NovelToon NovelToon

Single Mother

satu

namaku Aysila Hasmit. aku orang tua tunggal dari anak kembarku yang kini telah berusia lima tahun dan di tahun ini pula mereka akan bersekolah seperti teman yang lainnya.

mereka tidak kembar identik. nama mereka adalah Maulana Hasmit dan Qalila Hasmit yang berarti pelindung. sedangkan Hasmit adalah marga keluargaku.

mungkin kalian bertanya mengapa tidak memakai marga ayahnya? jawabannya karena mereka tumbuh hanya denganku seorang.

jangan katakan kalau mereka anak haram. karena bahwasanya mereka adalah makhluk suci yang tak tahu-menahu. kehadiran mereka ada lantaran kesalahan ku yang tak mampu menjaga diri.

aku tak menyesal sama sekali. malahan dengan adanya mereka, hari-hariku kian berwarna. tak ada lagi Aysila yang pendiam. tak ada lagi Aysila yang cuek. tak ada lagi Aysila yang selalu murung.

yang ada sekarang yakni Aysila yang penuh kasih dan sayang serta senantiasa tertawa lebar.

"bunda lihat Lana kayak tuyul!" pekik Lila sembari terkikik geli melihat tampang saudaranya yang kini penuh dengan tepung di wajahnya.

sedangkan Lana sendiri tampak santai saja menanggapinya.

bagaimana aku bisa tak bahagia jika begini adanya.

anak-anak ku ini sangat aktif dan pintar. kadang-kadang aku sampai dibuat kewalahan oleh mereka.

"biarin aja! kalau aku tuyul, aku pasti bisa menghasilkan uang yang banyak.." sahutnya sambil menunjukkan ekspresi tengilnya.

heh?! ini pasti ulah bang Arman kakak lelaki ku.

"dari mana Lana tahu kalau tuyul bisa menghasilkan uang yang banyak? sedangkan bunda saja yang bekerja setiap hari tak bisa menghasilkan uang yang banyak.." timpalku dengan nada iseng namun berusaha menggiringnya untuk mengadukan pelaku sesungguhnya.

jika Lana berucap sekarang, ku pastikan besok pagi, pria itu kehilangan kepalanya.

"iya tahu dong.. Lana gitu loh! sekarang bunda gak usah lagi pergi kerja, gantian Lana aja yang cari uang"

"gimana caranya?"

dengan percaya dirinya ia menjawab "ya jadi tuyul lah! kan tuyul bisa menghasilkan uang yang banyak"

astaga...

"Lana tahu tuyul itu apa?"

"seorang pekerja?!"

bang Arman.. ingin sekali aku menghajarmu saat ini juga..

"tuyul itu jin yang menyerupai anak kecil. pekerjaannya mencuri uang milik orang lain. dan itu sama saja dosa. penghasilannya juga gak berkah atau bisa di bilang haram. Lana mau ngasih makan bunda sama Lila uang haram?"

"tapi... gak mau bunda! Lana mau ngasih makan bunda sama Lila uang yang halal. uang yang berkah, uang hasil kerja keras Lana sendiri..."

"memangnya Lana udah bisa kerja? tidur aja masih ngompol, mandi juga masih sama bunda" ejek Lila jahil.

Lana yang tak terima lantas membalas kembali ejekan Lila "memangnya apa yang bisa Lila lakuin selain makan? ganti baju aja masih compang-camping, apa-apa masih bunda yang bantuin"

"gak papa kan Lila masih kecil! jadi Lila masih di bantuin bunda. memangnya Lana.."

"panggil aku kak Lana!! aku ini kakakmu. enak sekali bilang Lana.. Lana.." teriak Lana kesal setiap kali Lila hanya menyebut namanya.

"memangnya kenapa? kita lahir di tahun yang sama. bukankah itu berarti kita seumuran?!" jawab Lila yang juga ikut kesal.

"hey apa yang kau katakan! meskipun begitu aku kakakmu"

"tapi aku yang lahir duluan!"

"tapi kata bunda kalau melahirkan sepasang anak kembar, yang lahir duluan adalah adik sedangkan yang terakhir adalah kakak!"

"mana ada yang begitu!"

"buktinya sekarang kan ada!"

"kau menyebalkan! aku tak mau bicara denganmu!!"

"kau kira aku mau!!"

aku tahu jika ujungnya akan begini. semenit saja tidak bertengkar tampaknya itu sangat sulit di antara mereka. layaknya sayur tanpa garam, hambar rasanya.

meskipun begitu, aku tahu kalau mereka saling menyayangi satu sama lain...

Dua

kegiatan positif di pagi hari yang sudah menjadi kebiasaan kita adalah dengan bersepedah keliling komplek. selain untuk menjaga kesehatan tubuh, dengan bersepedah kita juga bisa bertegur sapa dengan para tetangga.

menurutku itu awal yang bagus guna mengajarkan mereka untuk bersosialisasi.

aku betul-betul mempersiapkan diri mereka supaya lebih berani dan percaya diri saat masuk sekolah nanti. lantaran mereka akan bertemu banyak sekali orang baru.

sudah biasa jika saat pertama kali bersekolah anak-anak akan ada yang menangis, tak mau masuk kelas karena takut, dan juga minder.

namun sebagai ibu aku ingin kedua anakku benar-benar siap secara fisik maupun mental. aku tak ingin saat sekolah nanti mereka akan merasa ketakutan dengan suasana yang baru tersebut.

lantaran aku bukan termasuk dari sebagian ibu yang bisa mendampingi anaknya dengan menunggu mereka di luar kelas ataupun mengintip kegiatan anaknya dari balik jendela.

alasannya sudah jelas karena aku harus bekerja.

"selamat pagi, nek!!" sapa Lana dan Lila bersamaan saat bertemu dengan nyonya Gina.

"selamat pagi juga cucu nenek yang cantik dan ganteng"

sedangkan aku, aku menundukkan kepalaku begitu bertatap muka dengan nyonya Gina sembari tersenyum lebar untuk menunjukkan rasa hormatku.

"selamat pagi, bu RT!"

"Selamat pagi, sayang!"

"selamat pagi, Tante Santi"

"Selamat pagi, cinta"

*****

"bunda! kapan Lila akan berangkat ke sekolah?" tanya Lila pelan seusai gadis kecil itu menghabiskan sarapannya.

"Lila pengen cepat-cepat ke sekolah ya, nak?!" sahutku ringan sembari membereskan piring kotor kami dan mencucinya.

"iya bunda! Lila suka banget kalau lihat kak Gilang berangkat sekolah. soalnya kelihatan keren..."

"keren dari mana?! orang kak Gilang aja suka bolos sekolah" timpal Lana tak menyetujui perkataan Lila yang seolah mengagumi pria berusia tujuh belas tahun itu.

ya sudah tak kaget lagi dengan tingkah anak satu itu. tinggal sendirian dan jarang mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya membuat Gilang bertindak demikian.

meskipun ia tak pernah berbuat macam-macam.

"suka-suka Lila! meskipun kak Gilang tukang bolos, tapi kan kak Gilang ganteng!"

"meskipun kak Gilang ganteng, tentu masih ganteng kak Lana pastinya.."

"kalau sudah masuk sekolah, Lila sama Lana harus sekolah yang rajin. jangan suka bolosan, soalnya nanti bakal di marahi sama bu guru. terus nurut apa kata bu guru, gak boleh nakal, harus baik sama temannya, mengerti?" tuturku lembut menasehati mereka.

aku tak pernah membentak mereka selama ini ataupun meninggikan suaraku. karena aku tahu betapa sakitnya di bentak apalagi hingga sampai memukulnya. aku tak sampai hati melakukannya. serta jika aku mengatakannya dengan cara yang salah, alih-alih mendengarkan, mereka pasti akan menolak secara terang-terangan dengan cara memberontak.

"iya bunda..! bunda tenang aja, Lana bakalan jadi anak yang baik kok. Lana gak mau bikin bunda sedih kalau Lana nakal"

"Lila juga!! Lila juga bakalan jadi anak yang pintar supaya bunda senang.." sahut Lila tak mau kalah dengan kakaknya.

walapun itu kalimat yang sederhana, namun aku begitu terharu mendengarnya.

mungkin untuk beberapa hari kedepan mereka bisa saja melupakan apa yang mereka katakan barusan. tapi itu saja sudah cukup bagiku saat merasakan luapan kasih sayang yang mereka tunjukkan untuk ku.

bukan kah itu juga termasuk rezeki yang tuhan berikan pada ku?

"besok kalau bunda libur, kita pergi beli peralatan sekolah ya? Kan Lila sama Lana belum punya"

"kita pergi ke mall?" tanya Lila yang sudah sangat gembira mendengarnya.

"ya pergi ke toko peralatan sekolah lah.." timpal Lana tajam.

"sudah-sudah, nanti setelah beli peralatannya kita pergi di mall" tengahku supaya tak terjadi perang dunia ke tiga.

Tiga

"pagi mbak Ila!" sapa Gilang lirih tepat di sebelahku saat aku akan berangkat kerja lantaran rumahnya memang terletak di samping rumahku.

jika sudah jam segini tapi ia masih berada di rumah sudah bisa di pastikan kalau ia bolos lagi. dalam seminggu kalau tidak salah empat hari atau tiga hari saja ia berangkat sekolah.

kadang aku merasa kasihan padanya.

pikirku apakah tindakannya ini adalah bentuk dari tuntutannya agar lebih di perhatikan?

"kamu sudah sarapan?" tanyaku pelan saat melihat raut mukanya yang khas sekali orang bangun tidur.

"belum mbak! tapi mbak Ila kok gak tanya sih kenapa aku di rumah?!" ujarnya heran.

aku tersenyum simpul sebelum menyahutinya "karena mbak sudah hafal sama kamu! jadi mbak gak tanya itu. di dapur ada makanan. mbak tadi masak banyak. tanya aja sama Lana atau Lila biar nanti di tunjukkan tempatnya"

"makasih mbak! tapi Gilang beli aja di luar"

"loh kenapa? kamu gak suka sama masakan mbak? iya?"

apa masakanku gak enak ya...

"eh bukan! tapi Gilang malu, masa setiap makan, numpang terus ke rumah mbak Ila"

"kamu ini ngomong apa! udah sana masuk sarapan. apa sungkan-sungkan.

kalau gitu mbak berangkat dulu ya titip Lana sama Lila juga" ujarku sambil berlalu mengendarai motorku ke tempat kerja.

"siap mbak!" teriaknya ceria.

*****

aku berkerja di sebuah kedai kopi yang cukup terkenal di kota ini. setiap harinya tak pernah sekalipun sepi pengunjung.

lantaran letaknya cukup strategis, yakni dekat dengan gedung-gedung perkantoran dan kampus.

aku sudah cukup lama disini, perkiraan kurang lebih hampir seusia anak ku.

sebelumnya aku bekerja di sebuah perusahaan kecil di bidang jasa.

namun aku memutuskan berhenti lantaran jaraknya sangat jauh dari rumah.

untuk gaji, meski tak sebesar di tempat kerjaku yang lama, namun aku lebih nyaman berada disini.

semua karyawan disini begitu hamble. tak ada saling iri dan tuding.

serta mayoritas disini adalah pria. yang wanita hanya aku dan Mayang seorang.

"kau tahu apa yang buat ku betah disini selain kalian?" bisik Mayang seraya meracik kopi.

"pria-pria tampan itu! bayangkan saja, setiap hari disajikan pemandangan pria bersetelan rapi yang tentu saja aromanya begitu wangi. siapa wanita yang tidak gila dibuatnya..." tambahnya yang kali ini terpekik senang.

"aku!" sahutku tegas.

"heh..?! apa kamu tak pernah sekalipun terpesona oleh mereka?" tanya tidak percaya yang langsung ku angguki mantap sebagai jawabannya.

"oh jiss... kau bersungguh-sungguh dengan jawabanmu itu?!"

"tentu"

ia meletakkan kopi yang sedang ia racik sebelum menghampiriku dan menatapku penuh kecurigaan "lalu pria yang bagaimana yang menurutmu tampan? atau yang mampu membuatmu terpesona?"

"binaragawan, dokter, tentara, polisi, guru, pramugara, angkatan laut atau..."

"entahlah! aku juga tak tahu" kekehku di akhir kalimatku sambil meliriknya sekilas.

"sungguh tak bisa di percaya!"

*****

"apa yang masih membuatmu berani menampakkan wajahmu di hadapanku?" tanya pria itu dingin dan datar.

tatapannya sangat mematikan seolah mampu menguliti objek yang sedang ditatapnya.

namun walau begitu, wanita yang berdiri dihadapannya tak gentar sekalipun. malahan wanita itu melangkah mendekatinya.

"aku tunanganmu! aku kesini untuk meluruskan kesalahpahaman di antara kita" sentak wanita tersebut frustasi.

dan masih tak ada respon lebih yang pria itu berikan.

"salah paham? kau yakin?"

"iya!" jawabnya lugas.

sontak saja pria itu tertawa keras hingga menggema di ruangan tersebut. "kau sungguh seorang aktris yang hebat. kau seharusnya mampu mendapatkan sebuah penghargaan.."

"setelah kau bercinta dengan pria lain yang rendahan tepat di depan mataku, mau masih bisa mengatakan bahwa itu sebuah kesalahpahaman? apa kau gila?!" bentaknya yang mampu membuat wanita itu dian tak berkutik.

amarah yang begitu besar tampak sekali dari mata dan kepalan tangan yang kuat.

"apa kau sedang mengejekku? apa kau kira aku mau dengan wanita murahan sepertimu?"

"ARNAN!! jaga ucapanmu! kau dan aku tak ada bedanya. hanya saja kau mampu menutupinya dengan sangat rapat. lihat saja apa yang akan kubuat untuk membuatmu bertekuk lutut padaku"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!