Pagi hari, Ayahnya Caroline pergi untuk membuat janji dengan asisten pribadi seorang pria yang terkemuka, untuk meminta sebuah bantuan, dan menawarkan anak gadisnya sendiri, dengan menunjukan sebuah poto Caroline yang telah dipersiapkan sebelumnya.
"Presdir...?"
Ujar asisten pribadi pria itu seraya mengetuk pintu ruangan kerjanya.
"Masuklah...!"
"Baik."
"Apa ada orang bodoh lagi yang datang, dan bahkan rela menukar bantuan dariku dengan putri mereka sendiri.?"
Pria tersebut seperti sudah bisa menebak, karna memang sering sekali ia mendapatkan tawaran seperti itu, akan tetapi, wanita-wanita yang selama ini dikirimkan kepadanya tidak pernah ia sentuh sama sekali, karna menurutnya, mereka telah tidak polos sama sekali, dan tidak dapat menarik perhatian pria sombong itu.
"Ya, apa anda ingin melihat potonya terlebih dahulu...?"
Seraya asistennya itu memberikan Poto Caroline dan menaruhnya diatas meja kerja atasannya.
"Wanita yang cukup anggun, ketika ia dipoles nanti, akan terlihat seperti kucing liar...."
Ucapnya seraya menatap poto tersebut.
"Hah? apa anda yakin ingin menerima tawaran itu Presdir...?"
"Uang bukanlah sesuatu hal yang sulit bagiku, akan tetapi, wanita dipoto ini ekspresinya seperti sangat tertekan sekali, menarik...."
"Aku ingin melihat orang seperti apa dan sebersih apa putri dari orang bodoh tersebut."
Ucapnya kepada asisten pribadinya.
Asisten pribadinya hanya bisa menghela napas panjang dan menggelengkan kepalanya.
"Kapan ia membuat janji...?"
Tanya kepada asistennya.
"Dia mengajukan nanti malam presdir...."
"Katakan padanya, kirim wanita ini ketempat biasa dimana aku berada.!"
"Dan, jangan lupa periksa informasi perusahaannya secara mendetail.!"
"Baik presdir."
Asisten pribadinya segera keluar meninggalkan ruangan bosnya, untuk menyampaikan pesan kepada ayahnya Caroline.
"Hem... dasar orang-orang bodoh, apa selama ini mereka mengira kalau aku sungguh menyentuh wanita-wanita itu.?"
"Mereka selalu mengira kalau anak gadis mereka adalah perempuan yang suci, lucu sekali, hah...."
Ucap pria itu memandang gelapnya malam dari ketinggian, seraya menghela napas panjang yang berat.
Andrew.
Ya, pria itu adalah Andrew seorang Presdir dari perusahaan Entertainment terbesar di Negara A bernama ALX grup
Pria yang terkenal dengan kekayaannya yang tak terbatas, dengan sikapnya yang dingin, arogan, sombong dan kejam.
Sebuah reputasi yang ia tunjukan kepada dunia, akan tetapi, tidak banyak yang tahu sifat aslinya seperti apa.
Ia tidak terlalu sering muncul dipermukaan umum, walau ia adalah seorang Presdir perusahaan Entertainment, ia lebih tertutup dari kebanyakan orang, terutama masalah tentang asmaranya.
\*\*\*\*\*\*\*
Malam perjanjian akhirnya tiba, ayahnya Caroline membawanya pergi, dengan alasan untuk sekedar mengenalkan kepada karyawan-karyawannya, bahwa ia adalah putri kandungnya yang selama ini tidak diketahui banyak orang.
"Caroline, kemarilah. !"
Ucap ayahnya, memanggil dari lantai satu.
"Iya ayah.?"
Ia segera turun menghampiri ayahnya secepat yang ia bisa.
"Kamu temani ayah, menyapa karyawan-karyawan perusahaan ayah...!"
Ujarnya seraya memegang tangan Caroline dengan lembut.
"Untuk apa ayah.?"
Ia dengan ragu dan takut, berusaha untuk bertanya.
"Selama ini, yang mereka tahu putri ayah cuma kakak tirimu saja, ayah berniat diacara kali ini, ayah ingin memperkenalkan kepada mereka,
bahwa ayah sebenarnya memiliki dua orang putri, dan kamu adalah putri kandung ayah...."
"Bagaiman juga, kamu akan jadi penerus perusahaan ayah suatu hari nanti, lagian kuliah kamu juga sudah beres bukan.?"
"Sebentar lagi kamu harus belajar bagaimana caranya, mengurus sebuah perusahaan mulai dari sekarang...."
Ucap ayahnya menjelaskan, berusaha membujuk anak gadisnya.
"Tapi ayah.?"
"Tenang saja, ibu dan kakakmu sudah setuju, mereka sama sekali tidak ada masalah...."
Tegasnya.
"Terimakasih ayah."
Caroline untuk pertama kalinya memeluk ayahnya setelah sekian lama.
Akan tetapi, ia tidak tahu dibalik kebaikan ayahnya saat itu, terdapat sebuah jebakan yang telah menantinya.
"Sherry...!"
Panggil ayahnya kepada kakak tirinya yang tengah berada didalam kamarnya.
"Ya ayah...."
"Kamu bantu adikmu untuk berdandan yang cocok dengannya, dan jangan terlihat seperti gadis nakal, ayah tidak suka itu.!"
Tegas ayahnya, bahwa Andrew menyukai seorang gadis yang seperti teratai putih, dan terlihat polos.
"Baik ayah."
Sahut Sherry seraya mengedipkan matanya.
"Ayo Caroline, aku bantu agar kau terlihat menakjubkan malam ini. Nanti disana jangan membuat ayahmu malu ok.!"
"Iya kak...."
Jawab Caroline seraya menundukan kepala.
"Gadis pintar...." Ucapnya lembut.
"Dasar bodoh, riwayatmumu akan tamat malam ini." Ucap Serry dalam hatinya dengan sangat puas.
Setelah Caroline selesai berhias, ia dibawa pergi oleh ayahnya ketempat yang telah dijanjikan, yaitu disebuah hotel yang mewah dan megah milik Andrew.
Mereka berdua masuk kesebuah ruangan, yang dimana telah tersedia beberapa minuman yang mewah.
"Ayah, kenapa tidak ada orang.?"
Tanya Caroline yang tidak melihat orang lain selain mereka berdua.
"Sepertinya kita datang terlalu awal...."
Sahut ayahnya menjawab.
"Oh begitu ya...."
"Ah... tidak mungkin kalau kita hanya duduk seperti ini, bagaimana kalau kau belajar minum alkohol sedikit, Caroline.!"
"Tapi ayah...."
Ucap Caroline ragu, ia memang tidak pernah meminum alkohol sama sekali sebelumnya.
"Nanti kau harus terbiasa, makanya belajar dari sekarang, tenang saja, ayah akan menjagamu...."
Ayahnya menuangkan sebuah minuman beralkohol kepada gelas putrinya, dan tidak ada cara bagi Caroline untuk menolak permintaan ayahnya, ia akhirnya memberanikan diri untuk meminumnya, pada akhirnya baru juga setengah gelas, Caroline telah mabuk ia ambruk diatas kursi dengan setengah tertidur.
Disaat yang bersamaan Andrew melihatnya dari sebuah kamera cctv yang terdapat diruangan lain, dan segera memerintahkan bawahannya, agar wanita tersebut dibawa keruangannya.
Beberapa saat kemudian, asisten Andrew datang untuk membawa Caroline, ayahnya tanpa ragu langsung pergi meninggalkan tempat tersebut tanpa berfikir panjang.
Asisten Andrew meminta bawahannya yang seorang perempuan untuk membawanya kekamar Andrew yang telah disiapkannya.
Karna menunggu agak terlalu lama, Andrew hanya bisa minum alkohol dikamarnya seraya melihat sambungan cctv tersebut, yang telah terhubung kedalam laptopnya.
Tok...Tok...Tok.
"Masuklah...!"
Ucap Andrew kepada asistennya.
"Presdir saya harus meletakannya dimana...?"
Ujar Alice bertanya.
"Letakan saja dikasur...!"
Sahut Andrew menjawab.
Liam dan Alice saling melempar tatapan satu sama lain, dan mereka masih berdiri dikamar bos mereka. Karna biasanya, Andrew selalu memerintahkan mereka untuk melemparnya jauh-jauh setelah menatap wanita-wanita tersebut.
"Benar-benar wanita polos yang malang, memiliki seorang ayah yang rela menjual putrinya sendiri...."
Ucap Andrew seraya menatap tajam kearah wanita yang setengah tersadar itu.
"Maksud anda Presdir...?"
Tanya Liam dengan bingung
"Bukankah aku tidak perlu melewatkan sebuah kesempatan, ketika mendapatkan barang bagus.?"
Seringainya seraya membelai pipi wanita yang ada disampingnya.
"Kalian pergilah jangan menggangguku...!" Tegas Andrew.
"Baik tuan."
****
Malam yang panjang itu, Caroline lalui dengan kesakitan yang tidak akan pernah bisa ia lupakan, dan merupakan sebuah penghinaan terbesar dalam hidupnya.
Tepat pukul 04.30
Ia akhirnya terbangun dari tidurnya, awalnya ia berpikir apa yang terjadi semalam hanyalah mimpi erotisnya semata.
Akan tetapi, betapa kagetnya ia, ketika melihat sekujur tubuhnya dipenuhi oleh sebuah tanda merah, dan terdapat seorang pria yang tengah tertidur pulas disampingnya.
Ia menatap laki-laki tersebut, seraya mengingat-ngingat apa yang telah terjadi padanya semalam. Ia baru tersadar kalau semua itu bukanlah mimpi.
"Ayah... apa yang telah terjadi padaku.?"
Ujar Caroline seraya melihat seluruh isi ruangan kamar tersebut, yang dimana bajunya telah berserakan dilantai.
"Kenapa pria ini ada disampingku, ada apa dengan seluruh bekas ditubuhku ini, apa aku telah dinodai...?"
Ucapnya dalam hati seraya air matanya berjatuhan membasahi pipi lembutnya.
Ia memutuskan untuk segera berpakaian dan berusaha meninggalkan kamar tersebut secepatnya.
Di sebuah kursi tempat dimana asisten Andrew dan bawahannya berjaga, mereka sedang mengobrol, membahas tuannya dengan santai.
"Apa menurutmu Presdir sudah bangun...?"
Ucap Alice bertanya kepada Liam.
"Ada apa...?"
Jawab Liam dengan cuek.
"Apa kau tidak kasihan kepadaku tuan asisten? aku berjaga disini semalaman dan belum tertidur, aku sangat mengantuk, kasihanilah aku...."
Ucap Alice kepada Liam seraya setengah mengejek.
"Wanita yang sedang bersama Presdir lebih kasihan lagi..."
Sahut Liam dengan tegas.
"Ya, dia benar-benar terlihat seperti gadis polos yang suci...."
Ujar Alice seraya menghela napasnya berat.
"Kalau wanita itu sudah tidak suci, Presdir mana mau menyentuhnya...."
Ujar Liam menegaskan.
"Tapi betapa malangnya gadis itu, memiliki seorang ayah yang rela menukar kesucian anak gadisnya, dengan upaya menyelamatkan perusahaannya sendiri, sungguh menjijikkan...."
"Kalau aku memiliki ayah seperti itu, aku akan membunuhnya tanpa berbelas kasihan.!"
Ucap Alice dengan sangat kesal.
"Aku tidak tahu setelah ini, apa yang akan terjadi kepada gadis bernama Caroline tersebut." Sahut liam.
Betapa terkejutnya Caroline, ketika mendengar semua itu, yang sedari tadi ia tengah mendengarkan obrolan mereka berdua, Caroline seketika langsung terisak, buliran air matanya tak tertahankan lagi, ia bergegas melarikan diri, menjauh dari tempat itu tanpa bersuara seraya menutup mulutnya sendiri dengan telapak tangannya.
Setelah keluar dari hotel tersebut dengan keadaan menangis, ia memanggil sebuah taksi, dan meminta agar mengantarkannya kesebuah pinggir jalan yang dibawahnya langsung tertuju kesebuah lautan lepas yang luas.
"Nona... apa anda tidak apa-apa.?"
Ucap supir taksi tersebut, yang melihat penumpangnya menangis dan seperti akan melakukan hal bodoh.
"Tidak apa-apa pak, saya hanya ingin menikmati pemandangan dipagi hari...."
Sahut Caroline.
"Tapi ini masih gelap Nona...!"
"Saya akan menunggu, untuk melihat matahari terbit pak, tidak apa-apa anda boleh pergi.!"
Ujarnya seraya ia keluar dari dalam mobil, dan memberikan uangnya kepada sang sopir.
"Baiklah Nona...."
Akan tetapi supir taksi tersebut merasa wanita itu tidak baik-baik saja, takut melakukan hal bodoh, ia memperhatikannya dari kejauhan.
Disatu sisi, Andrew yang terbangun, melihat wanita disampingnya sudah tidak ada, ia hanya melihat bercak-bercak darah diseprei tempat tidurnya. Ia langsung merasa terhina, karna ditinggalkan ketika masih tertidur, ia sontak berteriak memanggil Liam dan Alice.
"Liam... Alice...!"
Teriak Andrew dengan keras yang saat itu tengah kesal
"Ya presdir...?"
"Kemana wanita yang bernama Caroline itu...?
"Bukankah dia tad---"
Liam yang melirik kearah ranjang langsung terdiam, melihat Caroline yang sudah tidak ada diranjangnya.
"Cari wanita itu! dapatkan semua informasi tentang dia, berani sekali dia kabur disaat aku sedang tertidur...."
"Apalagi yang kalian tunggu? carisekarang.!"
"Baik."
Sahut Liam dan Alice serentak menjawab.
Disisi lain Caroline yang sangat kecewa dengan keluarganya, ia merasa dunianya telah sepenuhnya hancur, ia menghela napas dalam yang panjang, menatap langit seraya menangis meratapi nasibnya sendiri.
"Ibu, Caroline akan menyusul ibu, maafkan aku ibu, selamat tinggal luka, selamat tinggal dunia...."
Ia tanpa berfikir panjang langsung menjatuhkan dirinya kesebuah lautan lepas yang berada dibawah jalan raya tersebut.
Supir taksi yang melihatnya seketika terkejut, dan ia langsung menelpon polisi dengan sangat panik.
"Apa? Bunuh diri.?"
Bersambung....
6 TAHUN KEMUDIAN
LONDON pukul 09.00
"Momi... Momi... ayo bangun.!"
Ia loncat kekasur Mominya dan menciumnya, seorang anak laki-laki dengan rambut coklat dan matanya yang coklat, ia terlihat begitu menggemaskan dengan ketampanan yang dimilikinya.
"Sayangku, pembawa cahaya kehidupan Momi yang tampan, kesatria pejuang Momi yang baik, kenapa pagi-pagi sudah ribut sekali...?"
Dia adalah Lukas Carolus anak laki-laki berusia 5 tahun yang memiliki IQ yang tinggi.
Mominya memberikan ia sebuah nama Lukas Carolus yang berarti :
Lukas (pembawa cahaya) dan
Carolus (kesatria pejuang)
Mominya memberi nama tersebut dengan alasan disaat semua telah hilang baginya, seorang nyawa kecil yang berada dalam perutnya, membuat ia berjuang mati-matian untuk bertahan hidup, seperti seorang pejuang kesatria yang membela negaranya dimedan perang, memberinya secercah cahaya kehidupan, dan memberinya sebuah kekuatan, untuk terus melangkah maju.
"Momi, bisakah kau memanggilku hanya dengan sebutan Lukas saja.!"
"Tapi Lukas adalah pembawa cahaya kehidupan bagi Momi, bukankah itu sama saja.?"
"Momi, jangan memperlakukan aku seperti bocah kecil.!"
Protes Lukas kepada Mominya.
"Bukankah kamu memang masih bocah, ha ha ha...."
Seraya ia mencubit gemas kedua pipi putranya.
"Aku ini sudah dewasa Momi, sudah bisa menjaga Momi dengan baik, dari para bajingan tidak tahu malu itu.!" Tegas Lukas.
"Ha ha ha... baiklah, baiklah, putra Momi memang sudah tumbuh dengan dewasa, menjadi pelindung Momi yang paling kuat...."
Seraya ia mencium kening putranya dengan lembut.
"Momi, aku lapar, ini sudah jam 09.00 dan Momi belum membuatkan aku sarapan.!"
"Sayang, Momi masih mengantuk, Momi pulang kerja sangat malam sekali. Momi akan menyuruh bibi Joel untuk membuatkan Lukas sarapan ya.?"
"Tidak mau, Lukas mau buatan Momi.!"
Tegas putranya seraya sedikit mengerucutkan bibirnya.
"Duh, duh, ada apa dengan putra Momi hari ini, manja sekali.?"
"Momi sudah mengabaikan Lukas selama satu minggu, apa Momi tidak menginginkan lagi putra Momi yang tampan ini.?"
Ia menunjuk wajahnya sendiri, kemudian melingkarkan kedua tangannya didepan dadanya sendiri.
"Ha ha ha ha... putra Momi belajar narsis dari siapa sayang.?"
Membuat Mominya seketika tertawa terbahak-bahak.
"Momi akan membuatkan aku sarapan atau tidak.?" Tegasnya.
"Baiklah, sekarang Lukas turun dari badan Momi nak, bagaimana Momi bisa bangkit dari tempat tidur, kalau Lukas masih menduduki tubuh Momi...."
"Begitu seharusnya...."
Ujar Lukas seraya bangkit dari badan Mominya.
Mereka berdua segera keluar dari kamar Mominya menuju ruangan dapur.
"Lukas, sekarang Lukas duduk dengan benar dimeja makan ya sayang, Momi akan buatkan sesuatu yang Lukas suka...."
"Baiklah...."
Sahut Lukas seraya duduk dimeja makannya dengan patuh.
Selagi mominya sedang membuatkan makanan untuk putranya, tiba-tiba teleponnya berbunyi.
"Momi, sepertinya ada telpon masuk dihandphone kamu...."
Dengan suara Lukas yang sedikit berteriak.
"Kalau begitu, tolong angkat teleponnya sebentar sayang.! Momi lagi tanggung...."
Dengan suara sedikit berteriak juga, karna jarak dari tempatnya memasak kemeja makan sedikit agak jauh, jadi ia juga berbicara dengan sedikit berteriak.
"Baiklah...."
"Halo...?"
Sahut Lukas menjawab telepon mominya.
"Tuan muda, apakah Momi kamu ada.?"
Ujar seseorang bertanya diujung teleponnya.
"Oh, ada apa sekretaris Vernita.?"
Ujar Lukas balik bertanya.
"Apa Momi kamu sedang sibuk tuan muda.?"
"Ya, Momi sedang membuatkan sarapan untukku." Sahutnya.
"Ada sedikit masalah dikantor, Lukas tolong berikan handphonenya kepada Momi kamu, ini mendesak sekali.!"
Tegas Vernita yang bekerja sebagai Sekretaris Mominya.
"Baiklah, tunggu sebentar.!"
Lukas segera berjalan, untuk menghampiri dimana Mominya berada.
"Momi... katanya ada masalah dikantor...."
Ucap Lukas seraya memberikan handphone kepada Mominya.
"Ya, ada masalah apa.?"
Sahut Renata.
Dia adalah Caroline Renata, seorang gadis lemah yang dahulu telah nekat mengakhiri hidupnya sendiri. Bertahun-tahun lamanya, ia tinggal dinegara tersebut, untuk memulai kehidupannya dari awal.
"Apa? sistem perusahaan berhasil dibobol seseorang.?"
Teriak Renata dengan suara keras karna merasa terkejut dengan apa yang ia dengar.
Lukas yang tengah mendengarkan Mominya menelepon, ia sontak mengerutkan dahinya.
"*Dasar* *orang-orang* *idiot*, *berani* *sekali* *mereka* *mengganggu* *perusahaan* *Momi*, *akan* *aku* *buat* *Mereka* *Menyesal*."
Ucap Lukas dalam hatinya dengan kesal.
"Kamu tunggu sebentar disana, aku akan berganti pakaian terlebih dahulu.!"
"Baik Nona."
Sahut sekretarisnya diujung telpon.
"Lukas sayang, tunggu Momi disini sebentar, dan kamu sarapan dulu sedikit.! Setelah itu kita akan pergi kekantor Momi."
"Baiklah...."
Lukas dengan patuh menyantap sedikit sarapan yang dibuatkan Mominya, sementara Renata, ia pergi kekamarnya untuk segera mengganti pakaiannya terlebih dahulu.
Beberapa saat kemudian, Renata telah selesai mengganti pakaiannya dan ia segera bergegas menghampiri putranya.
"Sayang, ayo kita berangkat kekantor Momi sekarang.!"
"Iya momi...."
\*\*\*\*\*\*\*\*
Sesampainya dikantor miliknya, ia segera bergegas masuk, dan terlihat sekretarisnya tengah menunggunya dengan raut wajahnya yang panik.
"Vernita... kau ikut denganku keruangan pengendalian sistem.!"
"Baik Nona."
Sahut Vernita
"Lukas, Lukas tunggu sebentar diruangan Momi ya, Momi akan segera kembali menemui Lukas ketika masalahnya selesai...."
"Momi tenang saja, Lukas akan bersikap patuh Momi, hanya saja... Lukas boleh memakai komputer momi tidak, untuk bermain game.?"
"Baiklah sayang."
"Terima kasih momi...."
Ucap Lukas seraya ia masuk keruangan khusus Mominya bekerja, ia segera mengunci pintu ruangan Mominya dari dalam.
"Di ruangan Momi ini, banyak sekali cctv yang dipasang, benar-benar merepotkan, sudahlah aku selesaikan masalah cctvnya terlebih dahulu saja...."
Gumamnya seraya mengotak atik komputer mominya
"Apa orang itu sudah datang.?"
Tanya Renata seraya berjalan menuju keruangan sistem pengendalian.
"Dia sudah berada didalam Nona."
Sahut Vernita mengikuti dari belakang.
"Bagaimana? apa kau sudah bisa mengendalikannya.?"
Tanya Renata kepada seorang ahli pengendali sistem dikantornya tersebut.
"Saya kesulitan Nona, sepertinya dia memiliki keahlian yang cukup hebat, kita malah diserang balik oleh sebuah virus trojan Nona." Seraya ia sibuk menggerak-gerakan jarinya dengan cepat.
"Kita harus secepatnya menemukan ahli komputer dengan kemampuan tingkat tinggi Nona! saya tidak bisa melawan balik...."
"Kurang ajar, siapa mereka sebenarnya.?"
Ucap Renata dengan kesal.
Beberapa saat kemudian, tiba-tiba sistem mulai berjalan normal.
"Nona... lihatlah.!" Ucap pria tersebut setengah berteriak dengan kagetnya.
"Ada apa lagi.?"
Ujar Renata bertanya
"Sepertinya sistemnya mulai kembali normal."
"Apa? apa kau berhasil mengatasinya.?"
"Tidak Nona, itu bukanlah saya...." Ujar pengendali sistem yang bekerja diperusahaan Renata itu. "Sepertinya... sepertinya ada seseorang yang membantu kita Nona...."
"Membantu? siapa.?" Ucap Renata bertaya denga wajah bingungnya.
"Saya tidak tahu Nona, mungkinkah Nona Joel yang melakukannya.?"
"Tidak, tidak, Joel tidak tahu hal ini, dia bahkan belum bangun saat aku pergi...."
"Lalu siapa Nona? kenapa dia membantu perusahaan kita.?"
"Aku tidak bisa menebak siapa orang ini, dan untuk apa dia membantu kita.?"
Ucap Renata seraya berpikir dengan keras dan mengigit-gigit bibirnya sendiri.
"Nona, semuanya sudah kembali normal, sistemnya telah berhasil diperbaiki...."
Ucap pegawai itu dengan sangat senang.
"Baiklah, anggap saja kita beruntung kali ini, tapi lain kali, kita tidak akan pernah seberuntung sekarang, kita harus mengubah dan mengganti pengaturan sistem kita.!"
Tegas Renata.
"Baik Nona."
"Aku akan meminta Joel untuk membantu kamu."
"Terimakasih Nona."
"Siapa orang Ini, kenapa dia membantu kami, apa sebenarnya tujuan dia, tidak mungkin seseorang dapat membantu tanpa alasan yang kuat."
"Dan juga, pas sekali disaat sistem bermasalah, seolah-olah dia tahu dengan semua kejadian ini.?"
Bersambung.....
Beberapa waktu berselang, setelah kembali dari kantornya, mereka berdua tiba dirumahnya, dan memang kebetulan, Joel ibu angkat Lukas telah menyiapkan sebuah hidangan untuk makan malam.
Selesai makan malam, Caroline, Joel, dan Lukas menghabiskan waktu diruang keluarganya dengan menonton acara TV.
PRANG....
Tiba-tiba gelas yang tengah dipegang Caroline terlepas dari tangannya. Ia menatap televisi dengan mengerutkan dahinya, ia terfokus dengan sebuah acara yang tengah dilihatnya.
"Momi, apa kamu baik-baik saja.?" Ucap Lukas seraya memegang tangan Mominya. Ia khawatir dengan ekspresi yang ditunjukan oleh Mominya.
"Momi sepertinya sangat terkejut, apa yang salah dari acara ini.?" Ucap Lukas dalam hatinya dan memandang acara televisi tersebut dengan bingung.
Caroline seketika tersadar kalau gelas yang dipegangnya telah terlepas dari tangannya dan pecah jatuh kelantai. "Tidak sayang, Momi tidak apa-apa...." Sahut Caroline dengan tersenyum canggung kepada Lukas.
"Aku tahu, ada yang tidak benar dengan Momi, aku harus mencari tahu sendiri...." Ucapnya dalam hati seraya menatap wajah Mominya.
"Lukas sayang, anak Momi yang pintar, sekarang sudah malam, waktunya Lukas tidur ya...!" Ucap Caroline dengan lembut.
"Hem, baiklah Momi."
Lukas yang enggan, karna ia merasa juga belum mengantuk, akan tetapi, ia tidak pernah membantah ucapan Mominya. "Selamat malam Momi." Tambahnya seraya mencium pipi Mominya.
Caroline langsung berjongkok dan mencium kening putranya.
"Selamat malam juga sayang." Ucapnya dengan lembut. Lukas dengan patuh segera melangkah pergi meninggalkan ruangan keluarga tersebut, dan ia pergi kekamarnya untuk tidur seperti yang diserukan Mominya kepadanya.
Joel yang melihat Caroline masih terhanyut dalam lamunannya, ia menepuk punggungnya dengan lembut. Ia tahu kalau Caroline tengah mengingat cerita dari masa lalunya sendiri. "Renata, apa yang tengah kau pikirkan.?" Ucap Joel yang membuat Caroline Renata kembali sadar dari lamunannya.
"Joel, aku akan kembali ke negara asalku.!" Sahut Caroline menjawab dengan tegas.
Joel sontak terperangah dengan jawaban dari Caroline, ia kaget dengan apa yang ia dengar. "Apa kau serius.?" Tanya Joel seraya mengerutkan dahinya.
"Ya, aku serius." Tegas Caroline menjawab. "Aku ingin mengambil kembali hak dan semua milikku.!" Sambung Caroline melanjutkan ucapannya.
Joel hanya bisa menghela napas panjang. "Apa kau akan membawa Lukas.?" Ucap Joel bertanya kepadanya.
"Tentu saja.!" Sahut Caroline dengan sangat yakin. "Bagaimanpun dia harus melihat pemakaman Neneknya." Tambah Caroline berucap.
"Apa kau yakin Renata.?" Joel sedikit ragu dengan tindakan Caroline. "Bagaimana kalau dia bertemu dengan---" Perkataan Joel seketika terhenti diujung lidahnya, ia menatap wajah Caroline dengan dalam.
Selama ini ia tahu, Caroline selalu takut kalau Lukas akan bertemu dengan pria yang selama ini tidak ingin ia ingat sama sekali.
"Aku sudah siap dengan resikonya, lagian, orang itu pasti tidak akan mengingat hal yang sudah lama terjadi, begitupun aku juga, tidak mengingat seperti apa dirinya...." Tegas Caroline yang masih memasang wajah seriusnya.
Bagaimana mungkin dia mengingat seorang gadis lemah yang telah ia tiduri, yang hanya terikat sebagai perjanjian semata. Berapa banyak wanita yang telah jatuh dalam perangkapnya, berapa banyak anak yang telah ia miliki.
Mungkin saja, bahkan saat ia melihat Lukas, ia tidak akan pernah mengakui keberadaannya, karna itu hanya sebuah kesalahan baginya.
"Kalaupun dia mengingatnya, aku bisa membalikan kenyataan dengan mudah..." Tegas Caroline melanjutkan ucapannya.
"Baiklah, kalau begitu biarkan aku ikut bersamamu.!" Sahut Joel dengan tegas.
"Tidak Joel, kau harus mengurus perusahaanku disini." Jawab Caroline dengan sangat yakin. "Siapa yang dapat aku percaya disini joel.?" Tambah Caroline berucap.
Joel akhirnya hanya bisa menghela napas panjang mendengar ucapan dari Caroline, memang benar kalau ia ikut Caroline, siapa yang akan mengurus perusahaannya dengan benar. Sebuah perusahaan yang telah Caroline bangun dengan susah payah, dari nol sehingga menjadi salah satu perusahaan ternama diluar negri.
"Baiklah, tapi kau harus berhati-hati disana, jangan pernah berpikiran naif dan lembek.!" Tegas Joel mengingatkan Caroline yang masih sedikit khawatir.
Caroline seketika tersenyum mendengar ucapan yang Joel lontarkan. "Tentu saja sayang, bukankah aku sudah berubah banyak, aku ini bukan Caroline yang dulu, tapi aku adalah Renata yang kau didik dengan sangat keras...." Sahutnya seraya menenangkan rasa khawatir Joel kepadanya.
"Kau benar, kau bukan lagi gadis lugu, tapi kau sekarang telah menjadi seorang ibu...." Tegas Joel seraya memasang senyuman lembut. "Jadi, kapan kau berencana pergi.?" Sambung Joel dengan bertanya kepada Caroline.
"Secepatnya akan lebih baik, aku ingin melihat wajah orang-orang yang telah menyiksa aku dengan kejam dahulu...." Caroline dengan senyum semiriknya dan dengan ekspresi liriknya tergambar jelas dengan yakin.
"Ah Renata, kau membuatku takut dengan ekspresi seperti itu...." Ucap Joel seraya bergidik, ia melihat aura kelicikan terpancar dalam diri Caroline.
"Ha ha ha... apa kau meledek aku Joel.?" Ucapnya seraya memicingkan ujung bibirnya. "Aku ini wanita lugu yang polos dan baik hati...." Tambahnya berucap membanggakan dirinya sendiri.
"Huh... kau membuatku sangat ingin muntah." Tegas Joel dengan memegangi dadanya sendiri.
"Sudahlah, sana pergi istrahat.!" Tegas Caroline seraya mendorong badan Joel.
"Eh tunggu, tunggu, katakan dengan jelas, kau kapan berangkatnya, biar aku siapkan segala keperluan kamu dan Lukas...." Sahut Joel Setengah berteriak.
"Aku rasa lusa adalah waktu yang tepat.!"
"Apa kau perlu aku buatkan surat, untuk pembukaan cabang perusahaan kamu disana.?" Tegas Joel yang sudah bisa menebak jalan pikiran Caroline sahabatnya itu.
"Tentu saja, kau sangat paham sekali kemana arah pikiran aku ini...." Ucap Caroline dengan tersenyum sinis.
"Aku ini yang mengajarkan kamu, bagaimana aku tidak paham dengan isi otak kecil kamu itu.!" Sahut Joel seraya menyombongkan dirinya.
"Haih... baiklah kakak, baik, kau memang hebat...." Ucap Caroline dengan memberi Joel sebuah jempol.
"Kalau begitu kau juga istirahat.!" Tegas Joel seraya meninggalkan Caroline dan berjalan menyusuri anak tangga yang mengarah kelantai atas.
"Hah... aku harus mengumpulkan enegiku mulai sekarang, keputusanku, akan menguras otak dan tenagaku...." Ucapnya bergumam sendiri seraya ia juga menuju kamar tidurnya.
******
******
BANDARA INTERNASIONAL PUKUL 01.30.
Caroline dan Lukas telah sampai di Negara asalnya, mereka turun dari pesawat seraya mendorong koper masing-masing, ia menggandeng tangan Lukas dan juga berjalan dengan elegan dan sangat cantik. bagaimanapun juga penampilan Caroline yang sekarang, benar-benar telah berubah 90 derajat.
Sebuah rambut panjang berwarna merah yang terurai, beserta sebuah long dres berwarna hitam, dengan belahan panjang disampingnya sampai kepaha, memperlihatkan sedikit kulitnya yang putih seperti susu, yang dipadukan dengan sebuah kacamata, beserta syal yang melingkar dilehernya.
BRUK.
Tanpa sadar Lukas terjatuh karna menabrak seseorang dihadapannya. "Aw---" Ujar Lukas seketika terduduk bersimbuh kelantai.
Melihat putranya terjatuh ia seketika membangunkan tubuh kecil putranya, dan memeriksa seluruh bagian tubuh putranya, takut-takut bahwa ia terluka.
"Putraku sayang, Momi sudah bilang, kalau jalan perhatikan arahmu sendiri.!" Ucap Caroline seraya menepuk-nepuk celana Lukas, yang sedikit berdebu karna terduduk dilantai.
"Apakah sakit sayang.?" Ujar Caroline menatap wajah putranya penuh rasa khawatir.
"Aku tidak apa-apa Momi...." Ia menjawab tegas karna melihat ekspresi Mominya yang terlihat sangat khawatir.
"Nona, apa putra anda tidak apa-apa.?" Sahut pria yang tidak sengaja bertabrakan dengan Lukas, seraya berjongkok kearah bocah laki-laki dihadapannya.
"Tidak apa-apa tuan, maaf sepertinya putra saya kurang berhati-hati...." Sahut Caroline dengan tersenyum tipis.
"Kamu beneran tidak apa-apa dek.?" Ucap pria tersebut seraya menatap tajam kearah Lukas, dengan mengerutkan dahinya.
"Tidak apa-apa paman...." Sahut Lukas dengan tersenyum tipis, namun ekspresi tersebut sangat dingin dan terlihat cuek. "Maaf, saya tidak berhati-hati...." Tambah Lukas berucap seraya membungkukkan badannya.
"Kalau begitu kami permisi tuan...." Ucap Caroline seraya berniat menggendong Lukas. "Mom, aku ini sudah besar, bukankah memalukan kalau kamu menggendongku disini.!" Tegas Lukas yang enggan digendong Mominya, apalagi didepan banyak orang.
"Hem... baiklah, putra Momi memang sudah besar...." Seraya ia mengelus atas kepala putranya.
Sementara orang yang bertabrakan dengan Lukas, ia hanya terdiam mematung, memandangi kedua orang tersebut.
"Tuan? apa ada yang bisa saya bantu.?" Ujar Caroline bertanya, yang ketika saat itu melihat orang tersebut tengah menatap mereka berdua dengan sangat dalam.
"Ah... tidak apa-apa, hanya saja berapa umur putra anda Nona, dia terlihat sangat begitu pintar.?" Seraya ia bertanya dengan menatap wajah Lukas dengan seksama.
Caroline seketika mengerutkan dahinya, menatap orang tersebut dengan tatapan penuh curiga. Ia mencoba berusaha mengingat-ingat sosok pria yang ada dihadapannya, namun ia sedikitpun tidak mengingatnya, akan tetapi wajah itu terasa begitu familiar diingatannya.
Melihat ekspresi wanita dihadapannya yang penuh kecurigaan, pria tersebut menyadari rasa tidak nyaman dari wanita tersebut.
"Maaf Nona, saya tidak bermaksud jelek, hanya saja, putra anda sangat tampan dan begitu terlihat pintar...." Ucapnya berusaha meyakinkan dan berusaha menghilangkan kecurigaanya.
"Ah, putra saya berumur 7 tahun, tuan." Ucap Caroline dengan tegas.
"Ah begitu ya, wajar saja terlihat begitu sangat cekatan...." Jawab pria tersebut seraya tersenyum sopan.
"Kalau begitu kami permisi tuan." Tegas Caroline berjalan dengan cepat, seraya menggandeng tangan Lukas berusaha meninggalkan tempat tersebut sesegera mungkin.
"Momi, kamu berjalan seperti tengah dikejar hantu...." Ujar Lukas seraya melirik wajah Mominya.
"Hem... bukan begitu sayang, hanya saja, kita tidak tahu siapa orang jahat didunia ini...." Ucap Caroline dengan tegas seraya melangkahkan kakinya.
Disisi lain, pria tersebut hanya terdiam mematung, tanpa beranjak pergi dari tempatnya berdiri.
"Anak itu, kenapa terlihat mirip sekali denganku, dan Ibunya, dimana aku pernah melihatnya, rasanya sangat tidak asing sekali...."
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!