“Hmm…”
Nikolas mengerang pelan dalam tidurnya, ia bisa merasakan sekujur tubuhnya terasa sangat sakit seperti baru saja dipukuli lima belas orang. Indra penciumannya menangkap campuran bau karbol dan obat yang membuat kepalanya terasa sangat pusing.
Mata Nikolas mengerjap-ngerjap, berusaha menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk ke dalam matanya.
Sial, gumam Nikolas. Bahkan untuk membuka mata rasanya sangat berat sekali. Sekelilingnya terlihat gelap, tanda bahwa petang akan berganti menjadi malam.
Nikolas melirik ke arah pergelangan tangan kanannya, infus, tanda ia sedang berada di rumah sakit.
Kening Nikolas berkerut, masih segar dalam ingatannya beberapa saat lalu ketika suara tembakan dan peluru yang menembus lehernya menjadi pemandangan terakhir baginya di misi rahasia yang ia lakukan bersama timnya.
Apa ini yang dinamakan mukjizat? gumam Nikolas menyadari bahwa ia masih bisa merasakan tulang-tulangnya setelah mendapat luka tembak tepat di area fatal.
“Tuan? Tuan? Anda bisa mendengar saya?” Seorang perawat wanita mendekati Nikolas dengan ekspresi cemas. Tanpa menunggu jawaban lelaki itu ia lantas berlari keluar mencari dokter.
Nikolas bergumam seraya memaksakan dirinya untuk duduk, matanya menatap seisi ruangan itu.
Mereka benar-benar punya banyak waktu untuk membawaku ke rumah sakit yang bagus, decak Nikolas tidak bisa membayangkan seberapa sulit timnya melakukan pertolongan pertama dan membawanya ke rumah sakit.
“Tuan, anda bisa mendengar saya?” seorang dokter masuk ke dalam ruangan didampingi perawat tadi. Ekspresinya terlihat terkejut ketika melihat Nikolas duduk. “Anda membutuhkan sesuatu?”
“Air...Tolong beri aku air”
“Sebentar” kata sang perawat langsung buru-buru memberikan segelas air.
Nikolas menerima segelas air yang disodorkan oleh perawat dan terus meneguknya tanpa henti. Ia merasa sangat kehausan seolah sudah berhari-hari tidak mengkonsumsi cairan bening itu.
“Apa anda bisa menggerakan tubuh anda?” tanya sang dokter terlihat masih tidak percaya dengan apa yang sedang dilihatnya. Nikolas mengangguk melakukan sedikit peregangan dan bahkan memutar-mutar lehernya.
Tunggu sebentar, Nikolas meraba area lehernya. Bersih, tanpa bekas luka sama sekali.
“Apa ini jenis pengobatan terbaru, tidak ada apapun disini?”
Dokter menghela nafas terlihat sedikit lebih lega. “Syukurlah kalau anda bisa menggerakan tubuh anda. Saya sempat khawatir anda akan mengalami kelumpuhan”
“Benar...aku seharusnya bersyukur tidak menjadi cacat” gumam Nikolas mengangguk-angguk.
“Lebam-lebam anda sudah menghilang, namun luka jahit anda memerlukan lebih banyak perawatan. Saya sarankan anda tidak banyak bergerak sampai kami melakukan tes untuk memastikan bahwa kondisi tubuh anda benar-benar stabil”
“Tapi leherku terasa mulus, apa dokter menggunakan benang jenis baru?” tanya Nikolas heran kembali menyentuh area lehernya.
“Apa maksud anda?”
“Luka jahit”
Dokter tersenyum geli lalu menarik ujung celana Nikolas dan menunjukan bekas luka jahit disana. “Kaki anda terjepit di antara pintu mobil. Beruntung mereka menarik anda tepat waktu, kalau tidak anda bisa diamputasi. Selama proses penyembuhan ini pastikan jangan terlalu banyak bergerak, anda akan melakukan tes agar saya bisa memastikan kapan waktu terapi anda harus dimulai, dan juga-”
“Aku...kenapa?” tanya Nikolas memotong kalimat dokter.
“Huh?”
“Dokter bilang aku kenapa?”
“Tidak boleh terlalu banyak bergerak”
“Tidak, bukan itu” geleng Nikolas. “ Bagian awal”
“Kaki anda terjepit di antara pintu mobil”
“Terjepit?” tanya Nikolas memastikan bahwa ia tidak salah dengar. Keningnya berkerut bingung tidak bisa mengingat bagian mana dari ‘kaki terjepit pintu’ yang terjadi saat ia melakukan misi rahasia.
“Aku masuk ke rumah sakit karena kakiku terjepit pintu?”
“Ya, tapi tidak sesederhana itu. Anda mengalami kecelakaan lalu lintas. Mobil anda rusak cukup parah membuat anda terjepit, Saya pikir sebenarnya anda harus bersyukur karena anda bisa sadar dan duduk seperti ini. Bagi saya anda terlihat sangat sehat untuk ukuran pasien yang mengalami kecelakaan lalu lintas” jelas dokter membuat tubuh Nikolas seakan tersengat listrik, ekspresinya langsung berubah pucat.
“K-kecelakaan lalu lintas?” gumam Nikolas mematung. Mendadak ruangan menjadi senyap.
“...Tuan?” tanya dokter menatap Nikolas lekat-lekat. “Anda bisa mengingat nama anda?”
“Nikolas”
“Umur?”
“Tiga puluh lima tahun.”
Wajah dokter berpaling ke arah perawat dan menghela nafas panjang. “Kurasa kita harus melakukan CT scan”
“Baik” jawab sang perawat lalu mencatat sesuatu di atas kertas.
“Tuan, anda tahu anda berada dimana?” tanya dokter tenang.
“Aku pikir ada yang salah disini, aku-....Tunggu sebentar.” Tidak menjawab pertanyaan dokter Nikolas malah meraba-raba sekujur tubuhnya. Ia baru menyadari bahwa tubuh itu berotot tapi tidak berotot seperti miliknya dulu.
“Anda merasa kehilangan sesuatu?”
“Ototku, kemana pergi ototku?” tanya Nikolas panik, wajahnya mendongak menatap dokter serius. “Berapa lama aku disini?”
“Dua minggu” jawab dokter tenang.
Nikolas terlihat semakin panik, ia bergegas turun dari tempat tidur, tidak memperdulikan infusnya jatuh dan menarik jarum infus keluar dari pergelangan tangannya hingga menyebabkan darah segar keluar.
“Tuan, anda tidak boleh bergerak seperti itu. Kaki anda belum sembuh” tahan perawat panik.
Nikolas tidak peduli ia berlari membuka pintu kamar mandi, kakinya yang mendapat luka jahit terasa tidak sakit, seolah tubuhnya memang baik-baik saja.
Brak.
Nikolas membanting pintu kamar mandi dan ekspresinya berubah terkejut begitu melihat sosok yang terpantul dari cermin kamar mandi.
“S- siapa ini? Kenapa d-dia yang muncul disini?”
“Tuan apa maksudmu? Itu adalah anda” kata perawat tadi menjelaskan.
Beberapa perawat lain masuk ke dalam ruangan ketika mendengar suara ribut, mereka menatap Nikolas dengan ekspresi was-was takut lelaki itu akan melakukan sesuatu yang tidak diinginkan.
Nikolas sendiri mematung menatap tidak percaya pantulan wajahnya. Sesaat lelaki itu tertawa seperti sedang menggila, wajahnya berpaling menatap dokter dengan ekspresi pucat pasi.
“Apa ini salah satu efek infus? Apa aku berhalusinasi. Siapa aku? Kenapa wajah orang lain yang berada disitu?” Nikolas melontarkan berbagai pertanyaan membuat dokter bisa menyimpulkan bahwa lelaki itu sedang melupakan siapa dirinya.
“Namamu adalah Nick. Kau berada disini karena kecelakaan lalu lintas” jelas dokter ulang dengan nada tenang.
“Nick?” ulang Nikolas memastikan. Ia menarik nafas dan mendadak lemas.
Namaku Nick.
Kecelakaan lalu lintas.
Tidak, aku adalah Nikolas.
Aku terkena luka tembak.
Aku adalah Nikolas.
Kepala Nikolas mendadak terasa dua kali lebih pusing, ia merasa dunianya mendadak berputar. Lambat lauj matanya menjadi gelap mencipatkan gambaran lama tentang dirinya. Saat ia pertama kali masuk sekolah, kematian ayahnya, menjadi anggota tentara, kematian ibunya, menjadi kapten pasukan khusus, dan tertembak.
Aku adalah Nikolas.
Aku-
Bruk.
“Tuan! Anda tidak- tuan! tuan!” dan semua perawat yang berada disitu mendadak panik ketika Nikolas jatuh pingsan ke lantai.
Nikolas melemparkan tatapan malas ke arah seorang anak berusia enam belas tahun yang menangis di samping tempat tidurnya sembari mendengar penjelasan dokter. Nikolas mendengus pelan, ia mendadak hampir gila menyadari apa yang sedang terjadi pada dirinya. Nikolas mati namun hidup kembali dan berada di tubuh seorang pemuda asing bernama Nick, ia bahkan memiliki seorang adik cengeng bernama Niel yang terus menerus menangis sejak tadi.
“Dokter apa kau bisa memastikan kakakku tidak menjadi bodoh? Aku tidak bisa membayangkan apabila ia tidak bisa membaca atau berhitung matematika” tangis Niel semakin kencang.
Dokter menggeleng pelan kemudian menjelaskan bahwa Nick hanya mengalami amnesia dan tidak kehilangan kemampuannya untuk membaca ataupun menulis.
“Hei bocah, tenanglah sedikit” tegur Nikolas mengerutkan kening. Kepalanya terasa pusing sejak kemarin dan semakin pusing mendengar tangisan Niel.
“Dokter kau dengar itu? Kakakku tidak pernah memanggilku bocah. Ia benar-benar sudah kehilangan kewarasannya. Kakak, maafkan aku. Aku tidak akan marah padamu lagi. Dokter tolong selamatkan kakakku” tangis Niel dua kali lebih kencang.
“Terima kasih atas diagnosa dan perhatianmu dokter” kata Nikolas buru-buru.
Dokter mengangguk dan tersenyum geli lalu melangkah keluar sementara Nikolas memalingkan wajah ke arah Niel.
“Bisa kau lakukan sesuatu untukku?”
“A-apa?” isak Niel.
“Tenanglah atau kita akan diusir dari sini.” Jari tangan Nikolas terangkat naik mengisyaratkan Niel untuk diam. Anak itu lantas mencoba untuk menghentikan tangisnya, meskipun sesekali masih terdengar suara isakan.
“Kakak tak apa? Kakak butuh sesuatu? Aku benar-benar tidak bisa membayangkan kalau saat itu kakak mati dan meninggalkan aku sendiri”
“Kau takut aku mati ya?”
Niel mengangguk lugu.
“Kalau begitu tenanglah. Aku ingin beristirahat sebentar”
“Aku akan membelikan kakak jus dari lantai bawah. Kakak berisiratlah, jangan berpikiran untuk mati”
“Hmm” jawab Nikolas singkat menarik selimutnya dan balik badan. Ia berusaha memejamkan mata, tapi ingatan akan kematiannya begitu mengganggu pikirannya.
Saat ini Nikolas tidak bisa melakukan apapun selain percaya bahwa ia tidak gila dan kehidupan barunya ini adalah sebuah teka-teki alam yang sama sekali tidak ia mengerti.
Tenanglah Nikolas, pasti ada hal baik yang akan terjadi dari semua kegilaan ini.
...******...
Tiga hari kemudian Nikolas mendapat izin keluar dari rumah sakit. Selama ia dirawat tidak ada yang bisa ia lakukan selain merenung dan memutuskan untuk percaya kepada keberadaan Tuhan.
Mungkin ini adalah teguran dari Tuhan karena aku terlalu bebal, gumam Nikolas sesekali sembari tertawa membuatnya terlihat seperti orang tidak waras.
Setelah menyelesaikan prosedur untuk meninggalkan rumah sakit, Nikolas yang telah sampai di rumah melongok dari atas rumah barunya. Rumah itu berada di atas tangga yang cukup panjang ke bawah dan sedikit berdempetan dengan beberapa rumah lain.
“Ini rumah kita?” tanya Nikolas saat Niel menuntunnya naik ke lantai dua dan berhenti di rumah nomor 40.
“Home sweet home” seru Niel masuk diikuti Nikolas.
Ruangan itu jelas berbeda jauh dengan apartemen pribadi yang ia miliki di Milan. Selama ini Nikolas bekerja keras untuk membangun tempat tinggal mewah agar bisa menikmati masa-masa pensiun yang menyenangkan. Tapi ternyata sekarang Nikolas harus menerima kenyataan bahwa ia akan menikmati masa pensiunnya di sebuah apartemen kecil yang bahkan terlihat seperti tempat penitipan anjing.
“Aku tidak sempat membersihkan rumah karena harus menjenguk kakak dan pergi ke sekolah” ujar Niel seakan tahu apa yang dipikirkan Nikolas.
“Kau tinggal sendiri?”
Niel mengangguk. “Aku hanya tinggal bersama kakak. Orang tua kita sudah meninggal sejak lima tahun lalu”
“Oh”
“Kakak, kamarmu di sana” tunjuk Niel ketika Nikolas hendak masuk ke kamar miliknya. Nikolas mengangguk kikuk melangkah masuk ke dalam kamarnya. Ekspresi Nikolas berubah melongo, kamar ini jelas terlihat seperti toilet anjing. Berantakan, tumpukan kertas sketsa diberbagai tempat, brosur part time, dan baju kotor di sudut ruangan.
“Kak, ayo makan.”
Nikolas menghela nafas menyadari bahwa tidur diatas kumbangan lumpur jauh lebih baik dibanding tidur di kamar milik Nick. Bahkan galian tanah untuk tidur yang dibuat prajuritnya dulu jauh lebih bagus.
“Kenapa kau masak banyak sekali?” tanya Nikolas ketika melihat berbagai lauk tersedia di atas meja makan.
“Karena kakak harus sehat agar bisa bekerja lagi” jawab Niel duduk di kursi meja makan. “Kalau kakak tidak sehat lalu siapa yang akan membayar uang sekolahku dan biaya hidup kita?”
“Kau benar-benar tidak bisa berbasa-basi” dengus Nikolas sedikit tersenyum geli. Ia mengambil semangkuk nasi dan makan dalam diam. Hanya tiga hari berada di rumah sakit dan Nikolas langsung tahu bahwa makanan rumah jauh lebih enak. Harus ia akui, meskipun bocah bernama Niel ini sangat berisik tapi setidaknya ia bisa memasak dengan baik.
“Ceritakan sesuatu tentang diriku” pintah Nikolas tiba-tiba.
“Huh?” balas Niel bingung.
“Ceritakan segala hal tentang diriku. Yang kau ketahui. Sekolah, kerja, hobi, dan pacar.”
Niel menelan dagingnya susah payah dan meneguk segelas air kemudian menjawab sambil berdecak kecil. “Kakak tidak punya pacar. Kakak bilang lebih baik bekerja part time daripada berpacaran. Berpacaran adalah hal yang mewah untuk kakak lakukan.”
Bagus, aku sedang berada di tubuh Nick, si pemuda menyedihkan.
“Setelah orang tua kita meninggal, kakak memutuskan untuk berhenti sekolah dan bekerja demi membiayai sekolahku dan juga untuk membayar utang”
“Kita punya utang?”
“Iya. Tapi sudah beres dari dua bulan lalu” jawab Niel pelan. Nikolas mengangguk, ternyata selain menyedihkan pemuda bernama Nick ini juga patut untuk dikasihani.
“Apalagi yang kau ketahui?”
“Kakak suka seni, terkadang kakak melukis untuk mendapat uang. Kaka benci musik rock, dan kakak sekarang bekerja di kedai kopi”
“Oke. Aku mengerti”
“Kakak benar-benar tidak ingat ya?” tanya Niel sedikit menaruh curiga. Ia sering menonton drama seseorang yang sering berpura-pura amnesia demi menutupi sesuatu.
“Kalau aku ingat untuk apa aku bertanya?”
Niel angkat bahu kemudian menghabiskan makanannya. Mereka hanya terdiam sampai selesai makan dan Nikolas berinisiatif untuk membersihkan piring kotor.
“Aku tidur duluan, besok aku harus sekolah”
“Hmm” jawab Nikolas pendek tanpa berpaling. Ia mencuci piring dan membersihkan beberapa sudut rumah yang dirasa perlu dibersihkan, termasuk kamarnya. Meskipun tempat tinggal mereka kecil setidaknya tidak boleh terlihat seperti tempat penitipan hewan.
Setelah selesai Nikolas berbaring, sikunya menyenggol beberapa bungkus rokok yang terselip di sudut tempat tidur. Hanya satu bungkus yang masih terdapat sebatang rokok tanda bahwa Nick adalah seorang perokok berat. Tanpa banyak bicara Nikolas langsung melempar semua bungkusan rokok itu masuk ke dalam tempat sampah dan setelah itu ia memejamkan mata mencoba untuk tertidur nyenyak di dalam ruangan sempit itu.
Nikolas bangun dengan terpaksa ketika mendengar kicauan burung di pinggir jendela sangat mengganggunya. Ia duduk melipat kaki mencoba mengembalikan kesadarannya sedikit-demi sedikit. “Berkicaulah dengan keras, dunia ini milik kalian” dengus Nikolas kemudian melangkah keluar kamar.
“Kak aku pergi sekolah. Ada telepon untukmu dari Kak Sofia. Kak Sofia bilang kalau kakak sudah sehat, sebaiknya kakak masuk kerja karena mereka kekurangan orang. Aku menulis alamat tempat kerja kakak di kulkas” teriak Niel buru-buru berlari keluar. Nikolas melirik ke arah jam dinding, kalau jarum menunjuk arah yang tepat bisa dipastikan ketika Niel menginjakkan kaki di tangga ketiga, anak itu sudah terlambat masuk sekolah.
Nikolas melangkah ke depan kulkas dan meraih secarik kertas yang ditempelkan Niel. Jarak kedai itu tidak begitu jauh dari tempat mereka tinggal. Setelah sarapan seadanya Nikolas langsung beranjak pergi, menyusuri gang perumahannya sembari mengikuti arah maps dari ponsel pemberian Niel yang sedikit retak. Secara teknis ponsel itu milik Nick, tapi retak di beberapa sisi membuat Nikolas yakin ponsel itu lebih cocok dipakai untuk memukul babi hutan.
Langkah kaki Nikolas berhenti di depan sebuah kedai kopi dengan jendela dan pintu yang terbuat dari kaca bening, kemudian di luar kedai ada beberapa meja payung dikelilingi pot bunga. Meskipun sebenarnya tempat itu berada di dekat gang, tapi masih banyak orang yang datang.
Memangnya ini Itaewon? gumam Nikolas merujuk pada drama Itaewon Class ketika restoran berpindah ke gang sempit pelanggan pun tetap ikut berpindah. Nikolas kemudian masuk ke dalam dan ia dikejutkan ketika seorang lelaki muda meninju lengannya. Wajah Nikolas berpaling dengan ekspresi dingin menusuk tetapi justru membuat lelaki itu geleng-geleng takjub.
“Dia benar-benar amnesia. Lihat dia tidak menanggapi candaan tinjuku seperti biasa” ujar lelaki itu. Nikolas melirik tag nama yang berada di atas sakunya bertuliskan ‘Hansung.’
“Jangan ganggu dia” tegur seorang gadis bernama Sofia. Tanpa ragu Hansung langsung merangkul pundak Nikolas dan menariknya bergabung di balik meja bar bersama Sofia dan seorang lagi yang bernama Sera.
“Kau ingat aku?” tanya Sera melihat Nikolas dengan pandangan takjub seakan lelaki itu adalah primata terakhir dimuka bumi.
“Sera”
“Dia mengingatku”
“Tag namamu bertuliskan Sera” jelas Nikolas membuat Sera tersenyum geli.
“Ini pertama kalinya aku bertemu pasien amnesia. Katakan padaku bagaimana rasanya amnesia? Apa seperti di drama? Apa kepalamu pusing ketika mengingat masa lalu?” cerca Hansung membuat Nikolas melongo, lelaki itu sama cerewetnya seperti Niel. Diusia asli Nikolas Hansung berumur jauh lebih muda dari Nikolas, tapi diusia baru maka usia Hansung dan Nikolas adalah teman sebaya.
“Apa terkadang kau mimpi melihat masa lalumu? Seperti kejadian samar-samar yang terasa nyata?” kejar Hansung. Nikolas angkat bahu lalu berpaling pada Sofia.
“Kau pemilik tempat ini kan?” tanya Nikolas tidak mengacuhkan Hansung. Sofia nyengir lebar lalu menggeleng.
“Kau benar-benar amnesia rupanya. Aku hanya manajer disini”
“Kau menelpon Niel dan mengatakan kedai membutuhkan tambahan orang. Tapi aku tidak melihat kalian perlu orang lagi”
“Ah itu...Sebenarnya untuk sore nanti. Apa Niel tidak bilang?”
Nikolas menggeleng.
“Sore nanti sebagian tempat kedai akan di sewa seseorang untuk perayaan ulang tahun” jelas Sofia dan benar ketika sore hari segerombolan anak muda merayakan ulang tahun di tempat itu. Beberapa mencoba bernyanyi keras membuat Nikolas meringis dari balik meja bar.
“Apa ia sedang beryanyi?”
Hansung mengangguk lugu. “Memangnya ada yang berpidato dengan iringan nada?”
“Suaranya mengerikan”
“Aku setuju. Dia butuh guru vokal”
“Tidak. Ia hanya butuh diam dan tidak bernyanyi.”
Hansung berpaling ke arah Nikolas, mulutnya membulat dengan ekspresi takjub. “Wow, aku baru tau amnesia merubah kepribadian orang. Ini pertama kalinya aku melihat kau tidak bersikap positif pada seseorang”
“Memangnya aku begitu?”
Kepala Hansung mengangguk cepat. “Bisanya kau mungkin akan lebih memilih mencari guru vokal untuk gadis itu” kata Hansung lalu menarik nafas panjang. “Kalau amnesia bisa membuat kaya, kuharap aku juga amnesia”
“Untungnya tidak” balas Nikolas singkat lalu pergi ketika seorang memanggil.
Sepanjang hari Nikolas sibuk bekerja. Melayani pembeli, membersihkan meja, dan mencuci gelas kotor. Sekitar pukul setengah delapan malam ketika kedai akan tutup Nikolas meminta izin pulang lebih dahulu untuk memperbaiki ponselnya.
“Kau tidak ingin mengganti? Ponsel ini hampir rusak”
“Tolong perbaiki saja layarnya paman, aku tidak punya uang” kata Nikolas santai. Paman pemilik konter ponsel mengangguk dengan cekatan mengganti layar ponsel Nikolas. Setelah selesai Nikolas pergi dari situ, ia memutuskan pergi ke minimarket untuk membeli beberapa susu dan cemilan.
‘Seorang mayat wanita tanpa busana ditemukan terbungkus dalam sebuah tas hitam di dekat tempat pembuangan sampah. Menurut keterangan polisi, korban yang diidentifikasi bernama Morae, siswi SMA berusia 17 tahun tewas dibunuh oleh orang tidak kenal. Selain itu hasil otopsi menunjukan bahwa tidak ditemukan organ dalam korban membuat polisi berasumsi bahwa kematian ini berhubungan dengan praktik jual beli organ dalam di pasar gelap. Berita selanjutnya...’
“Lihat itu, dunia sekarang kejam sekali. Saat aku muda dulu aku dan teman-temanku diajarkan untuk tidak membunuh makhluk hidup, bahkan serangga sekalipun. Ya ampun dunia ini sudah gila”
“Kau benar hidup ini lama kelamaan semakin gila dan mengerikan”
“Fakta bahwa pelaku masih berkeliaran di sekitarku membuatku merasa sedikit sesak nafas”
“Aku harap polisi menangkap pelakunya dan ia mendapat hukuman mati. Kuharap ia akan masuk neraka”
“Kurasa neraka bahkan terlalu istimewa untuk orang-orang seperti mereka. Terkadang manusia bisa lebih jahat dari iblis.”
Nikolas diam mendengarkan percakapan dua orang tua yang mengantri di depannya. Mereka tidak henti-hentinya menggeleng sambil sesekali mencaci si pembunuh yang dianggap membuat hidup mereka tidak lagi nyaman. Setelah membayar ia keluar dari minimarket menyusuri jalan pulang kembali ke rumah. Bibirnya mengulum permen sementara tangannya mengecek ponselnya yang sudah terlihat lebih bagus untuk digunakan.
Di dekat pertigaan gang langkah Nikolas terhenti mendapati Niel berdiri disitu yang juga berhenti karena dirinya. Niel masih mengenakan seragam sekolah tapi terlihat acak-acakan dan kotor. Keduanya hanya terdiam menatap satu sama lain sampai kemudian Nikolas buka suara.
“Kenapa kau pulang malam?” tanya Nikolas tenang, matanya melirik ke arah jarum jam yang menunjuk pukul sebelas kurang.
“Kerja kelompok” jawab Niel pendek. Nikolas menatap Niel dari atas sampai bawah, luka di bibir dan lebam-lebam kecil di wajah anak itu menarik perhatiaan Nikolas. Sadar sedang diperhatikan Niel lantas memalingkan wajah mencoba menghindar tatapan Nikolas.
“Jangan bertanya. Aku hanya jatuh.”
Nikolas angkat bahu, ia tidak berkomentar apapun, hanya menyodorkan susu coklat dan kemudian melangkah diikuti Niel dari belakang. Sepanjang jalan mereka tidak berbicara, karena Nikolas sendiri tidak memiliki keinginan untuk membuka percakapan dengan bocah cerewet di sampingnya itu. Sudah cukup seharian ini ia mendengar suara berisik Hansung.
“Kak” panggil Niel pada akhirnya tidak tahan dengan keheningan diantara mereka. Karena tidak ada jawaban dari Nikolas, ia lanjut berbicara. “Kakak memiliki mimpi? Seperti ingin menjadi apa dimasa depan?”
“Bagaimana aku bisa bermimpi kalau aku saja amnesia.”
Niel tertawa geli mereka masuk menyusuri tangga dan tiba-tiba mendengar suara teriakan dari gang samping yang terlihat remang-remang berkat lampu jalan.
Plak.
Suara tamparan keras diiringi makian kasar membuat Niel dan Nikolas melongok. Ada seorang lelaki yang baru saja menampar seorang wanita dan mencacinya dengan kalimat yang tidak pantas.
“Ayo pergi”
“Kakak tidak ingin membantu?” tahan Niel terkejut dengan sikap tidak acuh Nikolas.
“Tidak usah ikut campur urusan orang” ujar Nikolas. Niel menarik baju Nikolas kuat dengan ekspresi kesal.
“Kakak benar-benar tidak berubah” seru Niel lalu melangkah pergi masuk ke dalam gang tadi. Nikolas menarik nafas panjang.
“Dasar bocah merepotkan” gumamnya lalu mengikuti Niel. Tampak wanita tadi sudah berada di belakang Niel sementara si lelaki terlihat marah menunjuk-nunjuk ke arah mereka berdua.
“Hoi. Kau sedang apa?” tegur Nikolas tenang melangkah mendekat dengan pelan. “Apa kau tidak tahu dalam kamus lelaki ada larangan untuk memukul anak kecil, wanita, dan orang tua?”
Lelaki itu mendengus tanda kesal. “Sayangnya aku tidak memukul ketiga kategori yang kau sebutkan tadi. Kau pikir aku memukul wanita? Matamu tidak bisa melihat dengan jelas ya?”
“Hmm. Agak remang-remang disini” angguk Nikolas santai.
“Orang ini! Ia menipuku” tunjuk si lelaki pada wanita dengan marah. “Dia adalah pria yang menipu orang lain demi uang”
“Aku tidak begitu! Kau yang bilang kau menyukaiku dan mau menerimaku apa adanya!” teriak si wanita membela diri dari belakang punggung Niel.
“Anjing! Kau masih bisa bersuara. Rupanya kau harus kuhajar lagi” seru si lelaki hendak melangkah maju dan menampar. Tangannya melayang diudara membuat mata Niel dan si wanita spontan terpejam. Sekitar tiga detik Niel membuka mata dan mendongak karena tidak ada tamparan yang mendarat di pipinya. Niel terkejut bukan main karena tangan lelaki itu berada dalam genggaman Nikolas.
“Hei. Kau ingin memukul anak ini? Dia masih bocah”
“Kalau begitu kau bawa pergi bocah ini dan jangan campuri urusanku” bentak si lelaki tadi menghempaskan tangan Nikolas kasar.
“Nona kau tidak apa?” tanya Nikolas tidak mengacuhkan keberadaan lelaki tadi.
“Kubilang si brengsek ini adalah pria!”
“Lalu kenapa?” balas Nikolas dingin. “Dua orang ini terlihat lemah dan kau ingin memukul mereka?”
Si lelaki meludah ke tanah dan berkacak pinggang. “Kalau begitu kau saja yang kupukul huh?”
Plak.
Satu tamparan mendarat di pipi Nikolas. Nikolas menarik nafas mencoba tidak tersulut emosi. “Sudah kan? Kalau begitu sekarang kau pergi saja”
“Kau cukup pintar untuk berlagak rupanya.”
Plak.
Satu tamparan lagi mengenai pipi kanan Nikolas. Dan ketika lelaki itu ingin menampar lagi tangan Nikolas sigap menangkap tangan itu dan mengarahkan ke samping sampai ia berteriak kesakitan. “Aku benci dipukuli.”
Nikolas menghempas kasar lelaki itu sampai tersungkur ke tanah. Ia lalu berpaling ke arah Niel dan wanita tadi. “Ayo kita pergi”
“Brengsek!”
“Kakak!” Niel berteriak keras ketika lelaki tadi bangkit dan menerjang Nikolas. Tapi Nikolas jauh lebih cepat, ia berkelit memutar tubuhnya menangkap tinju yang terarah padanya dan satu tinju melayang darinya tepat mengenai wajah lelaki itu, membuatnya jatuh tersungkur ke tanah dan hidungnya mengeluarkan darah.
“D-darah. Hoi! Kau mau mati ya?!” tunjuk lelaki itu semakin marah.
“Bukannya seharusnya aku yang berkata seperti itu ya?”
“Kau bajingan, brengsek, akan ku kubur kau di api neraka!” teriak si lelaki seakan sedang kerasukan setan. Nikolas malah mendengus dan mengorek-ngorek telinganya dengan gestur meremehkan.
“Apa yang kalian lakukan?”
Mereka berempat berpaling menatap seorang lelaki tua berseragam yang bertugas untuk ronda keliling. Ia mengarahkan senternya dan memberikan ekspresi seolah baru saja melihat pembantaian.
“Hei nak kau tidak apa?” tanya lelaki tua itu panik menunjuk ke arah lelaki yang tersungkur di tanah. “Apa-apaan ini? Kalian baru saja mengeroyok orang? Akan kulaporkan kalian ke polisi” lanjut kakek itu berseru marah dengan cepat menelepon polisi.
“Aku bisa gila” gumam Nikolas menarik nafas panjang.
...******...
Nikolas menarik ujung kerah bajunya dan mengatur rapi rambutnya. Ia terlihat begitu tenang meskipun Rocky, lelaki yang berkelahi dengannya tadi mengomel sepanjang interogasi polisi.
“Pak tenanglah, atau kau akan mendekam di sana” tunjuk polisi ke arah sel di dekat meja interogasi. Rocky spontan diam tapi terus menghela nafas kesal karena ingin memukul Nikolas.
“Nama?”
“Nick, dua puluh satu tahun, tidak punya pekerjaan” jawab Nikolas lengkap. Polisi menggeleng heran.
“Kau sering bermasalah rupanya” kata Polisi sembari mengetik. Nikolas menarik nafas panjang, mereka sudah berada di kantor polisi selama tiga puluh menit dan belum ada penyelesaian sama sekali. Nikolas menggigit ujung bibirnya sementara jari tangannya menepuk-nepuk pahanya tanda bahwa kesabarannya sudah hampir habis.
“Kalian semua adalah lelaki. Damai saja. Tahu tidak berapa banyak masalah yang harus kami urus?” ujar polisi membuat alis kanan Nikolas terangkat naik. Ia menunjuk ke arah keempat orang itu dengan ekspresi tidak sabaran. “Bersikaplah seperti lelaki sejati dan selesaikan ini dengan damai”
“Ah, jadi begitu kinerja kepolisian yang digaji dari pajak kami” balas Nikolas agak keras sengaja agar didengar oleh semua orang.
“A- apa kau bilang?” Polisi menatap Nikolas dengan ekspresi terkejut sementara Nikolas mendengus, wajahnya berpaling pada Niel yang duduk bersama wanita tadi di kursi belakang.
“Pak. Lain kali jika bertemu korban, tolong tanyakan ‘apa kau baik-baik saja?’ ‘apa kau terluka?’ ‘ini segelas air agar membuatmu tenang.’ Kalau kalian tidak bisa bekerja dengan baik, setidaknya berpura-puralah peduli pada korban” kata Nikolas tenang. Ia kembali berpaling pada polisi yang menatapnya tidak percaya, ekspresi Nikolas terlihat begitu dingin dan menusuk, tidak ada rasa gentar dalam dirinya meskipun polisi memberikannya sebuah pelototan tajam.
“'Lihat! Lihat! Bocah tidak punya sopan santun. Penjarakan saja dia” teriak Rocky berdiri menunjuk-nunjuk ke arah Nikolas. “Anak zaman sekarang memang harus diberi pelajaran. Aku tidak akan mencabut laporanku, kau harus dipenjara agar mengerti bagaimana menghormati orang tua!”
“Hoi!” teriak si wanita yang sejak tadi hanya diam. Ia berdiri dengan ekspresi kesal dan berdiri tepat di depan Rocky. “Baik. Ayo penjarakan dia. Kemudian lihat bagaimana aku akan terus menghantuimu! Aku akan menghancurkan reputasimu. Kau berpacaran dengan seorang lelaki, ingat itu. Aku akan mengirimkan foto kita berdua ke orang tuamu, ke adikmu, bahkan aku akan membuat banner foto kita di hari pernikahanmu. Ayo lakukan saja. Penjarakan dia.”
Semua orang disitu mendadak terdiam melihat si wanita berteriak dengan mata melotot. Rocky tertawa kaku dengan panik berpaling pada polisi. “Aku rasa semua pihak sudah setuju untuk berdamai.”
...******...
“Terima kasih banyak”
“Aku akan mengantar kakak pulang” kata Niel buru-buru.
“Aku akan naik taksi. Ngomong-ngomong namaku Regina” kata Regina agak telat memperkenalkan diri.
“Aku Niel dan ini kakakku Nick” balas Niel. Mereka melangkah keluar dari kantor polisi dan berdiri di dekat trotoar menunggu Regina menghentikan taksi.
“Aku tidak tahu bagaimana harus berterima kasih dengan benar, tapi tolong terima ini.” Regina mengeluarkan beberapa kupon diskon dari dalam tasnya. “Ini kupon diskon makan di kedai makanku. Aku tau ini tidak banyak tapi tolong terima sebagai rasa terima kasihku”
“T-terima kasih juga karena telah melindungi kakakku. Pasti sulit harus marah seperti tadi” kata Niel kikuk menerima kupon itu. Regina tersenyum kecil memberhentikan taksi yang datang dari kejauhan, setelah masuk ia melambaikan tangan dan melaju pergi.
“Kak”
“Hmm
“'Tadi itu pidato yang bagus” ujar Niel malu-malu lalu melangkah pergi lebih cepat. Nikolas diam ditempat dan bibirnya tersenyum kecil.
“Dasar bocah.”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!