"Mama... mama..." Terdengar seorang anak memanggil-manggil ibunya. Dengan mimik muka ingin menangis dia terus menggapai-gapai seorang gadis yang berada di sampingnya.
"Anak mama takut kah? humm?" Sang gadis yang terus dipanggil mama menggapai anaknya dan langsung menggendongnya.
"Shil, Kenzo menggemaskan sekali sih." Teman-teman gadis bernama Shilla terus mengerubungi Shilla yang memangku Kenzo. Jelas saja Kenzo begitu ketakutan, orang-orang yang tak ia kenal mengerubunginya dan saling bergantian mencium mencubit pipi Kenzo.
Siapapun yang melihat Kenzo pasti akan gemas. Siapa yang tak gemas dengan bocah cilik yang tingkahnya begitu lucu ditambah kalau dia tertawa dua gigi ompongnya membuat tambah imut. Pasti mereka akan menghujani Kenzo dengan ciuman.
"Selamat siang semuanya." Suara seorang dosen mengintrupsi kegiatan mereka. Semua orang langsung berhamburan mencari tempat duduk.
Dosen itu terlihat masih muda. Penampilannya yang menawan membuat para perempuan berbinar-binar. Dosen yang dikenal sebagai pak Devan itu tersenyum melihat Shilla. Ia tak asing dengan pemandangan ini, pasalnya Shilla bukan hanya sekali ini membawa Kenzo ke kampus.
Sudah beberapa kali Shilla membawa Kenzo ikut menjalani perkuliahan. Semua orang memaklumi dengan keadaan Shilla, Kenzo juga anak yang penurut jadi tak mengganggu proses belajar. Meski kadang Kenzo akan menangis ketika dia merasa kantuk ataupun bosan, tapi mereka tak pernah mengeluhkan hal itu.
Siang itu pak Devan memberikan Quis dadakan. Semua orang mengeluhkan dengan hal tersebut. Tapi tidak bagi Shilla, dia selalu siap kapan saja jika dosen memberikan Quis.
Di tengah keseriusan mereka mengerjakan soal yang diberikan pak Devan, tiba-tiba saja Kenzo tertawa. Semua kepala menoleh kearah Kenzo dan mendapati pak Devan sedang mengajak Kenzo bercanda. Para wanita tentu saja semakin kagum dengan dosen muda mereka. Tak hanya tampan dan berwibawa, ternyata pak Devan juga penyayang. Bisa dilihat ketika pak Devan dengan asiknya mengajak Ken kecil bercanda. Pemandangan itu tentu saja membuat Shilla tersenyum.
"Saya sudah selesai pak, biarkan saya keluar membawa Kenzo, suara tawanya mengganggu konsentrasi mereka." Shilla menginterupsi kegiatan asik kedua pria beda usia itu. Setelah menyodorkan kertas hasil tesnya, Shilla menggendong Kenzo keluar.
Kenzo sangat senang di gendongan Shilla. Apalagi dia kini di depannya sudah ada semangkuk bubur untuk makan siangnya. Dengan telaten Shilla menyuapi Kenzo. Acara makan merupakan acara favorit Kenzo, dengan celotehan khas anak kecil, ia dengan lahap memakan hingga tandas.
"Quis tadi sulit sekali sih." seseorang menghampiri meja mereka.
"Hay Ray! Kenapa mukamu?" Shilla menanyakan keadaan temannya yang terlihat kusut.
"Aku ngga bisa ngerjain tadi." dengan muka terlipat Rayna duduk di samping Shilla. Tak lupa ia memesan makanan super pedas untuk meluapkan emosi karena tak bisa mengerjakan tugas tadi.
"Makanya belajar. Aku yang waktunya sempit aja masih bisa untuk belajar."
"Itu otakmu aja yang emang terlalu encer." Rayna tak habis pikir. Bagaimana Shilla belajar di waktu yang begitu sibuk. Selain dia harus mengurus Kenzo, dia juga bekerja di Restauran untuk mencukupi kebutuhan mereka. Dia sampai kagum dengan teman yang ia kenal sejak SMA itu.
Kantin semakin ramai. Mereka bertiga memutuskan untuk pergi sebelum Kenzo merasa tak nyaman karena berdesakan.
Shilla menggendong Kenzo diikuti Rayna. Karena sudah tak ada jadwal, mereka memutuskan untuk sekadar berjalan-jalan sebentar.
"Gantian dong Shill, aku kan juga pengen gendong Kenken." Rayna meminta Kenzo dari gendongan Shilla.
Dengan asik Rayna bercanda dengan Kenzo yang kini ada di gendongannya. Sesekali Shilla tertawa melihat muka Rayna tatkala ia menggoda Kenzo. Si kecil yang melihat muka aneh teman ibunya itu hanya bisa tertawa kegirangan.
"Bagaimana kalau kita ajak Kenken ke taman."
"Tentu." Shilla mengikuti Rayna, mereka akan ke taman agar Kenzo bisa berinteraksi dengan teman-teman sebayanya di sana.
Bersambung...
Pagi ini Shilla tak dapat berkonsentrasi mengikuti perkuliahan. Pasalnya ketika dia menitipkan Kenzo kepada Bu Farida badan Kenzo sedikit panas. Ia takut sesuatu terjadi pada anak kesayangannya itu.
Bu Farida merupakan pemilik kontrakan yang ditempati Shilla. Sudah 3 tahun Shilla menempati kontrakan Bu Farida sejak ia masuk kuliah. Bu Farida jugalah yang membatu mengurus Kenzo ketika Shilla harus kuliah ataupun bekerja. Beliau sangat menyayangi Kenzo seperti cucunya sendiri. Karena anak yang sudah memiliki keluarga sendiri dan tinggal bersama suami ataupun istri masing-masing, Bu Farida sangat kesepian. Dan semenjak kedatangan Kenzo, dialah pengobat sepi wanita yang sudah memasuki kepala enam tersebut.
Shilla sangat gelisah. Perasaannya tak menentu. Berkali-kali ia melihat jam yang melingkari pergelangan tangan putihnya. Waktu seakan tak berputar. Detik demi detik ia lewati dengan begitu lama. Ia sudah tak lagi konsentrasi menangkap penjelasan Dosen yang ada di depan.
"Shill? kenapa sih?" Rayna melihat kegelisahan Shilla. Kalau Shilla seperti ini biasannya terjadi sesuatu dengan Kenzo. Tak ada hal yang Shilla prioritaskan kecuali kenken kecil yang berhasil mencuri perhatian semua orang.
"Shill...? Shilla...?!" Rayna sedikit meninggikan suaranya karena yang dipanggil tak kunjung merespon. "Kamu kenapa sih Shill?"
"Kenzo."
Benar saja dugaan Rayna. Pasti ada sesuatu dengan buah hatinya itu. Karena sebentar lagi kelas akan berakhir Rayna menyarankan agar Shilla pulang saja. Dia tak tega melihat sahabatnya seperti mayat hidup itu. Masalah absen tak jadi masalah, toh Shilla merupakan mahasiswa berprestasi.
Setelah kelas berakhir Shilla langsung menyambar tas gendongnya dan segera berlari pulang. Tak lupa ia berpesan kepada Rayna untuk mengurus daftar kehadiran di kelas selanjutnya.
Tanpa pikir panjang Shilla langsung memesan ojek online agar lebih cepat sampai dari pada naik angkutan umum. Perasaannya sudah tak menentu, ia harus segera sampai rumah untuk mengetahui keadaan Kenzo. Ia terus mengkomando agar sopir ojeknya melaju dengan cepat.
Tak butuh waktu lama, cukup 30 menit Shilla sudah sampai di tempat Bu Farida. Setelah membayar dan menyerahkan Helm, Shilla langsung berlari ke rumah Bu Farida. Hati Shilla langsung tersayat-sayat mendapati Kenzo kecilnya menangis sesenggukan di dalam gendongan Bu Farida. Sepertinya beliau sudah kuwalahan menenangkan Kenzo. Dengan langkah tergesa Shilla mendekati putra kecilnya. Dia tersenyum meminta maaf telah membuat Bu Farida repot.
"Sebaiknya Kenzo dibawa ke rumah sakit nak. Demamnya makin tinggi, dari tadi juga mencari mamanya terus." Bu Farida menyerahkan Kenzo kedalam pelukan Shilla.
Memang sudah ikatan batin antara ibu dan anak, begitu belaian Shilla Kenzo rasakan, Ia langsung berhenti menangis dan langsung memeluk dengan erat.
"Terima kasih Bu. Akan saya bawa Kenzo ke rumah sakit. Maaf selalu merepotkan Bu Farida."
"Tidak repot nak. ibu yang sudah tua ini perlu teman juga. Dengan adanya Kenzo ibu tak lagi kesepian. Apalagi cucu ibu jarang datang, Kenzo merupakan pengobat rindu tersendiri." Bu Farida menenangkan Shilla bahwasannya dia tak perlu khawatir tentang dirinya yang harus direpotkan.
Shilla tersenyum bahagia. Setidaknya banyak yang menyayangi Kenzo. Mereka tak pernah mempermasalahkan asal usul Kenzo. Tak pernah sekalipun mereka memandang sinis dengan keadaan Kenzo.
.
.
.
Shilla berlari memasuki rumah sakit. Kenzo terus memeluk lehernya mengikuti kemanapun ibunya membawa pergi. Melihat ibu muda yang tengah panik menggendong anaknya, para perawat langsung sigap mengarahkan Shilla ke ruang periksa.
Para perawat ingin mengambil alih Kenzo untuk diperiksa. Namun karena merasa asing Kenzo meronta tak mau lepas dari pelukan ibunya. Ia terus menangis takut dipisahkan dengan sang ibu. Melihat Kenzo begitu ketakutan, Shilla memohon agar pemeriksaan dilakukan sambil ia menggendong Kenzo.
"Tak apa sayang, mama disini, Kenzo tidak perlu takut oke?" Shilla menenangkan Kenzo yang masih menangis ketakutan. Tak butuh waktu lama Shilla berhasil membuat Kenzo tenang.
Dokter langsung memeriksa keadaan Kenzo. Memeriksa secara teliti agar satupun tak luput dari pemeriksaannya.
"Bagaimana dok? anak saya sakit apa?"
"Nona tak perlu khawatir. Hanya demam biasa yang umum dialami anak-anak. Akan saya buatkan resepnya, nanti bisa langsung ditebus di bawah." Dokter menjelaskan dengan tenang.
"Terima kasih dokter." Shilla tersenyum lega. Ia memeluk Kenzo yang masih di pangkuannya. Dikecupnya dengan sayang kening Kenzo. Ia tak tega melihat Kenzo yang terlihat lemah. Anak yang biasanya selalu aktif kini enggan lepas dari pelukan ibunya.
Shilla berjalan keluar rumah sakit setelah menebus obat milik Kenzo. Ia mengambil telepon genggamnya ingin meminta izin untuk tak bekerja dulu. Ia ingin menemani Kenzo sampai ia sembuh.
.
Bersambung...
Osaka, Jepang.
"Tuan muda, Tuan besar menyuruh anda untuk kembali." Seorang pelayan dengan stelan jas lengkap membungkuk menyampaikan sebuah pesan yang baru saja ia terima.
"Kenapa tiba-tiba orang tua itu menyuruhku pulang?" Dengan tenang ia menyesap wine yang dituangkan oleh pelayan cantik di sampingnya.
"Sepertinya tuan muda pertama membuat masalah."
Pria yang di panggil tuan muda itu hanya tertawa sinis. Dia tak habis pikir, bagaimana bisa orang tua itu memanggilnya ketika sang kakak membuat masalah. Padahal selama ini sang kakaklah yang selalu menjadi kesayangannya, tapi ketika sang kakak membuat masalah, ia yang harus menyelesaikan.
Keano, sang tuan muda yang masih duduk santai memikirkan bagaimana menyingkirkan sang kakak yang menjadi batu sandungan. Dialah anak kandung dari keluarga Alterio, namun kenapa anak yang dipungut dari jalanan yang menjadi kesayangan si kakek tua itu.
"Keano...! Keano...!" Tiba-tiba seorang gadis yang begitu seksi masuk ke ruangan Keano. Ia langsung saja berlari menuju pangkuan Keano tak peduli tatapan bengis dari sang empunya.
"Mitsuko, sudah beberapa kali ku peringatkan, jangan kesini kalau aku tak memanggilmu." Keano berkata dengan tenang bernada dingin.
Seakan tak mendengar perkataan Keano, wanita yang dipanggil Mitsuko itu tak peduli dan terus bergelayut manja di atas pangkuan Keano. Jengah dengan kelakuan wanita itu, Keano langsung berdiri hendak meninggalkan Mitsuko. Masih dalam keadaan terduduk di lantai, Mitsuko meraih kaki Keano dan memeluknya.
"Keano, please jangan tinggalin aku. Aku udah merelakan kamu untuk dekat dengan perempuan manapun, jangan buang aku." Mitsuko menangis sesenggukan masih dengan memeluk kaki sang tuan muda.
"Singkirkan wanita ini." Keano memberi komando kepada pengikutnya. Ia dengan kasar melepaskan pelukan wanita itu dari kaki jenjangnya. Sambil merapikan setelan jasnya, ia pergi meninggalkan Mitsuko dengan pengikut setianya. Tanpa diberikan perintah lagi, bawahan Keano langsung mengarahkan pistol kearah kepala Mitsuko, dan dalam sekejap Mitsukopun menghembuskan nafas terakhirnya.
"Urus sisanya." Pria yang tak kalah dinginnya dengan sang bos memberikan perintah kepada wanita pelayan yang sedari tadi menyaksikan kejadian di ruangan tersebut. Dia adalah wanita pelayan yang menuangkan wine kepada Keano.
"Ya tuan Leon." Pelayan wanita yang dikenal dengan panggilan Rose itu mengangguk mengerti.
Sepertinya pemandangan seperti itu bukan pertama kali mereka alami. Mereka seakan sudah mengerti tugas masing-masing. Bahkan ketika tuan mereka memerintahkan untuk menyingkirkan seseorang pun mereka langsung mengerti arti dari kata menyingkirkan.
.
.
.
Keano kembali ke kediamannya di pusat kota Osaka. Ia menempati sebuah apartemen yang begitu mewah idaman konglomerat lainnya. Sebenarnya ia bisa saja membeli rumah pribadi atau bahkan pulau pribadi jika dia mau, namun karena ia tak ingin menarik perhatian ia memilih untuk tinggal di apartemen sederhananya, - menurut sang tuan muda.
"Selamat malam tuan." Leon sudah menghampiri Keano pertanda pekerjaannya telah selesai. Leon merupakan tangan kanan Keano. Ia sudah sangat hafal dengan kebiasaan, hal yang disukai, hal yang dibenci oleh junjungannya tersebut.
"Sudah kau singkirkan wanita itu?" Keano menoleh ke arah orang yang selalu ia percayai.
"Ya tuan. Saya sudah mengurus semuanya. Mayatnya sudah diurus oleh Rose. Tuan tak perlu memikirkan hal kecil seperti itu."
"Baiklah. Kau bisa istirahat. Besok urus kepulanganku. Kita lihat, apa yang dilakukan oleh tuan muda palsu itu."
"Baik tuan. Kalau begitu saya undur diri."
Keano memandang hiruk pikuk kota Osaka dari balik jendela kaca apartemennya. Kota yang selalu sibuk meski malam telah larut. Kota yang menjadi saksi perjalanan seorang Keano dari Keano yang polos menjadi Keano yang dingin dan bengis. Namun di balik kebengisannya, menyimpan begitu banyak misteri yang belum terungkap.
Bosan memandang gemerlap dunia luar, Keano berjalan menuju Ruang kerjanya. Dengan ragu ia membuka laci meja kerjanya. Tangannya meraih sesuatu yang tak lain adalah sebuah bingkai foto. Ia memandang sendu seorang wanita yang tersenyum ceria di dalam foto itu. Ia terus memandang dengan tatapan rindu. Entah sudah berapa lama mereka tak berjumpa, sudah tak terhitung hari sejak hari mengerikan itu.
"Bagaimana kabarmu V?" Keano mengelus lembut wajah cantik yang terpotret di foto itu.
Tatapan matanya terkunci pada senyum yang begitu menawan. Pancaran rindu begitu tergambar jelas pada wajah tampannya.
Belum puas memandang wajah sang kekasih, ia letakkan kembali bingkai itu ke tempat semula. Ia tak ingin terlarut pada kesedihan yang bisa membuat musuh tau kelemahannya.
Waktu merangkak dengan pasti. semua pasang mata terpejam terbuai Dewi mimpi. Namun Keano masih saja tak bisa memejamkan mata meski hanya untuk sekejap. Dia hanya berbaring di ranjang dengan pikiran melayang tak menentu. Sunyi, seperti itulah yang kini ia rasakan.
Sampai pada akhirnya suara ketukan pintu depan membangunkan Keano dari pikirannya. Dia bangun dan segera menuju ke arah depan. Di depan sudah berdiri Leon dengan pakaian rapi juga Rose yang tetap saja begitu seksi namun terlihat anggun.
"Semua sudah siap tuan. Penerbangan satu jam lagi." Sepertinya Leon sudah selesai mengurus kepulangan Keano.
"Ok." Keano masuk untuk mempersiapkan diri. kedua orang yang menjemput mengikuti langkah Keano dan menunggu dengan sabar. Tak butuh waktu lama, Keano telah selesai dengan pakaian rapi khas Tuan muda.
Mereka melanjutkan perjalanan. Agar tak menarik perhatian, Leon memilih untuk tak menggunakan pesawat pribadi. Keano pun mengerti keputusan yang diambil oleh asisten pribadinya itu.
Pesawat telah mengudara. Keano menerawang keluar jendela menikmati lautan kapas putih yang membentang di bawahnya. Seorang pramugari menyapa dan menawarkan segelas minuman juga makanan. Keano memilih segelas anggur untuk menemani perjalanannya.
"Hallo cantik, sendirian saja?" Keano menoleh ke sumber suara. Di sana terlihat seorang laki-laki paruh baya sedang menggoda Rose. Pria itu bertubuh gempal khas bos-bos besar. Kecuali Keano tentunya yang memiliki tubuh atletis idaman para wanita.
Rose hanya menatap dingin pria yang menggodanya. Dia lalu mengangkat sedikit dress yang ia kenakan. Mata pria itu tentu saja berbinar melihat apa yang dilakukan oleh wanita cantik di depannya. Namun ketika dressnya tersingkap cukup tinggi hingga memperlihatkan paha mulusnya, seketika pria itu pucat pasi. Terdapat sebuah pistol di sana yang masih berbalut rapi di dalam tasnya. Rose melihat wajah yang kini sudah berkeringat dingin. Hanya sebuah telunjuk yang ia tempelkan di bibir seksinya.
"Sssttt." Lelaki penggoda itu langsung pergi terhuyung. Beruntung Rose tak ingin membuat kekacauan. Ia tak ingin perjalanan pulang Tuannya terganggu oleh tindakan emosionalnya.
Di belakang Leon tertawa tertahan karena kelakuan partnernya. Meskipun kini dia berkutat dengan laptopnya namun dia bisa tau detail dari kejadian itu.
Keano hanya geleng-geleng kepala melihat para bawahannya. Mereka adalah teman-teman yang akan selalu ada untuknya, bahkan mereka rela menyerahkan nyawa mereka untuk Keano. Bukan karena Keano adalah Tuannya, lebih dari itu, Keano sudah mereka anggap sebagai keluarganya sendiri, Karena dialah yang membuat mereka bisa menikmati kemewahan seperti saat ini.
Meskipun awalnya mereka tak ingin menarik perhatian, memang dasarnya Keano selalu memiliki gravitasinya tersendiri. Sejak saat pesawat mendarat, semua mata tertuju pada Tuan muda yang tinggi tampan mempesona. Ditambah di samping lelaki itu berjalan dengan anggun seorang wanita cantik dengan rambut ikal memanjang. Terlihat seperti pasangan yang sangat serasi.
"Kalian kembalilah dulu. Aku akan pergi ke suatu tempat dulu." Setelah mereka sampai di tempat penjemputan, Keano meminta Leon dan Rose untuk kembali ke rumah lebih dulu.
"Saya akan mengikuti tuan kemanapun tuan pergi."
"Apa kamu sudah tak mau mendengarkan ku?" Keano menatap Leon dingin. Meskipun Keano itu baik kepada mereka, tapi Keano tak suka jika mereka juga mencampuri urusan pribadinya.
"Kami akan menunggu tuan di rumah." Rose membungkuk memberi hormat. Ia menyeret Leon pergi dari hadapan tuannya. Ia tak ingin ada pertengkaran yang tak perlu.
Keano menyuruh supir yang harusnya mengantar untuk turun. Ia kendarai sendiri mobil mewah pribadinya. Mobil hitam keluaran terbaru yang hanya ada beberapa unit di dunia kini telah melaju bergabung dengan kendaraan lain.
Sekitar satu setengah jam perjalanan, mobil yang di kendarai Keano perlahan melambat. Suasana di sekitar begitu sepi. Kadang hanya berpapasan beberapa kendaraan saja. Keano memberhentikan mobilnya, Dia berjalan menuju tempat bertuliskan 'Tempat Peristirahatan Terakhir'. Ia melewati beberapa nisan yang tertata rapi dan akhirnya berhenti di depan sebuah gundukan dengan nisan bertuliskan Violeta.
"Maaf sudah lama tak mengunjungimu V." Hanya permintaan maaf yang mampu Keano ucapkan. Ia berjongkok dan mengelus nama itu dengan sangat lembut. Terpancar cinta dan kerinduan di kedua mata Keano. Namun tak ada yang tau, jika dia masih memendam amarah yang begitu besar.
Lama ia bercengkrama dengan kekasihnya, akhirnya ia memutuskan untuk kembali. Ia ucapkan salam dan berkata ia akan sering datang. Dengan hati yang terasa lebih ringan, ia menuju ke mobilnya. Ia duduk di depan kemudi tak langsung menjalankan mobil tersebut. Keano masih merenung langkah apa yang akan ia ambil selanjutnya. Tapi detik berikutnya lamunan Keano dibuyarkan oleh suara tawa seorang anak kecil yang sepertinya digendong ibunya. Mereka berjalan di samping mobil Keano sambil bercanda. Tawa ceria perempuan yang menggendong sang anak mengingatkan Keano pada tawa khas Violeta. Ada sedikit kemiripan di antara mereka. Hal itu membuat Keano sejenak tertegun, dan suara dering ponsel membuat konsentrasinya buyar. Ketika Keano menoleh untuk mencari keberadaan wanita itu, yang di cari sudah hilang entah kemana.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!