NovelToon NovelToon

Pernikahan Bisnis

Pernikahan Bisnis 1

Tenda masih terpasang diluar rumah, kursi-kursi masih tersusun rapi dan suasana pesta masih terasa dengan banyaknya keluarga yang berkumpul diluar rumah. Hiasan diwajah Hera masih terlihat jelas, secara perlahan Hera membersihkan wajahnya. Hera duduk didepan cermin sedangkan pria yang kini menjadi suaminya itu kini duduk diatas tempat tidur sembari memandangi Hera sejak tadi. Hera yang bisa melihat lirikan mata suaminya itu membuatnya menjadi salah tingkah.

Pria yang baru saja dia kenal itu adalah sosok yang misterius baginya. Harusnya bukan Hera yang menjadi seorang istri dari seorang Abian Cahya Langit tetapi sang kakak yaitu Andin. Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi? Semua diluar dugaan keluarga, termasuk Hera Sabine. Sehari menjelang pernikahan, kakaknya Andin melarikan diri karena tidak ingin dinikahkan dengan seseorang yang baru saja dia kenal.

Kisah ini bermula saat ayah Hera seorang pengusaha yang tergila-gila dengan judi. Hera dan keluarganya diteror hampir setiap hari karena ulah ayahnya. Kebetulan saja pada saat itu Abian mendatangi rumah mereka dan mendapati Andin. Abian mulai tertarik dengan Andin dan berniat menikahi Andin dan sebagai tebusannya semua utang ayahnya lunas. Tanpa pikir panjang orang tua Hera menyetujuinya. Hera sama sekali tidak tau apa-apa tentang pernikahan yang akan direncanakan secepat itu membuat Hera masa bodoh terhadap konflik yang terjadi didalam keluarganya.

Setelah Andin melarikan diri Hera dipaksa oleh kedua orang tuanya untuk menggantikan kakaknya sedangkan Andin sampai saat ini belum ada kabar. Hera ingin melarikan diri tetapi pengawasan dirumahnya sangat ketat dan Hera terus dikurung didalam kamar sampai hari pernikahan terjadi barulah Hera diizinkan keluar dari dalam kamar.

Hera sama sekali tidak mengetahui suaminya mempunyai pekerjaan apa, umurnya berapa, tinggal dimana karena sebelumnya Hera tidak peduli dengan isu-isu pernikahan kakaknya. Setelah selesai membersihkan wajahnya, Hera melihat dari pantulan cermin Abian sedang berjalan ke arahnya. Abian menarik tangan Hera keluar dari kamar dan diluar sana masih banyak orang yang menatap mereka. Orang tua Hera tidak berani menghentikan sikap arogan Abian saat menarik Hera sampai masuk kedalam mobil.

"Tunggu, om, kak, mas, kita mau kemana?" tanya Hera dengan getir.

Abian terus melaju tanpa perduli dengan pertanyaan Hera.

Selama perjalanan Hera hanya terdiam begitu pula dengan Abian. Mobil Abian memasuki gerbang tinggi dan terlihat seorang penjaga rumah membuka pintu. Abian memarkirkan mobilnya digarasi dan keluar dari dalam mobil dengan menutup pintu dengan keras. Hera masih berada didalam mobil tanpa mengikuti Abian yang telah menghilang. Hera terus menunggu Abian untuk menjemputnya tetapi pria tampan itu tidak memunculkan batang hidungnya. Karena kelelahan Hera pun tertidur didalam mobil.

Saat pernikahan orang tua Abian tidak terlihat dan hanya diwakilkan oleh orang lain dan Hera sendiri tidak tahu mereka siapa. Hera hanya mendengar dari bisikan keluarga bahwa yang duduk menemani Abian bukanlah orang tua Abian.

Bruggg..

"Aww..." Hera terbagun kaget karena benturan di kepalanya. Hera melihat sekelilingnya.

"Apakah Mr. Arogan itu menggendongku tadi? Perasaan aku berada didalam mobil mengapa aku berada disini? Apakah ini kamarnya?" Tanya Hera.

"Mandilah, badanmu sangat bau." Suara Abian terdengar disusul lemparan handuk mengenai wajah Hera membuatnya tersadar dengan cepat bahwa dia sedang berada dikamar Abian.

Sejak kapan dia berada di belakangku? Hera membatin.

"Tapi om?" Hera baru saja menyela tetapi terdengar suara tawa Abian dengan keras.

"Apa katamu? om..? Astaga hahaha.." terdengar

Suara tawa Abian sangat tidak nyaman ditelinga Hera.

"Pergilah mandi! Aku masih mengampuni keluargamu karena melihat sifat polosmu ini!!" Nada suara Abian meninggi sedangkan Hera dengan cepat berlari mencari kamar mandi. Hera masih terlihat kebingungan letak kamar mandi Abian berada disebelah mana membuat Abian tertawa lagi dari sofa tempatnya duduk.

Hera menatapnya dengan ekspresi tidak suka melihat sikap Abian. Abian menghentikan tawanya saat melihat tatapan Hera kepadanya. Abian berjalan ke arah Hera lalu menarik tangan Hera, menuju lemari pakaian lalu membukanya dan ternyata ditengah lemari besar itu ada sebuh pintu menuju kamar mandi. Abian mendorong tubuh Hera masuk kedalam kamar mandi membuat Hera menggerutu kesal.

Hera melampiaskan amarahnya dengan tangisan, dibawah guyuran air yang berjatuhan dari shower bersamaan itu pula air matanya menetes. Cukup lama Hera berada dikamar mandi, berdiam diri karena ada sesuatu yang dia lupakan.

"Bagaimana mungkin aku keluar dalam keadaan seperti ini? Aku tidak sempat membawa pakaian, ponselku dan semua perlengkapan make upku? Astaga.. om itu apakah dia telah gila. Ini bisa dikatakan penculikan, pokoknya aku harus melaporkan ini kepada polisi bagaimana pun ini sudah termasuk tindakan kriminal." Ucap Hera.

Terdengar suara ketukan pintu, Hera memundurkan tubuhnya hingga tersandar di dinding.

"Heii? Sedang apa kamu didalam sana?" Teriak Abian. Hera masih terdiam tak bergeming.

"Jika dalam hitungan ketiga kamu tidak membuka pintu maka akan kusakiti keluargamu. Ayahmu yang naif itu akan ku kirim kepenjara beserta kakakmu yang telah berani melakukan tindakan penipuan karena telah membawa lari perhiasan yang aku berikan."

Kreekk.. pintu terbuka.

Tanpa perlu Abian menghitungnya Hera membuka pintu dengan segera. Hera yang sedang menggunakan handuk, terlihat tetesan air mengalir membasahi kedua bahunya. Abian memalingkan wajahnya dengan cepat lalu mendorong tubuh Hera kembali kedalam kamar mandi. Hera hanya bisa terdiam keheranan dengan sikap Abian. Beberapa menit kemudian terdengar lagi suara ketukan pintu, Hera dengan cepat membuka dan tidak ingin membuat Abian menjadi arogan.

"Non? Perkenalkan namaku adalah Maya, saya adalah pelayanan dirumah ini. Tuan Bian menitipkan baju untuk anda gunakan. Dan keperluan anda akan segera dipenuhi dirumah ini termasuk barang-barang Anda akan didatangkan dari rumah orang tua anda."

"Terimakasih." Jawab Hera singkat.

Maya berjalan keluar dari kamar sedangkan Hera menggunakan baju yang Maya berikan kepadanya. Hera duduk disofa dan Abian entah pergi kemana. Hari sudah mulai gelap, Hera yang merasa bosan berencana untuk keluar dari kamar tetapi saat tangannya memegang handle pintu ternyata pintu kamar tersebut terkunci. Beberapa kali Hera menghentakkan kakinya karena kesal dan menendang pintu kamar tersebut tetapi hasilnya akan tetap sama pintu itu terlalu kuat untuk dia robohkan.

Hera Sabine adalah seorang gadis yang telah berusia dua puluh tahun, Hera saat ini sedang kuliah di semester empat jurusan administrasi perkantoran dikampus swasta dikota itu. Kecerdasan Hera membuatnya menjadi mahasiswi yang cukup dikenal dikampus tersebut. Parasnya yang menawan membuat Hera menjadi salah satu wanita yang terkenal dikampusnya tetapi sifat Hera yang introvert membuatnya sering menarik diri dari lingkungan sekitarnya.

Berharap ada satu keajaiban yang bisa membuatku keluar dari masalah ini, aku ingin menikmati hidupku bukan terkurung ditempat terkutuk ini. Batin Hera.

Pernikahan Bisnis 2

Seharusnya ini menjadi malam pertama bagi Hera tetapi pria asing itu pergi begitu saja dengan mengurung dirinya dikamar. Hera yang terus menunggu sambil melihat ke arah pintu berharap ada seseorang yang menolongnya. Sudah pukul 20.00, terdengar ketukan dari pintu Hera yang tadinya berbaring disofa dengan sigap bangun dan merapikan rambutnya.

"Selamat malam Nona Hera." Maya menyapa dengan senyuman. Ditangannya ada sebuah nampan yang berisikan makanan lalu meletakkan dimeja.

"Apa yang kamu pikirkan sebagai wanita? Mengapa kamu tega melakukan ini padaku? Biarkan aku keluar dari kamar ini." Suara Hera mulai terdengar parau, tetesan bening mulai mengalir dari kedua matanya.

Maya hanya menundukkan badannya dengan sopan kepada Hera. "Maaf atas ketidaknyamanan anda saat berada dirumah ini nona Hera, aku hanya menjalankan tugas sebagai mana mestinya. Silahkan nikmati makan malam anda dan selamat beristirahat. Selamat malam." Ucap Maya kemudian kembali menutup pintu.

Hera dengan cepat berlari kearah pintu tetapi usahanya lagi-lagi gagal karena Maya mengunci pintu kembali. Hera memukul pintu beberapa kali tetapi tidak ada respon dari luar kamar. Hera kembali berjalan menuju sofa hanya melirik makannya tanpa menyentuhnya. Hera memejamkan matanya hingga dia tertidur disofa.

Keesokan paginya Hera terbangun, dimeja terdapat makanan yang masih hangat dan baju yang telah disediakan untuknya. Hera sama sekali tidak menyentuh makanan tersebut. Hera duduk termenung lagi seperti biasanya hingga pada siang hari Maya datang kembali meletakkan makanan yang baru dan mengambil makan yang telah dingin. Maya pergi begitu saja dengan berpamitan seperti biasanya.

Hari ketiga Hera berada didalam kamar tersebut, Maya membuka pintu seperti biasanya. Meletakkan makanan dimeja dan pakaian ganti Hera tetapi kali ini dia terkejut karena Hera telah tergeletak dilantai. Maya dengan cepat berlari keluar dari kamar. Tak lama kemudian Abian datang dan mengangkat Hera yang tengah tergeletak dilantai menuju tempat tidur.

"Hei, Hei.. Bangunlah!" Bian mengoyang-goyang tubuh Hera tetapi tak ada respon dari gadis didepannya.

"Maya, Panggil Ara..!" Ucap Bian. Maya seakan mengerti dengan arahan yang disampaikan oleh Bian. Maya berlari keluar sedangkan Bian duduk tenang disamping Hera yang tidak sadarkan diri.

Satu jam telah berlalu, kepanikan Bian telah meredah karena Hera mulai mengerakkan tangannya walaupun tubuhnya belum sepenuhnya pulih. dr. Ara telah selesai melakukan tindakan dengan memasang infus pada tangan Hera.

"Apa yang terjadi?" Tanya Bian kepada dr. Ara sembari menatap Hera yang masih terbaring lemas.

"Siapa dia?" Tanya dr. Ara kembali.

"Apa yang terjadi padanya?" Bian belum menjawab pertanyaan dari dr. Ara. Pandangannya masih terlihat kosong menatap Hera yang masih terbaring lemah.

dr. Ara menghela nafasnya dengan panjang melihat sikap Bian. "Dia kekurangan cairan, bagaimana bisa kamu memperlakukan dia seperti itu? Kalau saja dia tidak mendapatkan tindakan yang cepat, aku tidak bisa berkata dia bisa selamat. Aku sarankan untuk membawanya kerumah sakit untuk mendapatkan perawatan." Seru dr. Ara.

Bian memalingkan wajahnya menatap sinis Ara. "Apa gunanya kamu jadi dokter jika hal kecil seperti ini kamu tidak bisa tangani. Rawat dia sampai sembuh dan jangan biarkan dia keluar dari kamar ini! Bian berdiri dari duduknya lalu keluar dari kamar sedangkan dr. Ara hanya bisa menggelengkan kepalanya.

Ara beserta dua perawat duduk menunggu Hera yang masih terbaring. Ara benar-benar mengikuti perkataan Bian dengan tidak meninggalkan Hera dikamar tersebut. Kamar yang tidak memiliki jendela itu membuat siapa saja yang terkurung didalamnya pasti merasakan bosan begitu pula dengan Ara dan dua perawat yang menemani.

"Bagaimana bisa Bian memperlakukan gadis ini dengan kejam. Apa kesalahan gadis ini hingga membuat Bian menjadi sangat marah. Ah.. masalah apa lagi ini? Aku benci hidup ditengah keluarga ini." Batin Ara mendengus kesal.

Ara adalah adik kandung dari Abian. Ara adalah seorang dokter umum dan sedang mengambil pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu dokter spesialis penyakit dalam. Perbedaan usia mereka yang tidak terlalu jauh membuat Ara tidak memanggil Bian dengan sebutan kakak.

"Haa..us.." Suara parau terdengar dari tempat tidur, Ara dengan cepat berlari diikuti dua perawat yang menemaninya. Seorang perawat menuangkan air digelas dan membantu Hera untuk duduk. Hera menyeruput minumannya tanpa jeda hingga pada tetes terakhir. Suara nafasnya tersengal-sengal seperti seorang yang sedang berlari dipadang pasir.

Ara menatap Hera dengan lekat, bibir Hera terlihat pucat diikuti dengan wajahnya.

"Sebenarnya kamu siapa? Ada hubungan apa dengan Bian?" Tanya Ara secepat mungkin.

"Tidak ada yang boleh bertanya kepada gadis ini kecuali aku." Suara Bian membuat Ara terkejut.

"Aku tidak habis pikir mengapa Bian bisa menjadi searogan ini kepada wanita." Batin Ara.

"Yolanda membutuhkanmu, keluarlah! Kamu boleh istirahat setelah itu, biarkan Bayu menggantikanmu. Kamu boleh kembali beberapa hari lagi dan gadis ini biarkan Bayu yang akan mengurusnya juga." Ucapnya. Ara tak berpikir panjang, bersama dengan dua perawat mereka meninggalkan Bian dan Hera dikamar tersebut.

Ditangan Hera masih terpasang infus, dr. Ara memberikan vitamin untuk memulihkan keadaan Hera seperti semula.

Bian kini duduk disamping tempat tidur, Hera memalingkan wajahnya kesamping agar tidak menyatukan pandangannya kepada Bian.

"Jangan biarkan mayatmu membusuk dikamar ini." Tegas Bian dengan nada tinggi.

Terdengar suara tangisan kecil, Hera berusaha menahan tangisnya tetapi tidak bisa. Gertakan dan suara keras Bian membuatnya rapuh lagi. Bian terdiam, menatap belakang Hera.

Terdengar suara ketukan.. Bian membalikkan badannya. Seorang pria kini berjalan ke arahnya. Berbisik kepadanya lalu dengan cepat Bian berlari keluar dari kamar. Setelah Bian pergi barulah Hera membalikkan kembali badannya lalu menyeka air matanya. Kini Hera sendiri lagi berada didalam kamar masih terpasang infus. Tak lama berselang Maya datang dengan membawa nampan ditangannya seperti biasa.

"Non, tolong mudahkanlah pekerjaanku. Anda harus makan kalau tidak aku akan dipecat dari rumah ini karena tidak bisa mengurus anda dengan baik. Aku mempunyai anak yang harus dinafkahi jadi aku mohon bantulah aku dengan bersikap taat kepadaku. Aku hanya menjalankan perintah tuan Bian jadi aku mohon untuk kemurahan hati anda. Aku tidak ada niat untuk menyakiti anda dengan cara mengurung anda dikamar ini." Ucap Maya sendu. Hera bisa melihat mata Maya berkaca-kaca. Ada sebuah ketulusan dan rasa takut yang menyatu didalamnya sama seperti yang dia rasakan saat ini.

"Maafkan aku mba." Hera berucap pelan, tangannya mengusap lengan Maya dengan lembut.

"Terimakasih kasih non Hera." Sahut Maya dengan senyuman.

Perkenalan yang baik untuk Maya dan Hera membuat suasana hati Hera menjadi lebih baik dari sebelumnya. Maya mulai menyuapi Hera dengan pelan hingga makannya selesai.

"Non, apakah anda tau jika anda..?" Tanya Maya tetapi perkataannya terputus karena terdengar suara ketukan pintu..

Bersambung...

Pernikahan Bisnis 3

Suara Maya terhenti seketika, Bian melangkah pelan memasuki ruangan tersebut. Tatapan Bian menyoroti Maya karena tahu arah pembicaraan Maya akan kemana. Maya terlihat begitu gugup hingga menundukkan kepalanya tanpa ada gerakan tubuh. Hera yang masih terlihat kebingungan juga ikut terdiam karena ketidaktahuannya dan rasa takutnya menyatu menjadi satu.

"Kamu boleh pergi!" Ucap Bian tegas.

"Aku? Terima kasih pak". Hera bersorak gembira dengan senyuman yg melebar. Maya masih terdiam tak berani menoleh ke arah Bian.

"Maya! Apakah kamu tidak mendengar perkataanku!" Suara Bian semakin meninggi, tanpa pikir panjang Maya bergerak cepat meninggalkan kamar tersebut. Sedangkan Hera duduk lesu karena mengetahui jika bukan dirinya yang pergi sesuai perintah Bian.

Bian duduk agak berjauhan dari posisi Hera. Duduk tenang sembari membuka artikel surat kabar disebuah media elektronik. Hera tak berani menatap Bian sedangkan Bian hanya duduk tenang tanpa peduli dengan Hera yang tengah terduduk lemah.

"Pak, bolehkah aku menelfon kedua orangtuaku?" Tanya Hera dengan ragu. Bian hanya terdiam dan fokus membaca pada sebuah tab.

"Pak? Apakah boleh?" Tanya Hera sekali lagi. Gadis muda tersebut terlihat tak menyerah dengan usahanya.

Bian meletakkan tabnya diatas meja lalu mengangkat wajahnya dengan tegak. Ia lalu menyatukan pandangannya kearah Hera tetapi Hera kini menundukkan kepalanya seraya meneteskan air mata.

"Kata Bayu, setelah cairan infusmu habis perawat akan melepaskan infus itu dari tanganmu. Jangan terlalu banyak membantahku atau meminta sesuatu yang tidak aku izinkan. Kamu hidup berdasarkan perintahku dan bukan sesuai keinginanmu. Ingat, kamu telah dijual kepadaku dan orang tuamu tidak berhak lagi atas dirimu. Aku juga telah memberikan tambahan uang dan aset sebagai tebusan. Jika keadaanmu telah pulih maka aku akan memperkenalkanmu kepada seseorang yang telah berjasa karena bisa membuat kamu menjadi istriku. Ini hanya bersifat sementara maka dari itu bantulah aku untuk jangka waktu yang tidak bisa aku tentukan. Jika sudah saatnya aku akan melepaskanmu dan aku akan memberikan imbalan sesuai dengan kerja kerasmu. Istirahatlah, Bayu akan mendatangimu sesaat lagi." Bian beranjak dari duduknya lalu menutup pintu seperti biasanya sedangkan Hera sama sekali tidak mengerti dengan ucapan Bian. Hera menghela nafas dengan panjang karena sesuatu yang rahasia masih membuatnya bertanya-tanya.

***

Seminggu telah berlalu keadaan Hera telah sepenuhnya pulih. Tak ada infus yang melekat dipunggung tangannya dan seminggu itu pula beberapa orang bergantian masuk kedalam kamarnya. Hera sama sekali tidak mengenali mereka kecuali Maya yang telah memperkenalkan diri sejak awal dia berada dirumah itu. Hera tidak pernah melihat indahnya matahari dan terangnya bulan sejak seminggu. Dirinya masih berdiam diri dikamar dengan pintu kamar yang selalu terkuci.

Tok..tok..tok.. terdengar suara ketukan pintu. Hera sama sekali tidak bersemangat dengan siapa yang datang menjenguknya karena dia pasti tahu mereka akan pergi begitu saja lalu kembali mengurung dirinya dikamar tersebut. Langkah kaki wanita tersebut mendekat dengan wajah yang memerah.

Plaaakk.. satu tamparan mengenai wajah Hera. Hera yang tadi terduduk diatas tempat tidur kini terjatuh diatas tempat tidur karena tubuhnya tidak seimbang menahan tamparan yang diberikan.

"Apa kamu tidak punya malu? Andai saja aku tahu kamu seorang penggoda aku tidak akan merawatmu sampai sembuh. Aku biarkan kamu terbaring lemah didalam kamar ini!" Teriakn Ara memenuhi seluruh kamar tersebut. Hera masih terdiam lalu kembali duduk sembari memegang pipinya. Tangan Ara kembali berayun, tetapi ditepis oleh Bian yang entah sejak kapan datangnya.

"Stop Ara!! Aku sudah katakan kamu tidak perlu mencampuri urusan pribadiku!"

"Mengapa kamu melukai hati Yolanda? Mengapa Bian? Apakah kamu tidak prihatin melihat dirinya dalam keadaan seperti itu? Apakah kamu mempunyai otak? Mengapa kamu menikahi wanita murahan seperti dia?" Teriak Ara sekali lagi. Amarahnya semakin meninggi dibarengi dengan wajahnya yang memerah. Hera hanya meneteskan air mata tanpa menyekanya sekalipun.

"Aku yang memintanya untuk menikahi wanita itu Ra..." Suara kecil terdengar sayu diujung pintu. Bayu mendorong pelan kursi roda dengan sosok wanita yang memakai bungkus kepala. Wanita tersebut terlihat sangat pucat bahkan tidak bertenaga sekalipun.

"Apakah kalian gila? Sumpah aku tidak habis pikir apa yang kalian pikirkan?." Ara menjatuhkan tubuhnya disofa sedangkan Bian terlihat menunduk seraya bersandar di dinding.

"Maafkan aku mas, maafkan aku Ara dan kamu sebagai istri mas Bian yang baru aku juga sangat minta maaf yang sebesar-besarnya." Yolanda berkata dengan pelan air matanya mulai mengalir sedangkan Bian melangkah pelan lalu membungkuk dihadapannya sambil menghapus setiap tetesan bening dari kedua mata Yolanda.

Hera semakin bingung dengan wajah lesu dan tatapan kosong, dia sama sekali belum mengerti apa yang terjadi.

"Sayang, kembalilah ke kamar. Biar aku yang akan menjelaskan kepada Ara." Ucap Bian pelan masih membungkuk dihadapan Yolanda.

"Mas, aku yang salah. Biarkan aku menjelaskan kepada mereka biar masalah ini tidak berlarut-larut." Sahut Yolanda.

Yolanda terdiam sejenak diiringi dengan tarikan nafas yang pelan. "Pertama, perkenalkan aku adalah Yolanda. Aku juga termasuk istri dari mas Bian." Ucapnya pelan.

Hera melotot dengan wajah tidak percaya.

"Aku yang menyuruh mas Bian untuk menikah lagi dengan alasan yang kami berdua telah sepakati dan tidak perlu untuk aku bicarakan disini. Aku tidak tahu asal usulmu dan aku berharap kamu bisa membuat Bian bahagia sampai keadaanku benar-benar pulih. Setelah keadaanku membaik kamu boleh pergi dan semua keinginanmu bisa aku berikan." Yolanda kembali berucap.

"Aku tidak bisa merahasiakan ini dari Ayah!" Gerutu Ara kesal.

"Ra...bantulah aku sebagai sahabatmu. Aku melakukan demi kebahagiaan kakakmu."

Bayu hanya bisa menjadi pendengar setia begitupun dengan Hera yang sejak tadi tidak mengeluarkan kata-kata.

"Mulai malam ini dan malam berikutnya Mas Bian akan tidur bersama dengan Hera." Kata Yolanda.

"Yolan? Please lah berpikir yang jernih! Bagaimana mungkin kamu bisa berbagi suami dalam keadaan seperti ini? Kamu pasti sembuh dan kamu tidak perlu menambah rasa sakit itu. Kamu sudah cukup menderita dengan penyakitmu!" Bantah Ara.

"Aku terlalu egois jika harus terus mengajak mas Bian dalam dalam kesakitan Ra. Kamu bisa bayangkan sejak enam bulan menikah aku tidak bisa secara sempurna memenuhi kebutuhan mas Bian dalam hubungan int.." Perkataan Yolanda terhenti saat Bian menutup mulutnya dengan pelan.

"Biarkan masalah ini kita bicarakan lain waktu, sekarang waktunya kamu untuk istirahat dikamar. Biar aku yang mengantarmu." Seru Bian.

"Ara, Bayu, tolong antarkan aku kedalam kamarku dan aku harap mas Bian tidak beranjak dari kamar ini. Biarkan aku yang memegang kunci kamar ini dan atas izinkulah mas Bian boleh keluar dari kamar ini." Ucap Yolanda tetapi semua terdiam. Ara menggeleng kepada Bayu agar tidak melakukan sesuatu perkataan Yolanda.

"Please aku mohon dengarkan aku kali ini saja! Aku sudah cukup menderita dengan penyakit ini dan jangan biarkan aku menderita melihat mas Bian tidak bisa mendapatkan nafkah batin dariku..hiks..hiks.hikss." Tangis Yolanda pecah dengan nafas tersengal-sengal..

bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!