Brukkk....
"Nggak punya mata yah Lo?!"
"Lo yang nggak punya mata! Jalan selebar ini dan Lo malah nubruk gue! Mata Lo pake!" sinis wanita berpakaian seksi dengan belahan dada yang hampir menunjukkan isi di dalam sana.
"Lo mabok yah?"
"Siapa bilang gue mabok? Yang ada elo kali yang mabok! Minggir, Lo ngalangin jalan gue!" sentak wanita itu mendorong lelaki berwajah blasteran di depannya.
"Eh, tunggu dulu...!" sahut lelaki itu menahan tangan wanita yang menabraknya.
"Lo Amanda Ninda, kan? Desainer muda terkenal di negara ini?"
"Kalo iya emang kenapa? Apa urusannya sama Lo?"
Lelaki itu tersenyum, bahkan sangat manis menurut Amanda. Meski kepala dia saat ini sedang terasa berputar-putar, tapi wajah tampan serta hidung mancungnya masih bisa Amanda lihat dengan sangat jelas.
"Nggak ada urusannya memang, gue cuma kebetulan kenal sama elo waktu gue anterin kakak gue bikin gaun pengantinnya tahun lalu. Lo mau kemana?"
"Nggak ada urusan sama Lo! Minggir, gue mau pulang!," sahut Amanda mencoba melewati badan yang jauh lebih tinggi dan besar darinya.
"Lo udah mabuk, nggak boleh bawa mobil. Mana temen Lo? Biar dia yang bawa mobil kamu nanti!" ujarnya mencoba menahan Amanda yang dia yakin sudah setengah sadar itu.
"Nggak ada, gue nggak tau dia dimana! Baru ketemu cowok bule aja tadi langsung masuk kamar trus ninggalin gue sendiri di meja bar! T*ai emang tu orang!" kesal Amanda.
Rekan kerja sekaligus teman bisnisnya di dunia desainer Monik, datang bersama Amanda untuk menemani dia yang sedang menikmati hari gagal nikahnya di sebuah club malam elit di kota ini.
Lelaki itu tertawa geli mendengar umpatan Amanda untuk teman yang katanya meninggalkan dia karena check in bersama seorang pria asing.
"Kalau begitu biar aku yang anterin kamu pulang."
"Nggak usah, nggak perlu! Gue masih sadar! Lagipula gue nggak kenal sama Lo, takut gue di apa-apain sama Lo!"
Lagi, lelaki itu tertawa mendengar ucapan Amanda padanya.
Dalam keadaan mata yang mulai meredup dengan langkah kaki yang mulai tidak seimbang, Amanda masih saja bersikukuh tidak mau diantarkan pulang oleh lelaki di depannya.
"Gue janji nggak bakal apa-apain Lo. Ayo, gue anter Lo pulang!" ujarnya menarik tangan Amanda.
"Ih ... jangan pegang-pegang!" kesal Amanda risih di pegang lelaki yang baru dia temui ini.
"Kalo gue nggak pegang, yang ada Lo bakal nyungsep Manda ... udah denger aja apa kata gue!"
"Woi...! Mau kemana Lo Chad?" teriak seorang pria blasteran lainnya dari ujung meja dalam club.
"Bentar, gue anterin nih cewek pulang dulu. Tar gue balik lagi, kasian anak orang!" balas Richard pada temannya.
"Chad? Nama Lo Chad, Chad, Chad...?" sela Amanda yang sudah diseret Richard keluar club.
"Iya, nama gue Richard Klose."
"Nama Lo kayak pemain bola itu yah?" kekeh Amanda masuk ke dalam mobil. "Eh, ini mobil siapa? Kok gue bisa ada disini sih?"
"Ini mobil gue, nanti mobil Lo gue suruh orang bawa ke butik Lo besok pagi. Duduk diem aja di dalam!"
Richard menutup pintu, memutari mobil sedikit berlari dan masuk duduk di kursi kemudi.
"Gue anterin lo kemana?" tanyanya setelah menyalakan mesin mobil.
"Terserah...."
"Hah? Gue serius Manda, Lo mau gue bawa ke hotel, biar kita check in sekalian kayak temen t*ai Lo tadi?" goda Richard.
"Terserah, gue ikutin mau Lo aja!"
"Hah? Serius Lo? Astaga ... gue baru sadar kalo gue lagi ngomong sama orang mabuk!"
"Udah gue bilang, kalo gue nggak mabuk pe*ang!"
Richard hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan Amanda Ninda, desainer terkenal dengan kecantikan paripurna yang dikenal semua orang.
Richard lalu mulai melajukan mobil menuju apartemennya.
Dia bisa saja menghubungi kakak perempuannya yang pasti tahu dimana tempat tinggal Amanda berada, tapi Richard yakin kalau kakaknya itu akan berpikiran yang tidak-tidak jika mengetahui keadaan Amanda yang mabuk, dan mereka baru saja pulang dari club.
Terlalu ribet pikir Richard, lebih baik dia bawa saja Amanda ke apartemennya dan dia bisa kembali ke club untuk bersenang-senang dengan teman-temannya.
Richard menelan salivanya kasar saat gaun merah di atas lutut yang dipakai Amanda sedikit tersingkap dan hampir menunjukkan isi di balik gaun yang dia pakai tersebut. Sial! gumamnya.
"Manda ... hei, bangun! Kita udah nyampe nih."
Beberapa kali Richard mencoba membangunkan Amanda yang sudah tertidur pulas bersandar di pintu mobilnya.
Wajah cantik dengan mata sipit itu begitu indah jika di pandang berlama-lama seperti yang dilakukan Richard saat ini.
Apa yang aku pikirkan? Lelaki itu sedikit menower kepalanya untuk menyadarkan pikirannya sendiri yang sudah berlari kesana kemari hanya karena menatap wajah Amanda.
Merasa wanita itu tidak akan bangun, Richard pun berinisiatif menggendong tubuh Amanda masuk ke dalam apartemen miliknya.
Richard sedikit kesusahan saat dia akan menekan tombol kunci di pintu masuk karena harus menahan tubuh Amanda yang meski sangat ringan baginya, namun begitu ribet untuknya.
"Menyusahkan saja!" kesal Richard meletakkan tubuh Amanda di atas ranjang empuk miliknya.
Belum sempat beranjak dari atas ranjang, tangan Richard ditarik oleh Amanda hingga lelaki itu terjatuh di atas tubuh ramping sang desainer wanita.
"Jangan pergi, temani gue malam ini...," bisik Amanda di telinga Richard.
Suara dan nafas Amanda di telinganya membuat lelaki itu menegang, sial! wanita ini malah ingin menggoda iman gue.
"Mending Lo tidur deh, gue nggak bisa temenin Lo disini. Gue harus balik lagi sama temen-temen gue Manda...."
"Nggak, pokoknya Lo harus temenin gue malam ini! Kalo perlu gue bayar Lo perjam!"
Gila! Udah kayak brondong simpanan ibu-ibu aja gue, pake di bayar segala! kesal Richard dalam hati.
Manik mata cokelat tua itu membola sempurna ketika bibir mungil Amanda mencium dengan lembut bibir basahnya, tanpa permisi.
Richard tersentak dan hampir tidak bisa mengedipkan dua matanya, saat dua tangan Amanda dia lingkarkan ke lehernya dan sedikit menarik rambut lelaki itu kasar.
Sensasi berbeda dari ciuman serta tarikan rambut ala Amanda, berhasil membuat Richard tertarik kedalam permainan wanita ini.
Dengan rasa penasaran yang sejak tadi ingin memegang bahkan merasakan sesuatu yang dia lihat tadi dari balik gaun merah Amanda, Richard mulai menggelitik jari jemari besarnya ke atas dada Amanda.
Genggaman itu sangat pas di tangannya yang bisa terbilang cukup besar, dan dalam sekali pegangan kuat suara desahann keluar dari mulut Amanda.
Astaga ... ini gila! Pikiran Richard berkecamuk dengan naluri dia sebagai lelaki. Apa yang akan terjadi besok jika Amanda sadar dan menyadari kalau mereka sudah bercinta semalam dalam keadaan wanita ini sedang mabuk, pikirnya.
Richard sudah turun mencumbu dua dada besar yang tampak menyembul dan menantang untuknya.
Pesona wanita ini memang sangat berbeda, siapa yang tidak kenal dengan sosok Amanda Ninda. Pasti banyak pria yang ingin bisa menghabiskan waktu semalam bersamanya, dan Richard adalah salah seorang yang beruntung bisa mendapatkan kesempatan menjamah tubuh putih mulus Amanda tanpa sehelai benangpun.
"Jangan berhenti...," desahh Amanda saat Richard sedang berusaha memantapkan hatinya untuk lanjut atau tidak.
Bahkan hanya dari sentuhan pertama Amanda di rambut kepalanya sudah bisa membuat Richard bangkit dan menginginkan lebih.
"Lo yang minta ini Manda...," ujarnya lebih kepada mengingatkan dirinya sendiri kalau kegiatan panas mereka malam ini dimulai atas permintaan Amanda dan bukan dirinya.
Richard mulai membenamkan diri di atas dua gunung indah yang tertutup, sedikit kasar membuka penutupnya hingga hampir robek. Dua puncaknya berhasil Richard lihat dan dia sentuh.
Gelayar aneh langsung dia rasakan ketika mulai bermain diatas sana, seenak inikah rasanya? Kenapa ini terasa sangat manis dan berbeda dari yang lain?
Oh, Richard suka ini ... apalagi melihat Amanda yang mulai blingsatan di bawahnya karena permainannya di puncak bukit, hingga Richard pindah ke perut dan turun semakin ke bawah sana.
Sebuah kain brokat berwarna sama dengan gaun yang dipakai Amanda tadi, terlihat begitu sempurna di mata Richard.
"Lo udah basah, Manda...."
Richard mencumbu bulu-bulu halus yang mengitari surga dunia milik Amanda, dan mencari kenikmatan yang sangat ingin dia rasakan saat ini juga.
Manis ... satu kata yang sejak tadi terus berputar-putar di otaknya ketika dia asik merasakan hampir setiap jengkal tubuh Amanda yang sudah polos itu.
Bahkan saat pelepasan pertama berhasil di dapatkan Amanda, Richard masih saja bermain-main dibawah sana karena rasa candu yang dia rasakan.
"Mulai saat ini, Lo bakal jadi milik gue!"
.
.
.
.
.
.
Hai...
Selamat datang di karya keempat author di platform ini yahh...
semoga kalian syukak dengan cerita ini...
Jangan lupa selalu tinggalkan jejak yang banyak yah...
Author sayang kalian semua 🤗
Bunyi dering ponsel di atas meja nakas memaksa Amanda untuk membuka matanya yang masih berat.
Entah mengapa sekujur tubuhnya terasa sangat sakit, dengan susah payah Amanda meraih benda segi empat itu dan langsung mengangkatnya tanpa melihat nama pemanggil.
"Halo...."
"Ini siapa?" Suara dari seberang sana terdengar terkejut.
"Lo yang siapa? Lo, kan yang duluan telpon gue!"
"Lah iya emang, tapi inikan nomor ponsel Richard. Kenapa bisa ada sama kamu?"
Amanda mengernyit, masih dengan mata yang terpejam. Wanita itu mencoba mengingat-ingat siapa nama yang disebutkan si penelepon di ujung sana.
"Richard? Richard siapa? Jangan ngada-ngada kalo ngomong Mbak ... udah yah, jangan ganggu pagi gue lagi!"
Amanda langsung memutuskan panggilan telepon tersebut tanpa mendengar jawaban si penelpon.
Wanita itu melempar ke lantai ponsel yang dia pegang dan berbalik memeluk bantal guling kesayangannya di samping.
Kenapa bentuknya jadi aneh begini? Amanda mengusap-ngusap sesuatu yang dianggapnya adalah bantal guling. Sesuatu yang dia usap itu terasa bergelombang dengan kelembutan yang berbeda.
Perlahan, Amanda mencoba membuka kedua matanya dan begitu terkejut melihat sosok lelaki yang tengah tertidur pulas di sampingnya.
"Aaaaaa...."
Teriakan Amanda berhasil membuat Richard terkejut dan langsung bangun terduduk.
"Siapa Lo? ngapain lo dikamar gue?" teriak Amanda lagi.
Wanita itu ikut terduduk di samping Richard yang tidak memakai atasan apapun ditubuhnya.
"Lo bisa nggak sih nggak teriak-teriak begitu Manda?" sahut Richard santai dan terpaku pada dua gunung tanpa penutup itu.
"Ini masih pagi dan Lo malah godain gue kayak semalam Manda?"
"Apa maksud Lo? Siapa yang godain Lo? Lo siapa? Kenapa bisa ada dirumah gue, hah?!"
Amanda tidak sadar kalau dia bahkan tidak memakai sehelai benangpun saat ini, dua gunungnya terpatut indah di depan mata Richard.
Lelaki itu semakin tergoda saat keduanya bergerak-gerak bebas mengikuti gerakan sang pemilik.
Sadar dirinya tengah diperhatikan oleh lelaki yang tidak dia kenal ini, Amanda kembali berteriak saat mengetahui kalau dia sama polosnya dengan Richard.
"Aaaaaa...."
Richard yang kaget refleks menutup mulut Amanda dan menyandarkan dia ke headboard ranjang.
"Lo tuh emang paling demen teriak yah? Dari tadi malam nggak ada capek-capeknya Lo teriak astaga...," gemas Richard mencondongkan wajahnya dekat dengan Amanda.
"Mmmm...."
"Apa? Gue nggak akan lepasin tangan gue dari mulut Lo, kalo Lo masih teriak lagi!"
Amanda menggeleng dengan manik mata memohon, masalahnya tangan kekar lelaki itu berbau cairan menyengat yang membuat dia mual seketika.
"Ok ... gue lepasin yah, asal Lo janji gak teriak lagi!"
Amanda mengangguk cepat, dengan menahan rasa mual yang semakin menyerangnya.
"Eh tapi, nggak jadi deh. Lo pasti bakal ceramahin gue panjang lebar setelah sumpalan tangan gue di mulut Lo, gue lepas!" ujar Richard menggoda wanita yang semalam menghabiskan waktu dengannya.
Amanda menggeleng masih dengan tatapan memohon, dasar brengsek gumamnya!
"Beneran nggak?" Amanda mengangguk. "Ok, gue lepas yah...."
Richard melepaskan tangan kekarnya dari mulut Amanda, dan langsung di dorong kuat oleh wanita berkulit putih itu.
Merasa akan muntah, Amanda bangkit berdiri dan lari menuju kamar mandi yang pintunya terbuka lebar. Dia lalu memuntahkan isi dalam perutnya karena terlalu lama mencium aroma lengket khas lelaki dari tangan Richard.
"Lo kenapa sih?" tanya Richard bersandar di depan pintu.
Dua orang berbeda jenis kelamin itu tidak memakai sehelai benangpun ditubuh mereka.
"Dasar gila! Ngapain lo nggak pake baju begitu?" teriak Amanda lagi menutup matanya.
"Lo nggak sadar yah, Lo juga gak pake baju Manda ... Lo sengaja yah mau godain gue kayak tadi malam?"
Richard berjalan mendekati Amanda yang seketika mundur ke belakang. "A-apa maksud Lo?"
"Lo lupa kalo semalam Lo maksa pengen gue temenin, bahkan sampe ngomong mau bayar gue perjam?"
"Jangan gila! Gue nggak pernah ngomong begitu! Lagian Lo siapa sih? Lo nyulik gue yah dari club tadi malam?"
Richard tertawa sarkas dengan pandangan mata berbeda, Amanda langsung ketakutan melihatnya.
"Apa perlu gue ingatin Lo lagi tentang kegiatan kita semalam Manda? Lo bahkan nggak berhenti teriak-teriak dibawah gue."
Mendengar ucapan Richard, Amanda refleks menutup dua bukit penuh stempel kepemilikan itu. Richard benar-benar menggempurnya habis-habisan sampai hampir pagi.
"Ngapain lo tutup Manda? Lo nggak liat itu hasil karya gue di badan Lo?!"
Richard menarik dua tangan Amanda dan membalikkan badannya ke arah kaca kamar mandi.
"Tuh ... Lo liatkan? Semua yang ada disini, sini, sini, sini ... itu semua dari gue!" Tunjuknya bangga pada hampir seluruh lekuk tubuh putih polos Amanda.
Mata bulat dengan manik cokelat tua itu membola sempurna melihat tubuhnya yang penuh warna merah keunguan.
Apa semalam mereka benar-benar melakukannya dengan liar? Bagaimana ini? Aku bahkan tidak mengenal lelaki brengsek ini, gumam Amanda.
"Nggak usah kaget begitu Manda ... gue seneng bisa servis Lo dengan baik semalaman. Lo nggak berhenti ngoceh soal mantan Lo yang pergi ninggalin Lo dengan alasan yang nggak masuk akal menurut gue!"
Apa? Gue bahkan ngomong soal itu sama dia? Amanda merutuki mulutnya sendiri yang selalu ceplas ceplos jika sedang mabuk seperti tadi malam.
"Gue sih nggak masalah, tapi gue kesel aja Lo malah sebutin nama dia saat gue lagi bikin Lo Fly...!"
"Yaudah, kalo gitu anggap aja nggak terjadi apa-apa dengan kita semalam! Gue mabuk, dan gue nggak sadar dengan semua yang udah gue lakuin, Ok? Nanti gue bakal transfer duit kw rekening Lo!" sahut Amanda berjalan menjauh dari Richard.
"Eh, Lo mau kemana?" tahan lelaki itu. "Lo pikir gue cowok murahan yang bisa di bayar gitu?! Gue nggak butuh duit lo, gue cuma butuh tubuh Lo saat ini!" sambung Richard tersenyum smirk.
"Jangan bertingkah gila! Udah gue bilang kalo gue mabuk semalam, gue nggak pernah bersikap begitu sama orang yang baru gue kenal. Kalo Lo nggak mau gue bayar, yaudah nanti gue ganti dengan hal lain!"
"Gue kan tadi bilang, gue nggak butuh duit dan hal lainnya. Gue cuma butuh tubuh Lo!"
Richard menarik kuat tangan Amanda hingga tubuh polos wanita itu terbentur ke dadanya yang bidang.
Sentuhan kedua dari dua bukit tanpa penghalang Amanda membuat miliknya kembali meronta menginginkan kehangatan dari tubuh bagian bawah wanita ini.
"Lo bilang semalam Lo mabuk, kan dan nggak sadar? Kali ini kita bakal ngelakuinnya dengan sadar, biar Lo bisa selalu ingat wajah dan sentakan gue!"
"Dasar gila! Lepasin gue! Gue bakal teriak kalo Lo masih maksa!" sahut Amanda mencoba berontak.
Namun gagal, Richard sudah menggendong dan membawanya ke atas ranjang dan melemparkan tubuh polos Amanda kasar.
"Semalam gue udah ikutin mau Lo untuk temenin Lo, kan? Jadi sekarang, Lo juga harus ikutin mau gue hari ini!"
Tok ... tok ... tok ....
Bunyi ketukan pintu bergantian dengan bunyi bel apartemen Richard, mengganggu aktivitas yang baru saja akan dimulai lelaki itu bersama Amanda.
Merasa memiliki kesempatan, Amanda menendang perut Richard dengan lututnya kuat.
"Aww...," ringisnya.
Amanda segera melompat dari ranjang, berlari masuk ke kamar mandi dan mengunci dirinya di dalam sana.
Sial! Siapa sih yang pagi-pagi gini udah dateng gangguin orang! Richard tidak berhenti menggerutu dan mengambil celana boxer-nya di lantai, memakai itu dengan cepat lalu berjalan keluar kamar menuju pintu depan apartemennya.
"Woi!" teriak Richard marah saat membuka pintu.
"Apa kamu teriak-teriak sama Mommy, Chad?" balas seorang wanita paruh baya yang berwajah mirip dengannya.
"Ma-mama?"
"Kenapa? Kaget? Ngapain kamu di dalem?" sela wanita hamil yang berdiri di samping mamanya.
"Ngapain kesini sih pagi-pagi begini Mom? Sampe bawa bodyguard segala lagi...," sahut Richard setengah menggoda kakaknya yang terlihat seperti pengawal dengan perut besarnya.
"Minggir! Mommy mau lewat, kata kakakmu tadi ada cewek yang angkat telepon kamu!"
"Hah?" kaget Richard. "Si-siapa bilang? Jangan asal ngomong Lo, Kak!"
"Halah, alesan aja Lo! Minggir, gue juga mau liat siapa tuh cewek yang berani mencak-mencak gue tadi pagi. Nggak ada sopan-sopannya tu orang!"
Dua wanita yang jika sudah bersama itu tidak bisa dicegah walau tsunami sekalipun, menerobos masuk ke dalam apartemen mewah anak lelaki satu-satunya di keluarga Klose.
Besar dan lahir di Jerman membuat Tari, mama Richard takut anaknya bergaul bebas di negeranya ini. Dia tidak mau anak laki-lakinya merusak wanita asal negaranya, Tari tidak rela.
Cukup dirinya saja yang dirusak oleh papa Richard, pikirnya. Dan untung saja lelaki itu masih mau bertanggung jawab hingga menikah dengannya dan punya dua orang anak.
"Mom ... ada pakaian dalam wanita di kamar Richard!" teriak Rena dari kamar adiknya.
Wanita paruh baya itu pun ikut masuk ke dalam kamar, dan terbelalak tidak percaya melihat isi didalam sana yang berantakan dengan baju dan pakaian dalam yang berserakan di lantai.
"Dia pasti ada di kamar mandi Richard, Mom...!" tunjuk Rena dengan antuasias.
Richard hanya bisa menahan nafas saat Rena dengan semangatnya mengetuk pintu kamar mandi dalam kamar. Bagaimana ini?
Diketukan ketiga, pintu itu terbuka dan Amanda keluar dari dalam sana menggunakan kimono dengan rambut yang masih basah.
"Ka-kamu," sahut Rena dan Tari bersamaan.
"Jadi pacar kamu desainer gaun pengantin aku dulu, Chad?" bisik Rena di telinga adik laki-lakinya.
Amanda duduk berhadapan dengan keluarga Klose, wanita itu masih memakai kimono dengan rambut yang sedikit basah.
Richard sampai pangling menatap wajah cantik Amanda dengan bau sabun dan shampo miliknya.
Amanda tidak menyangka kalau lelaki yang menghabiskan malam panas dengannya, adalah anak dari pengusaha batu bara terkenal di negara ini.
Bahkan wanita yang baru saja berbisik disamping laki-laki itu, adalah wanita pelanggan VVIP-nya dulu.
Iya, Rena Klose ... wanita berdarah campuran dengan pesona kecantikannya yang selalu wara Wiri di TV. Bahkan dia saja pernah merasa iri dengan kecantikan wanita yang meski sedang hamil besar, namun malah justru terlihat lebih glowing menurutnya.
"Jadi kamu pacar anakku, Nona Manda?" tanya Tari, ibu Richard.
Wanita yang sepertinya berkewarganegaraan sama dengan Amanda, duduk dengan tenang di dekat anak-anaknya.
Amanda pernah melihatnya juga dulu, meski sudah tampak berumur namun pesona wanita berada dengan perawatan yang pasti sangat mahal, membuat Tari terlihat masih sangat muda dari umurnya yang sebenarnya.
"Kami hanya-"
"Yes Mom, she's my girlfriend." (Iya Ma, dia pacarku), potong Richard cepat.
Amanda menatap tajam lelaki asing yang baru dia kenal pagi ini. "No ... he's lying!" (Tidak ... dia bohong!)
"Oh, ayolah baby ... gue tau Lo masih marah, tapi jangan begitu di depan calon mertua dan kakak ipar." sahut Richard berdiri mendekati Amanda dan duduk disampingnya.
"Jangan bicara macam-macam kalo nggak mau langsung dinikahin sama nyokap gue hari ini!" bisiknya pelan di telinga Amanda.
"Lo gila yah ... bilang aja kalo kita gak sengaja ketemu dan berakhir di apartemen elo karena mabuk! Gue nggak mau masalah ini makin berlarut!"
"Terserah kalo Lo mau nikah sama gue hari ini, gue nggak masalah! Tapi kalo ada wartawan yang denger Lo nikah sama gue karena kepergok sama nyokap dan kakak gue, Lo pasti bakal kehilangan klien dan ketenaran!"
"Gue nggak peduli! Gue masih bisa hidup tanpa itu semua!"
"Kalian kenapa malah bisik-bisik begini sih?!" sela Tari menatap bergantian anak laki-lakinya dan seorang desainer muda berbakat dan cantik.
"Udah kepergok sama Mommy disini, masih mau menghindar juga? Trus baju-baju kalian yang ada di lantai itu apa? Membuktikan apa itu, hah?!" sambungnya lagi jengkel.
"Udah, nikahin aja mereka Mom ... dari dulu Richard memang nggak pernah bener! Punya cewek bukannya dikenalin sama keluarga, malah dikenalin sama burungnya!" sela Rena cekikikan di samping ibunya.
Plakk....
Tari memukul paha anak perempuannya gemas. "Ngomong tuh yang bener Rena...!"
Rena meringis dan mengusap pahanya yang memerah karena tepukan nyamuk ala Mommy Tari.
Amanda hanya bisa menelan saliva kasar mendengar ucapan Rena, yang diketahuinya sebagai kakak dari Richard.
Apa benar yang dikatakan Richard, kalau mommy-nya ini bakal langsung nikahin kita berdua? Ih ... amit-amit compeng bayi.
"Udah dari kapan kalian berhubungan?"
"Berhubungan apa Mom maksudnya?" tanya Richard setengah menggoda Tari.
Tari melemparkan bantal kursi tamu ke arah Richard, masalah sudah serius begini laki-laki ini malah menganggapnya sebagai lelucon.
"Aww ... kok malah di lempar bantal sih Mom?"
"Pikiran lo emang nggak pernah bener!" sela Rena menatap jijik adiknya.
"Kalian dari kapan pacaran? Kenapa mommy gak pernah tahu soal ini, Chad?"
"Ya itu karena, kami baru sebulan ini pacaran Mom ... dia kan baru putus sama tunangannya," jawab Richard tanpa beban.
"Hah? Sebulan?" kaget Tari. "Baru sebulan dan kamu udah bawa anak orang ke apartemen trus tidur dengannya, Chad?! Dasar anak nggak punya adab!"
Tari berdiri dan mulai memukuli Richard seperti anak kecil, kenapa kelakuan anaknya ini bisa mirip sekali dengan Daddy Richard sih, pikirnya.
Amanda hanya bisa menatap aneh keluarga Richard dari tempat duduk, bukannya melerai Rena malah tertawa bahagia di depannya. Seakan pertunjukkan anak dan ibu itu begitu mengasyikkan dan menghibur.
Astaga ... semoga aja gue nggak bakal terjebak sama orang-orang ini, gumamnya.
"Ampun Mom ... udah, sakit ini." rengek Richard dengan kedua tangan di depan dada memohon.
Tari menghembuskan nafas panjang setelah puas memukuli anak bandelnya. Dia lalu kembali duduk di samping Rena, mengatur rambut dan bertingkah seakan tidak terjadi apa-apa barusan.
"Kalau begitu, kapan kalian menikah?"
"Apa? Nikah?" tanya Amanda tidak percaya.
Gila aja dia bakal nikah sama laki-laki yang nggak dia kenal, hanya karena masalah cinta satu malam mereka..
"Iya Manda sayang ... maafkan anak Tante karena udah bawa kamu kesini, Tante yakin kalau dia pasti ngerayu kamu, kan? Dia sama kayak Daddy-nya, suka merayu sampai bisa dapetin apa yang dia mau!" sahut Tari menatap tajam Richard dengan wajahnya yang mulai bengkak, karena pukulannya.
"Jadi menurut Tante, ada baiknya kalian nikah aja daripada diajak yang nggak bener terus sama anak Tante ... gimana? Manda mau, kan?" sambung Tari lagi bergantian menatap Amanda.
"Enggak Mom, Manda belum mau nikah. Dia masih butuh waktu, dia masih trauma katanya karena waktu itu gagal nikah sama tunangan dia," sela Richard lebih dulu.
Brengsek! Benar-benar cari mati ni orang! Kesal Amanda dalam hati.
"Hah? Apa bener begitu Manda?" tanya Rena ikut menimpali pembicaraan mereka.
"Iya, makanya gue nggak mau maksa dia buat langsung nikah."
"Kalo udah tau begitu, ngapain juga kamu rusakin anak orang Chad! Kamu emang nggak bisa yah nunggu bentar lagi, ini itu di Indonesia Richard ... bukan Jerman! Disini adat kita beda sama disana, berapa kali mommy harus ngomong sama kamu!" cecar Tari marah.
"Ok, i'm sorry Mom ... please don't tell Daddy about this." (Ok, aku minta maaf Ma ... tolong jangan beritahu ayah tentang ini), pinta Richard memelas.
"Makanya jadi cowok jangan kegatelan!" ledek Rena pada adiknya.
Hati Amanda langsung berdenyut mendengar ucapan Rena yang sebenarnya bukan ditujukkan untuk dia. Gue emang gatel, mau aja dibawa cowok setelah mabok astaga...!
"Kalau begitu, kalian tunangan saja dulu. Mommy akan mengatur semuanya, nanti setelah Manda udah lebih baik, kalian bisa langsung menikah. Gimana Manda?"
"Eh, tapi kami-"
"Iya Mom," potong Richard cepat. "Manda pasti sangat seneng ... iyakan baby?" ujarnya mengusap lengan Amanda dan sedikit meremasnya kuat.
"Yang penting kita nggak langsung di nikahin sekarang Manda ... nanti kita tinggal cari asalan untuk batalin rencana mommy!" bisiknya di telinga Amanda.
Wanita cantik itu hanya bisa menghembuskan nafas kasar karena merasa sedang dibodohi oleh Richard saat ini. Harusnya dari awal dia tidak ke club dan mabuk, hingga berakhir dengan drama tidak masuk akal seperti ini pikirnya.
"Baiklah, kalau begitu biar Mommy yang urus semuanya. Besok keluarga kami akan pergi ke rumahmu yah Manda...," sahut Tari bersemangat.
Astaga ... kenapa jadi begini? batin Amanda bingung sendiri dalam hati. Apa yang bakal bunda bilang nanti, kalo tahu aku akan tunangan dengan orang asing?
"Gimana Manda?" tanya Tari memastikan.
"Eh ... terserah Tante saja maunya bagiamana," jawab Amanda pasrah.
Yes ... Richard berteriak kegirangan dalam hati. Awal yang baik, Manda.
"Kalau begitu, besok malam Tante dan keluarga bakal kerumah kamu yah ... nggak usah siapin apa-apa, biar Tante yang urus semuanya."
Amanda hanya bisa mengangguk dengan berat hati, drama sakit hatinya belum selesai dan kini bertambah lagi dengan drama bertunangan dengan orang asing. Hidupnya benar-benar apes, batinnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!