“Ayah.. ayah..! Buka pintunya Yah!” seorang gadis menggedor – gedor pintu mobil di pinggir jalan yang sepi. Dia yang tiba – tiba diturunkan ayahnya di jalan merasa tidak terima.
“Ayah capek ngurus kamu Tera.. Pergi ke rumah nenekmu sana!” membuka jendela sambil melempar tas milik Tera.
“Jangan begini dong Yah! Aku nggak seperti yang Ayah pikir.. Please Yah..” rengeknya pelan.
“Tera nggak mau tinggal disini..” ucapnya lirih, berharap ayahnya akan iba.
“Kamu tau gara – gara kamu, mama kamu jadi sering stress karena harus bolak balik kesekolah!”
“Sudah berapa kali kamu di keluarkan dari sekolah karena kenakalan kamu?” emosi laki – laki itu sedikit mereda.
“Lebih baik kamu tinggal bersama nenekmu di sini. Ayah tidak bisa mengantarmu sampai rumah.” laki – laki itu kemudian menutup jendela mobinya dan melajukkan mobilnya meninggalkan gadis itu yang masih terpaku.
“Jadi ayah lebih memilih wanita itu, baiklah..” gumannya sambil berjalan lunglai sesekali dia menendang batu atau kaleng yang dia jumpai di jalan yang dia lalui.
Waktu sudah menunjukkan pukul 20.00. Di depan rumah sederhana itu dia berhenti. Sebenarnya tidak kelihatan seperti rumah karena di depan merupakan kedai tempat berjualan masakan. Nampak seorang wanita yang sudah berumur sedang membereskan meja, sepertinya hendak menutup kedai. Dia tak menyadari ada seorang gadis yang sudah berada di dekatnya sambil menatapnya sedari tadi.
“Nenek...” ucap gadis itu pelan. Sontak wanita itu menoleh ke arah sumber suara.
“Tera...” berjalan mendekat dan berhambur memeluk cucu yang sangat dia rindukan itu.
“Ayo masuk! Nenek juga sudah selesai. Kenapa kamu kesini malam – malam begini? Apakah kamu sendirian?” beragam pertanyaan mengalir begitu saja wujud keheranannya.
“Sudahlah.. Ayo kita kedalam dulu.” katanya kemudian sambil menuntunnya ke dalam rumah tanpa menunggu jawaban Tera.
“Kamu di sini dulu, nenek siapkan makan untukmu!” sambil berlalu meninggalkan Tera yang terduduk lesu di ruangan itu. Lelah, mungkin itu yang tera rasakan.
Tak berslang lama nenek Tera datang membawa nampan berisi makan malam untuk Tera.
“Makanlah kamu pasti lapar.” sembari menyodorkan makanan kedekat Tera.
“Terima kasih nek.” mengambil makanan dan memakannya dengan lahap. Tanpa sadar air matanya mengalir begitu saja. Makanan yang dimasak oleh nenek mengingatkannya dengan masakan ibunya. Rasa yang sama, rasa yang selalu membuatnya rindu akan sosok lembut yang dahulu selalu menyayanginya. Membesarkannya dengan penuh kasih sayang.
Nenek yang menyadari perubahan sikap cucunya segera mendekat dan memeluknya. Dia tahu apa yang Tera rasakan. Kehilangan ibunya membuatnya terpukul. Rasa sedihnya yang mendalam membuat sikapnya berubah. Apalagi setelah ayahnya menikah lagi dengan Monica. Wanita licik yang dahulu bekerja sebagai asisten ibunya.
“Sudahlah.. jangan bersedih..” suara nenek memecah keheningan.
“Kamu bertengkar dengan ayahmu lagi.” nenek menatap Tera lembut dan mendapati gadis itu mengangguk.
“Tera memang pantas diusir ayah nek.” sambil menangis dipelukan nenek.
“Tera bandel.. Tera dikeluarkan lagi dari sekolah.” masih sambil meraung – raung berharap mampu membuang beban yang ia tanggung. Nenek dengan sabar mengusap –usap punggungnya dan sesekali membetulkan anak rambut Tera yang menutupi wajah sendunya.
“Nenek.. Tera tidak mau sekolah lagi.” ucapnya kemudian. Tangisnya mulai mereda.
“Boleh kan nek, Tera tinggal di sini dan membantu Nenek berjualan?” tanyanya dengan sedikit menghiba.
“Kamu cucu nenek, tentu saja kamu boleh tinggal disini..” jawab nenek sambil tersenyum.
“Tapi untuk sekolah, nenek akan tetap memasukkan kamu ke sekolah terdekat di sini.” lanjutnya menatap Tera intens.
“Kamu sudah kelas 12, bukannya sebentar lagi lulus? Nenek berharap kamu tidak mengecewakan nenek.”
Tera tak dapat berkata apa – apa dia hanya mampu mengangguk setuju. Mereka lalu saling diam. Tera masih enggan lepas dari pelukan neneknya. Setelah melihat Tera sudah tenang, nenek Lydia merenggangkan pelukannya dan mengusap lembut kepala Tera.
“Tera.. kamu istirahat di kamar itu ya.” sambil menunjuk kamar di samping ruang makan dan dapur.
“Kamar depan yang biasa kamu tempati sudah di sewa orang.”
“Nenek tidak tahu kapan dia akan menempatinya, tapi dia sudah melunasi uang sewanya.” nenek menjelaskan sambil merapikan sisa mkan malam Tera dan berdiri hendak membawanya ke dapur.
“Baiklah Nek. Tera ke kamar dulu ya?” berdiri sambil menjinjing tas yang dia bawa tadi menuju kamar yang ditunjukkan neneknya.
“Istirahatlah! Besok nenek bantu membereskan barang – barangmu.” dari dapur nenek menjawab.
“Iya Nek.. Nenek juga istirahatlah. Nenek pasti lelah.”
“Selamat malam Nek!” tak lama kemudian Tera sudah masuk ke dalam kamarnya. Tera mengamati kamar yang dia tempati. Bersih.. Dia kemudian merebahkan tubuhnya di kasur dan tak berapa lama kemudian dia bangun lagi. Berjalan kemudian membuka tasnya dan mengeluarkan peralatan mandinya. Dia berjalan ke kamar mandi yang berada di luar kamarnya untuk bersih – bersih dan ganti baju.
Keluar dari kamar mandi rumah sudah nampak sepi, nenek mungkin sudah tidur. Tera kembali berjalan menuju kamarnya dan beristirahat. Tak butuh waktu lama dia pun terlelap mungkin karena dia lelah menangis tadi. Setidaknya dia merasa lega bisa menumpahkan kesedihan yang selama ini dia pendam sendiri.
Di kamar nenek duduk di tempat tidurnya. Rupanya dia belum tidur seperti yang Tera kira. Nenek Lydia memandangi foto Siska yang sedang tersenyum. Dalam foto itu nampak Siska menggendong Tera yang masih kecil bersama suaminya. Mereka nampak bahagia. Kemudian dia meletakkan figura itu kembali dan meraih album foto. Dalam album itu nampak foto – foto Lydia, Siska dan juga Tera dalam berbagai gaya dan di berbagai momen. Mulai dari Tera kecil hingga beranjak remaja sebelum Siska tiada.
“Aku akan merawat Tera Nak..”
“Aku akan menyayanginya selama sisa umurku..”
“Semoga kamu bahagia di sana..” bulir bening mengalir dari sudut mata nenek Lydia. Tangannya mengusap wajahnya yang basah kemudian menutup album foto itu dan memasukkan ke laci meja kamarnya. Nenek Lydia berbaring dan memejamkan matanya. Nampak senyum tersungging saat dia terlelap.
*****
Pukul 05.00 pagi nenek sudah terbangun. Biasanya dia ke pasar, tapi tidak untuk hari ini karena ingin memasukkan Tera ke sekolah. Dia akan buka jualan di kedai agak siang. Setelah membuka kulkas dia rasa bahan untuk jualan hari ini masih mencukupi.
Meski usianya tak muda lagi, nenek masih dengan cekatan meracik bahan – bahan untuk dimasak pagi ini. Dia ingin memasak capcay dan bakmi goreng untuk mereka sarapan. Sesekali dia menoleh kamar Tera. Mengamati kalau cucunya sudah bangun akan dia minta untuk bersiap – siap ke sekolah. Memasak sudah hampir selesai namun Tera juga belum ada tanda – tanda untuk bangun. Nenek kembali melanjutkan aktifitasnya dan menyiapkannya di meja makan.
Setelah selesai dia menuju kamar Tera dan mengetok pintu.
“Tera.. sudah jam 6 sayang.. cepat bangun..”
“Hari ini kita ke sekolah sayang..” karena tidak ada jawaban nenek kemudian membuka pintu dan mendapati cucunya yang masih terlelap tanpa merasa terganggu dengan suaranya barusan.
“Sayang.. sudah pagi.. Bangun sayang..” nenek menggoyang – goyang tubuh Tera pelan. Tera mulai menggeliat dan mengerjap – ngerjapkan matanya.
“ Walau bangun tidur masih cantik, persis kamu Siska..” kata nenek dalam hati.
“Tera mandi dulu ya Nek..” kata Tera kemudian setelah sadar dan mengumpulkan nyawanya sehabis bangun tidur. Tera duduk di tepi ranjangnya. Sesekali masih menguap.
“Iya. Nenek juga mau mandi dulu.”
“Nanti Tera tunggu nenek di meja makan ya. Nenek masak capcay kesukaan kamu.” nenek bediri dari tempat tidur Tera dan berjalan ke luar.
“Baik Nek.” jawab tera singkat. Tera mengambil baju dari dalam tasnya dan berjalan menuju kamar mandi. Sebenarnya dia malas untuk sekolah lagi tapi dia tak mau membuat neneknya kecewa. Sudah seminggu Tera tidak sekolah setelah dikeluarkan dan mengambil berkasnya di sekolah.
.........
Setelah selesai sarapan dan mempersiapkan berkas yang dibutuhkan untuk pindah sekolah, Tera dan neneknya berangkat ke sekolah naik sepeda. Sekolah baru Tera tidak begitu jauh dari rumah neneknya. Hanya sekitar 1 Km dari rumah. Mereka bersepeda sendiri – sendiri karena Bu Lydia punya 3 buah.
Di sekolah Bu Lydia langsung membawa Tera ke ruang kepala sekolah. Kebetulan Bu Lydia sangat mengenal kepala sekolah SMA KUSUMA BANGSA. Keluarga Pak Arman sudah lama berlangganan di kedai Bu Lydia.
“TOK..TOKK..TOK.”
Bu Lydia mengetok pintu bertuliskan RUANG KEPALA SEKOLAH.
“Silahkan masuk.” suara dari dalam ruangan.
“Permisi Pak. Ini cucu saya yang ingin mendaftar di sekolah disini.” kata Bu Lydia, setelah tadi pagi menelepon Pak Arman sebelum berangkat sekolah.
“Oh, mari silahkan duduk.” mepersilahkan Tera dan neneknya dan mengisyaratkan dengan tangan lalu membereskan berkas di depannya.
“Boleh saya lihat datanya.”
“Silahkan Pak.” bu Lydia menyerahkan berkas ke tangan pak Arman.
Pak Arman membuka berkas satu per satu, menurut data yang dia baca Tera sudah 5 kali pindah sekolah. Masih memegang berkas pak Arman membuka sedikit kacamatanya dan menatap Tera. Tera nampak santai sepertinya dia sudah kebal dengan tatapan aneh dan mungkin tatapan marah dari para guru dan kepala sekolahnya dulu. Pak Arman kembali melihat berkas kemudian meletakkannya di atas meja.
“Baiklah.. Kamu bisa mulai belajar di sini besok. Kamu harus belajar sungguh – sungguh, jangan membuat nenek kamu kecewa.” pak Arman berkata sambil melpas kacamatanya.
“Lentera saya sudah mendengar sepak terjang kamu, saya harap kamu bisa menjaga nama sekolah ini sampai kamu lulus nanti.” lanjut Pak Arman sambil menatap Tera penuh wibawa.
“Baik Pak.” jawab Tera sopan.
“Setelah ini Bu Lydia bisa ke ruang tata usaha mengurus administrasi dan mengambil seragam sekolah.” pak Arman beralih menatap bu Lydia sambil tersenyum ramah.
“Terima kasih Pak, kami mohon diri.” bu Lydia berdiri bersama Tera dan beranjak meninggalkan ruang kepala sekolah dengan perasaan lega.
Bu Lydia dan Tera berjalan menuju ruang tata usaha seperti arahan pak Arman. Setelah selesai melunasi administrasi dan diberikan seragam serta buku – buku mereka berdua menuju parkir sepeda untuk pulang ke rumah. Waktu itu murid – murid sedang istirahat. Mereka nampak berbisik – bisik ada tatapan kagum melihat kecantikan Tera, ada yang merasa heran, dan ada juga yang bersikap acuh tak acuh.
Tera tak mau ambil pusing dia terus melenggang santai, berbeda dengan neneknya yang terus memperlihatkan senyum ramahnya. Melihat Tera hanya mengendarai sepeda, banyak tatapan sinis dari mereka meremehkan, terutama kaum hawa. Tera tak peduli, baginya hidup sederhana bersama nenek lebih berarti dibanding bersama ayahnya serba kecukupan namun penuh kepalsuan.
Sampai di rumah nenek pergi ke kamar untuk berganti pakaian. Tera duduk di ruang TV setelah menyimpan peralatan sekolahnya di kamar.
“Nenek mau kemana?” tanya Tera.
“Mau kekedai depan sayang.”
“Tera boleh ikut Nek?” Tera berdiri menghampiri neneknya sambil tersennyum.
“Kamu tidak malu ikut nenek jualan?” tanya nenek mengerutkan dahinya.
“Tidak lah Nek, ngapain Tera malu. Tera sudah sangat senang Nenek mau menerimaku disini.” Tera bergelayut di lengan neneknya dan berjalan mengikuti.
“Kamu ngomong apa sich.. Mana mungkin nenek membiarkan cucu kesayangan nenek terlantar. Bahkan sedari dulu nenek berharap kamu mau tinggal disini menemani nenek.” kata nenek sambil mencubit hidung Tera pelan.
Tera dan bu Lydia bersiap dan mulai membersihkan kedai. Tera mendorong neneknya menuju ke dapur untuk mempersiapkan menu. Dia tidak ingin neneknya terlalu lelah. Dia tak membiarkan neneknya mengangkati kursi dan menggeser meja untuk ditata. Tak berapa lama berselang banyak pengunjung berdatangan untuk makan di tempat ataupun dibungkus. Tera juga mengantar pesanan makan siang ke ruko dan kompleks terdekat.
Datang seorang pemuda menghampiri Tera yang sedang mengelap meja.
“Bu Lydia ada?” tanya pemuda tampan itu.
‘Ini artis apa model ya. Ganteng banget...’ batin Tera menatap pemuda di depannya tak berkedip. Dia malah terpana tak segera menjawabnya.
Dari kejauhan nenek melihat pemuda itu kemudian menghampiri karena kebetulan sedang tidak ada pembeli.
“Nak Wisnu, silahkan duduk.” kata nenek sambil menarik kursi untuknya dan duduk. Tera yang sedari tadi bengong ikut duduk di samping neneknya.
“Terima kasih Nek. Mulai hari ini saya akan menempati kamar yang saya sewa nek.” dia tidak menatap Tera seolah menganggapnya tidak ada membuat Tera mencebikkan bibirnya. Tapi diam – diam merasa senang karena tiap hari bisa melihat cowok ganteng mirip oppa Korea.
“Oh, silahkan Nak. Kuncinya sudah kamu bawa kan? Tera antarkan nak Wisnu ke dalam.” nenek menyentuh bahu Tera dan berlalu kembali melayani pembeli yang datang.
“Eh.. Eee.. mari kak saya antar.” kata Tera gugup.
“Mari.” kata Wisnu sambil menggendong tas, menyampirkan jaket di lengannya sambil menjinjing tas. Masih ada koper juga yang belum tau bagaimana harus membawanya. Tera merasa heran karena tadi tidak melihat bagaimana dia datang.
“Boleh saya bantu.” tawar Tera tak tega melihat Wisnu kerepotan.
“Boleh.” sambil menyodorkan kopernya.
“Terima kasih.”
“Tidak masalah.”
“Hanya pekerjaan kecil.” jawab Tera.
“Em.. kamu tinggal dimana? Sepertinya pas aku kesini tidak melihat kamu.” tanya Wisnu sambil terus berjalan mengikuti Tera.
“Aku juga tinggal disini. Kemarin baru pindah.”
“Kamu juga menyewa disini?”
“Sepertinya kamu masih sekolah?” tanya Wisnu lagi mencoba akrab.
“Tidak. Aku cucu dari nenek Lydia.”
“Aku baru pindah ke sekolah KU.. KU.. KUSUMA BANGSA.” kata Tera sambil mengingat – ingat.
“Oh, kebetulan saya guru disana. Besok saya mulai mengajar.”
Tera semakin ternganga. Tak terbayang sebelumnya cowok ganteng yang terbilang masih muda ini mengajar di sekolahnya.
Mereka sudah sampai di depan kamar yang akan ditempati Wisnu.
“Aku ke depan lagi ya Pak.” Tera mohon diri.
“Kalau diluar sekolah kamu boleh memanggilku seperti tadi. Tidak usah terlalu formal.”
“Baik.. kak.. saya permisi.” kata Tera sambil berbalik meninggalkan Wisnu.
“Silahkan.” Wisnu kemudian membuka kunci pintu kamarnya dan masuk untuk beres – beres.
Tera menyandarkan tubuhnya di tiang samping kedai sambil melipat satu kakinya. Dia berusaha mengontrol hatinya yang bergetar. Nggak mungkin aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Tapi siapa coba yang tak tertarik dengan cowok seganteng kak Wisnu. Tera berguman dalam hati.
Ahh.. sudahlah.. Tera mengibaskan tangannya di depan wajahnya mencoba mengabaikan perasaannya. Dia lalu kembali berjalan menghampiri neneknya yang sedang kerepotan melayani pembeli.
"Nek, biar Tera saja yang nyuci piring. Nenek lanjut aja memasak pesanan. Kalau udah, nenek panggil Tera saja biar aku anter ke meja pembeli." kata Tera sambil mencuci piring kotor yang menumpuk.
"Iya sayang, terima kasih ya dah bantuin nenek."
"Hari ini lebih ramai dari biasanya, mungkin ini rejeki kamu sayang." kata nenek sambil mengaduk masakan.
"Ah nenek bisa aja." Tera tersenyum.
Memang benar, kedai bu Lydia sangat ramai hari ini. Bahkan bahan - bahan untuk masakan sudah hampir habis. Mungkin hari ini mereka akan tutup lebih awal.
Meski lelah namun Tera sangat senang. Senyumnya tak pernah hilang melihat nenek yang begitu semangat melayani pembeli. Lain kali dia ingin belajar memasak meski itu sulit. Setidaknya masak untuk dimakan sendiri bukan dijual. Kasihan anak orang pingsan kalau makan masakannya batin Tera tertawa dalam hati.
******
Bersambung...
Kedai bu Lydia masih ada satu dua yang datang membeli namun bahan masakan sudah tidak lengkap. Waktu masih menunjukkan pukul 15.00 nenek berniat untuk tutup saja daripada mengecewakan konsumen dengan menu yang tidak lengkap. Tera memasang tulisan CLOSE di depan pintu masuk. Dia kembali berjalan ke dalam dan membantu nenek beres –beres.
Setelah selesai mereka duduk di kursi kedai untuk beristirahat sejenak
“Capek ndak Nek?” ucap Tera sambil memijat bahu neneknya.
“Nenek sudah biasa, kamu sendiri gimana?”jawab nenek Lydia.
“Jujur capek sih nek, tapi Tera seneng.” ucap Tera sambil nyengir.
“Kamu sich ngeyel.”
“Kan nenek dah bilang kamu istirahat aja.” ucap nenek sambil memegang tangan Tera yang ada di bahunya.
“Ga capek – capek amat kog Nek. Capek tapi asyik kog.”
“Tera seneng bisa jadi anak yang berguna bagi Nusa dan Bangsa Hahaha.” Tera dan nenek tertawa mendengar kenarsisan Tera.
“Cucu nenek narsis juga ya.. hehehe..” nenek kembali tertawa.
“Nek ke dalam yukk.” Tera menarik tangan neneknya dan berjalan sambil menggandengnya manja.
Tiba – tiba dia teringat tentang Wisnu membuatnya menghentikan langkahnya. Nenek ikut berhenti menatapnya heran.
“Kenapa sayang?” tanya nenek.
“Emm.. Kak Wisnu ternyata guru magang di sekolah Tera Nek.”
“Bagus dong kalian bisa berangkat bareng biar lebih akrab.”
“Ihh, Nenek Tera kan malu.” sahut Tera cemberut dan kembali berjalan.
“Lho kog malu sich.”
“Deket sama guru bisa minta diajarin kalau gak bisa ngerjain PR.” canda nenek sambil menutup mulutnya.
“Nenek tuh ya. Ngajarin cucunya memanfaatkan situasi aja.” Tera cemberut.
“Tera kan malu kalau dia tahu aku anak yang badung.” ucap Tera kemudian tak bersemangat.
“Itu kan dulu sayang. Sekarang kamu adalah cucu cantik nenek yang baik dan pintar.” ucap nenek sambil memeluk Tera.
“Terima kasih Nek.” Tera berkaca – kaca.
Mereka sampai di dalam rumah dan masuk ke kamar masing – masing untuk mandi. Sebelum mandi Tera masih harus membereskan bajunya yang sejak kemarin masih ada di tasnya.
Tak berapa lama berselang dia sudah kembali segar. Hari masih begitu sore untuk tidur. Tera ke ruang depan untuk menonton TV. Acaranya tidak begitu menarik, Tera mencoba memainkan game di Hpnya mengusir kejenuhan. Dia asyik bermain game hingga tak menyadari kalau Wisnu sudah memperhatikkannya dari tadi.
Wisnu keluar kamar karena terbangun mendengar suara TV menyala. Ternyata yang dilihat bukannya TV melaikan HP. Kemudian Wisnu berjalan dan duduk di samping Tera.
“Anak ayam.. eh.. anak.. an..” Tera latah karena kaget lalu berhenti setelah sadar dari keterkejutannya. HP yang dipegangnya pun jatuh.
“Aduhh kak Wisnu. Bilang – bilang dong kalau mau duduk. Jantungan nih.” kata Tera sambil menerima HP Tera yang diambilkan Wisnu.
“Kamu aja yang gak denger aku panggil dari tadi.” kilah Wisnu santai sambil pura – pura melihat acara TV.
“Mana ada. Dari tadi gak ada suara kog.” ucap Tera cemberut. Untung kamu ganteng kak, kalau nggak udah aku timpuk pakai sendal. Batin Tera.
“Dibilangin gak percaya, coba aku tanya. Di TV tadi lagu siapa yang tayang barusan.” tanya Wisnu.
“Emm.. gak tau kak.” Tera merasa bodoh. Pipinya merah menahan malu. Tapi bagi Wisnu itu menyenangkan karena dia terlihat imut.
“Nah kan. Ku bilang juga apa.” Wisnu merasa menang. Sudah lama dia tidak sesenang ini.
Setelah hening sejenak Wisnu kembali bertanya.
“Oh, iya nama kamu siapa? Tadi kita belum sempat berkenalan.”
“Lentera, panggil saja Tera.” jawabnya datar.
“Besok kakak ke sekolah naik apa?”
“Entahlah. Jalan kaki mungkin.” ucap Wisnu sambil menghela napas.
Tera mengamati Wisnu intens, dari wajahnya yang bersih, kulitnya yang terawat, badannya yang bagus, kelihatannya dia bukan orang yang susah.
“Eh, kenapa kamu lihatin aku begitu ya. Apa alisku panjang sebelah?” goda Wisnu merasa dilihatin.
“Eng..enggak papa. Alis kamu baik – baik saja. Hanya saja..” jawab Tera gelagapan. Sebenernya dia malu setengah mati tapi mencoba untuk biasa saja.
“Hanya saja kenapa?” selidik Wisnu.
“Hanya saja ada iler di bibir kamu.” bohong Tera sambil tertawa.
“Yee.. mana ada coba.” ucap Wisnu tak terima sambil mengusap mulutnya.
“Udah buruan kakak mandi sana keburu malem.” ucap Tera.
“Udah akrab aja cucu2 nenek nich.” ucap nenek dari dapur.
“Iya Nek, aku pikir disini bakalan sepi. Untung ada cucu nenek jadi rame.” kata Wisnu.
“Aku bantuin ya Nek.” Tera berjalan menuju dapur.
“Udah kamu mengobrol saja sama nak Wisnu.” jawab nenek sambil memotong sayuran.
“Ogah ahh, kak Wisnu belum mandi.” ucap Tera pedas.
Wisnu tak menjawabnya, dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Cantik sih tapi mulutnya tajem.
“Aku mandi dulu ya Nek.” jawab Wisnu sambil berjalan ke kamarnya.
Kamar yang di sewa Wisnu memiliki kamar mandi di dalam, begitupun kamar nenek. Hanya kamar Tera yang tidak ada kamar mandinya di dalam. Itu karena kamar yang ditempati Tera merupakan kamar tamu.
Tera membantu nenek sambil memperhatikan cara nenek memasak. Sepertinya dia sangat ingin bisa memasak. Tentu dia harus bekerja keras karena membedakan lada dengan ketumbar pun tak tahu. Tapi nenek dengan telaten menjelaskan pelan - pelan membuat Tera cepat mengerti.
"Taraa.. masakan ala chef Tera dan nenek." gaya Tera menirukan salah satu acara TV membuat nenek tertawa.
"Buruan ditata di meja makan sanah.. " kata nenek sambil menuang masakan yang lain ke piring - piring.
"Nek, kira - kira Tera bisa masak enak seperti nenek tidak ya?" tanya Tera sedikit merasa ragu.
"Pasti bisa sayang. Kamu harus optimis dong." kata nenek menyamangati.
"Tapi memotong wortel aja aku nggak bisa Nek." sambil mondar mandir menata makanan, piring, dan gelas di meja.
"Ini udah semua kan Nek?" melihat nenek datang membawa teko air putih ke meja makan.
"Lama - lama nanti juga bisa sayang. Kamu harus rajin berlatih biar biasa." kata nenek sambil duduk.
"Kamu panggil nak Wisnu sana!"
"Kita ajak makan sekalian." kata nenek sambil menuang air putih ke gelasnya.
"Baik Nek." ucap Tera lalu berlalu menuju kamar Wisnu.
TOK..TOK..TOK..
Tera mengetuk pintu kamar Wisnu.
"Kak, di panggil nenek buat makan malam."
Wisnu membuka pintu kamarnya tiba - tiba membuat tangan Tera yang hendak mengetuk pintu lagi melayang di depan wajah Wisnu. Untung dia sigap, kalau tidak sudak kena ke wajah Wisnu.
"Maaf habisnya lama gak bukain pintu." ucap Tera nyengir.
"Tadi lagi jalan, gak sabaran banget sich." ucap Wisnu sambil menutup kembali pintu kamarnya.
"Yuk." Wisnu berjalan mendahului Tera yang masih terlihat kesal.
Tera pun segera mengikuti langkah panjang Wisnu dengan sedikit berlari.
"Terima kasih Nek. Wisnu jadi merepotkan Nenek." kata Wisnu setelah duduk di meja makan.
"Anggap saja rumah sendiri Nak Wisnu. Mulai sekarang kamu adalah bagian keluarga ini. Tidak perlu merasa sungkan." kata nenek tulus.
"Dengan senang hati Nek." Wisnu melirik ke arah Tera yang duduk di depannya.
"Nggak usah liat - liat. Buruan makan." ucap Tera ketus. Dia menyodorkan makanan ke dekat Wisnu.
"Jangan diambil hati Nak Wisnu. Tera memang begitu." kata nenek sambil melihat Wisnu takut kalau tersinggung.
"Nggak apa Nek, Tera tidak berbuat kesalahan kog." kata Wisnu.
"Tadi Wisnu saja yang kurang sopan melihatnya begitu lama."
"Oh,iya kamu bisa pakai sepeda yang ada di garasi kalau kamu mau." kata nenek menawari sepeda untuk Wisnu.
"Wah, terima kasih nek."
"Kebetulan saya mengajar tak jauh dari sini Nek. Bisa sekalian olahraga."
Makan malam terasa berbeda bagi nenek Lydia. Dia sangat bahagia ada yang menemaninya di rumah yang biasanya sepi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!