NovelToon NovelToon

Jodoh Di Pulau Terpencil!

Chapter 1 — Terdampar

Aroma asin garam tersampaikan melalui hidung, ombak menderu, membawa rasa dingin yang mengerat tulang. Langit ditelan Kegelapan pekat yang dihiasi siluet bintang, sementara sinar bulan terpantul di permukaan air.

“Semua kilauan itu, bukanlah emas.” dia meratapi langit dan iri kepada siluet di angkasa, “Tetapi tenang saja, mimpiku telah aku gantung di sana. Tidak lama lagi, pasti akan terwujud!"

Dia mengepalkan tangannya ke langit, senyuman di bibirnya menceriakan malam. Dia adalah Ren Haidil, berumur 19 tahun dan tengah menempuh perjalanan ke Amerika melalui jalur laut. Dia murid berbakat yang mendapatkan beasiswa penuh untuk kuliah di luar negeri.

Demi menggapai mimpinya, dia harus memiliki bukti kemampuan atau yang dikenal ijazah sekolah.

Meskipun begitu, dia perlu menempuh jenjang yang lebih tinggi. Meskipun nilai SMA-nya sangat baik, hal itu tidaklah cukup baginya untuk mencapai mimpinya.

“Havard university, aku datang!” teriaknya dengan penuh semangat disertai ambisi.

Ren bergegas kembali ke kamarnya untuk tidur, tetapi—

“ ... ”

—mimpinya, impiannya mungkin tidak akan terwujud.

Ren memuntahkan air dari paru-parunya dan dengan takut melihat lautan. Pakaian hitam polos yang di double dengan kemeja putih basah dan kotor terkena pasir laut. Menyeka air dan pasir di sekitar matanya, dia menatap lautan luas.

“Kapalnya ... tenggelam?” gumamnya dengan sedih.

Yang tersisa hanyalah barang-barang penumpang dan bagian kapal yang hancur mengambang di lautan. Jejak keberadaan kapal besar lenyap bak ditelan bumi, ingatannya tentang malam itu nian kacau dan butuh waktu untuk memprosesnya.

Ren perlahan ingat bahwa kapal yang dia tumpangi menabrak karang dan mengalami kerusakan besar. Semua penumpang panik, hiruk-pikuk keramaian, huru-hara di mana-mana. Anak memanggil ibu, ibu memanggil anak, pria memanggil wanita, wanita memanggil pria.

Sungguh, sebuah keajaiban besar bahwa Ren berhasil selamat dari malapetaka yang mengancam nyawanya.

“Sial, bukan waktunya untuk melamun!”

Ren bergegas bangkit. Rasa sakit di tubuh dan kepala mulai menyerangnya, tetapi dia dengan kukuh melawannya. Ren menyadari bahwa dia tidak sendiri. Terdapat tujuh orang termasuk dirinya.

Lima orang wanita dan dua orang pria termasuk dirinya. Perbandingan pria dan wanitanya sangat memprihatikan, namun yang terpenting adalah memastikan apakah mereka hidup atau tidak.

“Uhuk-uhuk!” batuk pria berambut coklat panjang yang tidak jauh berada di sisinya.

Dia mengenakan kemeja putih dan sebuah jaket coklat yang diikat di pinggang dengan sepatu kulit hitam.

“Nampaknya dia baik-baik saja, tetapi yang lainnya ...”

Ren menghampiri gadis cantik yang terbaring di dekatnya. Gadis berambut hitam pendek, dengan tubuh langsing dan menggoda para pria. Ren tidak memiliki pemikiran ke sana untuk saat ini dan segera mendekatkan telinganya ke mulut dan hidung gadis itu. Ren juga menekan urat nadinya untuk mengetahui keadaan gadis itu.

“Nafasnya sangat tipis, nadinya berdenyut sangat lemah. Sepertinya dia menelan cukup banyak air.”

Untuk keadaan seperti ini, hanya ada satu cara yang terpikirkan Ren. Meskipun terlihat tidak sopan karena harus menekan di tempat yang sensitif bagi wanita, Ren mengabaikannya dan melakukan CPR atau resusitasi jantung paru-paru.

Ren menekan dada gadis itu untuk membuka kembali saluran pernapasan dan setelah beberapa saat, gadis itu memuntahkan air laut.

“Uhuk-uhuk! Di-di mana ini? Shh, kepalaku terasa sakit.”

“Aku akan menjelaskan situasinya, sini tanganmu, aku akan membawamu ke tempat yang teduh.”

Gadis itu dengan patuh mengulurkan tangannya kepada Ren dan menuju pepohonan yang tidak jauh dari tempat mereka terdampar.

Ren tidak berniat menjelaskan situasinya segera. Setidaknya sampai dia mengumpulkan semua orang dan keadaan batin jauh lebih tenang.

Butuh waktu sekitar setengah jam untuk semua orang sadarkan diri. Atas permintaan Ren, dia mengumpulkan semuanya di satu tempat. Mereka semua jelas masih bingung, karena itulah Ren akan membantu mereka memahami situasi terkini.

“Mohon perhatiannya, aku akan membantu kalian menjelaskan apa yang terjadi. Saat ini sepertinya kita terdampar di sebuah pulau tak berpenghuni,

karena kecelakaan kapal pesiar semalam yang menelan banyak korban jiwa. Kita harus bersyukur bahwa masih diberikan keselamatan.” Ren memasang wajah sedih karena meskipun selamat, mereka terdampar di pulau terpencil.

Alasan Ren menganggapnya tidak berpenghuni, dikarenakan tidak adanya bala bantuan atau jejak orang pernah menempatinya. Namun, dia tidak dapat menjamin hal itu sebelum menjelajahi pulau ini.

“Terdampar? Maksudmu kita harus menunggu di tempat ini sampai tim SAR datang?” ujar pria berambut cokelat gelap.

Wajahnya tampak sangat khawatir disertai sedikit kelegaan, beruntung bahwa dia dapat menilai situasi dengan tenang.

“Jika begitu kita bisa tenang ... Benar kan, Theresia?” ujar gadis kuncir kuda kepada gadis yang hendak menangis di pelukannya.

Mereka menggunakan pakaian olahraga biru muda yang sama, nampaknya mereka berasal dari tempat yang sama dan sudah saling mengenal.

“Y-ya.”

Harapan mereka mulai muncul. Jika tim SAR menemukan mereka, maka nyawa mereka akan terselamatkan dan menjadi tujuh orang yang selamat dari bencana.

Semuanya mulai merasakan kelegaan dalam dada mereka, tetapi semua itu dihancurkan oleh Ren dengan mudahnya.

“Maaf mengecewakan tetapi, aku tidak yakin mereka akan datang dalam waktu dekat.”

“Apa maksudmu?”

“Aku tidak tahu pasti di mana kita terdampar. Jika kita mengasumsikan masih berada di pulau dekat peradaban kota, maka syukurlah. Paling cepat, tim SAR akan menemukan kita dalam jangka waktu delapan atau sembilan hari, yang terburuknya bahkan bisa lebih dari dua minggu. Sampai waktunya tiba, kita harus bisa bertahan.”

Ren dengan pahit mengatakannya, memang harus dia katakan kebenarannya. Kebenaran selalu menyakitkan, namun ketidaktahuan bisa menjadi lebih menyakitkan.

Tim SAR mungkin tidak akan langsung mengirimkan tim penyelamat, mereka akan mengidentifikasi kapal dan mayat yang ada. Jika memang mereka akan mengirimkan langsung, akan butuh waktu sebelum mereka menyadari bahwa kapal yang ditumpanginya menghilang.

“Tidak mungkin, jika begitu tidak ada bedanya dengan mati!” gadis yang dipanggil Theresia menangis di pelukan temannya.

Yang lainnya tentu saja merasakan hal yang sama, mustahil tidak mengalami gejolak apapun pada keadaan ini. Bahkan Ren hatinya dipenuhi kabut, bila seperti ini dia tidak akan pernah masuk ke Havard university.

“Menunggu beberapa hari, beberapa minggu, bahkan beberapa bulan sekalipun bisa kita lalui jika mau bekerja sama. Dalam situasi seperti ini, kita harus merangkul tangan satu sama lain! Menuntun jalan bersama-sama dan bertahan hidup. Jika menyerah sama artinya dengan kematian, maka aku tidak akan pernah memilih untuk menyerah!”

Begitulah jalan yang dia tekuni dalam kehidupannya. Ren tidak pernah mengenal orang tuanya semenjak kecil, merasakan kehangatan mereka juga tidak. Yang dia tahu, mereka menelantarkannya di rumah neneknya yang kini telah meninggal.

Hidup sebatang kara, tidak mengenal cinta orang tuanya, merajut mimpi demi mimpi seorang diri, tidak sekalipun terlintas dalam benaknya untuk menyerah.

Tidak peduli apapun itu, dia akan terus melangkah maju, bahkan jika harus berhenti, dia akan mencari cara untuk melangkah maju.

“Kalian boleh mengeluh dan mengucapkan seribu sumpah serapah, tetap kalian tidak boleh menyerah untuk satu kehidupan yang kalian miliki! Kita boleh gagal sembilan puluh sembilan kali, namun harus bangkit sebanyak seratus kali.”

Mendengar kata-kata penuh arti, pria dengan rambut coklat gelap berdiri di hadapannya dengan tatapan serius, nampak ingin mengatakan sesuatu.

“Kamu meminta kami untuk tidak menyerah dan berjuang untuk tetap hidup, kan?”

Ren mengangguk setuju.

“Jika ada banyak pilihan yang bisa diambil, mengapa harus mengambil jalan menyerah, benar bukan?” pria itu tersenyum ceria dan mengulurkan tangan kanannya.

Ren sedikit tertegun sesaat dan langsung menjabat tangannya.

“Zainal Abidin, itu namaku, tetapi panggil saja aku Zain.”

“Senang berkenalan denganmu, Zain. Kalau begitu, tolong panggil aku Ren.”

Tidak hanya kepada Zain, Ren menyerukannya juga kepada para gadis yang melihat pertukaran mereka.

“Namaku Laura Larantia, mohon panggil aku Laura. Ah, juga terima kasih karena telah menolongku sebelumnya, Ren.” dia menunjukkan senyuman lembut nan menghangatkan.

“Kembali kasih.”

Ren beralih kepada dua gadis yang berada di sebelah Laura.

“Namaku Tohkisaki Mirai, panggil saja Mirai. Gadis cengeng ini bernama Theresia Carmilla, mohon panggil dia Theresia.”

Mereka nampak rukun, sepertinya memang sudah saling mengenal semenjak awal. Ren segera melihat gadis dengan rambut kecoklatan yang menggunakan gaun renda merah dengan pernak-pernik cantik menghiasinya. Dia menggunakan topi bundar merah pucat yang melindungi wajah cantiknya dari sinar UV.

Wajahnya sendiri memberikan kesan angkuh dan sombong, nona konglomerat yang sulit didekati, begitulah kesan Ren kepadanya. Meskipun begitu, yang dia pikirkan tentangnya adalah gadis itu sangat cantik.

“hmpf. Clarissa Lancaster, dia pelayanku Anastasia. Kalian para orang udik jangan coba-coba menyentuhku.”

Anastasia, gadis yang terlihat pendek dan orang bisa salah menyadari bahwa dia gadis SMP. Meskipun penampilannya menipu mata, Ren tahu bahwa tubuhnya tidak sesuai umurnya. Kemungkinan umurnya tidak berbeda jauh dengan Ren.

Alasannya dapat mengetahui hal itu sangatlah mudah, karena gadis itu memiliki dada yang besar.

“Kalau begitu, aku panggil Clarissa dan Anastasia, ya?” Ren hanya tersenyum kecut.

Hanya tujuh dari ratusan orang penumpang kapal yang selamat, mungkin mereka bertujuh adalah orang-orang dengan keberuntungan besar.

Selain Ren, mereka nampaknya berasal dari keluarga kelas atas dan Ren sedikit minder, tetapi menyimpannya baik-baik. Dalam kasus ini, mereka tidak mengetahui cara bertahan hidup di pulau tak berpenghuni.

Ren harus memimpin enam orang tersebut dan menggunakan pengetahuannya yang luas untuk bertahan hidup.

“Meskipun kamu bilang ingin bekerja sama untuk bertahan hidup, tetapi apa saja yang harus kami lakukan?” tanya Laura dengan khawatir.

Ren menggunakan pose unik miliknya. Dia memejamkan matanya, menundukkan kepalanya dan mengulurkan tangan kirinya ke depan, kemudian menjentikkan jarinya.

“Good question! Pada situasi seperti ini, yang paling utama adalah tidak panik dan jangan membiarkan kepala kalian penuh dengan kekhawatiran. Tetaplah positif thinking dan menilai situasi dengan tenang.”

Beruntunglah Ren seorang pembaca buku yang rajin. Baik itu manga, novel, cara membuat strategi dan cara-cara bertahan hidup ... Dia membacanya karena tertarik.

“Baiklah, mari kita mulai dengan tiga poin penting bertahan hidup. Pertama dan yang paling utama adalah makanan dan minuman. Tanpa minuman, kita hanya akan bisa bertahan selama tiga hari, tanpa makanan, kita hanya bisa bertahan selama tiga minggu hingga akhirnya mati.”

Dia berusaha memberikan penjelasan yang akan mudah dipahami oleh semua orang. Zain berpikir dan menunjuk laut.

“Bukankah air ada banyak di belakang kita?”

“Kita tidak bisa meminumnya, Zain. Air laut mengandung cukup banyak kandungan garam dan itu hanya akan membuat cairan di tubuh kita berkurang,” Laura memberikan penjelasan yang tepat kepada Zain.

“Yes! Manusia membutuhkan satu liter air setiap harinya. Sebisa mungkin, kita tidak boleh kehilangan sampai 10% air di tubuh kita.”

“Memangnya kenapa?” tanya Mirai.

“Kehilangan 3% dapat menyebabkan dehidrasi, 5% menyebabkan sakit kepala dan jika kita kehilangan 10% cairan tubuh, hal itu akan merusak organ dalam dan menyebabkan kematian.”

Dikarenakan hal itu, air menjadi sumber daya penting yang perlu mereka amankan. Ren berharap bisa menemukan sumber mata air ataupun sungai di pulau ini, karena jika tidak, keadaan kedepannya akan sulit.

“Sepertinya kamu juga tahu banyak, ya!” seru Zain dengan kagum.

“Ya, begitulah. Karena aku ingin menjadi dokter, sesuatu menyangkut keadaan tubuh manusia harus kuketahui. Meskipun begitu, aku terkejut bahwa nampaknya Ren mungkin mengambil jurusan yang sama denganku.”

“Sayangnya tidak, aku tidak mengambil jurusan IPA. Aku hanya mengetahui sedikit banyaknya hal itu karena buku-buku yang aku baca,” Ren melanjutkan poin penting lainnya.

“Poin kedua, sebisa mungkin kita harus menjaga kesehatan tubuh dan menghindari cidera. Kita tidak memiliki obat, perban ataupun dokter, sehingga jika menerima luka tidak bisa menghindari infeksi.”

Ren tahu beberapa tumbuhan yang bisa digunakan sebagai rujukan, namun pengetahuannya tentang obat-obatan sangatlah sedikit.

“Poin ketiga, kita harus menjaga suhu tubuh tetap normal, yaitu sekitar 36,5 sampai 37,5. Lebih atau kurang dari itu, yang terburuk menyebabkan hipertemia dan hipotermia.”

Jika tidak bisa menjaga suhu tubuh normal, manusia akan mati dalam waktu tiga jam dan hal itu termasuk yang harus mereka hindari. Dalam situasi tanpa tempat berlindung, hujan bisa menguntungkan sekaligus merugikan mereka.

“Aku mengerti. Jadi, hal yang perlu kita siapkan adalah makanan, air, obat-obatan dan tempat berlindung, ya?” tanya Mirai.

“Ku-kupikir obat-obatan tidak termasuk, Mirai,” ujar Theresia yang mulai berhenti menangis.

“Ya. Makanan, air dan shelter adalah apa yang kita butuhkan, tetapi untuk sekarang, aku ingin diantara kalian yang belum merasa dehidrasi mengumpulkan barang apapun yang tersebar ke tepi pantai. Bagi mereka yang dehidrasi dan merasa pusing, silahkan berteduh di bawah pohon dan beritahu Laura jika merasa pusing. Zain, apa kamu masih baik-baik saja?”

“Ya! Aku sama sekali belum merasa haus atau apapun, semangat masa muda membakar dadaku! Hahaha!” dia tertawa terbahak-bahak.

Ren hanya tersenyum akan keceriaan dan optimis-nya.

“Kalau begitu, kau dan aku akan berenang ke lautan sana. Barangkali terdapat sesuatu yang berguna dan bila beruntung, kita akan menemukan persediaan makanan.”

Ren tidak terlalu mengharapkan akan ada cukup banyak makanan yang bisa didapatkan, tetapi tidak ada salahnya mencoba dan barangkali mereka menemukan sesuatu yang cukup berguna.

Ren memperhatikan bahwa gadis-gadis yang belum mengalami dehidrasi ringan hanya Mirai dan Laura. Theresia bisa dimaklumi karena dia habis menangis, namun Clarissa tidak menunjukkan tanda-tanda.

“Anastasia, sebaiknya kamu juga pergi ke laut untuk mencari makanan dan air untukku, cepatlah!”

“Tunggu, kamu tidak perlu melakukannya, kok. Biar aku dan Zein yang pergi ke sana, tidak perlu khawatir bahwa kami akan mengkorupsi. Aku berjanji akan memberikan makanan apapun yang bisa ditemukan secara merata.” Ren tersenyum selagi menghentikan Anastasia secara lembut, tetapi...

“Dasar orang udik tidak berguna. Jangan pernah coba-coba memerintah ataupun mengatur hidupku. Kalian semua hanyalah orang udik, aku tidak akan mau bekerja sama dengan orang-orang seperti kalian.”

Mendengar perkataannya membuat Zain dan yang lainnya naik pitam, tetapi Ren menahan mereka dan meminta melakukan pekerjaan mereka. Dia meyakini, pada akhirnya Clarissa akan bekerja sama.

“Mengapa kamu diam di sana? Cepatlah pergi!” bentak Clarissa kepada Anastasia

“Ba-baik, Nona.”

“Mari kita juga pergi, Zain. Tidak baik membuang waktu dan tenaga yang sangat berharga,” bujuk Ren.

Zain masih menatap tajam Clarissa yang bertingkah seperti diktator, namun dengan segera dia menyusul Ren.

“Ya, mari kita pergi.”

Hari pertama mereka terdampar sudah menemui masalah kecil. Ren berharap bahwa konflik kecil ini akan segera terselesaikan dan tidak menjadi semakin buruk.

Ren dan Zain berenang ke lautan, di mana banyak barang-barang dan sisa-sisa kapal mengapung terbawa arus.

Chapter 2 — Desalinasi Air

“Selamat datang kembali, Ren, Zain. Apa yang kalian temukan?” tanya Laura yang membawa panci logam dan tutup kaca.

Tidak hanya itu, Mirai juga membawa botol plastik berisi sedikit air bersih dan beberapa botol kaca. Mereka menemukan sesuatu yang bagus rupanya, membuat Ren menunjukkan senyumannya.

“Ya, kami kembali. Sepertinya kalian mendapatkan barang bagus, ya? Berbeda dengan kami yang hanya mendapatkan beberapa saja.”

Meskipun dia berkata beberapa, barang bawaannya cukuplah besar. Barang yang dia bawa adalah dua papan besar bekas sekoci yang mungkin hancur. Memang tidak ada harapan untuk memodifikasinya, tetapi bisa menjadi shelter yang bagus jika digunakan.

Selain papan, barang yang mereka temukan hanya dua besi yang cukup panjang untuk dijadikan tombak yang dibawa oleh Zain dan sebuah pisau yang dibawa Ren.

Dia tidak ingin membiarkan Zen ataupun yang lainnya memegang pisau, dengan kekhawatiran akan terjadi penusukan.

“Ya, lumayan. Kami mendapatkan beberapa botol berisikan air, meskipun hanya sedikit.”

Ren dan Zain terentang di tepi pantai dengan lelah. Tenggorokan mereka mulai kering dan bahkan Zen tidak memiliki air liur untuk ditelan.

“Baguslah, bisakah beri aku dan Zain yang paling sedikit? Ini cukup melelahkan, terutama dengan panasnya matahari.”

“Setuju..., itu lebih jauh dari yang aku kira.” ujar Zain berbaring di pasir dingin dan membiarkan tubuhnya diterpa ombak.

Laura memberikan mereka air yang sama banyaknya dan hanya dua kali tegukan saja. Meskipun merasa tidak puas, Zain dan Ren harus bersabar karena situasi mereka tidak mendukung minum air sepuasnya.

“Ya, ya, kerja bagus. Jadi, barang seperti apa yang kalian dapatkan?” tanya Mirai, diikuti Theresia di belakangnya.

“Papan kayu, besi panjang dan sebuah pisau. Mengenai pisau, cukup hanya aku saja yang memegangnya. Di tempat seperti ini, kelelahan akan bertumpuk dan membuat manusia menjadi lebih tempramen. Aku yakin bisa menjaga emosiku, bagaimana?”

Tidak ada seorangpun yang menolak gagasan Ren dan dia patut bersyukur untuk itu.

“Meskipun kita mendapatkan sedikit air, aku tidak yakin itu akan cukup untuk kita semua.” Theresia terlihat khawatir dengan persediaan air mereka yang kecil.

Ren melihat botol air dan mengakui bahwa Theresia benar. Jumlah sedikit itu tidak akan bisa mereka bagi rata. Dilain sisi, Anastasia yang juga pergi ke lautan membawa koper plastik yang terlihat berat.

Clarissa dengan semangat membukanya dan ternyata itu berisi banyak makanan dan minuman layak konsumsi.

“Kerja bagus, Anastasia! Dengan jumlah ini, aku yakin kita dapat bertahan seminggu, ahahaha!” Clarissa tertawa seperti ibu tiri yang jahat.

“Ya, nona Rissa! Aku ingat perkataan kapten kapal tentang koper yang berisikan makanan dan minuman. Aku mencarinya dan bersyukur ini masih bisa diselamatkan.” seru Anastasia dengan gembira.

“Itu bagus! Kita bisa ber—” perkataan Ren dipotong oleh Clarissa dengan tatapan tajamnya.

“Aku tidak akan pernah sudi berbagi makanan dengan sekumpulan udik seperti kalian! Lebih baik bagiku melihat kalian mati secara perlahan selama satu minggu ini, ahahaha!”

“Apa katamu?!” Zain naik pitam, tetapi Ren menghentikannya.

“Sudahlah, Zain. Setiap orang memiliki kebijakan masing-masing. Kita akan mengatasi masalah makanan dan air kita sendiri.”

“Tetapi, Ren. Hal itu terlalu—” Zain berhenti di tengah karena tahu bahwa Clarissa tidak berniat berkompromi lebih lanjut.

“Yeah, mari kembali ke topik. Mengenai air, aku pikir kita bisa mengatasinya sedikit. Berikan aku panci dan tutupnya.”

Ren mengambil panci di tangan Laura dan mengisi setengahnya dengan air laut. Dia meletakkan gelas kaca di tengahnya dan menutup panci, lalu membiarkannya terkena panasnya sinar matahari.

“Apa yang kau lakukan? Bukankah kamu sendiri yang mengatakan untuk tidak meminum air laut?” tanya Mirai dengan bingung.

Tidak satupun diantara mereka yang mengerti apa yang sedang dilakukan Ren. Ren mulai memejamkan mata dan melakukan posenya dengan bangga.

“This is a desalination! Sebuah cara mendapatkan air, dengan menguapkan air laut dan mengumpulkan uapnya di gelas yang aku letakan di dalam.”

Tentunya ada cara yang lebih mudah seperti mengambil air dari buah kelapa, memeras pelepah pisang dan yang rencananya akan dia lakukan, mencari sumber mata air. Namun untuk situasi saat ini, desalinasi solusi awal.

“Benar juga, itu memang ide brilian! Tetapi, bukankah akan memakan waktu lama untuk itu?” tanya Mirai yang memiringkan kepalanya.

“Memang benar, tetapi itu bergantung dengan seberapa panas matahari. Karena sekarang mungkin sekitar tengah hari, saat sore tiba setidaknya ada cukup banyak yang terkumpul. Karena hal itu, Theresia, maukah kamu menjaganya?”

“Ba-baiklah, serahkan saja padaku!” dia dengan antusias jongkok dan mengawasinya.

Pemandangan Theresia yang terlihat seperti anak kecil yang menantikan membuka hadiah menghangatkan hati mereka.

“Theresia memang paling imut jika ingin mengerjakan sesuatu.” ujar Mirai dengan gemas.

“Meskipun aku juga ingin melihatnya lebih lama, tapi kita tidak bisa berdiam diri saja. Mari kita kumpulkan semua sampah yang berserakan dan menyusunnya menjadi SOS besar di tepi pantai.”

Tidak ada satupun yang menolak usulan Ren. Semuanya kecuali Theresia yang mengawasi air, mulai memunguti sampah dan menyusunnya. Karena Clarissa dan Anastasia menolak bekerja sama, alhasil hanya mereka berempat yang melakukannya.

Waktu berlalu dengan cepat, angin dingin mulai menyapu pantai, bulan menggantikan matahari untuk menyinari langit. Mereka semua berbaring di pasir yang menjadi hangat saat malam. Mereka menggunakan sampah yang terdampar sebagai bantal.

“Langit yang indah. Ini kali pertama bagiku tidur di luar, ditemani bintang dan rembulan yang bersinar terang.”

Laura menatap langit dalam hening, matanya berkaca-kaca dan memantulkan sinar bintang dan rembulan melalui matanya.

“Kira-kira, berapa lama waktu yang akan kita habiskan di pulau ini? Dengan segala keterbatasannya, aku berpikir tidak akan pernah bisa bertahan lebih dari tiga hari.” ujar Mirai yang sama-sama menatap langit.

“Ya, beruntunglah ada seseorang seperti Ren di sini yang mengetahui cara-cara bertahan hidup. Terima kasih Ren, mau repot-repot melakukannya untuk kita semua.” ujar Zain dengan senyuman cerianya.

“Tidak juga. Justru aku yang berterima kasih kepada kalian, karena tanpa bantuan kalian, aku sendiri tidak merasa yakin bisa bertahan.”

Memiliki orang lain di sisinya adalah poin bagus untuk dipertimbangkan. Berbicara dan bertukar kata dengan orang lain dapat meringankan beban psikologis yang akan dia terima.

“Yeah, apapun itu, sebaiknya kita tetap bersama, melindungi satu sama lain dan keluar dari pulau ini dengan selamat.” ujar Laura dengan senyuman lembutnya.

“Sepertinya ini tidak akan menjadi hal mudah untuk dilalui, tetapi aku bersyukur bahwa tidak sendirian.” Theresia meneteskan sedikit air matanya, menggantikan kesedihan dengan senyuman.

Ren menatap langit, menemukan bintang terang di langit malam. Kebetulan dia menyukai bintang dan mempelajarinya, untuk bintang paling terang yang dia lihat namanya adalah ...

“Polaris, bintang di mana aku meletakkan mimpi, bintang yang bersinar terang di langit malam.” gumamnya dalam keheningan.

Mimpinya sejak kecil, menjadi orang hebat sampai namanya dikenal luas dan suatu saat dia akan mencari mereka, sesuatu yang sudah dia ingin cari semenjak kecil.

Namun sayang, sepertinya itu tidak akan terwujud dengan cepat, ya.

Setetes air mata jatuh, hanya setetes, namun berisikan seribu satu kesedihan akan mimpinya yang seakan menjauh perlahan.

Chapter 3 — Perselisihan

Hari baru, udara segar tanpa ternodai polusi membangkitkan semangatnya. Ren meregangkan tubuhnya yang lelah, kotor karena pasir dan sedikit sakit karena melakukan pekerjaan yang cukup melelahkan kemarin.

"Oh? Sepertinya aku bangun lebih cepat, ya. Mau bagaimana lagi, sudah menjadi hal biasa bagiku."

Bagi Ren bangun tidur sama halnya dengan bernapas, sangatlah mudah. Saat telah terjaga, tidak akan ada lagi rasa kantuknya dan dia merasa benar-benar segar.

Kebanyakan orang pasti akan butuh waktu kurang lebih satu jam untuk mengumpulkan niat dan baru beranjak pergi dari kasur. Tetapi bahkan ada beberapa kasus ketika seseorang terbangun dan secara tidak sengaja tertidur lagi, meskipun mereka sudah berniat bangun.

"Rasa kantuk memang tidak bisa ditolak. Terutama jika berada di kasur yang mengeluarkan godaan besar seakan tidak mengizinkan seseorang pergi..."

Rasanya benar-benar nyaman, bahkan Kanzaki pernah menjadi kaum rebahan dan tidak ingin pergi dari kasurnya. Daripada hal itu, mari bangunkan Zain dan yang lainnya.

Setengah jam semenjak semuanya bangun dari tidur kurang nyenyak mereka. Ren membagikan mereka ke tugas-tugas yang berbeda. Zain dan Laura akan mencari makanan atau apapun di sekitar laut, Theresia akan menjaga air desalinasi dan Ren akan pergi ke hutan bersama dengan Mirai.

Ren membawa pisau dan besi panjang yang ditemukan Zain, barangkali dia membutuhkannya saat berada di dalam hutan. Mirai membawa dua botol air berukuran besar dengan harapan menemukan sumber air.

"Sepertinya pulau ini benar-benar lama tidak di tinggali, ya. Terlihat jelas dari tidak ada tanda-tanda tempat ini pernah dilalui," gumam Ren yang memotong rumput di depannya.

Jika tempat ini masih memiliki penghuni, seharusnya tidak akan ada rumput yang menghalangi jalan, sehingga Ren harus memotongnya dengan susah payah. Meskipun begitu, adanya jalan setapak memberikan sebuah bukti kepada Ren...

"Jadi kemungkinan kita orang pertama yang singgah di pulau ini, ya?" tanya Mirai yang melihat ke sekitarnya.

"Tidak juga, setidaknya kita bukan pertama, itu bisa kujamin kebenarannya. Dengan adanya jalan setapak ini, aku mengasumsikan bahwa pernah ada orang yang tinggal di pulau ini, meskipun mungkin sudah bertahun-tahun lamanya."

Dikarenakan hal itulah Ren memiliki harapan bahwa setidaknya ada rumah atau apapun yang ditinggalkan oleh orang yang pernah tinggal di pulau ini.

"Begitu, ya. Aku memang sudah menduganya, tetapi kamu benar-benar mengetahui banyak hal, ya?" tanya Mirai dengan tatapan sedikit kagum.

"Tidak juga, segala yang kuketahui kebetulan aku ingat dengan betul dari buku-buku yang aku baca. Namun, aku tidak cukup maha tahu untuk memberikan solusi terbaik di setiap masalah."

"Kamu mencoba merendah, namun aku tidak membencinya. Justru aku lebih membenci orang yang besar mulut hanya karena sedikit pengetahuan."

Ren sangat sadar bahwa dia bukan yang maha tahu. Dari tujuh milyar manusia, dia tidak akan pernah menjadi nomor satu diantara persaingan yang sebegitu banyaknya. Bahkan Ren kerap ragu dan tidak berani mengklaim dirinya cukup pintar.

"Hmm?" Ren terhenti karena terdapat dua hal yang menarik perhatiannya.

Dua hal itu tidak dapat dia abaikan pada situasi di mana dia harus bertahan hidup dengan segala keterbatasannya. Jika tidak pada keadaan ini, maka dia pasti akan mengabaikannya.

"Ada apa Ren?" tanya Mirai yang bingung dengan alasan Ren berhenti.

Dia mengikuti arah tatapan Ren dan melihat apa yang dilihatnya. Sekejap senyuman lebar terbentuk di bibirnya, matanya berbinar-binar dengan senang karena apa yang dia lihat.

"Bukankah itu blueberry?! Kita sangat beruntung, mari ambil untuk sarapan kecil kita!" Mirai bergegas menghampiri pohon blueberry dengan semangat.

Ren hanya tersenyum dan mengikutinya dengan santai. Buah yang ada cukup banyak, mungkin dapat bertahan sekitar tiga hari jika mereka mengambil secukupnya saja.

"Jika diingat lagi, kita memang belum memakan apa-apa, ya. Aku harap dengan adanya buah ini dapat mengganjal rasa lapar kita hingga sore hari."

"Aku tidak yakin bahwa memakan ini dapat mengganjal perut selama itu. Namun daripada itu, bantu aku memetiknya, Ren!" Mirai dengan semangat memetiknya dan memasukannya ke salah satu botol yang dia bawa.

Ren sendiri tidak yakin dengan perkataannya itu. Memakan blueberry saja dapat menahan rasa lapar selama itu, karena itulah dia berharap jika Laura menemukan sesuatu yang bagus untuk dijadikan makanan.

Ren mengikuti instruksi Mirai dan mulai memetiknya sampai jumlahnya dirasa cukup.

"..."

Ren menatap hal lain yang dia lihat sebelumnya dengan penasaran, sebuah tebing. Ketinggiannya cukup tinggi, sehingga mustahil mendakinya dari sini, alhasil dia perlu jalan memutar jika ingin pergi ke atas tebing. Ren mungkin hanya akan melakukannya ketika persediaan air minum dan makanan mereka sudah stabil.

Dia tidak ingin kehabisan air saat menuju dataran tinggi itu dan yang paling terburuk, dia harus meminum sesuatu yang cukup menjijikkan...

Bukannya ada kepentingan krusial yang membuatnya harus benar-benar pergi ke sana. Namun jika dia melihat sesuatu dari tempat yang tinggi, maka secara otomatis dia bisa melihat keseluruhan hutan dan menemukan apapun yang mereka butuhkan tanpa banyak kesulitan.

Dia jadi tidak perlu menjelajahi pulau secara mendetil, jika sudah mengetahui tempat di mana apapun yang mereka butuhkan berada

"Ada apa, Ren? Mari kita kembali karena semuanya pasti sudah lapar, karena aku juga begitu," Mirai memanggilnya karena dia sudah berada cukup jauh dari Ren.

"Ya, aku datang!"

Ren mengesampingkan pikirannya dan berjalan kembali ke tempat semuanya.

***

"—mengapa kamu melakukan hal sekejam itu?! Bukan hal yang mudah mengumpulkan air dengan cara ini, karena harus mengumpulkan setetes demi setetes air!"

Ren dan Mirai saling menatap dengan heran, wajah mereka menjadi serius dalam sekejap.

"Sepertinya ada perkelahian di sana," ujar Ren dengan khawatir dan sedikit gelisah.

"Ya, dari suaranya, itu mungkin Laura," Mirai sependapat.

Tanpa perlu berlama-lama lagi, Ren dan Mirai bergegas ke sana dan melihat pemandangan tidak terduga.

Laura sedang mendebat Clarissa dan Anastasia yang sudah berjalan pergi. Theresia berada di bawah pohon selagi mengipasi Zain yang terkapar lemas. Dia telah menyadari kehadiran Ren, namun Zain tidak mengatakan sepatah kata apapun.

"Apa yang sebenarnya terjadi di sini..., mengapa Zain terkapar menyedihkan seperti itu? Mengapa Laura berdebat dengan Clarissa dan Anastasia?"

Runtutan pertanyaan membanjiri Ren yang sama sekali tidak memahami keadaannya.

"Clarissa menendang panci yang kita gunakan untuk menguapkan air. Laura dan Zain melihatnya dan bergegas kemari, namun sebelum mencapai Clarissa, Zain tiba-tiba hendak jatuh karena kepalanya pusing. Untuk Laura..."

"Dia berdebat dengan Clarissa karena marah, ya?" Mirai menambahkan penjelasan Theresia.

"Y-ya, apa yang harus kita lakukan? Persediaan air benar-benar habis dan sudah tidak ada lagi air yang bisa diminum."

Ren menggigit bibirnya dan wajahnya menjadi pahit dan sangat bermasalah. Dia benar-benar tidak pernah menduga bahwa kejadian seperti ini akan terjadi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!