NovelToon NovelToon

SALAM TERAKHIR

Episode 1

"Kata orang, Jakarta keras. Tak kerja maka tak makan."

.

.

.

Mike sama seperti kebanyakan orang lainnya yang memilih Jakarta sebagai tempat untuk merantau. Tujuan datang ke Jakarta pun mungkin sama seperti kebanyakan orang - untuk kuliah, juga untuk bekerja.

Ketika menginjakan kaki pertama di Jakarta - kota yang tak pernah tidur - Mike masih seperti orang yang baru pertama kali merantau padahal ia pernah meninggalkan kampung halamannya dan pergi merantau ke Jayapura, di Tanah Papua.

Mike pernah merantau ke tanah Papua, di Jayapura. Sejak menyelesaikan pendidikannya di bangku SMA, Mike memutuskan pergi ke sana menerima tawaran dari salah satu sepupunya yang sudah lebih dahulu merantau dan bekerja disana.

Ia masuk kerja mengikuti saudaranya yang adalah seorang operator alat berat di sebuah perusahaan kontraktor, PT. Agung Mulia Iriana. Hari-harinya ia habiskan dengan bekerja, keluar masuk hutan mengerjakan jalan penghubung Trans Papua dari Kabupaten Abepura hingga Kabupaten Keerom.Itulah sebabnya ia merasakan hal yang baru ketika tiba di Jakarta.

Beruntungnya Mike adalah orang yang cepat bergaul sehingga ia betah dan memiliki banyak teman yang adalah putra asli tanah Papua.

Hampir dua tahun Mike mengabdikan dirinya bekerja disana, hingga suatu ketika terpapar penyakit malaria yang menyebabkan Mike dirawat di rumah sakit selama satu mimggu lebih.

"Kalau kamu tidak segera angkat kaki, kamu akan mati disini. Malaria disini ganas," kata salah seorang rekan kerjanya waktu itu sehingga ia memutuskan meninggalkan Papua dan pindah merantau ke Jakarta.

Mike kebingungan pasalnya Jakarta benar-benar baru baginya. Simpangnya banyak. Sedikit saja ruas jalan yang dilewati dua jalur kendaraan sekaligus. Semua masing-masing arah. Ada jalan seperti jalan tingkat - ada kendaraan yang berjalan di bawah, ada kendaraan yang berjalan di atas.

Bangunannya serba tinggi. Kotanya indah apabila kita melihatnya di malam hari. Semua itu benar-benar menakjubkan bagi anak kampung sepertinya.

Hal yang paling tak ia sukai ialah ketika melihat pemandangan banjir di kota ini. Air tergenang di mana-mana. Banyak kendaraan yang terganggu perjalanannya bahkan sampai hanyut terbawa air. Rumah-rumah warga digenangi air, tak sedikit pula yang sampai rubuh diterpa banjir.

Pemandangan ini terkadang membuatnya berpikir bahwa lebih baik ia kembali ke kampung saja. Disana banjir mengalir di kali yang memang hanya bisa dialiri air saat hujan. Banjir tidak menerobos masuk ke rumah-rumah tanpa permisi. Banjir tidak menyeberangi jalanan dan mengganggu perjalanan. Disana pokoknya aman dari banjir.

Dan hal yang paling menyenangkan ialah disini banyak sekali perkumpulan-perkumpulan orang-orang satu daerah. Mereka membentuk kelompok arisan, komunitas bahkan organisasi kedaerahan. Disinilah keinginannya untuk melanjutkan kuliah muncul.

Mike menemukan banyak sekali teman-teman yang satu daerah dengannya. Mereka ada yang bekerja, ada yang bekerja sambil kuliah dan ada yang hanya kuliah saja dengan biaya dari orang tua.

Mike mendapatkan semangat dari mereka ketika ia melihat mereka begitu semangat dan pandai memanage waktu mereka untuk pergi ke tempat kerja untuk bekerja dan pergi ke kampus untuk kuliah.

Ada juga yang sempat mengatakan padanya bahwa Jakarta ini keras. Tak kerja maka tak makan. Tak sekolah maka tetap bodoh. Lalu ia pun memutuskan untuk bekerja sambil kuliah.

Berkat bantuan salah seorang kenalannya, Mike mendapat sebuah kesempatan untuk mengikuti pelatihan bersertifikat Gada Pratama - penyalur tenaga satuan pengaman atau security.

Mike kemudian mecoba melamar kerja pada sebuah hotel bintang lima sebagai seorang security dan ia diterima berkat sertifikat Gada Pratama yang ia miliki.

Merlynn Park Hotel, menjadi tempat ia berlabuh mencari rezeki untuk bertahan hidup di Jakarta dan juga upah dari kerjanya ia pergunakan untuk membiayai kuliahnya.

Merlynn Park Hotel terletak di Jalan KH. Hasyim Azhari daerah Jakarta Pusat. Bandara terdekatnya ialah Halim Perdana Kusuma, hanya 14 km. Tapi tentu saja itu tidak menjamin cepat atau lambatnya orang akan sampai ke Merllyn Park Hotel karena kondisi Jakarta yang tidak bisa dihindarkan dari kemacetan.

Jarak hotel tempat Mike bekerja pun tidaklah terlalu jauh dengan kost, tempat berlindung Mike di Jakarta. Hanya butuh beberapa menit saja dengan mengendarai sepeda motor.

Mike mendiami sebuah kost yang berada di daerah Salemba Bluntas, Jakarta Pusat. Tentu saja ia mencari kostan yang harganya bisa ia jangkau dengan hasil kerjanya sendiri. Ia tidak mengharapkan kiriman dari orang tuanya. Apalagi ibunya hanya sendiri di kampung, ayahnya telah meninggal dunia.

Kostnya berada di antara beberapa kost lain. Kiri dan kanan kostnya, masih banyak kamar kosong. Total deretan kost tempat ia tinggal sekitar sepuluh kamar kost, enam kamar telah terisi, hanya tersisa empat kamar yang belum diisi.

Ada pintu gerbang sebelum memasuki area kostan. Pemilik kost tidak tinggal disitu, mereka memiliki tempat tinggal yang juga tak jauh dari kost tempat Mike tinggal.

Setiap awal bulan, para penghuni kost termasuk Mike membayar kost via trasnfer ke rekening pemilik kost. Namun ada beberapa juga yang langsung bertemu pemilik kost bila ada uang cash di tangan.

Mike memberitahu ibunya - yang ia punya hanya ibu - bahwa ia ingin bekerja sambil kuliah. Ibunya mendukungnya. Asalkan Mike harus pandai membagi waktu untuk bekerja dan juga untuk kuliah. Itu saja pesan dari ibunya.

Sembari menunggu pendaftaran masuk dibuka, ia mulai mengumpulkan uang hasil kerjanya untuk uang pendaftaran. Mike mulai mengurangi kebiasaan merokoknya.

Kegiatan rutin setiap malam Minggunya - pergi ke warung kopi sekedar menumpang sambungan wifi dan juga agar lebih mendapaatkan suasana yang nyaman untuk bisa merangkai puisi pun ia kurangin.

Pokoknya semua kegiatan yang mengeluarkan biaya ia kurangin. Mike memilih berdiam diri di kamar, mendengar musik dan menulis.

Mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi daerahnyapun ia kurangin jika tidak terlalu penting baginya.

Mike benar-benar berniat mengubah semua kebiasaannya hanya demi kuliahnya.

Dukungan dari Ibu-lah, salah satu alasannya untuk mengambil langkah ini. Dan ia pastikan semua demi kebahagiaan Ibu.

"Aku yakin, suatu saat nanti jika sudah tiba waktunya Ibu akan datang ke kota ini untuk mendampingiku di wisudaku nanti," batinnya.

Mike sungguh menyayangi ibunya yang ia tinggalkan sendirian di kampung.

"Tuhan, semoga langkahku ini tepat dan jika waktunya tiba nanti, aku ingin Ibu tersenyum bahagia datang ke kota ini".

Mike menulis kalimat ini pada secarik kertas lalu ia letakkan pada pojok doa di kamarnya - ini tak pernah ia lewatkan ketika ia ingin meminta sesuatu pada Tuhan.

🌹Pembaca yang budiman. Terima kasih sudah membaca karyaku. Mohon dukungannya untuk like, komentar untuk perbaikan dan jangan lupa vote.

Jagalah kesehatan, stay home dan patuhi setiap peraturan yang telah ditetapkan pemerintah selama masa pandemi ini.

Tuhan memberkati.🌹

Episode 2

"Non scholae sed vitae discimus : bukan untuk sekolah tetapi untuk hidup kita belajar - pepatah kuno bahasa latin"

.

.

.

Mike PoV

Hari yang ia tunggu-tunggu: mendaftar kuliah. Semangatnya luar biasa.

Mike melangkah penuh semangat melewati pintu gerbang kampus - menyapa beberapa orang yang lewat lalu berjalan terus menuju sekretariat pendaftaran penerimaan mahasiswa baru. Semoga saja tak banyak yang antri di dalam sana karena ia harus buru-buru pulang, batinnya.

Hari ini jadwal Mike shift siang dan ia tidak boleh terlambat. Jika terlambat, ini menjadi pertama kalinya ia terlambat datang ke tempat kerja.

Mike bekerja sebagai seorang satuan pengaman (satpam) pada sebuah hotel ternama di kota ini. Gaji ia bekerja disini lumayan untuk dia membiayai kuliahnya sendiri dan juga untuk keperluan mendadak di kampung.

Menjadi anak sematawayang bukanlah hal mudah. Tambah lagi ayah - tulang punggung keluarga - telah pergi untuk selama-lamanya dan ibu ia tinggalkan sendirian di kampung mengurus peternakan ayam pedaging peninggalan almarhum ayah.

Tapi Mike yakin ia bisa melewati ini semua. Tuhan tak mungkin memberikan cobaan melebih batas kemampuan hamba-Nya.

Mike melangkah pasti menghampiri ruang sekretariat pendaftaran mahasiswa baru. Dia menghembus napas lega begitu masuk - tidak banyak orang yang antre disana.

Hanya ada enam orang perempuan dan dia laki-laki satu-satunya yang menunggu giliran mendaftar bersama lima orang lainnnya.

"Hai. Mau mendaftar juga ya ?" Ada yang menyapanya ketika ia duduk.

"Iya. Mau mendaftar juga," jawab Mike seadanya sambil sedikit memberikan senyum pada orang itu.

"Aku Mega, " lanjut perempuan disampingnya itu memperkenalkan dirinya sambil memberikan tangnnya mengajak salaman.

"Aku Mike. Tapi bukan almarhum Mike Mohede si penyanyi itu," jawab Mike sambil mengajak bercanda sembari menyalami tangan gadis itu.

Lalu mereka diam sejenak. Mike mengeluarkan beberapa berkas dari dalam tas. Memeriksanya kembali lalu meletakkan tasnya kembali ke atas kursi disampingnya yang tidak diduduki orang. Mike melirik jam tangannya. Masih banyak waktu untuk ia bisa masuk kerja hari ini.

"Lagi buru-buru ya ?" Mega tiba-tiba bertanya. Mungkin dia melihatnya ketika Mike melirik ke jam tangannya. Dia mungkin tahu bahwa Mike masih ada keperluan lain setelah ini.

"Kalau buru-buru, duluan saja. Aku kemudian saja," Mega melanjutkan lagi perkataannya.

"Oh iya. Terima kasih. Aku santai saja. Tidak apa-apa kamu duluan saja. Aku sedang tidak buru-buru,"jawab Mike menutupi kebohongannya. Padahal dalam hati ia mau sekali untuk lebih dahulu.

Beberapa orang sudah mulai keluar meninggalkan ruangan. Tersisa tiga orang termasuk Mike. Dia melirik lagi jam tangannya - kali ini lebih hati-hati agar tidak ketahuan oleh Mega. Masih tersisa dua setengah jam. Masih cukup waktu untuk bisa masuk kerja dan tidak terlambat. Semoga saja tidak terjebak macet di jalan seperti tadi pagi dalam perjalanan kesini. Jika terjebak macet, sudah pasti ia akan terlambat karena jarak kampus dengan tempat kerjanya lumayan jauhnya.

"Aku duluan ya," Mega mengagetkannya. Mega berdiri dan berjalan menuju meja pendaftaran.

"Oh iya. Silahkan," jawab Mike singkat.

Dalam pikirannya seketika bertanya-tanya. Pulang ke arah mana Mega. Kalau bisa, dia menumpang bersamaku saja, pikiran Mike mulai mengada-ada. Berharap akan menjadi kenyataan. Lumayan, sudah punya teman nanti jika sudah mulai kuliah disini. Apalagi seangkatan. Dan semoga saja, kami mendaftar di jurusan yang sama. Pikirannya mulai berharap-harap.

Mike mengambil berkas-berkas pendaftarannya lalu berjalan maju ketika Mega telah selesai mendaftarkan dirinya.

Ketika dipersilahkan untuk duduk, dengan cepat matanya melirik melihat nama terakhir mendaftar dengan program jurusan apa. Mike tersenyum kecil ketika membaca tulisan Bahasa dan Sastra Indonesia. "Sudahlah. Kami memang sudah ditakdirkan untuk menjadi teman di kampus ini," batinnya.

Lalu Mike memyerahkan semua berkas-berkasnya ketika diminta. Dan tanpa ragu-ragu ia menyebutkan Bahasa dan Sastra Indonesia ketika ia ditanya.

Satu tahap selesai. Dalam hati Mike berterima kasih kepada Tuhan untuk semua yang sudah ia lewati pagi ini.

Mike berjalan keluar menuju gerbang. Sepeda motornya ia parkirkan di samping warung depan kampus. Ketika hendak menyeberang, ada suara yang memanggil.

"Mike."

Dia mencari suara itu. Ternyata Mega - ia berlari kecil menghampiri Mike.

"Hai, masih disini ?" Dengan cepat Mike bertanya seolah-olah sudah lama kenalan.

"Ya. Aku juga mau pulang."

"Mau ikut denganku ?" Mike bertanya cepat. Tuhan mendengar doanya tadi. Semoga Mega mau pulang bersamaku.

"Boleh. Tapi tidak apa-apa kalau aku ikut bersamamu ? Aku tidak punya helm. Helm kamu juga cuma satu."

" Semoga tidak apa-apa. Kita jalan saja," Kata Mike cepat meyakinkan Mega agar dia mau ikut bersamanya.

Mike dan Mega meninggalkan kampus. Mike mengantarnya sampai ke tujuan. Tidak banyak obrolan selama perjalanan mereka. Tapi setidaknya Mega tahu mereka memilih program studi yang sama.

Mega PoV

Ia merebahkan tubuhnya setelah masuk ke kamarnya. Ia meraih handphone lalu mengabari orang tuanya perihal pendaftarannya. Lalu kembali ia letakkan handphonenya ke atas meja.

"Kenapa aku tidak memberanikan diriku untuk meminta nomor handphone Mike, ya. Mungkin saja Mike ada waktu dan bisa jalan-jalan denganku," gumam Mega menyesal, mengenang Mike, lelaki yang ia kenal tadi pagi di kampus dan sudah langsung mengantarnya sampai ke kost.

Mega tersenyum sendiri. Mungkin saja apa yang ia rasakan saat ini ialah rasa yang sama juga dialami orang lain ketika pertama kali bertemu seseorang dan magis dari orang itu menghujam tepat di dada.

Mega berusaha memejamkan matanya namun itu sulit ia lakukan. Bayangan lelaki itu masih melekat erat pada ingatannya. Sosok lelaki yang sederhana, sedikit pemalu, dan baik hati pastinya yang dengan berani melawan peraturan lalu lintas berkendara, mengizinkannya untuk tetap ikut meski hanya ada satu helm.

Sepanjang perjalanan tak ada yang mereka bicarakan namun di belakang lelaki itu, jantung Mega berdegup kencang. Ia telah jatuh cinta dengan lelaki itu.

Tak butuh waktu lama, padahal selama masa SMA-nya, Mega adalah sosok gadis yang dingin. Tak banyak teman lelakinya. Ia selalu menjauh ketika ada lelaki yang ingin dekat dengannya.

Nanti juga bertemu lagi, tak mengapa jika hari ini tak ada perbincangan di sepanjang jalan, batin Mega lagi membayangkan kembali wajah lelaki itu lalu ia tersenyum sendiri.

"Anda akan pulang ke rumah, berbaring dan tersenyum sendiri membayangi wajahnya ketika menyadari Anda pertama kali jatuh cinta pada pandangan pertama"

🌹Pembaca yang budiman. Terima kasih sudah membaca karyaku. Mohon dukungannya untuk like, komentar untuk perbaikan dan jangan lupa vote.

Jagalah kesehatan, stay home dan patuhi setiap peraturan yang telah ditetapkan pemerintah selama masa pandemi ini.

Tuhan memberkati.🌹

Episode 3

Semester pertama telah ia lalui dengan nilai yang memuaskan. Waktu liburan akan ia isi dengan kesibukan bekerja tanpa ada izin cuti sedikitpun seperti yang ia lakukan ketika dalam masa ujian karena ia butuh waktu untuk fokus menghadapi ujian.

Hubungan pertemanannya dengan Mega berjalan baik. Selalu pulang bersama-sama setelah jam kuliah selesai. Kadang mereka menyempatkan diri singgah ke taman untuk sekedar duduk berdua dan saling berbagi cerita. Semuanya berjalan seperti biasa. Mike sama sekali tak ada perasaan lebih pada Mega - ia sudah seperti saudari semata wayang bagi Mike, selalu ada di saat Mike butuh bantuannya. Tugas kuliah pun kadang dikerjakan bersama-sama.

Tapi Mike tak tahu seperti apa perasaan Mega padanya. Sama sekali ia belum melihat ada tanda-tanda bahwa Mega menyimpan rasa suka padanya. Mega memang selalu pandai menyembunyikan perasaannya - seperti waktu itu ketika ia harusnya kecewa ketika Mike sudah janji akan mengantarnya pulang tetapi karena Mike terburu-buru hingga Mike meninggalkannya pulang sendirian dengan angkot. Ia sama sekali tidak menunjukkan itu pada Mike.

Dan hari ini mereka berjanji untuk bertemu di taman tempat biasa mereka sering menghabiskan waktu berdua menghilangkan segala lelah mereka dengan tugas kuliah.

"Mike, boleh aku bertanya sesuatu ?" Mega memecah keheningan. Mike menampakan wajah gagap seketika, dan menatap bisu wajah Mega sebelum menjawabnya. Mega tidak seperti ini biasanya. Tidak perlu menunggu persetujuan Mike ketika ingin bertanya.

Mereka selalu duduk berhadapan ketika berkunjung ke taman ini. Tidak seperti para pengunjung lain yang kadang duduknya bersebelahan agar lebih mudah ketika ingin menyenderkan kepala di bahu kekasih mereka.

"Iya boleh. Ada apa ? Kamu tidak harus meminta persetujuanku bila ingin bertanya."

"Apakah kamu suka memilih-milih siapa yang akan kamu jadikan pasangan hidupmu ?" Tanya Mega mengagetkan Mike. Mike mengernyitkan dahi kebingungan. Mega menyadari hal itu.

"Maksudku tipe perempuan impian kamu itu seperti apa ?" Mega bertanya lagi, blak-blakan saja pertanyaannya. Tidak banyak basa-basi. Mega memang selalu seperti itu - tidak bertele-tele.

Mike diam sejenak. Awalnya bingung, mengapa Mega bertanya seperti itu ? Apakah firasatnya benar bahwa Mega ada rasa suka dengannya ?

"Aku hanya ingin tahu saja kira-kira tipe perempuan yang kamu sukai, yang akan kamu pilih untuk menjadi pendamping hidup kamu itu seperti apa ? " Lanjut Mega lagi setelah Mega menyadari bahwa Mike sedang bingung dengan pertanyaannya. Benar, Mike semakin bingung dengan pertanyaan Mega. Mike sama sekali belum berpikir soal itu.

"Aku tidak tahu. Maksudku, untuk saat ini aku belum memikirkan soal itu. Aku masih mau fokus dulu dengan kuliahku," jawab Mike sekenanya berusaha agar jawabannya tidak menyinggung perasaan Mega. Mike sudah benar-benar yakin bahwa Mega memendam rasa padanya dengan pertanyaannya.

"Oh, begitu. Aku maklumi itu Mike. Aku juga sama - belum memikirkan soal itu," respon Mega cepat menanggapi jawaban Mike tadi.

"Lalu kenapa kamu bertanya seperti itu ?" Kali ini Mike yang bertanya pada Mega untuk memastikan apa alasan Mega bertanya seperti itu padanya.

"Ya, aku hanya ingin tahu saja. Kalau saja nanti Tuhan mengizinkanku untuk terus bersamamu, aku harap apa yang kamu impikan pada diri gadis yang akan mendampingimu sudah kau temukan dalam diriku," jawab Mega jujur.

Mike seperti disambar petir. Apa yang Mike pikirkan sebelumnya benar, Mega memang berharap bisa jadi pendamping hidupnya nanti. Mike menjadi gugup. Diam membisu. Tak bisa berkata-kata lagi. Ia sungguh kaget mendengar jawaban Mega yang sangat jujur mengatakan semuanya.

Lalu aku harus bagaimana ? Apakah aku harus mengharapkan hal yang sama seperti Mega ? Ahh, ini benar-benar bukan waktu yang tepat untuk aku memikirkan soal ini, batinnya.

"Kenapa, kamu keberatan jika aku berharap akulah gadis yang kelak memenuhi semua kriteria kamu dan menjadi pendamping hidup kamu ?" Tanya Mega tiba-tiba, menghentikan kegusaran Mike. Ia gagap. Tak tahu harus berkata apa.

"Aku, mmm. Aku, aku. Aku tidak tau," jawabnya gugup. Mega diam saja menunggu kelanjutan jawaban Mike.

"Aku tidak tahu Mega. Aku rasa sekarang bukan waktu yang tepat untuk membicarakan ini. Aku rasa terlalu cepat," bicaranya agak cepat. Tapi nada Mike santai agar tidak menyinggung perasaan Mega.

" Kamu tahu, kamu sudah aku anggap seperti saudariku sendiri. Kamu telah menemaniku selama satu semester, selalu ada disaat aku membutuhkan bantuanmu, selalu mengerti denganku, jadi aku rasa aku tak pantas jika aku kemudian memiliki perasaan lebih padamu. Aku hanya ingin engkau menjadi saudariku. Menjadi sahabatku. Tidak lebih dari itu, Mega," Mike menatapnya. Pikirannya jadi kacau. Mike harap jawabannya tidak melukai perasaan Mega. Mike benar-benar menganggapnya seperti saudarinya sendiri. Itu saja.

Mega diam di hadapan Mike. Tatapannya tajam.Tapi tak ada aura kekecewaan di wajah Mega. Mega memang pandai menyembunyikan perasaannya tetapi sekali ketika ia ingin mengungkapkannya, ia selalu blak-blakan. Tidak basa-basi.

"Aku mengerti. Aku pahami itu Mike. Aku pun hanya mengatakan kalau saja Tuhan menghendaki, ya apa boleh buat ? Bukankah begitu ? Aku pun mengganggapmu seperti saudaraku sendiri. Kamu baik, perhatian, selalu ada disaat aku membutuhkanmu, selalu memastikan aku pulang dengan selamat sampai di kostku, aku hargai itu. Aku pun tak menginginkan bahwa hubungan ini akan terus berlanjut dan aku yang akan menjadi pendampingmu. Maaf jika aku membuatmu menjadi tidak nyaman denganku," jawab Mega tenang. Ia benar-benar pandai menyembunyikan isi hatinya.

"Ya, aku harap kamu mengerti Mega. Aku tak mau hubungan baik kita hancur karena di antara kita ada perasaan saling suka. Aku mau kita tetap jadi teman, jadi sahabat. Kamu seperti saudariku dan aku seperti saudaramu," jawab Mike santai, berusaha menjelaskan pada Mega agar dia benar-benar tidak tersinggung.

Mereka kembali diam. Mike memegang botol minumannya, berpura-pura memainkannya agar tak terlihat gugup akibat pertanyaan-pertanyaan Mega yang menyentak tadi. Semoga saja Mega benar-benar mengerti dan tidak kecewa.

Mereka menghabiskan malam itu dengan berbagi cerita tanpa memikirkan lagi tentang kriteria gadis idaman calon pendamping hidup sebelum Mike mengantarnya pulang ke kostnya.

*****

Mike merebahkan tubuhnya di ranjang. Tangan kanannya ia letakkan di atas dahi. Mike tidak ingat lagi bahwa kebiasaan buruknya itu dilarang oleh ibunya, katanya pamali jika meletakkan tangan di atas dahi.

Pikirannya menerawang sangat jauh - pada pertanyaan-pertanyaan Mega yang benar-benar membingungkan. Tapi dapat ia pastikan, feelingnya benar bahwa Mega memendam rasa dengannya. Mike mencoba mencerna setiap kata yang ia tanyakan terutama pada kata kriteria.

Apakah iya, mencintai harus ada kriteria?

Bagi Mike, gadis yang akan ia jadikan pendampingnya adalah orang yang tulus mencintai dan menyayanginya, menghargai dan menghormati ibunya, mau menerima segala kekurangan hidupnya, dan mau berjuang bersama-sama dengannya. Itu saja. Yang lain-lain akan ditambahk dalam perjalanan hidup rumah tangga nanti. Mike seketika kembali mengenang Laura, gadis yang yang pernah menunjukan itu semua padanya dulu. Tetapi hanya Mike yang tahu soal Laura. Ia tak menceritakannya pada siapapun.

Mike lalu menggerutu sendiri lalu membalikan badannya meraih bantal guling dan memeluknya erat.

🌹Pembaca yang budiman. Terima kasih sudah membaca karyaku. Mohon dukungannya untuk like, komentar untuk perbaikan dan jangan lupa vote.

Jagalah kesehatan, stay home dan patuhi setiap peraturan yang telah ditetapkan pemerintah selama masa pandemi ini.

Tuhan memberkati.🌹

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!