NovelToon NovelToon

Anak Genius: CEO Tampan Ayah Si Kembar

Jebakan dan Kehancuran

"Bagaimana pesananku? Apa kau mampu memenuhinya?"

Pria berwajah tegas dengan tatapan tajam lurus ke depan, berkata serius melalui sambungan telefon.

"Kau terdengar, seperti sedang meragukanku. Sayang."

"Aku hanya bertanya Madam Zee, bukan meragukanmu. Aku selalu percaya dengan kemampuanmu yang selalu menyanggupi keinginanku dalam menyiapkan barang yang masih segel untukku." Bibir sensual milik pria itu tertarik sebelah.

Wanita diseberang telefon terdengar tertawa, "Aku anggap perkataanmu itu adalah pujian untukku, sayang. Aku sangat menghargai itu."

"Dimana barangnya?" Noah terlihat tidak sabar.

"Tenang sayang. Barangnya akan ku siapkan di kamarmu... aku yakin, malam ini hasratmu akan terpuaskan, sampai pagi."

Pria itu menyeringai puas, "Bagus. Aku akan segera kesana!"

Setelah sambungan telefon terputus, Noah mengangkat gelasnya lalu menenggak habis minuman alkoholnya.

Noah Gracio Rayan adalah seorang CEO tampan yang sangat sukses, hampir seluruh kota, bahkan di luar negeri berjejeran perusahaan miliknya. Pria muda yang sangat berambisi dalam berbisnis dan sangat terobsesi dengan wanita yang masih perawan. Bahkan dia rela menghamburkan uang senilai ratusan juta demi merusak segel.

ʕ•ﻌ•ʔ

Waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari dan Kaila masih bergelut di dalam sebuah kamar suite room bersama dengan peralatan bersih-bersihnya.

Sebenarnya Kaila tidak memiliki pekerjaan shift malam sesuai jadwalnya, hanya saja dia sedang menolong rekan kerjanya yang ternyata kebagian shift malam. Rekan kerjanya itu adalah Alea. Wanita itu meminta tolong kepada Kaila untuk menggantikan shiftnya karena ibunya sedang berada di rumah sakit seorang diri dan dengan baik Kaila mengiyakannya.

Sudah hampir satu jam Kaila membersihkan kamar dengan berbagai fasilitas mewah yang berjejer rapi di ruangan itu. Merapikan ruang demi ruang, membersihkan segala tet3k bengek dari tugas seorang housekeeping dan sekarang gadis itu sudah berada pada tahap pengecekan ulang.

Mungkin masih ada sesuatu yang kurang pas sehingga masih harus dia kerjakan dan dilengkapinya lagi. Ternyata benar saja, gadis itu ternyata belum menyemprotkan pengharum ruangan.

Kaila melangkah untuk mengambil penyemprot ruangan yang ada di atas lemari samping tempat tidur dan menyemprotkannya ke seluruh penjuru ruangan. Di ruang tidur, ruang tamu, ruang makan dan di area ruang kerja yang sangat megah.

UHUK!

Kaila tersedak oleh aroma pengharum ruangan tersebut. Aromanya yang sangat kuat, menusuk rongga hidung hingga ke tenggorokannya.

Kaila berdehem singkat demi menetralkan kerongkongannya yang terasa kering dan perih, rasanya dia ingin cepat-cepat keluar dari ruangan itu. Dia berjalan menuju dapur untuk meletakkan kembali pengharum ruangan itu di atas lemari dapur.

UHUK!

Kaila kembali tersedak, saat dia berjalan menuju pintu coklat yang terukir indah. Kepalanya sudah mulai sakit karena aroma harum di ruangan itu, penglihatannya perlahan mulai buram. Apa dia menyemprotkannya terlalu banyak hingga menimbulkan efek yang sangat kuat, dia benar-benar merasa akan kehilangan kesadarannya. Perutnya pun mulai mual, tubuhnya pun terasa panas.

BRAKK!!!

"Akhh... S*it"

Kaila terkejut mendengar suara seorang pria dari luar kamar. Sepertinya pria itu sedang mabuk dan kehilangan keseimbangan hingga menabrak trolley yang dia letakkan di depan kamar. Tapi siapa pria yang sedang berada di lantai paling tinggi ini? Hanya ada satu kamar di lantai ini? Apakah itu tamu VVIP yang dikatakan Alea tadi? CEO nya?

"Halo sayang!!!"

Kaila terlonjak kaget saat tiba-tiba pria yang tadi berada di luar kini sudah membuka pintu dan masuk ke dalam kamar.

Klik.

Seketika bola mata Kaila membulat saat mendengar suara pintu yang terkunci.

Pria itu berjalan mendekati Kaila dengan seringaian jahat menghiasi bibirnya. Astaga tiba-tiba saja raut wajahnya berubah cemas, jantungnya berdetak sangat cepat tidak seperti biasanya, keringat mulai membanjiri telapak tangannya yang terkepal. Siapa pria itu? Apa itu pemilik dari hotel ini? Kaila menyipitkan penglihatannya karena sekarang penglihatannya mulai buram.

Jika pria itu adalah CEO nya kenapa penampilannya sangat berantakan, tidak menunjukkan sisi seorang CEO? Atau mungkin dia adalah pria yang salah masuk kamar? Hal ini bisa saja terjadi pada orang yang sedang kehilangan kesadaran bukan, salah masuk kamar.

Lagipula selama tiga tahun bekerja, Kaila sama sekali belum mengenal bagaimana wajah dari pemilik hotel tempatnya bekerja, mengingat pria itu sangatlah sibuk dengan perusahaannya yang ada dimana-mana.

"Siapa Anda!" Kaila berjalan ke samping berusaha menjauhi pria yang semakin mendekat kepadanya. Pria itu sangat mabuk berat, Kaila bisa mencium aroma alkohol dari tubuh pria yang berjarak tiga meter darinya.

"Jangan takut sayang! aku adalah klienmu." Bibir pria itu semakin tersenyum lebar, tatapannya semakin gelap seiring tubuhnya yang semakin mendekat kepada Kaila. Siap menerjang gadis itu dan memeluknya kuat.

"Klien? apa maksud Anda?" Kaila masih berusaha tenang menjauhi pria itu dengan terus berjalan menyamping mendekati pintu, sementara pria itu hanya mengamati pergerakan Kaila dengan mata yang sudah sangat gelap tertutupi birahi.

"Jangan berpura-pura polos. Aku adalah klien yang akan mengajarkanmu merasakan nikmatnya surga dunia." Noah berjalan mendekat ke arah Kaila dengan meneguk ludah.

"Saya tidak mengerti dengan ucapan Anda. Saya hanya petugas hotel yang membersihkan kamar ini sesaat sebelum Anda datang. Anda salah orang, saya bukan klien Anda."

Dengan gerakan cepat Kaila berlari ke arah pintu dan menarik gagang pintu dan ternyata terkunci.

"Kau mau kemana, sayang—"

"Berhenti memanggilku sayang!" teriak Kaila keras. Dia sangat jijik mendengar pria itu sejak tadi memanggilnya seperti itu.

"Lalu apa? hmm." Noah semakin mendekat lalu menghimpit tubuh Kaila dengan tubuhnya di pintu "apa aku harus memanggilmu bich?"

Tubuh Kaila meremang hebat saat pria itu menempel padanya, mengikis jarak antara mereka. Berbisik sensual di telinganya, hingga menimbulkan perasaan aneh. Tubuhnya semakin panas saat merasakan benda keras menggesekknya di bawah sana.

"Kau sangat cantik ternyata." Noah mulai meracau, lalu mengecup leher mulus Kaila.

Tubuh Kaila menggelinjang hebat saat bibir sensual pria itu mengecup lehernya dan menghisapnya kuat. Astaga, miliknya berdenyut sangat kuat. Apa ini? Ada apa dengannya? Harusnya dia mendorong ataupun menampar pria yang saat ini tengah membuka kancing seragam housekeepingnya satu persatu sambil melumati bibirnya sangat buas, tapi kenapa Kaila membiarkan pria itu seolah menginginkan yang lebih.

"Apa yang Anda lakukan? Lepaskan saya." Kaila berteriak lagi, namun hati dan tubuhnya bertolak belakang.

Hatinya sangat menolak apa yang pria itu lakukan padanya, namun tubuhnya berkata lain. Justru saat ini tubuhnya merespon sangat baik hingga membiarkan pakaiannya terlepas begitu saja di lantai.

"Kau sudah sangat basah, sayang."

Pria yang sedang berlutut di depannya, mendongak menatap Kaila dengan mata yang sudah sangat gelap, tertutupi *****.

Noah kembali berdiri lalu menarik tubuh Kaila dan melemparkannya di sofa besar yang empuk di ruang tamu.

Noah merangkak di atas tubuh Kaila. Menguncinya kuat lalu kembali menciumi bibir Kaila penuh *****.

Air mata Kaila menetes. "Lepaskan saya!!!" Kaila mencoba memberontak memalingkan wajahnya ke kiri dan ke kanan untuk menghindari ciuman laki-laki itu namun gagal, pria itu mencengkeram rahang Kaila, menahan kuat agar dia bisa fokus mengakses bibir ranum Kaila. Perlahan Kaila melemah dengan permainan memabukkan Noah. Dia pun ikut tenggelam dalam ciuman panas itu.

"Kau butuh pelepasan sayang." Suara berat pria itu terdengar rendah dan juga serak, itu membuat tubuh Kaila meremang sangat hebat, suara itu itu sangat menggoda.

Noah kembali bangkit lalu memboyong tubuh Kaila ke ranjang penyatuan.

BRUKK

Tubuh Kaila terhempas di atas ranjang dalam keadaan telanjang. Harusnya saat ini Kaila mengambil kesempatan untuk bisa berlari saat pria itu melucuti pakaiannya sendiri. Namun ternyata Kaila hanya bergeming, tubuhnya sulit untuk dia gerakkan. Astaga apa yang terjadi dengannya? Kenapa dia merasa lumpuh seketika. Kaila menatap pria di depannya itu dengan tatapan sayunya yang tertuju pada tubuh atletis pria itu, dada bidang dengan bulu halus yang tipis serta perut kotak-kotak nyaris tanpa lemak. Garis wajah pria itu sangat tegas, meskipun terlihat buram, dengan sedikit kesadaran yang tersisa Kaila bisa menyimpulkan jika pria itu sangat luar biasa tampan. Tanpa sadar Kaila menggigit bibir bawahnya dengan gerakan sensual dia menginginkan yang lebih.

Bibir Noah tertarik sebelah saat menatap aksi gadis itu yang tengah terlentang tanpa sehelai benangpun menggigit bibirnya menggoda. Tatapannya semakin gelap, nafsunya memuncak di ubun-ubun, dia lalu merangkak di tubuh Kaila.

Noah berada di atas Kaila terus melancarkan aksinya dengan gairah yang sudah memuncak. Bibir sensualnya mengabsen setiap lekuk tubuh Kaila yang indah itu.

Meskipun Kaila menikmati permainan itu, namun kesadarannya masih ada, dia merasakan sakit yang sangat di hatinya. Entah sejak kapan air matanya mengalir tanpa henti, seolah menolak semuanya.

Dia memang masih sadar dengan apa yang sedang terjadi padanya. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, seolah-olah tubuhnya terkontrol oleh alam bawa sadarnya. Tubuhnya bagian bawahnya pun senantiasa memberi akses untuk Noah.

Tangan pria itu meremas pergelangan tangan Kaila yang sudah melemah, karena segala kekuatan tubuhnya sudah dia keluarkan untuk memberontak. Tapi aksinya itu hanya sia-sia dan berakhir kini gadis itu terlentang pada pria yang tidak dia kenali.

Apakah pria ini adalah bos yang dimaksud oleh Alea, ataukah orang lain yang salah masuk kamar? Kaila tidak tahu.

Tubuh Kaila meremang saat mendengar suara erangan berat dari pria itu saat dirinya kesulitan memasuki tubuh Kaila. Gadis itu hanya bisa terus menangis tanpa suara, menahan rasa sakit yang amat sangat dalam.

"Madam Zee benar-benar tidak berbohong. Ternyata Kau memang masih tersegel dan itu sangat nikmat, sayang."

Noah berhasil menguasai tubuh Kaila. Pria itu kembali menciumi bibir Kaila dengan ganas. Lidah dinginnya mengabsen rongga mulut Kaila dan bermain-main dengan lidah lembut gadis itu.

Sungguh penyatuan yang sangat nikmat. Baru kali ini, pria itu merasakan percintaan yang sangat berbeda. Gadis yang berada di bawahnya menangis, seolah memberikan sensasi percintaan yang berbeda dan itu semakin membuat hasratnya berkobar selalu ingin melakukannya lebih lama lagi.

Noah menyingkap anak rambut yang menutupi wajah Kaila. Noah ingin melihat bagaimana wajah gadis ini ketika tubuhnya bergoyang untuk Kaila. Noah menatap wajah gadis itu dengan intens. Sial! dia sangat cantik. Noah yang terpesona pun mengecup lembut sepasang mata indah itu yang basah karena air mata.

"Kenapa kau menangis sayang! Apa karena aku bermain terlalu kasar, hm? Maaf, itu karena aku tidak tau caranya bermain lembut."

Noah kembali menggerakkan tubuhnya dengan keras ke dalam tubuh Kaila, membuat Kaila merasa tubuh bagian bawahnya akan hancur seketika. Tapi Kaila tak memungkiri satu fakta jika itu sangat nikmat.

"Ah, kau berdarah cukup banyak, sayang. Itu pasti sakit sekali bukan?"

Kaila diam, bibirnya seperti terkunci. Saat ini harusnya dia menendang pria itu, tapi kenapa tubuhnya sangat lemah, dia tidak bisa berbuat apa-apa sekarang. Bahkan ******* yang tertahan pun akhirnya keluar, seiring berjalannya permainan itu.

Setelah berpacu cukup lama, Noah semakin mempercepat gerakannya saat dia mulai merasakan batas dirinya. Pria itu mengerang panjang saat pelepasannya di dalam tubuh Kaila.

"Kau sangat nikmat, honey." Noah mengecup kening Kaila yang basah karena keringat.

berulang-ulang Noah mengulangi aksinya. Pria itu benar-benar tidak bisa menahan hasratnya pada Kaila. Noah mengakui jika gadis ini sangatlah nikmat. Jika biasanya Noah hanya melakukan pelepasan sekali saja, setelah itu dia pergi. Tapi kali ini berbeda, sisi sensitif kejantannya tidak mampu dia bendung membuatnya tak kuasa melawan ***** yang datang lagi dan lagi, entah sudah berapa kali Noah melakukan pelepasan di dalam tubuh Kaila tanpa pengaman. Hingga akhirnya Kaila tertidur di lengan kekar milik Noah.

ʕ•ﻌ•ʔ

Mata Kaila terbuka pelan, bayangan percintaan semalam langsung menyambut paginya. Air mata Kaila kembali menetes saat menyadari jika saat ini dirinya sudah hancur. Dia bukan wanita suci lagi.

Kaila bangun, merangkak dengan susah payah. Sungguh tubuhnya sangat sakit, terutama pada bagian intimnya. Gadis itu meringkuk dengan bersandar di kepala ranjang dengan tubuh yang tak tertutupi sehelai kain pun. Kondisinya saat ini sangat menyedihkan, sangat mirip seorang pelacur sungguhan.Terbangun seorang diri tanpa pria yang membuatnya hancur. Entah sejak kapan pria itu pergi meninggalkannya seorang diri.

Kaila menatap tubuhnya yang dipenuhi bercak merah yang menjijikkan, dia menggosok tanda merah itu dengan kasar dengan maksud untuk menghilangkan tanda itu, tapi tak mempan, tanda merah semakin banyak akibat bekas gosokan tangannya. Kaila semakin menangis tersedu, memukul tanda itu dengan keras. Kenapa kemalangan ini bisa terjadi padanya? Kenapa dia harus mengalami hal yang menyedihkan ini, menjadi korban pemerkosaan? Wajah pria yang menjamah tubuhnya kembali melintas di depan matanya, membuatnya menangis berteriak. Dia benci pria itu. Dia benci. Dia juga benci dirinya sendiri yang tidak bisa berbuat apa-apa saat pria itu menjamahnya, justru dia malah menikmatinya.

Di tengah menangisnya, Kaila kembali tersadar akan satu hal. Alea. Kaila kembali teringat dengan tindakan gadis itu. Memeluknya dan meminta maaf. Apa dia meminta maaf karena ini. Apa dia dijebak oleh rekan kerjanya sendiri? Sungguh bodoh!!! Gadis bodoh!!! Kaila merutuki dirinya sendiri. Dia sangat bodoh!!! Kaila kembali menangis, memeluk dirinya sendiri, rasa nyeri pada bagian tubuhnya sudah tak terasa lagi, saat ini hatinya jauh lebih sakit. Hidupnya sekarang sudah sangat hancur, benar-benar hancur.

Perlahan tangisan Kaila mulai melemah, rasanya persedian air matanya sudah habis sekarang. Kaila bergerak pelan.

"Shhhh...," Kaila meringis sakit pada seluruh bagian tubuhnya, terutama bagian itu.

Kaila melangkah pelan, memunguti seragam housekeepingnya lalu memakainya.

Dengan langkah terseok-seok Kaila keluar dari sana, meninggalkan kamar yang sangat berantakan dengan bercak darah kesuciannya memberi warna pada seprai putih itu.

...Happy Reading ❤...

Pergi Demi Triple Twins

Sudah hampir sebulan sejak kejadian itu. Hari itu Kaila kembali mencari sosok Alea. Berdasarkan informasi yang dia dapatkan dari rekan kerjanya, Rena. Alea tinggal di sebuah kontrakan tak jauh dari hotel. Namun, saat Kaila tiba disana ternyata gadis itu sudah pindah entah kemana.

Kaila benar-benar harus melupakan semuanya, dia harus ikhlas. Namun dia juga penasaran tentang kenapa Alea menjebaknya? Dan siapa madam Zee? Hanya itu yang ingin Kaila ketahui. Tapi sepertinya rasa penasarannya itu pun harus dia kubur dalam-dalam.

Kaila sudah kembali bekerja dengan normal di hotel pria yang sudah menodainya. Setiap hari gadis itu mengerjakan tugasnya dengan rajin. Merapikan dan membersihkan kamar demi menjaga kepuasan tamu. Dia juga sudah kembali menjadi dirinya sendiri, periang dan ramah terhadap tamu dan rekan kerjanya. Tapi dia masih perlu untuk selalu waspada. Jangan terlalu baik dan bersikap sewajarnya saja.

Siang ini, seperti biasa gadis itu selalu bergabung dengan rekan-rekan kerjanya saat waktu istirahat untuk makan siang tiba. Kaila juga selalu ikut dalam obrolan dan candaan mereka. Tapi saat ini berbeda, gadis itu lebih memilih diam, menyuap makanan ke dalam mulutnya sambil memperhatikan rekan kerjanya bercerita. Ada empat orang wanita. Dia tidak tertarik dengan topik yang sedang mereka bicarakan. Noah.

Malam itu, wajah pria itu memang buram, namun setelah Kaila mencari tahu, pria malam itu ternyata benar adalah CEO nya.

ʕ•ﻌ•ʔ

Silau cahaya matahari yang menerobos masuk melalui celah jendela kamar, mengganggu tidur Kaila yang terbaring nyaman di atas kasur dengan selimut biru pastel tebal menyelimuti tubuhnya. gadis itu mengeliat pelan saat sinar itu menyilaukan menembus retina matanya yang masih terpejam. Merubah posisi tidurnya membelakangi cahaya itu. Dia belum berniat untuk bangun, meskipun dia tahu hari ini dia harus bersiap untuk berangkat bekerja.

Tubuhnya terasa sangat berat untuk dia gerakkan, yang dia rasakan saat ini tubuhnya terasa panas di luar namun dingin di dalam. Kaila pun semakin menarik ke atas selimutnya, merapatkannya hingga menutupi seluruh badan. Dia kedinginan.

"Lila!!"

Seruan yang memanggil namanya itu terdengar samar dari luar kamar. Dia masih enggan untuk membuka matanya, rasanya masih seperti sedang bermimpi.

"Lila! Udah pagi Nak, apa kamu tidak bekerja?"

Sekali lagi Kaila mendengar ucapan itu, namun kali ini terdengar lebih nyata. Terpaksa gadis itu membuka matanya yang terpejam, namun pandangannya sedikit buram.

"Lila!!"

Mendengar kembali Budenya memanggil. Terpaksa dia harus bangun. Menyibak selimut yang menutupi tubuhnya

dan bangkit dari kasur yang nyaman.

"Iya, bude...."

Baru saja dia duduk ditepi ranjang, Kaila merasakan kepalanya sangat berat. Penglihatannya terasa berkeliling saat dia mengedarkan pandangannya di setiap sudut ruangan.

Meski begitu, gadis berparas rupawan bak malaikat itu memaksakan tubuhnya untuk berdiri. Tubuhnya terlihat sempoyongan saat berjalan ke arah pintu kamar, untuk membukanya.

Namun semakin dia bergerak, kepalanya semakin pusing. Badannya lemas dan perutnya sedikit mual.

"Lila, kok kamu buka pintunya lama sih? Kamu baru bangun?" Tanya bude ketika pintu kamar Lila akhirnya terbuka setelah wanita paruh baya itu berdiri beberapa menit di depan pintu kamar.

Bu Desi melihat keponakannnya seperti baru bangun tidur, tidak seperti biasanya Lila bangun terlambat seperti ini.

Namun Kaila bergeming. Alih-alih menjawab pertanyaan budenya. Gadis itu malah diam seperti menahan sesuatu. Rasanya dia ingin muntah saat itu juga. Kepalanya menjadi sangat berat, pandangannya semakin berputar. Dalam hitungan detik tubuhnya langsung melemas, tenaganya seperti terkuras habis.

Bude yang masih berdiri di depan Kaila, melihat gelagat aneh dari keponakannya itu. Tiba-tiba saja bude khawatir.

"Sayang, kenapa?"

Bukan sebuah jawaban yang bude dapatkan, melainkah tubuh Lila yang tiba-tiba saja ambruk tepat di hadapannya.

"Astaga, Lila."

ʕ•ﻌ•ʔ

Beberapa menit yang lalu, pakde tiba di rumah dengan membawa seorang mantri yang tinggal tidak jauh dari sekitar rumahnya.

Dengan raut wajah yang sangat cemas, pakde dan bude hanya berdiri di sisi ranjang Kaila. Mereka sangat khawatir dengan keadaan keponakannya itu, pasalnya baru pertama kali ini setelah Lila beranjak dewasa dia sakit. Gadis itu tidak pernah seperti ini sebelumnya, bahkan mereka baru menyadari sekarang jika ternyata tubuh keponakannya kesayangannya itu sudah sangat kurus.

Sementara Pak Mantri masih sibuk mengeluarkan beberapa peralatan dari dalam tas medisnya. Dia mengeluarkan stetoskop, memeriksa detak jantung wanita berwajah manis itu. Kemudian dia mengeliarkan alat pendeteksi tensi darah digital lalu memeriksa tekanan darahnya. Terakhir pria berjas putih itu meletakkan emoat jarinya di nadi Kaila. Memeriksa detak denyut nadi gadis itu dengan seksama. Setelah hampir sepuluh menit dia memeriksa dan memastikan. Kini Pria itu beranjak berdiri menghadap pada dua manusia paruh baya itu, untuk menjelaskan diagnosanya.

"Bagaimana, Pak? kondisi keponakan saya?" Bu Desi tampak tak sabar karena sudah sangat cemas.

"Tekanan darahnya rendah, detak jantunganya juga berdetak tidak normal, itu mungkin karena dia terlalu kelelahan dan kekurangan gizi. Jadi saran saya, untuk beberapa bulan ke depan, jangan biarkan dia kelelahan dan perhatikan makanan bergizi untuk kesehatannya dan juga janin yang ada di dalam kandungannya."

JEDAAAARRR!!!

Pakde tercengang, sementara bude seketika melemah saat mereka mendengar pernyataan sang mantri yang mengatakan jika Kaila sedang hamil. Otak mereka seketika lumpuh, menolak pernyataan itu.

"Ha-hamil, pak?" Bu Desi berucap dengan terbata-bata.

"Ini hanya diagnosa awal saya saja bu. Untuk lebih jelasnya dan hasilnya lebih akurat lagi, kalian bisa membawanya ke dokter obygin untuk pemeriksaan yang lebih mendetail lagi." jelas pak mantri.

Dada Bu Desi sesak, tubuhnya seketika ambruk ke lantai. Dia masih belum bisa menerima apa yang baru saja pria itu katakan. Air matanya pun menetes menatap Kaila yang masih terbaring dengan matanya yang terpejam. Dia tidak menyangka keponakannya yang dia didik menjadi wanita terhormat malah hamil di luar nikah.

Pria yang berprofesi sebagai mantri itu pun menatap Bu Desi dengan bingung. Kenapa wanita itu menangis saat anaknya hamil, apa karena terlalu bahagia atau karena gadis ini hamil di liar nikah. Entahlah.

Pria itu menatap wajah pucat Kaila yang terlihat sangat menenangkan itu, dia jadi tidak yakin jika gadis ini hamil tanpa suami.

Sementara Pak Mukhlis sejak tadi hanya mengeraskan kepalan tangannya. Marah. Malu. Kecewa dan Sedih itulah yang pria paruh baya itu rasakan saat ini.

"Baiklah, kalau begitu saya permisi untuk pulang." Pak mantri yang baru saja selesai mengepak peralatan medisnya pun berpamitan.

"Saya akan mengantar anda," cetus Pak Mukhlis setelah sadar dari pikiran marahnya.

"Baiklah."

Pak Mantri pun beranjak keluar dari kamar Kaila. Pak Mukhlis terlihat mengelus pundak istrinya yang masih terduduk di lantai lalu berjalan keluar mengikuti pak Mantri.

"Jawab Lila!!!"

Teriakan Pak Muklis menggelegar di dalam ruangan, kamar Kaila. Emosinya memuncak, dia benar-benar marah dan sangat kecewa pada Kaila.

Dia sudah bertanya dengan lembut tentang siapa yang sudah melakukannya pada Kaila, tapi gadis itu hanya diam saja membuat Pak Mukhlis kehilangan kesabarannya.

"Sabar pak. Diagnosa pak Yoga juga belum pasti, apakah Kaila benar hamil atau tidak? Bisa saja diagnosanya salah."

"Lalu bagaimana kalau ternyata itu benar bu. Kita bisa malu. Sangat malu... Bagaimana mungkin, gadis yang terlihat sangat polos dan lugu ternyata...." Rahang pak Mukhlis terkatup kuat, giginya bergelematuk marah. Sungguh dia tidak bisa lagi mengatakan apa-apa saat ini, dia sangat kecewa.

"Kita ke rumah sakit besok. Kalau ternyata kamu hamil. Beritahu pakde siapa laki-laki yang sudah menghamilimu." Pakde pun melangkah besar meninggalkan kamar Lila lalu menutup pintu kamar dengan kasar.

BRAKKK...

Bu Desi yang masih berdiri di sisi ranjang Kaila pun terkejut lalu menggelengkan kepalanya. Dia sangat mengenal bagaimana watak suaminya ketika sedang marah, emosinya tak terkendalikan.

Wanita paruh baya itu lalu beralih menatap Kaila yang terbaring di kasur seperti mayat hidup. Tatapannya kosong menatap langit-langit kamar, air matanya terus mengalir di sudut matanya.

Beberapa menit yang lalu setelah gadis itu sadar dari pingsannya, dia sangat syok saat mendengar pernyataan pakde dan budenya yang mengatakan jika dia tengah berbadan dua. Pantas saja bulan lalu dia tidak menstruasi. Kaila fikir siklus datang bulannya berubah, ternyata dia berisi. Sungguh cobaan yang sangat berat. Dia sudah bisa menerima kesuciannya direnggut secara tidak adil oleh pria itu. Dia ikhlas, berusaha untuk melupakan setiap kejadian menjijikkan itu dan ketika dia sudah merasa baik-baik saja, kenapa masalah baru datang lagi? Kenapa dia harus mengandung anak dari pria itu?

Masalah kesucian yang sudah hilang, itu akan menjadi aib yang bisa dia simpan seorang sendiri, tapi hamil? Masalah ini bukan hanya berdampak pada dirinya adalah tapi juga pada keluarganya.

Pakde dan Budenya akan sangat malu, jika orang lain mengetahui dirinya tengah hamil tanpa suami. Mereka akan di hina dan dicerca karena dirinya.

"Sayang." Bude mengusap air mata yang terus mengalir di sudut mata Kaila.

"Diagnosa Pak Mantri belum tentu benar, kita tunggu sampai besok. Besok kita ke rumah sakit untuk mengecek kebenarannya dan bude percaya sama kamu. Kamu gadis baik-baik, kamu tidak mungkin melakukan hal seperti itu, di luar ikatan yang belum sah." Bude mengelus tangan Kaila, bermaksud menenangkan gadis itu, meski pada kenyataannya hatinya juga ragu, pasalnya selama beberapa waktu belakangan ini, dia melihat perubahan pada tubuh gadis itu.

"Tidurlah lagi, Nak. Berhentilah menangis, kamu itu masih sakit."

Bu Desi menepuk pelan lengan Kaila, lalu beranjak. wanita itu meninggalkan kamar Kaila tanpa menoleh sedikitpun ke arah gadis itu.

Kaila menangis sejadi-jadinya. Menumpahkan rasa sakit hatinya melalui air mata. Dia benar-benar marah pada takdirnya yang selalu saja mencoba mempermainkannya. Kenapa dia selalu saja bernasib menyedihkan seperti ini. Dia sudah menderita hidup tanpa orang tua, menumpang hidup dengan orang lain tidaklah mudah, dia harus tahu diri.

Tinggal bersama orang lain tidak seleluasa saat bersama orang tua. Dia harus menjadi wanita yang mandiri, segala keperluan dan kebutuhannya saat dia sekolah pun dia tanggung sendiri, dia tidak ingin menyusahkan pakde dan budenya yang kesulitan dalam ekonomi. Saat berkuliah, gadis itu harus berusaha sendiri dengan mengandalkan otaknya untuk mendapat beasiswa hingga dia lulus dan akhirnya mendapat pekerjaan.

Dia punya prinsip, tidak ingin menyusahkan orang terdekatnya terutama pakde dan budenya yang sudah mengurusnya, menggantikan orang tuanya merawat dan menyayanginya, memberinya rumah untuk dia bernaung, memberinya makan untuk dia bertahan hidup.

Dia merasa seperti anak yang tidak tahu diri sekarang, kedua orang tua itu sudah berjasa dalam hidupnya. Kaila ingin sekali membalas kebaikan mereka dengan membahagiakan dan membantu perekonomian mereka, namun yang terjadi sekarang, dia malah menambah penderitaan dan beban pada mereka. Dia hamil tanpa suami, ini seperti melempar kotoran ke wajah pakde dan budenya. Sangat tidak tau diri.

Kaila terus menangis terisak, tanpa suara. Sungguh dia sangat lelah, selama ini dia sudah menjadi wanita yang baik-baik. Tapi kenapa seolah takdir sangat menghinakannya. Kesuciannya di renggut dan sekarang dia harus mengandung anak dari pria yang memperkosanya. Dia harus bagaimana sekarang? Pakde dan budenya sudah sangat kecewa padanya.

Kaila semakin terisak, bulir demi bulir mengalir deras hingga dia kelelahan. Air matanya mulai berhenti seiring dengan tatapannya yang mulai sayu. Terdengar isakan kecil saat mata gadis itu perlahan mulai terpejam. Dia menangis hingga larut malam.

ʕ•ﻌ•ʔ

"Katakan sekarang juga!!!"

Pakde kembali mengangkat suaranya dengan keras di ruang tengah rumahnya, sekembalinya mereka dari rumah sakit satu jam yang lalu. Pria paruh baya itu sudah sangat marah, ketika mengetahui hasil pemeriksaan ternyata positif.

Wajahnya merah padam, tatapannya tajam menatap Kaila yang terduduk menunduk di kursi kayu di ruang tengah itu. Air matanya tak terbendung lagi.

Dia sangat ingin mengatakan siapa pria yang sudah menghamilinya, tapi dia merasa semuanya percuma saja jika dia melakukannya, terlebih dirinya di jebak oleh rekan kerjanya. Kaila sangat yakin, jika Alea sudah mendapat bayaran yang setimpal atas kesuciannya. Jadi, meskipun dia menuntut pertanggungjawaban pun percuma, pria itu berada di kasta yang tinggi, memiliki kekuasaan yang sangat besar sementara posisinya dirinya berada di kasta paling bawah. Dia sadar diri.

"Jawab!!!"

Tubuh Kaila tersentak saat suara pakdenya semakin meninggi.

"Maafkan Lila pakde, hiks," lirih Kaila.

"Tidak perlu meminta maaf Lila, kami hanya butuh pengakuan kamu tentang siapa pria itu." Bu Desi ikut bersuara dengan suara datarnya.

"Dia tidak akan mau bertanggung jawab. Lila di jebak, pria itu pasti sudah memberi bayaran yang sangat mahal pada orang yang menjebak Lila. Setelah dia menghabiskan uang sebanyak-banyaknya, sangat rugi jika dia menikah dengan Lila yang miskin ini. hiks."

"Apa dia pria kaya?"

Kaila mengangguk lemah.

"Siapa yang menjebakmu?" Tanya Pakde.

"Alea. Rekan kerja Lila."

"Apa!!! Dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya ini, beritahu pakde alamat rumahnya." Pakde beranjak dari duduknya dengan tangan terkepal kuat.

"Percuma pakde, dia sudah pergi. Aku sudah mencoba mencari dia." Kaila menggeleng, "dia sudah melarikan diri."

Suasana hening, hanya deru nafas yang tidak beraturan dari Pak Mukhlis dan isakan tangis Kaila yang terdengar.

"Gugurkan kandungan itu."

Kaila mengangkat wajahnya, menatap pakdenya, panik. "Apa maksud pakde?"

"Sudah jelas. Pria itu tidak ingin bertanggung jawab, jadi untuk apa kamu mempertahankan anak haram itu."

Hati Kaila terluka mendengar ucapan pakdenya yang mengatakan anak yang dikandungannya itu adalah anak haram. Ada rasa tidak suka saat mendengar penghinaan dan itu membuat rasa protektif dalam diri Kaila muncul. Dia menginginkan anaknya, dia ingin melindungi dan membesarkan anaknya. Terlebih saat Kaila kembali teringat dengan perkataan dokter yang mengatakan 'terlebih lagi ada kemungkinan ibu mengandung tiga bayi'. Dia sudah hidup sendiri tanpa keluarga, lagipula hidupnya sekarang sudah hancur meskipun dia menggugurkan bayi ini, dia akan tetap hancur. Jadi sekalian saja dia semakin hancur.

"Nggak!" Kaila beranjak dari duduknya, bersuara lantang.

"Aku tidak akanenggugurkan bayi ini. Dia anak aku. Dia bukan anak haram. Jika dia tidak punya ayah, setidaknya dia memiliki seorang ibu yang bertanggung jawab. Jika aku membunuh anak yang tidak berdosa ini lalu apa bedanya aku dengan ayahnya yang brengsek."

Pasangan suami istri itu tampak terkejut dengan keputusan Kaila.

"Jangan bodoh Lila, tetangga akan tahu kondisi kamu jika kamu mempertahankan anak itu!" Kesal Bu Desi.

"Dan kami yang akan malu." Tambah Pak Mukhlis.

"Lila tidak akan membesarkan anak Lila disini, tapi di tempat lain. Di tempat yang sangat jauh, hingga kalian tidak akan malu." Tandas Kaila.

Gadis itu pun berlari menaiki tangga dengan perasaan yang sangat hancur. Dia berharap keputusannya ini tidaklah salah. Dia sudah kehilangan ayah dan ibunya, sekarang dia tidak ingin kehilangan ketiga anaknya.

Kaila mengusap air matanya dengan kasar lalu masuk ke dalam kamar, menguncinya rapat-rapat lalu menghempaskan tubuhnya ke kasur, meringkuk dan kembali menangis.

...Happy Reading❤...

Triple Twins F

Tujuh Tahun Kemudian

Setelah bel pulang sekolah mengaum keras beberapa menit yang lalu, semua murid berseragam putih merah itu berangsung-angsur meninggalkan area gedung sekolah.

Rata-rata siswa-siswi itu pulang dengan jemputan, ada yang di jemput orang tua mereka menggunakan mobil mewah dan ada juga yang di jemput oleh pengasuh mereka dengan taksi ataupun ojek.

Namun berbeda dengan ke tiga anak kembar Kaila yang juga bersekolah di SD Negeri itu. Selama bersekolah, mereka pergi dan pulang tak pernah di antar maupun di jemput oleh bunda mereka. Mereka bertiga berinisiatif tidak ingin menyusahkan bundanya dengan mengantar jemput mereka, karena jarak sekolahnya tidak terlalu jauh dari tempat mereka tinggal. Fau, Fer dan Far sangat paham dengan kondisi bundanya yang sangat sibuk mengurus toko roti. Lagi pula mereka tidak perlu untuk di antar ataupun di jemput. Mereka bertiga, dan itu sudah cukup untuk mereka bisa saling menjaga dan melindungi satu sama lain. Kuncinya, mereka hanya perlu berhati-hati, itu saja.

Mereka bertiga memiliki aturan yang sudah ditetapkan sang bunda. Yaitu, ketika pulang sekolah, mereka harus saling menunggu. Karena mereka di tempatkan di kelas yang berbeda-beda, maka siapa saja diantara mereka yang lebih dulu keluar kelas, tidak boleh pulang lebih dulu, mereka harus menunggu di depan gerbang sekolah.

Dan satu anak sudah standby di depan gerbang dan anak itu adalah Ferdinan Devano. Jika kemarin yang keluar kelas lebih dulu Fau, maka hari ini yang menunggu lebih awal adalah Fer.

Anak laki-laki berparas tampan namun memiliki aura yang dingin itu sedang bersandar di balik pintu pagar sekolah. Kedua mata tajamnya tak berpindah sedetik pun dari layar persegi di depannya sementara kedua ibu jarinya bergerak lincah di atas benda itu. Yah, anak berusia tujuh tahun itu tengah bermain game online epep. Dia terlihat sangat fokus karena sedang pushrank, sangking fokusnya, dia bahkan tidak perduli dengan lingkungan sekitarnya. Lirikan-lirikan centil dari kakak kelasnya tak dia hiraukan. Anak laki-laki itu sedang berada di dalam dunianya. Dunia digital.

"Fer!" Fau yang baru saja keluar menegur saudara kembarnya. Namun anak laki-laki itu seperti tak mendengar dan tak menyadari kedatangan Fau.

"Ferdinan!" Kali ini Faustine memukul lengan adiknya.

"Hmm." Ferdinan hanya berdehem singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.

"Far mana? belum keluar?" Tanyanya lagi.

"Belum," singkat Fer.

Faustine pun menghela napas jengah, tidak puas dengan sikap Fer yang sangat cuek. Anak laki-laki itu pun memutuskan untuk tidak bertanya lagi, pelan-pelan dia mendekati Ferdinan, berdiri tepat di sampingnya dan ikut bersandar.

Sesekali Faustine melirik Ferdinan yang terlihat sangat seru bermain game. Pergerakan jari tangan yang sangat aktif itu membuat Fau merasa gemas.

"Apa bunda tau? Kau membawa ponsel ke sekolah?"

Faustine bertanya namun lagi-lagi di kacangin, karena saudaranya itu terlihat sangat sibuk. Wajah dinginnya yang tenang berubah tegang. Sepertinya dia akan mati. Di dalam game.

"Farika mana sih?" Fau mulai menggerutu, saat menyadari, sekolah mulai sepi. "lama banget."

Farika memang selalu seperti ini. Keluar paling terakhir dan berakhir membuat kedua saudara kembarnya menunggu jengah.

"Ah... ****!" Umpat Fer.

"Ehh? Mulut." Faustine langsung mencapit bibir Ferdinan, saat perkataan kasar itu refleks keluar begitu saja.

"Eh?" Farika muncul melewati gerbang. "Kalian masih disini?"

Faustine menoleh, "Ya iyalah! Kita tidak boleh pulang dalam formasi yang tidak lengkap... kamu ngapain aja sih di dalam? kok lama banget?" Anak laki-laki itu mulai mengomel saudari kembarnya.

"Maaf, sudah membuat kalian menunggu," ucap Farika. "Tapi, kali ini aku tidak akan pulang bareng kalian. Aku ada urusan di luar. Jadi kalian pulanglah dulu dengan formasi yang tidak lengkap, ok."

Fau tercengang mendengar perkataan adiknya itu. "Urusan apa?"

"Urusan penting."

"Farika!!"

Seorang wanita muda menghentikan laju motornya di depan gerbang sekolah.

"Aku pergi dulu abang-abangku. Katakan pada Bunda, aku akan baik-baik saja." Anak perempuan berambut panjang kuncir kuda itu pun melangkah mendekati motor matic biru itu.

"Tapi kau mau kemana?"

"Ke suatu tempat, yang dapat menghasilkan uang." Farika naik di jok belakang motor wanita itu.

"Tapi dimana? Bunda akan bertanya sama kita, dan pasti dia akan khawatir."

"Bilang aja, kalau aku sedang bersama Kak Vera dan aku baik-baik saja. Katakan juga pada Bunda, aku akan cepat pulang. bye... bye...."

"Kakak pergi dulu. Kalian hati-hati di jalan yah." Ucap wanita itu lalu kembali melajukan motornya.

Faustine hanya termangu di tempatnya, menatap Farika yang perlahan mengecil.

"Yes!!!" Ferdinan berseru senang, saat dia sudah berhasil meraih kemenangannya dan naik level.

"Ayo kita pulang!" Anak laki-laki itu memasukkan ponselnya di dalam tas ranselnya. "Dimana Farika? Apa dia masih di dalam?"

Faustine menoleh, menatap kesal saudara kembarnya itu. Ingin sekali rasanya dia menggetok kepala adiknya yang sudah error karena game.

"Dia sudah pergi," ketus Fau lalu melangkahkan kakinya.

"Apa!" Ferdinan menyusul Faustine. "Pergi kemana?"

"Nggak tau! Dia pergi sama Kak Vera," jawab Fau.

"Terus?"

"Terus apanya?"

"Kita gimana?"

"Kita pulanglah! Apa lagi!" Faustine berdecak kesal.

"Nggak!" Ferdinan berhenti dan mencekal tangan Faustine, membuatnya berhenti.

"Apanya yang nggak!" Fau menoleh lemah.

"Kita nggak boleh pulang tanpa Farika! Jika kita pulang dengan formasi yang tidak lengkap. Ujian mendadak akan berlangsung."

Dahi Fau berkerut heran, "Ujian? Apa maksudmu?"

Ferdinan menghela napas dan melepaskan tangan saudaranya. "Kau tau bagaimana Bunda. Saat kita tiba di rumah tanpa Farika, bunda akan mengadakan ujian lisan dengan seribu pertanyaan. Kau sudah mempersiapkan jawabannya?"

Faustine menggeleng lemah, "Lalu? kita harus bagaimana?" Tanyanya, "Apa kita harus menyusul Farika?"

"Tidak!" Ferdinan menggeleng, "Kita tidak akan mencari Farika. Justru Farika yang akan mencari kita."

Mulut Faustine menganga. Dia bingung dengan ucapan berbelit-belit saudara kembarnya itu. "Apa maksudmu?"

"Biarkan Farika yang tiba di rumah lebih dulu dan menghadapi ujian lisan seorang diri. Setelah itu, baru kita pulang."

"Yah sama aja, goblok!" Kesal Faustine, "Bunda akan tetap bertanya alasan kita pulang terlambat."

"Yah jawab saja seperti ini, 'Kita mencari Farika, makanya kita pulang telat' Kelar kan?" Ferdinan mengedikkan bahunya.

"Itu sama saja kita berbohong pada Bunda." Protes Fau.

"Sesekali saja. Lagipula yang mulai siapa, Farika kan?"

Faustine menghela napas. Saudara kembarnya ini memang sangat licik, "terserah kamu saja... tapi sekarang kita harus kemana?"

Ferdinan menyunggingkan senyum liciknya. "ikut aku!" Anak laki-laki itu pun menyeret saudara kembarnya menyusuri trotoar entah kemana tujuan mereka.

ʕ•ﻌ•ʔ

Langkah kecil kedua anak kembar identik itu membawa mereka sampai pada suatu tempat yang tidak jauh dari lokasi tempat tinggal dan sekolah mereka.

Tempat yang mereka datangi sedang dalam tahap pembangunan. Sepertinya bangunan yang akan beridiri adalah gedung yang besar. Itu bisa terlihat dari ukuran bangunan yang belum sempurna itu sangatlah besar.

"Bang!"

Ferdinan berseru pada seorang pria berpakaian lusuh, berdiri tak jauh di depan mereka.

Ferdinan melepaskan kaitan tangannya pada Faustine lalu berlari ke arah pria itu.

Sekarang Faustine paham, kenapa Ferdinan melarangnya untuk pulang. Ternyata anak itu ada bisnis. Yah, Ferdinan adalah seorang anak yang sangat jenius dalam hal digital terutama game, oleh karena itulah, anak itu sangat ambisius agar bisa menaikkan level akun epepnya lalu menjual akunnya itu dan hasilnya dari penjualannya itu dia tabung.

Fau pun beranjak meninggalkan Ferdinan yang masih bernegosiasi dengan pelanggannya. Anak laki-laki berwajah sama dengan Ferdinan namun memiliki sifat yang berbeda. Faustine terkesan kalem dan ramah sementara Ferdinan kebalikannya. Fau mengambil arah yang berbeda. Anak itu berjalan lebih dekat ke proyek, dia sangat tertarik dengan bangunan yang belum jadi itu.

"Hei anak kecil. Sedang apa kau disini? Berbahaya! pergi sana!" salah satu kuli menegurnya yang semakin mendekat ke arah proyek.

Faustine pun berbalik dan sedikit menjauh.

"Faustine! Sedang apa kau disini?" Seorang pria paruh baya. Bertubuh gemuk dengan perut yang buncit, berdiri di depan Faustine.

Fau mengarahkan pandangannya pada pria yang mengenakan helm safety putih.

"Paman!" Bola mata Fau berbinar saat menatap wajah yang dikenalnya.

"Apa yang kau lakukan disini? Disini berbahaya."

"Paman. Aku mau bekerja disini."

Alih-alih menjawab pertanyaan pria paruh baya itu, Fau malah merengek.

"Apa maksud kamu? Kamu itu masih kecil, anak kecil tidak boleh berada disini. Sangat berbahaya."

"Tubuh aku memang kecil Paman. Tapi aku kuat. Aku bisa bekerja apa saja."

Pria paruh baya itu menghela napas berat, "tidak bisa Fau. Nanti Bunda kamu bisa marah."

Fau menggeleng, "Bunda tidak akan marah, kalau Bunda tidak tahu!"

"Tapi tetap saja. Paman tidak bisa mempekerjakan kamu. Kamu itu masih kecil, mending kamu sekolah saja." Pria itu berbalik hendak beranjak, namun Faustine mencegatnya.

"Paman aku mohon." Wajahnya memelas.

Pria itu kembali menghela napas berat, "kenapa kamu ingin sekali bekerja?"

"Karena aku mau menghasilkan uang sendiri."

"Memangnya Bunda tidak memberi kamu uang?"

"Ada. Setiap hari Bunda memberi kami uang jajan."

"Lalu untuk apa lagi bekerja, kalau sudah mendapat uang dari Bunda?"

"Ini berbeda paman. Uang Bunda dengan uang aku memiliki rasa yang berbeda. Jadi aku mau menghasilkan uang sendiri dan menabungnya."

"Untuk apa menabung di saat kamu masih kecil seperti ini?"

"Untuk investasi masa depan, paman."

Pria paruh baya itu tercengang. Anak sekecil ini, sudah memikirkan investasi masa depan. Astaga, dia merasa terhinakan.

"Kamu mau investasi apa memangnya?"

"Investasi untuk menjadi orang yang sukses, di masa depan paman."

Pria paruh baya itu memutar bola mata jengah, dia pun melangkahkan kakinya meninggalkan Faustine, namun anak itu tidak menyerah. Anak itu terus mengikutinya.

"Bukankah untuk menjadi orang yang sukses, butuh dana yang sangat besar. Maka dari itu aku mau mempersiapkannya mulai dari sekarang."

Pria paruh baya itu kembali terhenti. Menatap lekat wajah polos Faustine. Astaga, pikiran anak ini terlalu jauh. Saat dirinya berusia seperti ini, yang dia lakukan hanya bermain tanpa memikirkan beban masa depan. Menghabiskan uang orang tua untuk jajan, namun anak ini? dia ingin menabung untuk investasinya di masa depan. Astaga. Dia merasa terharu dan luluh.

"Baiklah. Besok sepulang sekolah. Kamu boleh bekerja disini, tapi ingat! Gaji kamu tak seperti mereka." Pria paruh baya itu menunjuk kuli yang sedang bekerja.

"Siap komandan!" Faustine memberi tanda hormat.

"Dan satu lagi, kalau Bunda kamu sampai tahu. Paman tidak mau tanggung jawab."

Dengan senyum yang lebar Faustine mengangguk.

"Ya sudah, kamu boleh pulang sekarang. Ganti seragam kamu lalu makan." Pria itu mengacak rambut Faustine lembut lalu kembali melangkah meninggalkan Faustine yang masih kegirangan.

ʕ•ﻌ•ʔ

"Ayo kita pulang!" cetus Faustine saat dirinya sudah berdiri di samping Ferdinan yang tengah bersandar di dinding bangunan di samping bangunan yang belum jadi.

"Bentar dulu! Ini Wi-Fi lagi lancar banget." Fer masih fokus pada layar ponselnya.

"Ini sudah hampir sore Fer. Bunda akan sangat khawatir nanti. Lagi pula besok kita kesini lagi."

Ferdinan langsung mengalihkan pandangannya pada Faustine, menatap lekat wajah saudara kembarnya itu, bingung "kesini lagi? ngapain?"

"Aku bekerja disini."

"Apa!" Ferdinan berteriak terkejut, "Kerja apa?"

"Kuli."

"Kuli?" Mata Ferdinan seketika membulat.

"Astaga. Bunda bisa murka, jika mengetahui hal itu. Pertanyaan ujian lisannya bukan lagi seribu tapi ratusan ribu."

"Bunda tidak akan tahu. Jika kamu menutup mulutmu rapat-rapat." Faustine pun menarik tangan adiknya pergi dari tempat itu.

"Kalau aku menutup mulutku rapat-rapat, bagaimana aku bisa berbicara?" Selorohnya membuat Faustine menoleh, berdecak kesal menatap adiknya itu.

Seketika tawa Ferdinan meledak, "Just Kidding my twins."

Faustine menghempaskan tangan Ferdinan dengan keras dan berjalan lebih dulu meninggalkan kembarannya itu, dengan wajah yang ditekuk.

Ferdinan memang bersifat dingin. Tapi Faustine yang paling sering ngambek dan Farika yang paling pecicilan.

...Happy Reading ❤...

Jangan lupa untuk tinggalkan dukungan kalian yah. Karya author sedang ikut lomba. Jadi auhtor harap kemurahan hati kalian untuk mendukung author. terima kasih.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!