap yang ramah pada setiap orang dia temui.

Pria itu keluar lagi setelah membeli obat Reva, lalu memberikannya pada gadis itu.

"Ini mbak.." Reva jadi terharu, matanya berkaca-kaca karena bahagia, dan mulutnya tidak berhenti mengucapkan terimakasih kepadanya.

"Terimakasih ya mas...terimakasih banyak..." ucapnya lirih setelah menerima kantung plastik obat tersebut darinya.

"Sama-sama...eng kalau boleh tahu, untuk siapa obat itu mbak? apa mbaknya punya sakit ginjal?" tanyanya dengan raut muka penasaran, Reva menggelengkan kepalanya.

"Ini untuk Bapak saya mas..."

Pria itu mengernyit kaget dan memanggutkan kepalanya. "Oh...jadi ayahnya mbak mengalami sakit ginjal, sudah berapa lama itu mbak?"

"Sudah, dua tahun lebih mas...sejak saya lulus SMA, bapak bekerja keras menghidupi keluarga, dan sangking semangatnya bekerja beliau jadi lupa diri dengan kondisi tubuhnya, dia sering kurang minum air hingga akhirnya ginjalnya meradang dan semakin parah.." ujarnya dengan wajah sendu.

"Emm..." gumamnya memanggutkan kepalanya ikut prihatin mendengar cerita Reva.

Reva kembali menggigil dengan pakaian basahnya sambil mendekapkan kedua tangannya erat-erat, dan terlihat oleh pria itu. Dia pun langsung membuka jaket tebalnya lalu memberikannya pada Reva.

"Mbak sepertinya kedinginan, ini pakailah..!" tiba-tiba. Reva terkejut ke arahnya.

"Te-terima kasih tidak perlu mas..."sahutnya malu-malu.

"Sudahlah, mbak jangan menolak niat baik saya...pakailah ini, nanti mbak bisa masuk angin.."

Lagi-lagi Reva di buat terkejut olehnya. Kebaikan pria ini telah membuat Reva terkagum padanya. Di pakaikannya jaketnya itu ke punggung Reva perlahan.

Terbesit dalam hati pria itu pun menaruh iba dengan mendengar cerita Reva tadi. Setelah lama mereka berbincang di depan apotek, tak terasa hujan akhirnya berhenti dan mereka pun hendak berniat pulang karena waktu itupun sudah menunjukkan pukul 22.30 malam.

"Sudah sangat larut sekali, tidak baik bila seorang gadis pulang sendirian. Mari biar saya antar mbak sampai rumahnya.." tawarnya tiba-tiba.

"Em...tidak perlu mas rumah saya dekat kok cuma satu kilometer disini..."

"Tidak apa-apa...biar saya antarkan mbak sampai rumah, ayoo..." tawarnya lagi sambil membukakan pintu mobil untuk Reva. Reva merasa tidak enak dengan kebaikan yang dia berikan terus padanya.

Tapi karena memang malam itu sudah tidak ada kendaraan lagi akhirnya Reva pun menuruti tawarannya, ikut menumpang di mobilnya.

Di perjalanan Reva sedikit canggung dengan pria baik dan lumayan tampan itu, membuat hatinya sedikit gugup dan mereka terdiam cukup lama hingga akhirnya Pria itu yang bertanya duluan kepadanya.

"Emm...kalau boleh tahu mbak nya tadi habis darimana? kenapa membeli obat tengah malam begini?"

"Saya habis pulang bekerja mas..."

"Oh bekerja dimana, sampai larut malam begini?"

"Saya bekerja di Restoran Amuz..." ucapnya, pria itu sontak kaget menoleh ke arah Reva dan menelan salivanya cepat.

"Apa, Restorant Am? uhukk-uhuuk!" terbatuk karena tersedak ludah. "Bukankah Restoran itu tutup sampai pukul 21.00 malam ya?"

"Iya...tapi karena tadi begitu banyak sekali pekerjaan, jadi saya terpaksa harus lembur dahulu..." sahutnya menghela nafas panjangnya dan menghembuskannya secara perlahan. Sesekali pria itu melirik ke arah gadis yang duduk di samping kemudinya, terlihat sekali kalau wajah gadis itu memang sedang kelelahan.

Selang beberapa menit kemudian, telah sampai di sebuah perkampungan Reva.

"Sampai disini saja mas, karena mobil mas ga bisa masuk jalan kecil ini, jadi dari sini saya harus berjalan kaki.." ujarnya terkekeh kecil, sambil menunjuk ke arah gang di samping kanannya pria itu.

"Ooh...ya- ya..he he" gumamnya ikut terkekeh, pria itu pun langsung menghentikan laju mobilnya.

Reva membuka sabuk pengamannya lalu lekas membuka pintu mobilnya.

"Sekali lagi saya mengucapkan banyak terimakasih ya mas, sudah belikan obat buat bapak saya dan mengantarkan saya pulang sampai rumah..." ucap Reva dengan menyunggingkan senyuman ke arahnya. Pria itu sekilas terpukau dengan senyuman Reva yang manis, dan tidak sadar telah mengucapkannya.

"Manis" ucapnya pelan.

"A-apa?" sahut Reva kaget mengerungkan dahinya.

"Ah ti-tidak iya...maksudku sama-sama mbak..." tergugup, sambil menggaruk kepala belakangnya dan tertawa-tawa kecil. Reva tersenyum tipis padanya dengan pipi yang sudah merah merona. Lalu lekas dia beranjak keluar dari mobil pria tersebut.

"Ehm...Tunggu mbak,...em...bo-boleh saya tahu, siapa namanya?" tanyanya tiba-tiba. Reva menoleh kearahnya lagi dan jadi terhenti niatan untuk keluar dari dalam mobilnya

"Em..saya Revalina Maulida panggil saja saya Reva..."

Pria itu lalu mengulurkan tangannya ke arah Reva. "Namanya cantik sama seperti orangnya, perkenalkan saya Radith, Radithiya Alvaro..." sahutnya membalas senyuman juga pada gadis itu. Reva sedikit tersanjung dengan pujiannya, mereka saling berjabat tangan dan berkenalan.

"Terimakasih..." ucapnya tersipu-sipu.

Setelah mereka berkenalan, Reva kali itu benar-benar turun dari mobil pria itu. Lalu Radith pun berpamitan pulang kepadanya dan memutarkan arah mobilnya dan melajukannya kembali.

"Hem...ternyata gadis itu bekerja di Restoran Mamaku..." gumamnya terkekeh-kekeh kecil mengusap mulutnya sendiri. " Kalau dilihat-lihat dia manis juga ya, seperti Yaya...Selintas aku jadi merindukan kekasihku di Singapura dia pasti tengah giat belajar disana..." pikirnya lagi.

Dari sana Reva terus menatap ke arah mobil milik pria tersebut yang sudah terlihat jauh pergi darinya.

"Radith? Radithiya Alvaro" gumamnya tersipu lagi sambil menggelengkan kepalanya. Saat akan melangkah masuk gang dia baru tersadar kalau jaket Radith ternyata masih menutupi punggungnya

"Hah! jaketnya, yaa ampun aku lupa mengembalikannya lagi!" sahutnya terbelalak kaget.

bersambung...

...***...

Jangan lupa like dan komentarnya ya readers ..insyaAllah diusahakan up/satu episode setiap harinya...karena aktivitas mengasuh anak-anakku yang sekolah juga...

terimakasih readers yang sudah favorit and dukung novel ini...🤭🤗

Mengikuti Perintah Sang Mama

...BAB 3...

...Mengikuti Perintah Sang Mama...

"Mah...mamaaah.." seru pemuda yang baru berusia 24 tahun itu berjalan menaiki anak tangga memanggil mamanya.

"Radith kamu sudah pulang sayang..." girangnya langsung keluar dari balik pintu kamarnya, dengan wajah yang masih memakai maskeran.

Radith sudah berdiri di depan pintu kamar mamanya. "Ini mah vitamin e pesananmu!" sambil menyodorkan kantung kresek putih.

"Aahh, terimakasihhh sayaang, mama tidak akan bisa tidur kalau belum minum vitamin mama!" celotehnya senang.

"Ya sudah sekarang Radith pergi tidur dulu ya...sudah ngantuk nih mah..." sahutnya dan tiba-tiba saja menguap di depan mamanya.

"Eehh tunggu-tunggu dulu sayaang...dengarkan mama dulu, mama belum selesai bicara. Mama ingin bicara denganmu Radith!"

"Bicara apa lagi sih mah? ini sudah malam, kayak gak ada lain hari saja...Radith kan sekarang sudah di Indonesia...jadi besok saja lagi bicaranya ya..." gerutunya sedikit malas, dan dia hendak melangkah pergi ke kamarnya dengan badan yang sedikit lunglai karena keletihan sebab tadi mamanya tiba-tiba saja menyuruhnya membelikan vitamin saat perjalanan pulang dari apartemen Romi, sahabatnya.

"Radith...tapi ini penting sayang...mama dua hari lagi mau menyusul papamu ke Jepang!" teriaknya yang sedikit membuat kaget Radith, dan kembali menoleh ke belakang melihat mamanya.

"Terus?" pekiknya sedikit mengernyitkan dahinya. Miranda menghampiri pelan sang putra semata wayangnya dengan tatapan mencurigakan.

"Teruss...karena mama akan pergi, mama titip Restorant mama padamu ya...mama pengen kamu gantiin posisi mamah!" cengirnya merayu, sambil mengelus-ngelus pundak putranya yang lebih tinggi darinya. Radith menelan salivanya, sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Emm...kamu tahu kan sayang mama itu sudah kangen berat sama papamu...mama pengen dekat papa ..pliesee ya Radith putraku sayang yang paling ganteng..." rayunya lagi sambil mengelus-ngelus dagu putranya itu. Radith mengusap wajahnya pelan dengan tangan kanannya sendiri.

"Aaah...mamah, tapi Radith ingin bekerja di tempat Ayahnya Romi, bukan di tempat kuliner...Radith lebih suka bekerja di perusahaan IPTEK!" tolaknya tegas.

"Apa kamu tega sama mamah, Dith? kamu tega mama hidup kesepian tanpa papamu di samping mama?" lirihnya terisak menangis mengusap air matanya dengan handuk kecil di tangannya sedikit drama. Radith bingung sambil menggaruk-garuk rambut kepala belakangnya yang tidak gatal itu.

"Bukan begitu maah...cuma, nanti apa kata orang Radith yang lulusan Teknik tapi akhirnya malah bekerja di tempat kuliner...malu dong mah" gengsinya. "Lagian Radith juga sudah terlanjur janji sama Romi..."

"Coba saja kalau Kiara sudah lulus juga...mama pengen kalian cepat-cepat menikah dan biar nanti menantu mama saja yang menggantikan posisi mamah..." paparnya lagi dengan wajah yang murung. Radith tersenyum pahit menatap sang mama.

Ya Kiara adalah putri dari sahabat Miranda. Yang sudah mereka jodohkan ketika Radith masih kuliah dan Kiara yang baru saja lulus SMA. Mereka berdua resmi bertunangan saat itu. Tentu saja Radith sangat senang dengan perjodohannya dengan Kiara, karena Kiara adalah cinta pertama baginya.

"Mama...bersabarlah sedikit...Kiara juga kan perlu pendidikan, jadi Radith tidak mau mengganggu aktivitas belajarnya dengan memaksa dia harus segera menikah dengan Radith" terangnya.

Mama Miranda sedikit kecut dan kecewa dengan penolakan putranya itu. Radith sedikit bimbang dan tidak tega melihat mamanya sedih terus. Radith pun mengerti, sudah selama dua tahun itu memang orangtuanya tidak pernah bertemu karena pekerjaan Papanya yang tidak bisa di tinggalkan juga, Rendra yang bekerja sebagai Dosen di Universitas Tokyo Institute of Technology (Tokyo Tech).

Radith yang kebetulan juga baru menyelesaikan kuliah di tempat Papanya bekerja itu, ikut mewarisi kecerdasan sang Papa. Sehingga bakatnya dalam hal teknologi jangan ditanya lagi. Satu bulan yang lalu Radith baru saja lulus di Universitas ternama itu.

Radith menghela nafas panjang, di lain sisi dia pun sebenarnya sudah berjanji pada Romi teman satu kampusnya akan ikut bekerja di perusahaan milik Ayahnya Romi setelah dia lulus. Tapi tiba-tiba saja malam itu sang Mama memintanya untuk menggantikan posisinya memimpin Restorant besar miliknya yang sudah beliau kelola selama 25 tahun lamanya itu.

Dan mau bagaimana lagi Radith tidak bisa menolak keinginan sang Mama, dan dengan terpaksa diapun harus mau menuruti keinginan beliau.

"Baiklah...nanti Radith akan gantikan mama..." ucapnya sedikit terpaksa. Miranda sontak senang dan matanya berbinar cerah setelah mendengar jawaban dari Radith.

"Aaaa...benarkah terimakasih sayang...putraku..." jeritnya girang, sembari menyosor mengecupi kening dan kedua pipi putranya itu dengan cepat dan lekat, sehingga di wajah Radith ada membekas sedikit lipstik berwarna merah terang milik mamanya, yang membuat Radith juga kewalahan menerima serangan ciuman dahsyat secara tiba-tiba itu.

Lalu Miranda kembali ke kamarnya sambil bernyanyi riang. Miranda adalah seorang ibu yang berusia 47 tahun tapi wajahnya masih terlihat awet muda seperti usia 28 tahun. Karena rajinnya beliau mengikuti perawatan kecantikan sehingga terkadang oranglain yang melihatnya pun tidak akan menyangka kalau Radith adalah putranya sendiri.

Radith hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah sang Mama. Lalu dia memutuskan untuk ke kamarnya dan pergi istirahat.

Sebelum dia tidur, Radith meraih ponselnya dan mengirim pesan untuk seseorang yang dia cintai.

☘️

☘️

☘️

Ting

Tiba-tiba suara notifikasi dari handphone Kiara terdengar nyaring, Kiara yang baru saja memenjamkan matanya setelah ia selesai berkutat dengan laptopnya. Dia membuka layar ponselnya dengan malas.

^^^Selamat tidur Yayaku...semoga mimpi indah yaa...maaf baru bisa menghubungi kamu..^^^

Kiara berdesis kesal dan memilih mematikan handphonenya untuk mengabaikan pesan dari tunangannya itu.

"Yaya..yaya...aaaaah menyebalkan sekali, aku tidak suka dia terus saja memanggilku nama itu... kalau saja bukan kemauan orangtua kita aku tidak sudi bertunangan sama kamu!!! Dasar Didit Cupu!" gerutunya jengkel dengan meremas-remas gulingnya. Lalu dengan segera dia mematikan mode pesawat dan kembali tidur dengan menutupi matanya dengan kain penutupnya.

Radith tahu setiap pesannya pasti tidak akan pernah dibalas lagi olehnya, karena yang sebenarnya Kiara tidak menyukai perhatiannya itu yang berlebihan. Tetapi Kiara adalah gadis kecilnya yang disukainya semenjak mereka bertemu. Dan ketika di hari ulangtahunnya Radith yang ke 20 tahun saat liburan tengah semester dia pulang ke Indonesia, Tuhan telah mempertemukan mereka lagi, Kiara yang ketika itu baru saja lulus SMA. Gadis kecil itu berubah menjadi sosok gadis dewasa yang cantik dan anggun membuat dirinya semakin jatuh cinta kepadanya.

...~Flashback on~...

"Miranda..." teriak seorang wanita melambaikan tangannya ke arah Miranda di depan pintu rumah sambil menggandeng putrinya yang berusia 17 tahun.

"Heiii Yuliaa..." seru Miranda membalas melambaikan tangannya.

Seketika itu Radith menoleh ke arah ibu dan perempuan di sampingnya itu. Mereka lalu melangkah mendekati. Miranda langsung memeluk Yulia sahabatnya itu.

"Ya ampun...sudah lama tidak berjumpa Yuli...bagaimana kabarmu?" sahut Miranda senang. Yulia pun membalas memeluki sahabat karibnya dengan senang.

"Aku baik Mir...Radith kamu sudah dewasa ya...masih kenal dengan Kiara tidak?" tanyanya tiba-tiba.

"Emmh...Radith lupa-lupa ingat Tante..." celetuknya terkekeh, sedikit grogi di depan Kiara. sambil mengusap tengkuk lehernya.

Kiara hanya terdiam dan hanya memalingkan wajahnya ke sudut ruangan rumah Radith sambil melihati orang yang tengah menikmati hidangan di pesta ulangtahunnya Radith kala itu.

"Ini Kiara Radith, teman kecilmu? putrinya tante Yulia...masa kamu lupa?" sahut Miranda menjelaskan. Radith yang waktu itu masih memakai kacamata tebalnya terlihat culun dan bodoh di depan Kiara sehingga Kiara ilfeel sekali untuk mendekatinya.

"Emh...hallo Kiara, sudah lama kita tidak bertemu ya...apakabarmu?" sahut Radith mengulurkan tangannya kepada gadis itu. Kiara membalas jabatan tangan Radith dengan cepat dan malas, sambil terus memalingkan mukanya.

"Aku baik!" juteknya. Yulia yang melihat sikap putrinya sedikit tidak suka, dia langsung mencubit belakang pinggang Kiara.

"Aaw...Mamaa...!" teriaknya kesal kesakitan.

"Bersikaplah yang baik sama Radith! coba ulurkan tanganmu dengan benar!" pinta Yulia sedikit jengkel dengan kelakuan Kiara, dan dengan paksaan, tangan Kiara di sodorkannya ke arah tangan Radith. Hingga Radith pun bisa menyentuh tangan gadis itu agak lama.

Radith tersenyum manis menatapnya sedangkan Kiara tetap menampakan wajah tidak kesukaannya terhadap Radith apalagi melihat kacamata tebal yang dipakai lelaki itu.

Miranda tersenyum melihat putranya dan putri sahabatnya bisa berdekatan.

"Emm..baiklah kalian berdua mengobrollah yang akrab. Mama dan tante Yulia pergi berkumpul dulu dengan sahabat mama yang lainnya ya Radith..." sahutnya, Radith menganggukan kepalanya, lalu Miranda dan Yulia pergi melenggang meninggalkan anak-anak mereka yang sudah dewasa itu.

Suasana kembali canggung. Setelah lama sekali mereka tidak berjumpa, yang tiba-tiba saja membuat jantungnya Radith berdebar-debar lagi.

"Emm...Kiara, nanti setelah ini kamu mau meneruskan kuliah dimana?" tanyanya mencoba mendekati Kiara supaya bisa lebih akrab lagi dengannya.

"Aku mau kuliah di Singapura..." jawabnya singkat sambil mengambil minuman jus di meja yang dekat di sampingnya.

"Singapura...kenapa harus disana? negara Singapura menurutku biasa saja, emm, bagaimana kalau kuliah di Jepang saja. Disana tempat wisatanya paling indah dan menarik"

"Ah siapa kamu melarang kemauanku" ucapnya lagi ketus. Melihat Kiara yang jutek tapi masih tetap terlihat cantik bagi Radith.

"Yaa ..siapa tahu kan kamu bisa berubah pikiran dan mau kuliah di Jepang, nanti bisa barengan pulang-pergi kuliah denganku..."

"Iih maunya sendiri!!" ketusnya lagi membuat Kiara tambah ilfeel dengan lelaki di sebelahnya. Radith hanya terkekeh-kekeh kecil saja menggodanya.

"Kamu ternyata lucu sekali yaa kalau lagi jutek seperti itu...tapi aku tetap suka kok " celetuk Radith, semakin gemas melihat gadis cantik dan jutek di sampingnya. Kiara sebal di ketawain Radith dan refleks menepis pundak Radith dengan tangannya.

"Uuh apaan sih!" sebalnya.

Miranda dan Yulia yang tidak sengaja melihat kedekatan mereka, keduanya saling melirik.

"Sepertinya kita harus rayakan ini..." sahut Miranda. Yulia melebarkan senyumannya sehingga terlihat giginya yang rapi dan putih mengkilat.

"Menurutmu?" jawab Yulia mengangkatkan kedua alisnya pura-pura bodoh.

Lalu mereka menggelak tawa bersamaan setelah sekian lama saling menatap, karena mereka tahu dan mengerti dengan apa jalan pikirannya masing-masing.

"Jadi kau setuju, calon besanku?" celetuk Miranda.

"Aku setuju!" tegas Yulia. Mereka kembali tertawa dan saling berpelukan.

...~Flasback of~...

bersambung...

...***...

Jangan lupa selalu like dan komentarmya yaa...

...🌺🌺🌺...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!