NovelToon NovelToon

Ada Mars Di Ruang Hati Parish

Part 1

"Nona.. ayo bangun... sudah waktunya sarapan. Tuan besar dan tuan muda sudah menunggu"

Aunty Lesly mengguncang badan Parish lalu menuju kearah jendela, membuka tirai dan membiarkan cahayanya masuk kedalam kamar.

Parish mengeliat, perlahan dia membuka mata lalu menaikan tangan karena silau.

"Parish malas aunty...." ucapnya lirih.

Wanita paruh baya yang sudah bertahun-tahun bekerja di rumah keluarga Mc. Millan itu mendekat.

Dengan lembut, dia memeriksa badan Nona kesayangannya. Memegang kening, leher lalu mengusap kepala Nonanya.

"kenapa ? apa yang Nona rasa ?"

Parish hanya menggeleng lemah. Ada hal yang berat dalam dadanya tapi dirinya enggan bercerita pada siapapun.

"Parish mandi dulu" katanya seraya turun dari tempat tidur.

*

Parish turun kelantai bawah. Ikut sarapan bersama Ayah dan Kakaknya. Tanpa dia sadari, Ayahnya dan Spanish saling pandang. Mereka menyadari ada yang berubah.

Spanish mengambil telur mata sapi kesukaan Parish lalu menaruhnya di atas nasi goreng dalam piring Parish.

"terima kasih kak, Parish bisa ambil sendiri" katanya.

"kamu baik-baik saja ?" Mark Mc. Milan menyahut seraya memandang putrinya.

"iya" ucap Parish seraya melanjutkan makannya.

"nanti siang kamu ada kuliah ?" tanya Mark Mc. Milan lagi.

"tidak ada" Parish menoleh kearah Ayahnya.

"nanti siang auncle tom akan mengantar kamu ke tempat tante Jade. Ayah tunggu kalian di resto, kita makan siang sama-sama" jelas Mark Mc. Milan.

"tapi aku..."

Ayah dan Spanish menunggu Parish melanjutkan kalimatnya. Tapi Parish mengurungkan niatnya untuk menolak. Dia sudah terlanjur bilang tidak ada mata kuliah.

"tidak apa" ucap Parish lagi.

"aku akan menyusul dengan Marsha, kami ada rapat intern Meteor" sahut Spanish.

Parish berusaha menenangkan hatinya ketika Spanish menyebut nama itu. Bagaimana ini... Dia harus kuat.

*

"Hay Rish.. jadi bagaimana makan malamnya ?" tanya Starla sahabat dekatnya.

Parish lupa, kalo dia selalu cerita segalanya pada Starla. Tapi bagaimana dia bisa cerita pada Starla tentang tante Jade. Sedangkan Starla tau tentang perasaannya pada Marsha. Pasti Starla akan sama shocknya.

"biasa saja" ucapnya malas.

Starla heran, "maksudnya bagaimana ?"

"ya biasa saja. Sudah... ayo temani aku ke perpustakaan" ujar Parish seraya menarik tangan Starla meninggalkan bangku taman.

"cerita dulu" ujar Starla menahan langkahnya.

"nanti aku cerita. Kamu mau tau aja" ucap Parish tidak perduli dengan wajah penasaran Starla.

"habisnya penasaran tauk, Ayah kamu tiba-tiba ajak kalian dinner dengan calon mama. Tapi sebelumnya tidak ada pendekatan dulu" komen Starla.

Parish hanya bisa tersenyum. Dia juga sangat kaget begitu diperkenalkan kepada tante Jade dan keluarganya. Tapi dia belum mau untuk membahasnya lebih jauh dengan Starla.

*

Di perpustakaan Parish mulai memilih buku yang menarik. Dia ingin menghabiskan waktu membaca di dalam kamarnya. Mungkin dengan begitu, dia seolah-olah lupa dengan pernikahan Ayahnya. Parish sengaja meminjam buku di perpustakaan, supaya mereka menganggap dia lagi mengerjakan tugas kuliah.

Parish sangat ingin melupakan... tapi tidak bisa. Dia harus menghadapi gejolak hatinya yang perang melawan pernikahan Ayahnya.

"kamu nanti siang mau ketemu mama ?" ada suara dari arah belakang.

Parish menoleh. Cowok yang selama ini hanya bisa dia pandangi, kini menegurnya.

"iya.. kakak juga ?" katanya.

"aku akan menyusul" katanya seraya tersenyum.

Please... jangan beri aku senyum itu. Duniaku bisa teralihkan. Desis Parish dalam hati.

"Parish... " Marsha memanggil.

Parish merasa kikuk, "iya kak. Aku duluan" katanya seraya berlalu sambil memeluk beberapa buku yang tadi sudah dipilihnya.

*

Starla memandang tumpukan buku di depannya.

Dia mulai menghitung dari susunan terbawah "satu dua tiga empat lima enam tujuh delapan".

Dia lalu memandang Parish heran. Biasanya Parish meminjam buku paling banyak tiga. Ini sudah melebihi kuota.

Di kampus ini para mahasiswa bebas meminjam buku sebanyak yang mereka mau. Yang penting kebersihan, kerapian buku terjaga dan mengembalikan tepat waktu. Kalau sampai terlambat, akan di kenakan denda tidak bisa meminjam banyak lagi selama setahun.

Parish termasuk peminjam buku yang bersih, rapi dan tepat waktu sehingga pihak perpustakaan tidak khawatir. Walaupun Ayah Parish, Mark Mc. Millan salah satu pemegang saham kampus ini tapi Spanish dan Parish sangat mematuhi peraturan. Mereka tidak berlaku seenaknya, bahkan mereka terlihat biasa saja. Membaur dengan mahasiswa lain tanpa membeda-bedakan. Mark Mc. Millan selalu mengajarkan mereka untuk baik dan tidak sombong.

"kenapa ? ada yang aneh ?" tanya Parish melihat mulut Starla menganga melihatnya.

"iya, buku sebanyak ini ? memangnya ada tugas, memangnya kamu tidak bisa baca online ?" Starla mulai bawel.

Parish hanya tersenyum. Sepertinya pertanyaan Starla tidak perlu di jawab. Pikirnya dalam hati.

***

Part 2

Mobil keluarga Mc. Millan melaju menuju taman kota RedRose, auncle Tom bilang kalau tante Jade punya toko bunga di sekitar situ.

Parish melayangkan pandangan keluar jendela. Banyak yang sedang dia pikirkan. Dia harus menyapa bagaimana, dia harus bersikap bagaimana, bagaimana kalau ada Marsha disana.

"Ah tidak mungkin ketemu sekarang. Dia kan lagi rapat sama kak Spanish" gumamnya.

Auncle Tom yang berada dibalik kemudi melihat dari kaca, "Iya non..." jawabnya.

Parish tersentak, "Tidak apa auncle... aku hanya bicara sendiri" katanya seraya tersenyum.

Auncle Tom tersenyum maklum, "Kita hampir sampai non" ucapnya.

*

Parish turun dari mobil, memandang toko bunga 'Pretty flower garden' di depannya. Toko bunga dengan desain klasik eropa ini sangat indah. Dia selalu suka tipe model seperti ini. Minimalis tapi tetap berkesan elegan dan mewah.

"Sepertinya aku pernah mengingat bentuk bangunan ini. Tapi dimana ya" Parish mencoba mengingat. Tapi semakin dia mencoba, ada rasa seperti sengatan listrik di kepalanya.

"Ahhhh" dia meringis kesakitan memegang kepalanya.

Auncle Tom yang baru saja keluar dari mobil segera menghampiri, "Nona kenapa ? nona baik-baik saja ?" tanya auncle Tom khawatir.

"iya auncle... Aku baik-baik saja. Aku hanya mencoba mengingat" ucap Parish seraya memijit pelipisnya.

"Nona kan sudah di larang untuk berpikir keras. Perlahan saja mengingatnya" terang auncle Tom.

Parish mengangguk. Dia mengerti auncle Tom khawatir dengan dirinya. Trauma kejadian di masa lalu, membuat dia kehilangan sebagian memory ingatannya. Kejadian yang membuat Ayah selalu merasa bersalah karena kehilangan istri. Parish dan Spanish kehilangan Ibu.

*

"Parish ayo masuk.. maaf ya, tante selesaikan pesanan dulu baru kita pergi" ucap tante Jade ramah menyambutnya.

"Iya tidak apa tante" katanya seraya melihat-lihat suasana toko bunga milik tante Jade.

Penataannya rapi, bunga-bunganya segar, tokonya semerbak dan terdapat sebuah tempat duduk serasa berada di taman lengkap dengan ayunannya.

Tanpa disadari Parish berjalan menuju ayunan dan duduk disana.

"Kamu suka ? disitu juga tempat ternyaman untuk Marsha. Kalo kesini, dia sering duduk dsitu" tante Jade menjelaskan.

Parish hanya tersenyum. Dia terus menperhatikan tante Jade merangkai bunga untuk dua pesanan.

Di toko ini tante Jade memiliki tiga orang pegawai. Yang satu berada di meja kasir, yang satu berada di teras toko mengawasi bunga-bunga yang dipajang disana, dan yang satu lagi membantu tante Jade menyiapkan bunga yang dibutuhkan.

"tante merangkai semua pesanan sendiri ?" tanya Parish.

"iya, tante suka melakukannya. Jadi sebanyak apapun, tante lakukan dengan senang hati. Karena tante suka" Jawab tante Jade seraya tersenyum kearahnya.

Parish mengangguk setuju.

Tiba-tiba ponselnya berdering. Dari Ayah, "iya Yah" jawabnya.

"kamu sudah dimana ?" tanya Ayahnya.

"sudah di toko Yah" jawab Parish.

"baiklah, tunggu ya.. Ayah menuju kesitu" ucap Ayahnya.

Setelah itu Ayah mematikan telfon.

"Ayahmu sudah kesini ?" tanya tante Jade menoleh kearah Parish.

"iya" jawabnya.

"jadi merepotkan ayahmu harus menjemput Venus. Tante sibuk, Marsha juga, kasian Venus menunggu lama" jelas tante Jade tanpa di minta.

"kenapa tidak Parish jemput saja tante ? kan bisa sekalian kesini" ujar Parish.

"Ayahmu bilang beliau yang akan jemput Venus" ujar tante Jade merasa tidak enak.

Parish hanya mangut-mangut. Tidak ingin membahasnya lebih jauh.

*

Parish duduk di kursi belakang bersama Venus. Mark Mc. Millan mengemudikan mobil, tante Jade ada disebelahnya. Ayah sudah menyuruh Auncle Tom pulang duluan.

"mau coklat ?" tawar Venus. Dia menyodorkan dua batang coklat ternama kepada Parish.

Parish menggeleng.

"Kak Parish tidak bisa makan coklat Ven" ujar Ayah dari balik kemudi.

"kenapa ?" tanya Venus.

"Parish bisa sakit gigi lama sembuhnya" Jawab tante Jade. Dia tersenyum.

Pasti Ayah yang memberi tahu. Ucap Parish dalam hati.

"ooo maaf kak" ucap Venus.

"tidak apa" jawab Parish seraya tersenyum pada Venus.

"kalo permen ?" katanya lagi seraya merogoh saku tas ransel sekolahnya.

"boleh.. terima kasih ya" ucap Parish seraya mengambil permen dari tangan Venus.

"kamu juga harus hati-hati ya. Jangan memberi Parish kacang, apapun jenis olahannya. Dia bisa sesak nafas" Ayah menimpali.

"siap boss" seru Venus

*

Setengah jam sampai di restorant, Spanish datang bersama Marsha. Ternyata mereka agak sedikit terlambat karena mobil Spanish tiba-tiba tidak bisa dinyalakan begitu hendak kesini. Dia meninggalkan mobilnya di parkiran kampus dan memutuskan ikut Marsha naik motor.

"Aku masih tamvan kan dek" bisiknya pada Parish.

Parish menoleh dan mengerutkan dahi.

"hmmmm sedikit berminyak, dan ada titik-titik hitam di muka kakak" Parish mengamati wajah kakaknya.

"ah masaaaaa" Spanish merogoh tas Parish. Dy mencari sesuatu.

"tidak ada.. baik-baik saja" katanya mengamati wajahnya di cermin kecil milik Parish yang selalu dia bawa kemana-mana.

Parish menjulurkan lidahnya. Spanish mencubit pipi adiknya gemas karena sudah berhasil mengerjai dia.

"begitulah mereka... kalo akur ya manis sekali. Kalo lagi perang..... Ayah yang jadi juru damai" terang Ayah.

Parish dan Spanish memandang Ayah mereka. Tante Jade dan Venus tersenyum. Sedangkan Marsha, dia datar sambil terus menikmati makanannya. Begitulah dia, ucap Parish dalam hati.

"jadi bagaimana pertandingan selanjutnya ?" tanya Ayah menoleh pada Spanish.

"Ayah tanyakan pada kapten baru kita" seru Spanish seraya memberi kode pada Ayah untuk melihat kearah Marsha.

"waaaaaaahhhh kakak kapten !!" seru Venus girang.

"selamat ya Mars" ucap Ayah.

"terima kasih... tapi aku masih berharap kapten tetap kamu Nish" kata Marsha memandang Spanish.

"saatnya aku di ganti, aku tau kamu mampu" tegas Spanish.

Parish memandang Spanish. Dia memang sudah lama jadi kapten Meteorclub. Bukan karena Ayah, tapi memang karena kemampuannya. Spanish cerdas dalam bidang akademik, kemampuan bermain bolanya salah satu yang terbaik, dan kerjasama teamnya juga sangat baik. Tapi Marsha juga tidak kalah sama Spanish. Dia juga pintar, tehniknya bagus dan ramah ya walaupun kadang bersikap dingin pada cewek-cewek yang jadi fansnya. Bahkan Marsha bisa menjauh berdiam diri menjauh dari kerumunan keramaian fans.

"kaka.. nanti ajarkan Venus menggambar ya" bocah delapan tahun itu memeluk tangan Parish manja.

Parish menoleh. Sudah lama dia tidak melukis bahkan main piano pun dia sudah mulai lupa notnya.

Spanish dan Mark Mc. Millan memandang kearah Venus.

"nanti saja ya.. kita makan dulu" ujar Ayah.

"iya.. mari makan" sahut Spanish mencoba mengalihkan pembicaraan.

Mereka semua menurut. Mereka mulai fokus menghabiskan makanan di piring masing-masing.

*

Dari restorant mereka menuju ke lantai tiga mall ternama kota RedRose. Kata Ayah, beliau sudah buat janji dengan desainer untuk membuatkan baju pengantin dan baju seragam pesta. Parish berjalan malas mengikut langkah yang lain.

"ayo kak... cepat sedikit" Venus menggandeng tangan Parish. Bocah delapan tahun itu terlihat mencoba mengakrabkan diri.

"iya pelan-pelan" jawab Parish.

Mereka berdua berjalan menerobos yang lain. Sekarang mereka pimpinan jalan.

"kalian mau kemana ? ke tempat madam Vian sayang" kata Ayah melihat kearah Parish.

"ooo... salah, kita seharusnya belok kanan" kata Parish pada Venus. Venus cuma ketawa.

*

Madam Vian mulai mengukur tante Jade. Parish ada di sebelahnya. Sedangkan para cowok dewasa dan satu anak kecil memilih duduk di sofa tamu sambil menikmati suguhan kopi dan sirup cocopandan nata de coco yang disuguhkan asisten madam Vian.

"aku pikir kamu yang mau nikah Nish" ujar madam.

"kalo aku gampang madam, kalo Parish sudah menikah.. baru aku" seru Spanish.

"ihhh kenapa begitu ?" sahut Parish.

"aku harus yakin kamu bersama orang yang tepat" jawab Spanish.

"trus kamu sudah punya pacar ?" tanya madam Vian gantian mengukur Parish.

"blum madam" jawab Parish.

"pasti kamu banyak yang suka ya cuma takut saja" lanjut madam.

"iya madam. Bodyguardnya galak" bisik Parish.

"iya" madam mengangguk setuju.

"aku dengarrrrrrrrrrr" teriak Spanish.

Semua tertawa. Spanish memonyongkan mulut kearah adiknya. Sementara Parish membalas dengan menjulurkan lidahnya.

"sekarang giliran para cowok" seru madam Vian.

Parish dan tante Jade berjalan menuju sofa tamu. Venus tidak ikut berdiri. Dia malah tetap duduk dan menyandarkan kepalanya di bahu Parish. Parish tersenyum. Dia serasa mempunyai adik. Lagipula Venus anaknya baik, sopan dan santun. Tidak seperti anak-anak seusianya yang biasanya rusuh dan bikin gaduh.

***

Part 3

Parish duduk di bangku taman kampus sambil membaca buku ketiga salah satu dari delapan buku yang dipinjamnya di perpustakaan beberapa hari lalu. Dua buku dapat dia selesaikan dalam waktu tiga hari. Sangat singkat untuk ukuran ketebalan buku yang menurut Starla sahabatnya bisa dipakai untuk melempar mangga. Parish masih bisa membayangkan bagaimana puasnya Starla bilang begitu.

Dua buku dapat selesai dengan cepat karena di rumah dia berlaku sok sibuk, selesai makan malam dia langsung pamit ke kamarnya. Padahal biasanya mereka bertiga bercerita dulu di ruang keluarga sambil Ayah ngeteh, dia dan Spanish menikmati secangkir coklat hangat favorit mereka.

Hal itu dia lakukan karena malas membahas tentang rencana pernikahan Ayahnya dan tante Jade. Entah kenapa kalau rencana itu mulai dibicarakan oleh Ayahnya atau siapapun, ada sesak dalam dadanya. Yang membuatnya ingin pergi. Tapi tidak bisa. Mengharuskan dia menghadapi situasi itu.

*

"hey gadis berponi kutu bukuku" Starla menarik rambut Parish lalu tersenyum manis di depannya.

"sakit tauuuu" Parish jutek.

Sahabatnya itu hanya tertawa melihatnya.

"ayo kita pergi" ajak Starla.

"kemana ?" tanya Parish tanpa melihat Starla, tatapannya fokus pada bukunya.

Starla heran. Bagaimana bisa sahabatnya itu melupakan hal ini. Dia selalu bersemangat untuk hal ini.

"kenapa ?" lanjut Parish memandang Starla.

"yakin kamu lupa ?" tanya Starla.

Parish mengerutkan dahi. Ada apa, pikirnya.

"sore ini pertandingan Meteor lawan kampus sebelah" jelas Starla.

Astaga... pikir Parish dalam hati. Dia lupa. Tapi, untuk apa juga dia ada disana. Toh Marsha sudah tidak bisa termiliki. Mereka akan jadi saudara. Hari-harinya akan ada Marsha tapi bukan seperti yang dia harapkan.

"hey.. kenapa ?" tanya Starla.

Parish menggeleng lemah.

"aku tidak enak badan. Aku duluan" katanya seraya berlalu meninggalkan Starla di taman yang masih memandangnya heran.

*

Parish pulang kerumah naik taksi. Tobby, penjaga pintu rumahnya heran sewaktu membuka pagar.

"nona kenapa pulang sendiri ?" tanyanya.

Parish hanya tersenyum. Rome, penjaga pintu patner Tobby pun bergegas mendekat. Sepertinya dia dari membuat kopi. Hal itu dapat terlihat dari dua gelas kopi di tangannya. Dia seolah ingin menanyakan pertanyaan yang sama tapi begitu melihat Tobby tidak direspon, dia menggurungkan niatnya.

"aku masuk dulu kak" ucap Parish sopan.

Kedua penjaga pintu yang merangkap keamanan rumahnya pun tersenyum maklum. Mereka menyingkir membiarkan nonanya lewat.

Rumah Parish mempunyai halaman yang luas dengan kolam air mancur di tengahnya. Dari tempat Parish berdiri, disebelah kirinya ada garasi. Sebuah mobil keluarga yang sering mengantar jemput dirinya terlihat disana. Sebelah kanan dari tempat dia berdiri, terdapat Gazebo untuk bersantai. Biasanya dia dan Spanish sering mencuri keluar tengah malam untuk melihat bintang-bintang. Kadang Parish berpikir, mungkin itu yang membuat dia dan Starla bisa dekat dan akrab sebagai sahabat karena Parish suka bintang. Nama Starla memiliki arti bintang.

"aku pulang" seru Parish membuka pintu rumah.

Dengan langkah buru-buru auncle Tom menghampirinya, "kenapa nona tidak telfon. Auncle bisa jemput"

"tidak apa auncle, aku saja yang tiba-tiba ingin cepat pulang" jawab Parish seraya menaiki anak tangga yg berada beberapa langkah di depan pintu utama.

"tapi nona, bukannya hari ini Spanish ada pertandingan. Biasanya nona ada disana" ujar auncle Tom.

Parish mendesah. Biasanya, kata itu lagi. Iya biasanya dia selalu ada disana tapi sekarang untuk apa berlaku seperti biasanya.

Kadang Parish juga heran. Kenapa dia bersikap begini. Dia mengharapkan Marsha tapi dia tidak ingin Marsha tau. Dia berharap rasa itu datang sendiri pada Marsha.

"tapi bagaimana Marsha bisa ada rasa kalo kamu tidak menunjukkan. Hanya melihat dia dari jauh. Gak berani negur" ujar Starla komplain sewaktu dia tau kalo Parish diam-diam suka pada Marsha, kakak tingkat, salah satu mahasiswa terbaik dalam bidang akademik dan juga salah satu pemain sepakbola terfavorit di kampusnya.

"ya dia bisa liat aku datang ke pertandingan. Aku cukup liat dia saja" sahut Parish pendek.

"ya bisa saja dia berpikir kamu ada disana karena ada kak Spanish. Bukan karena dia. Ya walaupun karena dua-duanya" balas Starla lagi.

Parish mendesah. Starla benar. Tapi sebagai cewek, dia tidak mau menunjukkan terlalu over.

"nona sudah makan ?" tanya aunty Lesly yang baru datang dari arah dapur.

"iya aunty, jangan khawatir" ujar Parish seraya terus menaiki tangga menuju kamarnya.

Sepasang suami istri yang sudah bekerja bertahun-tahun di rumah keluarga Mc. Millan itu hanya saling pandang. Mereka merasa beberapa hari ini ada yang berbeda dengan nonanya. Tapi mereka tidak bisa bertanya lebih jauh. Mereka tahu batasan mereka. Biasanya Parish akan bercerita sendiri. Orang tua Tobby dan Rome itu pun beranjak kembali ke dapur.

*

Parish membanting diri di tempat tidurnya, setelah melepaskan tasnya di lantai. Di kepalanya terus terngiang pertandingan Meteorclub melawan team dari kampus sebelah. Pasti seru, karena bisa di bilang dari dulu mereka saingan berat dalam meraih kemenangan Juara Sepabola Kota RedRose.

Membayangkan hal itu membuat Parish jadi terbawa pada masa-masa pertama kali bertemu Marsha. Cowok yang menghiasi mimpi indahnya.

*

Parish menginjakkan kaki di kampus ternama RedRose. Dia mengarahkan pandangan kearah penjuru kampus.

Ruang pembekalan dimana ya. Gumamnya dalam hati.

Tidak ada siapa-siapa.

Hmmm seharusnya dia menerima tawaran Spanish untuk menemaninya pembekalan. Sebagai Maba dia belum tahu suasana kampus.

Dulu pertama kali kesini, dia masih SMP. Saat itu dia menemani Ayahnya mengikuti pertemuan Dewan Kampus. Waktu itu mereka belum lama kehilangan Ibu. Dan Ayahnya masih minta untuk ditemani putri kesayangannya kemana-mana.

Parish merogoh kantongnya hendak mengambil ponsel. Dia ingin menghubungi Spanish. Tapi benda mungil itu tidak ada. Dia lalu mencari di dalam tasnya. Lalu... dia menepuk jidat, tanda melupakan sesuatu.

"peraturan pembekalan melarang membawa ponsel" katanya.

Dia mulai berpikir sudah lima menit telat dari jadwal di surat edaran. Nanti dia bisa di hukum. Parish sudah ngeri membayangkan di hukum di depan orang banyak yang mungkin hanya beberapa yang dia kenal karena satu SMA.

"kamu sedang apa disini ?" tanya seseorang.

Parish menoleh. Cowok tinggi, tegap, atletis, dengan mata coklat indah bersinar berdiri di depannya. Untuk beberapa saat, Parish merasa dunianya seraya di penuhi kelopak bunga yang berguguran di pagi hari, lalu berganti dengan balon warna warni yang terbang ke langit senja, lalu berganti lagi dengan lampu warna warni menghiasi malam seperti kelip bintang.

"hey" cowok itu membuyarkan khayalan Parish.

"maaf, aku Maba. Ruang pembekalan dimana ?" tanya Parish.

"dari sini naik tangga itu trus ke lantai dua. Ada ruangan besar dengan dua pintu tertulis aula. itu ruangannya" kata cowok itu seraya menunjuk menjelaskan.

Parish mengangguk mengerti. Tapi pandangannya tetap mengarah ke cowok itu bukan ke arah yang di tunjuk si cowok.

"ayo aku antar" cowok itu menarik tangan Parish.

Parish mengikuti saja kemana cowok itu membawanya.

*

Mereka sampai di depan ruang aula.

"kamu sudah terlambat. Pasti kamu di hukum" ucap cowok itu.

Parish mengangguk. Hal itu yang dia takutkan sampai bangun sejam lebih awal dari biasanya, dandan tetap biasa saja karena dia memang tidak suka dandan yang bagaimana-bagaimana, sarapan buru-buru, bahkan sampai menyuruh auncle Tom untuk lebih cepat, sangat cepat dari biasanya.

Tiba-tiba pintu ruang aula di buka dari dalam. Cowok tinggi, hampir samalah tinggi dan perawakannya dengan cowok di sebelahnya.

"kamu Parish Mc. Millan ?" tanyanya.

Parish mengangguk.

"aku baru saja mau cari kamu. Spanish tadi menanyakan kamu, aku cek di daftar hadir tapi kamu belum datang" jelasnya. Sepertinya dia panitia orientasi.

"maaf kak, aku tidak tau ruangannya. Untung ketemu kakak ini" ucap Parish.

Cowok itu memandang Marsha.

"untung ada kamu Mars, bisa jantungan si kapten kalo adik kesayangannya sampe ilang" katanya seraya tertawa.

Marsha hanya tersenyum.

"ayo masuk" ajak cowok panitia itu.

"terima kasih kak" ucap Parish pada cowok yang tadi seraya ikut masuk ke dalam ruang aula mengikuti langkah kakak panitia.

Parish melihat sekilas, cowok yang tadi hanya tersenyum. Tidak menjawab apa-apa.

*

Parish merasakan ada tangan lembut meraba dahinya. Perlahan dia membuka mata untuk memastikan siapa yang ada di sebelahnya.

Mark Mc. Millan tersenyum, "maaf Ayah membangunkanmu sayang"

Parish menggeleng.

"kamu mau Ayah telfon dokter ?" tanyanya.

"untuk apa ? aku baik-baik saja" ujar Parish.

"tadi Ayah ketemu Starla di pertandingan. Katanya kamu pulang karena tidak enak badan"

Ooo jadi Starla tetap nonton. Pikirnya.

"jadi bagaimana pertandingan tadi Yah ?" tanya Parish.

Ayah mengangkat bahu.

"sebagai kapten baru, Marsha tadi kurang maksimal. Hampir saja tadi kena kartu kuning" jelas Ayah.

Parish berpikir keras. Selama ini setiap pertandingan Marsha selalu bagus. Dia dan Spanish perpaduan yang serasi sebagai ujung tombak Meteorclub.

"mungkin kak Marsha lagi kurang fit Yah" komen Parish.

"iya Ayah dan Spanish berpikir begitu juga" ucap Ayahnya.

"sekarang kamu mandi air hangat, trus turun kebawah. Aunty sedang menyiapkan makan malam" lanjut Ayahnya lagi.

Parish mengangguk setuju.

Mark Mc. Millan mencium kening putrinya dengan penuh sayang. Menepuk pipi putrinya dengan lembut. Lalu menuju pintu, keluar dari kamar Parish.

Parish terdiam untuk beberapa saat. Ayahnya sangat menyayanginya. Begitu juga sebaliknya. Dia sangat menyayangi Ayahnya. Apalagi semenjak Ibunya tiada, Ayah berusaha selalu ada untuk dia dan Spanish di sela kesibukannya yang padat mengurus perusahaan. Berusaha menjadi Ayah sekaligus Ibu untuk mereka berdua.

Tidak terasa air mata menetes dari binar mata coklatnya. Parish sudah bertekad. Dia yang harus melepaskan. Dia yang harus mengakhiri walaupun ceritanya belum di mulai.

"demi kebahagiaan Ayah" ucapnya lirih.

Dengan bergegas dia menuju ke kamar mandi. Segera mandi, bersiap, berhias minimalis lalu menuju ke lantai bawah. Makan malam bersama Ayah dan kakaknya.

"Selamat datang new family" ucapnya berhenti di anak tangga.

Parish menghela nafas panjang lalu tersenyum. Keputusan yang harus dicoba. Karena semua harus dihadapi.

Kebahagiaan itu mungkin bukan untuk dia. Mungkin nanti. Pada saatnya.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!