NovelToon NovelToon

Pernikahan Balas Dendam

BAB 1 ( KISAH)

Zara Altair, adalah seorang gadis yatim piatu yang kehilangan kedua orang tuanya ketika ia masih berusia 8 tahun.

Hal itu, disebabkan karena kecelakaan tragis yang merenggut nyawa kedua orang tua Zara. Telah membuatnya menjadi seorang anak yatim piatu, yang tinggal dan dibesarkan oleh sang paman, adik dari sang ayah.

Zara hidup dengan bayang-bayang masa Lalu. Tinggal bersama sang paman dan sang bibi, tidaklah mudah baginya. Ia harus merasakan hidup dengan penderitaan dan perihnya caci makian yang dilontarkan sang bibi.

Sifat sang bibi yang pemarah, dan tegas. Jauh berbeda dengan sifat sang paman, Murade selalu memperlakukan Zara persis seperti anak kandungnya sendiri.

Tentu saja, Zara tak mempermasalahkan perbedaan sifat antara Murade dan Aegul. Ia merasa bahwa inilah keluarga barunya sekarang, ia bersyukur bahwa pasangan tersebut mau menerima kehadirannya.

Selain paman dan sang bibi, Zara juga memiliki dua sepupu kembar, bernama Latzia Altair dan Atzia Altair, putri dari Murade Savya Altair dan Aegul Altair.

Latzia Altair dan Atzia Altair pula masing-masing masih berusia 18 tahun dan sedang menempuh pendidikan di universitas ternama di London, Inggris. Tentunya dengan beasiswa yang berhasil didapat oleh keduanya.

Mereka juga berparas cantik, sifat keduanya bahkan berbanding terbalik dengan sang ibu. Keduanya gadis periang dan tidak pernah satu pun, kata kotor atau umpatan keluar dari mulut keduanya.

Ya, mereka sempurna, seumpama bintang yang selalu bersinar di langit malam, itulah keduanya.

Zara pun juga mencintai keduanya, ia menganggap mereka seperti adik kandungnya sendiri.

...****************...

Namun pada suatu hari, ketika sang paman pulang dari kantor. Ia memanggil Zara dan sang bibi untuk berkumpul di ruang tamu.

Zara tidak tahu apa yang ingin pamannya bicarakan, tapi seperti biasa ia menyiapkan cay(teh) untuk keduanya. Saat wanita itu menyuguhkan cay di atas meja, Murade mulai berbicara.

"Zara persiapkan dirimu, dua minggu lagi kau akan menikah."

Tentu perkataan sang paman membuat Zara seketika terkejut dan menatap tak percaya Murade.

“Apa! Menikah paman, aku tidak salah dengarkan?"

Zara tertawa, "Paman bercanda kan? Aku saja tidak punya kekasih, bagaimana ingin menikah."

"Zara benar, apa yang salah denganmu Murade? Mendadak ingin menikahkannya." Timpal Aegul.

Wajah Murade tampak sendu menatap kedua wanita di hadapannya.

"Kalian tentu tahu perusahaan kita akan bangkrut, hari ini seseorang datang kepadaku dan mengatakan bersedia membantu, asalkan aku menikahkannya dengan Zara."

Zara terdiam, ia tak menyangka akan menghadapi situasi seperti ini.

"Kau tidak perlu khawatir Zara, dia pria baik dan dia--"

Belum sempat Murade menyelesaikan kata-katanya, Aegul langsung berbicara.

"Kau menjual keponakanmu sendiri Murade! Apa yang salah denganmu? Kita bahkan tidak tahu seperti apa pria itu!"

Zara tak menyangka akan mendapat pembelaan dari sang bibi.

"Cukup! tidak ada yang membantah, ini keputusan akhir!"

Bentakkan Murade membuat Aegul terdiam dengan wajah tak percaya.

"Apa kau ingin melihat keluarga kita berakhir di jalanan Aegul, kita masih memiliki dua putri, apa kau ingin merusak masa depan mereka?"

"Lagi pula Zara sudah cukup dewasa, sudah saatnya dia menikah."

"Zara kuharap kau mau mengerti keadaan kami."

Zara membalas dengan senyum kecil yang susah payah ia ukir di wajahnya. Ia sendiri tak kuasa menolak, mengingat kebaikan yang selama ini diberikan keluarga itu padanya.

Meski ada perasaan kecewa dalam dirinya, Zara juga tak tega jika harus melihat masa depan kedua adiknya hancur

Untuk sejenak keheningan menguasai.

"Ya, Paman benar, aku juga sudah dewasa, aku akan menyiapkan diriku sebaik mungkin untuk pernikahan ini." balas Zara.

"Oh, ya, Paman, bibi, minumlah dia akan dingin jika kalian hanya mendiamkannya."

...****************...

Zara akhirnya kembali ke kamar setelah mendengar kabar mengejutkan dan perdebatan panjang kedua paman dan bibinya.

Wanita itu duduk di atas ranjang, tidak tahu harus beraksi seperti apa dengan perasaannya yang kini berkecamuk.

"Aku tak berpikir untuk menikah, lalu bagimana caranya aku menerima semuanya begitu saja?"

Lantas Zara tertawa hampa "Padahal aku menganggap Paman segalanya, ternyata berharap pada manusia memang menyakitkan."

Ya kau perlu sadar akan posisimu di rumah ini Zara, jangan berharap lebih. Zara

Sepanjang malam, Zara tak dapat tidur memikirkan sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Ia tak tahu siapa pria yang akan menikah dengannya, bagaimana rupa dan sifatnya, ia tak pernah tahu.

Lama Zara berpikir tentang siapa pria yang akan menikah dengannya.

Jika dia seorang yang bisa membantu perusahaan sang paman, sudah pasti dia pria kaya. Zara

"Berarti ia bisa mendapatkan apapun dengan uangnya. Termasuk seorang wanita cantik, jika ia menginginkan. Tapi mengapa ia malah memilihku? seorang gadis muda biasa, menyeramkan, dan jelek," gerutu Zara.

Mungkin sangat tidak masuk akal, pamannya mau memohon pada Hanan Kourosh untuk membantu usahanya, ia tahu betul sifat pamannya. Harga diri lebih penting baginya, daripada perusahaan dan uang, walaupun ia adalah seorang yang gila kerja.

Zara bangkit dari tempat tidur dan melihat pada cermin, tampak pantulan wajahnya di sana, tubuh yang tampak dekil dan kusam. Sama sekali tidak ada yang istimewa.

“Apa, sebenarnya yang kau inginkan dariku?”

...****************...

Tak terasa hari demi hari berlalu begitu cepat, hingga pernikahan Zara hanya tinggal menghitung hari. Banyak keluarga telah berdatangan, dan berkumpul untuk mempersiapkan pesta dan sebagainya.

Termasuk Atzia dan Latzia yang langsung kembali ke Istanbul mendengar kabar sang kakak akan segera menikah.

“Kakak, selamat atas pernikahanmu! Aku sangat bahagia, ketika papa menelepon dan mengatakan bahwa kau akan menikah” Ucap Atzia sembari memeluk Zara.

“Kakak,aku berharap semoga kakak selalu bahagia dengan pernikahan Kakak!” Ucap Latzia menambahi

“kalian ini, aku menikah saja belum. Tapi kalian sudah mengucapkan selamat!” Balas Zara.

“Tentu saja, karna akhirnya akan ada pria yang mencintai kakak,” Jawab Atzia sembari mendekat dengan gaya manja pada Zara

Zara tersenyum dan memeluk dua adik kembarnya.

'Aku tidak tahu, apakah aku bisa bahagia hidup dengan pria yang bahkan tak kukenali?'

Zara.

Kebahagiaan pun memenuhi seisi rumah tersebut. Ucapan selamat tak hentinya di dapatkan Zara untuk dirinya yang akan segera menikah. Ia mencoba menutupi kesedihannya, dan berpura-pura bahagia sama seperti yang lain.

Saat Zara duduk sendiri di kursi kamarnya, pamannya datang dan duduk di samping ranjang.

"Paman ... ada apa?" tanya Zara lirih pada paman nya.

"Zara, paman kesini untuk berbicara padamu, paman tahu kau tidak menginginkan pernikahan ini. Tetapi paman terpaksa menyetujuinya, maafkan paman Zara."

"Tidak apa paman, lagi pula ini demi perusahaan paman juga. " jawab Zara singkat tanpa memperhatikan pamannya.

"Zara, paman menyetujui pernikahan ini bukan demi perusahaan, tapi karena kesalahan Paman."

"Maksud paman?" tanya Zara, yang seketika membuatnya memperhatikan pamanya.

"Paman akan ceritakan alasan sebenarnya, bagaimana paman bisa menyetujui pernikahan ini."

BAB 2 (Sebuah Pengakuan)

Malam itu, saat sang Paman tengah membereskan urusan kantor untuk terakhir kalinya. Hanan datang bersama sekretarisnya menuju ruangan Murade.

Murade yang tahu bahwa Hanan pemilik baru perusahaan tersebut, segera menyambut dan mempersilahkannya untuk duduk.

Hanan duduk dengan menyilangkan kakinya, mata tajam pria itu menatap lekat sosok Murade.

"Senang bisa bertemu denganmu Tuan, dan bisakah saya tahu apa maksud dari tujuan anda kemari?" tanya paman kepadanya tanpa basa-basi.

"Seperti kesepakatan yang telah disetujui sebelumnya, saya kemari untuk menemui Anda," ucapnya tenang.

Murade mengangguk, menanti kata-kata yang selanjutnya akan keluar dari mulut Hanan.

Mata tajam Hanan melirik sekretaris yang berdiri di sampingnya.

Seolah mengerti sekretaris tersebut meletakkan koper yang ia bawa ke atas meja, dan membukanya.

Ternyata koper tersebut terisi penuh oleh uang. Awalnya Murade bingung mengapa Hanan menyodorkan uang tersebut padanya.

"Tuan Murade, kami kemari untuk menyerahkan mahar pernikahan keponakan Anda dan Tuan Hanan."

Pria tua itu seketika terkejut, tiba-tiba saja membahas pernikahan yang tidak pernah terpikirkan bahkan terlintas dalam otaknya.

"Pernikahan? Bagaimana Anda tahu tentang keponakan saya? Dan mengapa Anda ingin menikah dengannya?"

"Sebaiknya Anda tidak perlu bertanya, dan lakukan saja persiapannya," balas Hanan dengan tenang tanpa panik sedikitpun.

"Bagaimana bisa seperti itu Tuan? Anda tidak bisa seenaknya memutuskan, bahwa keponakan saya saja masih belum tahu tentang ini."

Hanan menatap tajam Murade dan bibirnya melengkung membentuk senyuman. "Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi Tuan Murade. Anda sudah menyetujuinya dan saya tidak ingin mendengar alasan."

Meskipun nada bicara Hanan tenang, Murade dapat merasakan sosoknya yang amat mendominasi.

Sekertaris memberikan amplop coklat di atas tumpukan uang kepada Murade. Pria itu segera membuka dan ternyata amplop tersebut berisi berkas yang kemarin ia tanda tangani.

Hal yang tidak Murade sadari bahwa berkas tersebut bukan hanya tentang perusahaan, tetapi juga tentang keponakannya.

Ada rasa penyesalan dalam diri sang Paman mengapa ia langsung menandatangani tanpa membaca isi berkas tersebut.

"Tuan Murade kesepakatan yang telah Anda setujui tidak bisa dibatalkan. Saya harap Anda mengerti maksud kami," ucap sekretaris.

"Jika Anda memaksa membatalkan kesepakatan ini, maka Anda harus membayar sesuai nominal yang tertulis di kertas," lanjut sekretaris.

Murade tak dapat membalas, nominal yang tertulis amat besar, bahkan jika ia harus menjual rumah miliknya itu tidak akan cukup, apalagi kini bisnisnya telah bangkrut.

"Satu hal lagi yang perlu Anda tahu Tuan. Saya hanya memberi waktu 14 hari untuk anda menyiapkan pernikahan ini."

"Apa! Bagaimana bisa secepat itu Tuan,

Tolong beri saya waktu."

Hanan tak membalas, pria itu malah beranjak dari tempat duduk. "Tidak ada lagi yang bisa saya sampaikan, saya permisi," ucapnya mengakhiri pembicaraan.

...🦋🦋🦋...

"Zara, Maaf Paman jadi menyusahkan mu."

"Paman tidak tahu jika isi berkasnya seperti itu."

Zara menghela nafas berat, "Tidak papa Paman, setidaknya perusahaan itu bisa tetap beroperasi bukan? dan paman juga tidak akan kehilangannya lagi," balas Zara mencoba menghibur sang Paman.

"Ya, Tuan Hanan memang memberikan kembali perusahaan pada paman, bahkan

akan membantu dalam biaya."

"Tapi itu sama saja seperti paman menjual mu Zara, apalah arti uang-uang itu dibandingkan dengan dirimu."

Bukannya sedih Zara malah tertawa, memang ia tidak ikhlas harus menikah dengan seorang pria yang bahkan tidak ia kenali. Tetapi ia tidak ingin Paman dan bibinya sedih karena dirinya.

"Murade, ayo kesini! Cepatlah ke bawah pekerjaan kita masih banyak!" teriak bibi Zara dari lantai bawah memanggil pamannya.

"Paman, Bibi memanggilmu, cepatlah paman datangi Bibi. sebelum ia berubah menjadi seekor singa, dan mengaum keras pada paman!" Goda Zara pada pamannya.

"Baiklah, paman harap, kau bisa hidup bahagia dengannya Zara, dan semoga Tuan Hanan memang pria baik dan tulus mencintai."

Zara mengangguk pelan dan di ikuti dengan sang paman yang pergi ke lantai bawah. Segera Zara mengunci pintu kamarnya, dan melangkahkan kakinya menuju sebuah cermin.

Dilihatnya lekat pantulan dirinya di cermin, menampakkan sebuah tubuh yang kusam dan dekil, rambut panjang bergelombang sepinggang, bibir kering dan mata yang sayu.

'Apa yang istimewa dariku, aku sangat jelek, tidak pantas rasanya aku menjadi seorang istri baginya, lantas mengapa ia memilihku.' Zara.

“Oh, kuharap semua bisa berjalan baik untukku!” keluh Zara

BAB 3 (Hari Pernikahan)

Waktu berlalu begitu cepat, hingga hari yang di nanti pun tiba. Hari di mana Hanan dan Zara akan mengikat janji suci sehidup semati bersama. Juga sekaligus hari yang akan mengantarkan keduanya, pada awal kehidupan yang baru.

Pesta pernikahan pun diadakan di sebuah gedung mewah bertingkat, di padukan dengan nuansa putih berhias bunga dengan warna senada dan lampu-lampu kecil, menghiasi setiap sisi ruangan. Bisa dikatakan ‘Semua sempurna untuk hari yang bahagia ini’.

Tapi, apa yang tidak sempurna? Ya, kedua mempelai pengantin. Dua orang yang tidak saling mencintai, dan memiliki tujuan yang berbeda. Namun di satukan dalam sebuah hubungan yang akan selalu mengikat mereka, ya, pernikahan.

...****************...

Zara menatap kosong pada cermin besar di hadapannya, ia dapat melihat sesosok tubuhnya yang menyedihkan, berbalut gaun pernikahan berwarna putih berhias batu Emerald di tengahnya. Dan riasan tipis sebagai penambah di wajah, menandakan bahwa ialah pengantin wanitanya. Zara merasa kasihan pada dirinya sendiri, ia merasa takdirnya begitu buruk. Karna harus menikah dengan seseorang yang tidak pernah ia cintai

Tiba-tiba terdengar seseorang mengetuk pintu.

“Masuklah, pintu tidak di kunci.” Jawab Zara, dari dalam ruangan.

“Nona, acara hampir dimulai. Sudah saatnya nona untuk turun,” Lapor pelayan itu.

“Ya, terima kasih sudah memberitahu. Aku akan segera turun,”

Zara menarik nafas dalam, sejak tadi tubuhnya bergetar hebat. Ia mulai beranjak dari duduknya dan berjalan keluar dari kamar menuju lantai bawah.

Pria itu mengulurkan tangannya, membuat Zara yang menunduk itu pun mendongak, untuk pertama kalinya, Zara dapat melihat dengan jelas wajah dan sosok dari pria yang akan menjadi suaminya, Hanan Kourosh.

Ia akui, sang suami memang memiliki wajah rupawan. Bahkan dengan mata biru dan bibir seksinya itu, ia dapat memikat para wanita dalam hitungan menit.

Zara menerima uluran tangan sang suami, dan berjalan bersama menuju tempat yang telah disiapkan untuk keduanya.

Setelah melewati banyak proses dan masing-masing telah menandatangani surat pernikahan. Maka resmilah sudah bahwa Zara dan Hanan menjadi sepasang suami istri.

Di acara yang begitu menyedihkan bagi Zara. Semua orang malah terlihat bahagia di sana, mereka menikmati pesta dan mengucapkan selamat. Walaupun dari belakang mencibir pasangan tersebut. Bagaimana tidak, mereka menilai bahwa Zara dan Hanan sangatlah tidak cocok, bagai langit dan bumi perbedaannya.

"Lihatlah pengantin wanitanya, sangat berbeda dengan pengantin pria, dia tampak sangat buruk dengan tompel besar di wajahnya itu. Bagaimana bisa seorang pria tampan dan kaya dari keluarga terpandang menyukai wanita jelek seperti dia? benar-benar berbeda," Bisik seorang tamu pada tamu lainnya.

"Yah, kau benar sekali. Aku tak habis pikir bagaimana seorang pria tampan seperti dia mau menikahi gadis jelek seperti itu” Jawab tamu lainnya.

Tentu bisik-bisikkan itu terdengar oleh Zara, tapi ia hanya bisa diam menahan dalam hatinya sendiri.

'Aghhh, jika ini bukan hari pernikahanku. Sudah kusumpali mulut kalian itu dengan cabai merah. Lagi pula siapa juga yang ingin menikah dengan pria ini, bukan aku yang ingin menikah dengannya!' Zara

Dengan senyum paksanya Zara menyambut tamu yang datang memberikan selamat. Hingga pernikahan itu selesai tepat pada waktunya.

Hanan yang menerima telepon dari seseorang, segera pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada Zara dan meninggalkannya sendiri di pesta.

Aku akui ia memang tampan, tapi ketampanannya itu tak sebanding dengan sikapnya. Ia benar-benar sombong dan dingin, setidaknya ia bisa mengatakan jika ia ingin pergi. Zara.

Lalu seseorang berbadan tegap, dan berjas hitam, datang menghampiri Zara.

"Nyonya, perkenalkan nama saya Huta. Saya adalah sekretaris tuan Hanan, saya mendapatkan pesan, bahwa saya yang mengantarkan nyonya ke rumah. Beliau juga mengatakan ia akan pulang terlambat, karena ia memiliki banyak pekerjaan yang harus di selesaikan"

"Benarkah, jadi apa aku harus pergi saat ini?"

"Ya, tuan menyarankan untuk pergi sekarang,

karna hari juga sudah malam, Nyonya."

"Baiklah, tapi bisakah kau tunggu sebentar, Huta? A-aku ingin berbicara dengan keluargaku.”

"Baik, Nyonya, silakan saja. Saya juga akan menyiapkan keberangkatan anda," ucap sekretaris itu, sembari pergi meninggalkan Zara, untuk menelepon seseorang.

Sementara Huta pergi, Zara menemui sang Paman dan dua adik kembarnya. Ia pamit pada ketiganya untuk pergi. Sang Paman dengan berat hati mengiyakan kepergian Zara, keponakan yang selama ini selalu diperlakukan seperti anak kandungnya sendiri.

"Paman kemana bibi? aku juga ingin berpamitan padanya,"

"Em, bibimu sudah lebih dulu pulang, Zara. Maaf dia tidak bisa menemuimu," balas sang paman.

Mata Zara berubah sendu, "Oh, tidak papa paman, aku tahu bibi juga pasti lelah."

"Nyonya mobil sudah siap, ayo kita pergi!" ucap sekretaris Huta

Mendengar itu, sang paman lalu menyuruh Atzia dan Latzia untuk membawa koper dan mengantarkan Zara pergi.

"Paman aku pergi, ya," ucap Zara mengakhiri percakapan.

Bersama dua adik kembarnya, Zara pun mengikuti langkah sekretaris itu dari belakang. Ketika Huta melihat koper milik Zara yang di bawa oleh Atzia dan Latzia, ia menyuruh sang sopir untuk meletakan barang-barang Zara di bagasi.

"Nyonya silakan masuk," ucap sekretaris itu yang membukakan pintu untuk Zara.

"Terima kasih Huta," ucap Zara lembut.

Sebelum Zara masuk ke dalam mobil, ia terlebih dahulu memberikan pelukan perpisahan pada dua adik kembarnya.

“Atzia, Latzia kakak pergi. Jaga diri kalian baik-baik. Dan ingat, jangan jadi anak nakal dan turuti perkataan Paman dan Bibi, ya, kalian mengerti?"

“Ya, kak. Kami mengerti, kami akan selalu mengingat pesan kakak,” Jawab Atzia.

Setelahnya Zara masuk ke mobil, Huta duduk di depan bersama sang sopir. Tidak ada pembicaraan di dalamnya, yang ada hanyalah keheningan luar biasa.

Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang, menembus keramaian dan hiruk pikuk ibu kota.

Zara yang duduk di belakang tak bisa berkata apa pun dan larut pada pikirannya sendiri. Entah mengapa setelah berpisah dengan keluarganya, perasaannya terasa sesak. Tampak setelahnya, buliran air menitik keluar dari kelopak matanya.

'Paman, Bibi, aku merasa takut, aku merindukan kalian,' Zara.

Beberapa saat kemudian, sampailah mereka pada rumah bertingkat yang begitu mewah dan megah, juga dengan halaman yang begitu luas.

"Nyonya kita sudah sampai!" ucap sekretaris Huta pada Zara.

"Nyonya?"

Karena tak kunjung mendapatkan jawaban, Huta melihat ke belakang dan mendapati Zara tertidur pulas.

"Tiba-tiba telepon dari saku Huta berdering nyaring.

"Halo tuan, ya aku telah sampai di depan rumah. Nona Zara tertidur di dalam mobil Tuan di mana? Apa tuan ada di rumah? Oh baiklah tuan."

Huta mematikan teleponnya dan turun dari mobil menunggu Hanan datang.

"Tuan berapa lama kita harus menunggu?" tanya sang sopir pada sekretaris Huta.

"Tunggulah sebentar lagi, Tuan besar akan datang untuk menjemputnya!"

"Oh, Baiklah."

Beberapa saat kemudian keluarlah seorang pria tampan dengan piyama putihnya membuka pintu mobil bagian belakang, yang tak lain adalah Hanan. Ia menggendong Zara yang tertidur lelap.

Melihat itu, Huta segera keluar dari mobil dan melangkah mendekati tuan Hanan.

"Tuan, apakah kau akan benar-benar melakukan ini padanya?"

"Ya tentu saja, kau pikir buat apa aku menikahinya, dia harus merasakan apa yang kurasakan juga Huta"

"Tapi tuan!"

"Sudahlah Huta jangan membelanya, aku sudah lelah, nanti saja jika kau ingin bicara lagi"

Mendengar perkataan Hanan, Huta seketika diam dan merundukkan wajahnya, ia membiarkan tuannya membawa pergi Zara yang tertidur.

"Dan ya, besok aku akan datang terlambat, jadi kau urus sebagian pekerjaanku, kau mengerti!"

"Baik tuan, aku mengerti,"

Hanan pun membawa pergi Zara menuju kamar tidurnya, ia meletakan tubuh wanita muda itu di ranjang dan menyelimutinya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!