Nadhira adalah anak yang berusia 8 tahun, memiliki kulit yang putih dan senyum yang tidak pernah hilang dari wajahnya. Dia adalah sosok yang periang dan pandai dalam kelasnya, hingga suatu kejadian yang tidak terduga telah merebut kebahagiaannya dan merubahnya secara drastis.
Nadhira tinggal bersama keluarga yang mampu, papanya bekerja disebuah perusahaan sedangkan mamanya hanya ibu rumah tangga. Awalnya mamanya adalah wanita karir tetapi setelah ia menikah, ia meninggalkan karirnya atas kemauan dari suaminya.
Keluarga mereka bisa dibilang keluarga yang harmonis, bahkan banyak yang iri dengan kebahagiaan keluarga mereka.
Lia adalah nama dari mama Nadhira, dan istri dari Rendi wijaya. Nama aslinya adalah Aulia Saraswati dan sering dipanggil dengan nama Lia agar mudah diingat.
Awalnya keluarganya sangat bahagia,hingga suatu ketika papanya ya berubah seratus delapan puluh derajad.
Hampir setiap hari ia selalu mendengarkan pertengkaran antara ibu dan ayahnya, seakan akan tiada habisnya. Pertengkaran itu semakin lama semakin besar, entah apa penyebabnya,nadhira hanya bisa masuk kedalam kamar dan mengunci pintu dari dalam.
Nadhira berbaring di tempat tidurnya dan menutup tubuh mungilnya menggunakan selimut dan menangis di dalamnya tanpa diketahui oleh siapapun.
*Awal kisah*
Sosok gadis kecil sedang sibuk mengerjakan tugas sekolah disuatu kelas, terlihat keseriusan dalam mengerjakannya.hingga ada sosok yang mengejutkannya.
"Dhira...". Teriak gadis tersebut.
"Aaaa... Susi kenapa kau mengejutkanku". Tanya Nadhira dengan mengelus dadanya.
"Sudahlah Dhira,kan ini waktunya istirahat kenapa masih aja belajar belajar dan belajar ngak bosan apa? apa kamu ngak mau kekantin?". Balasnya sambil memasukkan buku Nadhira keloker mejanya.
"Ehh... Ehh... Tapi kan aq ngak lapar"
"Ayolah, aku lapar nih" rayu gadis tersebut dengan wajah yang dibuat cemberut.
Tanpa menunggu jawaban dari nadhira gadis tersebut langsung menarik tangan nadhira kearah kantin sekolah.gadis itu bernama susi.
Susi adalah sahabat nadhira sejak dia memasukki sekolah playgrub, hingga sekarang. Hanya Susi lah yang mampu mengerti apapun kesukaan Nadhira
Sesampainya dikantin sekolah, mereka bertemu dengan teman temannya yang lain, yang sedang mengobrol. Nadhira adalah anak pringkat satu dikelasnya, sikapnya yang ramah membuat teman temannya sangat menyayanginya.
"Itu dia Dhira, akhirnya dia kesini juga.. hahaha ". Ucap salah satu seorang yang bernama Rifki, sambil menunjuk kearah Nadhira datang.
"Susi, rayuan apa yang kamu pakai untuk dia?" Ucap bayu
"Tau ngak kalian, hampir seluruh tenaga ku gerakkan untuk mengajakknya kemari". Ucap Susi sambil bergaya ala jagoan terhebat yang pernah ada.
Plok plok plok
"Wihhh.. hebat sekali kau si". Puji mereka sambil bertepuk tangan
"Eh.. emang ada apa?". Nadhira menatap mereka dengan tatapan polosnya
"Sudah sudah,, buruan kalian beli makanan keburu jamnya habis lo". ucap Rifki sambil melihat jam ditangannya.
Mereka akhirnya makan bersama berbagi cerita, bercanda bersama dan tertawa bersama. Sampai akhirnya jam istirahat pun habis, mereka bergegas menuju kekelasnya.
"Dhir, besok kan hari minggu, gimana kalo kita pergi berenang, udah lama aku ngak berang, terakhir kali waktu kita pergi tour di playgrub". Ajak susi
"Emm .. boleh sih, tapi nanti aku tanya dulu ya ke Mama, diizini atau ngaknya". Jawab Nadhira.
"Hih... Kalian mau pergi berenang ngak ajak ajak kami?". Tanya Bayu yang mendengar pembicaraan mereka berdua.
"Hehehe... Aku ngajak Nadhira bukan kamu", jawab Susi sambil mengalihkan pandangan.
"Awas ya kalian". Ucap Bayu sambil memasang ekspresi mengancam.
"Eh apa an ini, APA!! Berenang, wah kayaknya seru tuh". Rifki yang tadinya serius dengan tugasnya mulai terganggu karena mereka bertiga.
"Halah percuma Rif, kita berdua kan ngak diajak kok". Balas Bayu dengan malas.
"Pffff..hahaha,aku suka ekspresi itu,haduh perut ku sakit lihat kalian berdua"
Ctak
Sebuah jitakan mendarat dengan mulus dikepala Susi, dan pelakunya tidak lain dan tidak bukan adalah Bayu.
"Auhh... Sakit tau Bay, emang ini apaan, seenaknya aja lu jitak jitak". Keluh Susi sambil mengusap kepalanya yang sakit dan hampir saja benjol.
"Eh itu kepala? Ku kira tadi semangka, hahaha,, habisnya mirip, kan kayak di youtube youtube gitu lo Si, sekali jitakan langsung terbelah jadi dua". Jawab Bayu dengan tertawa keras tanpa rasa bersalah.
"Enak aja lu bilang, dipasar kagak ada lagi tau,kalo ini terbelah mah ngak ada gantinya". Sewot Susi karena ucapan Bayu
"Kali aja, pake kepala ayam kan banyak". Kini giliran Nadhira yang menyahuti
"Hahahaha". Ketawa mereka bertiga, yang berhasil mengukir wajah cemberut diwajah Susi dan seketika membuat wajahnya memerah bagaikan tomat. Raut wajah Susi seakan akan tidak bersahabat.
Cttarr
Sebuah penggaris panjang, sepanjang 1 meter memukul meja mereka, dan membuat mereka menoleh kearah penggaris itu dan menemukan sosok pria berbadan besar dan kumis melengkung, membuat sosok itu menyeramkan
Deg.. deg.. deg..
Jantung mereka terasa hampir copot ketika melihat sosok yang ada didepan mereka yang sedang memasang wajah menahan marah.
"Matilah kita", guman Rifki
Sosok tersebut adalah salah satu guru yang paling ditakuti disekolah mereka, Pak Agus. Dan membuat mereka berhenti tertawa seketika.
Sepulang sekolah seperti biasa Nadhira selalu membersihkan diri dan membantu Mamanya. Tapi kali ini mamanya akan masak makanan yang banyak, katanya akan ada tamu kerumah , Nadhira pun menghampirinya.
"Siapa yang datang Ma?kok banyak banget masaknya?". Tanya Nadhira
"Oh ini,temannya papamu mau berkunjung nanti malam kesini" jawab Mamanya tanpa mengalihkan perhatian dari memotong sayuran
"Boleh Dhira bantu?"
"Boleh, ambilkan bahan bahan lainnya dikulkas"
"Baik Ma". Nadhira segera bergegas untuk melakukan apa yang diperintahkan oleh Mamanya. "Ini Ma, mau ditaruh dimana?" Ucap Nadhira sambil memberikan sayur sayuran kepada Mamanya.
"Taruh atas meja situ aja Dhir, sambil kamu potong kecil kecil"
"Beres Mama bos,, eh iya Ma, besok teman teman mau ngajak berenang, boleh ngak Ma?"
"Berenang dimana? Ngak usah Dhir, nanti ngak ada yang ngawasi"
"Tapi Ma.."
"Lain kali aja sama Papa, ajak teman temanmu juga"
Mereka belum mengambil pembantu rumah tangga, jadi Lia sendiri lah yang melakukan pekerjaan rumah setiap hari, ketika Lia meminta pasti suaminya hanya menjawab "Sudahlah Dek, jangan aneh aneh, mending uangnya ditabung". Begitulah jawabnya
Mereka pun mulai memasak dan sesekali berbincang bincang sambil bercanda, tak lama kemudian satu makanan telah selesai dan mereka melanjutkan memasak yang lainnya.
Setelah mereka berdua selesai memasak, ternyata waktunya sudah sore, Nadhira bergegas menuju kamarnya dan hendak mandi untuk membersihkan diri dari keringat yang membasahi tubuhnya karena habis memasak.
Malam pun akhirnya tiba, suasana dirumah sangat rapi, dilangit bintang bintang tak terlihat karena tertutup oleh awan, hanya cahaya redup sang rembulan yang menyinari malam itu.
Nadhira sedang bersiap siap memakai gaun berwarna pink kesukaannya,dan dikuncir dua dikiri dan kanan, ia di dandani sangat imut oleh Mamanya. Kebahagiaan terpancar dari senyumannya yang tak pernah pudar.
Tak lama kemudian sosok yang ditunggu tunggu akhirnya datang jua, sepasang suami istri datang tanpa membawa anak mereka, mereka turun dari mobil yang terparkir rapi disebelah mobil Papa Nadhira.
Dari penampilannya ia sangat anggun dan baik hati, memakai baju feminim berwarna silver sangat cocok dikulitnya. Dapat dilihat sesekali ia melirik kearah Papanya dengan tatapan yang aneh fikirnya.
Wanita itu adalah pegawai baru yang ada di perusahaan yang ditempati oleh Papa Nadhira, wajahnya yang cantik membuat siapa saja yang menatapnya mampu terpikat olehnya.
Yang satunya adalah seorang pria yang penampilannya sederhana, agak gemuk dan sedikit berotot.
"Wah... cantik sekali, siapa namanya?". Ucap perempuan itu, ketika melihat kearah Nadhira
"Nadhira tante". Jawab Nadhira
"Ayo Nak, salim dulu sama Tante dan Om". Ucap Lia,yang tak lain adalah Mama dari Nadhira
"Baik Ma". Langsung bergegas kearah mereka berdua dan salim.
"Kelas berapa Nadhira sekarang?". Tanya lelaki yang ada disamping wanita tersebut.
"Kelas 3 Sd Om". Jawabnya sambil tersenyum tipis kearah lelaki tersebut.
"Ayo masuk, kita bicara didalam saja, istri saya sudah masak banyak banget untuk kalian berdua". Ajak Rendi kepada mereka
Mereka pun masuk bersama sama, akhirnya berbincang bincang dan sesekali tertawa bersama, terlihat wajah bahagia semua orang yang ada diruangan tersebut,tanpa Nadhira dan mamanya sadari itulah awal kehancuran hidupnya. Kebahagiaan yang ia rasakan selama ini perlahan mulai memudar.
Pagi harinya ayah Nadhira bersiap siap mau pergi kekantor, dengan cara yang berbeda.
"Mas, tumben pake parfum? Biasanya ngak pernah, hari ini kan libur mas, mas mau kemana?". Tanya Lia yang penasaran atas perubahan suaminya.
"Apa sih Dek? Ngak papalah sekali kali pake, biar kelihatan awet muda, oh iya Mas ada urusan sama temen". Ucap suaminya yang menurut Lia sedikit kasar.
"Tumben Mas, Mas ngak ajak aku". Tanya Lia
"Ngak usah, lagian ngak ada yang bawa istrinya".
"Terserah Mas aja lah", pasrah Lia lalu bergegas keluar dari kamar.
Tak lama kemudian Rendi ikut menyusul keluar dari dalam kamar, setelah berpamitan ia bergegas keluar rumar. Hati Lia seakan akan merasa bahwa suaminya bukan lagi seperti dahulu tetapi fikiran itu segera ditepis olehnya.
Perasaannya mengatakan ada yang aneh dari suaminya, sehingga ia memutuskan untuk tidak berdebat dengannya. Agar masalah mereka tidak membesar.
Sementara pagi itu Nadhira sedang ada ditaman samping rumahnya yang sedang menyiram bunga yang ia tanam dengan mamanya beberapa hari yang lalu. Wajahnya seakan akan bercahaya melihat keindahan bunga tersebut.
Tak lama kemudian ia melihat papanya keluar dari dalam rumah hendak keluar dari rumah, ia bergegas menuju ke arah papanya dan salim pada papanya.
"Papa mau kemana? Hari ini kan hari minggu". Tanya Nadhira yang bingung dengan papanya
"Ini, Papa ada urusan dengan temen kerja". Jawabnya sambil melihat jam tangan yang menunjukkan pukul delapan.
"Ohh.. hati hati di jalan Pa". Jawabnya sambil mengangguk-angguk kepalanya.
Melihat mobil papanya yang melaju keluar gerbang, ia melambaikan tangan padanya dengan wajah berseri. Setelahnya ia pergi mencuci kaki dan langsung masuk kedalam
Ketika hendak masuk kedalam, sosok gadis kecil berambut pendek dengan tahilalat dipipi menghentikan langkahnya, dan mengajaknya duduk ditaman samping rumah Nadhira. Gadis itu adalah Susi
"Gimana Dhira? Nanti jadi kan?". Tanya Susi setelah mereka sampai dan duduk disalah satu bangku taman.
"Maaf ya Si, mama ku ngak ngizinin, kalo aku memaksa nanti Mama marah kayak waktu dulu". Jawab Nadhira dengan wajah yang sedih.
"Yah.. ngak jadi deh, yaudahlah aku mau pulang dulu, sekalian memberi tahu teman teman yang lainnya", Balas Susi yang hendak berdiri dari tempat duduknya.
"Eh.. tunggu dulu, ngak mau main dulu disini?"
"Lain kali aja ya Dhir, nanti aku ajak teman teman yang lainnya juga"
"Yaudah deh terserah mu saja"
*****
Setelah mobil Rendi melaju keluar gerbang, beberapa meter kemudian mobilnya berbelok kearah yang berbeda dari arah kantor seperti biasanya.
Tak lama kemudian berhenti tepat didepan sebuah rumah yang sederhana, sosok wanita tinggi langsing, dengan bibir merah merona keluar dari dalam rumah dan menuju ke mobil Rendi.
"Maaf ya sayang, kamu pasti sudah lama menunggu". Sapa Rendi kepada wanita tersebut.
"Emm.. lain kali jangan di ulang i lagi, bosen tau nunggu lama". Jawab wanita tersebut dengan cemberut.
"Iya iya, lain kali aku akan tepat waktu"
Mereka pun memasuki mobil tersebut dan bergegas melajukan mobilnya. sejak wanita itu masuk ke perusahaan, ia berhasil mengambil dua puluh persen perasaan Rendi dari istrinya.
Bukan hanya penghasilan Rendi yang jauh lebih banyak darinya, tetapi juga sosok Rendi yang menawan dan tampan membuatnya tergila gila kepada Rendi.
Sedangkan suaminya sendiri tidak berpenghasilan, suaminya setiap hari selalu membersihkan rumah, cuci baju, setlika,masak dan lain lain.
*****
Rendi malam ini pulang sangat larut, sehingga Nadhira tertidur sebelum Rendi pulang. Nadhira tidur begitu nyenyak dikamarnya dengan wajah yang begitu tenang dan damai.
"Mas, kenapa kamu baru pulang? Ngak ngehubungin aku lagi? Kamu dari mana?". Tanya Lia secara beruntun ketika melihat suaminya masuk kedalam rumah.
"BERISIK, NGAK TAU APA AKU CAPEK". Bentak Rendi, yang sukses membangunkan Nadhira dari tidurnya.
"Mas, kenapa kamu makin kasar, ada apa dengan mu? ngak biasa kamu begitu". Tanya Lia dengan air mata berlinang karena bentak an suaminya.
"NGAK USAH LEBAY". Emosinya makin memuncak.
Plak..Duak...
Rendi memukul Lia hingga terbentur tembok dan darah mengalir dari plipis Lia, dan membuat Lia terduduk dilantai sambil memegangi plipisnya.
"Akh.. sakit akh Ma akh s". Ucap lemah Lia, yang memegangi plipisnya yang berdarah.
Rendi hanya melihat sekilas tubuh Lia, dan melanjutkan masuk kedalam kamarnya tanpa memperdulikan Lia yang lemas dilantai.
"Mama!!". Teriak Nadhira melihat mamanya dilantai dan plipis mamanya bersarah.
Ia langsung berlari kearah mamanya dan melihat luka diplipis mamanya
"Apa yang terjadi dengan Mama?".
Nadhira bingung harus melakukan apa, dia memutuskan untuk menemui papanya dan meminta tolong papanya karena kepala Mamanya berdarah, tetapi niat itu dihentikan oleh mamanya.
"Mama ngak papa kok Nak, mama bisa sendiri, kamu kembali lah tidur ini udah larut malam, besok kamu bangun kesiangan lo, yaudah Mama masuk dulu". Setelah mengucapkan itu, Lia bergegas masuk kekamarnya dan menuju kamar mandi.
"Apa yang terjadi dengan Mama? kok bisa sampai berdarah seperti itu". Ucap Nadhira yang pandangannya tertuju pada lantai yang terdapat setetes darah.
Suasana rumah itu kembali sunyi seperti sebelumnya, Nadhira hanya memutuskan untuk kembali kekamarnya, meskipun perasaannya masih merasa penasaran tentang apa yang terjadi.
*****
Pagi harinya suasana masih sunyi seperti semalam hanya ada suara dentingan sendok dan piring yang saling bertemu dimeja makan, tanpa ada yang berbicara diantara mereka bertiga.
"Ma? Pa?". Ucap Nadhira dengan pelan
"Hm.." hanya deheman saja
"Ayo berangkat Dhir" ajak papanya
"Baik Pa, Dhira mau ambil tas dulu".
Setelah buru buru mengambil tasnya Nadhira segera bergegas menuju bagasi rumahnya dan menaiki mobil Papanya setelah pamit dengan Mamanya.
Sampainya disekolah Nadhira diturunkan didepan gerbang sekolahnya, tetapi setelah mobil berhenti Nadhira tidak segera turun.
"Ada apa?". Tanya papanya.
"Ngak ada apa apa Pa" Ucap Nadhira
Ia tersadar dalam lamunannya, dan segera bergegas keluar dari mobil. Setelah Nadhira keluar dari mobil ia langsung berlari masuk kedalam sekolah tanpa berpamitan kepada Papanya.
Kejadian semalam masih membekas didalam fikirannya, apalagi tentang teriakan Papanya yang sempat membangunkannya dengan tiba tiba, ia dikejutkan dengan Mamanya yang duduk dilantai dengan memegangi kepalanya.
"Dhira? Kamu ngak papa". Tanya Rifki yang melihat Nadhira termenung, dan menepuk pundak Nadhira.
"Ah... Aku ngak papa kok Rif". Jawab Nadhira sambil mengeleng gelengkan kepalanya.
"Dari tadi dipanggilin ngak merespon, kamu kenapa? Apa ada masalah? Kalau ada masalah cerita kekita dong Dhira, atau apa kamu sakit? Mana yang sakit?". Tanya Susi beruntun sampai membuat Nadhira kebingungan.
Melihat teman temannya kebingungan, Nadhira hanya menyahutinya dengan senyum canggung, dan tanpa bisa berkata kata, tubuhnya memang ada disini tapi jiwanya entah pergi kemana.
Sikap Nadhira perlahan lahan menjadi sedikit pendiam, entah apa yang ia rasakan saat ini, entah apa yang ia fikirkan, ia hanya mampu menanggapinya dengan senyum yang menipu.
Waktu istirahat pun tiba, anak anak saling berebut untuk membeli makanan, bahkan ada yang membawa bekal kesekolah. teman teman Nadhira juga ikut kekantin, sedangkan Nadhira memilih untuk pergi keperpustakaan.
Suasana yang sunyi dalam perpustakaan membawa kenyamanan untuk membaca sebuah buku,dia harus belajar dengan giat karena akan menghadapi ujian kenaikan kelas beberapa minggu lagi.
Tetapi fokusnya untuk belajar teralihkan kepada hal yang terjadi dikeluarganya.
"Dhira!" Panggil seseorang
Nadhira menoleh kearah suara yang baru saja memanggilnya, sosok wanita dewasa dengan jilbab berwarna hitam yang panjang sedang berjalan kearahnya.
"Ada apa Bu?" Tanya Nadhira kepadanya
"Kamu kok melamun sendiri disini sih? Ada masalah apa?". Tanya orang itu
"Apakah setiap suami istri itu saling bertengkar Bu? Kenapa Papa dan Mama tadi malam bertengkar?". Tanya Nadhira dengan polosnya
Mereka berdua diam dan saling berpandangan, wanita itu bingung harus menjelaskan bagaimana kepada Nadhira, sedangkan Nadhira setia menunggu jawaban dari wanita tersebut.
"Apa Nadhira punya adik? Atau adik keponakan?"
"Punya bu"
"Apa Nadhira pernah bertengkar dengan adik Nadhira?"
"Pernah bu,tapi habis bertengkar selalu maaf maafan"
"Nah begitu juga Papa dan Mama Nadhira, pasti cepat atau lambat mereka akan maaf maafan lagi, Nadhira ngak boleh sedih ya, habis ini kan mau naik kelas 4"
Nadhira tersenyum begitu mendengar penjelasan dari wanita tersebut, berarti Papa dan Mamanya nanti akan maaf maafan lagi pikirnya.
*****
Berhati hari kemudian apa yang diucapkan oleh wanita tersebut terjadi, papa dan mama Nadhira kembali saling bermaaf maafan jadi mereka berteman lagi.
Ujian kenaikan kelas pun mampu dilalui oleh Nadhira dengan lancar dan berhasil menduduki pringkat 2, karena kejadian waktu itu membuat sedikit kemunduran dalam prestasi Nadhira.
Sekarang Nadhira telah resmi menduduki bangku kelas 4 Sekolah Dasar dan teman temannya.
Kebahagiaan terpancar dari wajah mereka berempat, mereka adalah sahabat Nadhira sejak kecil. Untuk merayakan keberhasilan mereka, mereka belajar memasak dihalaman rumah Nadhira.
Mama Nadhira juga ikut membantu untuk memasak, dan menjelaskan nama nama bumbu yang akan dipakai sesuai masakan yang akan mereka buat.
Setelah selesai makan mereka saling bercanda, suasana ramai dirumah Nadhira membuat Nadhira sangat bahagia. Bahkan ia ingin terus merasakan momen seperti ini.
Disatu sisi Papa Nadhira yang mendengarkan gelak tawa mereka merasa darahnya naik dan ingin sekali memarahi mereka, namun masih mampu untuk ditahannya.
Setelah acara itu selesai, Nadhira dan mamanya bekerja sama untuk membersihkan bekas acara itu, setelahnya Nadhira bergegas menuju kamarnya. Diperjalanan papa Nadhira menghentikan langkahnya.
"Dhira, papa ngak suka ya kamu bawa bawa temen kamu main kesini". Ucapnya sambil menatap Nadhira dengan tajam.
"Memang ada apa Pa? biasanya juga begitu ketika aku naik kelas". Jawab Nadhira yang kebingungan.
"POKOKNYA PAPA NGAK SUKA YA NGAK SUKA, NGAK USAH BAWA BAWA MEREKA KEMARI". Bentak Papanya.
"Ada apa Mas"
Kebetulan Lia sedang berada tidak jauh dari Nadhira, melihat anaknya dibentak oleh suaminya, ada sedikit rasa sakit hati dihatinya. Nadhira yang melihat Mamanya segera berlari kearahnya dan memeluk Mamanya.
Terdengar isak tangis dari Nadhira ditelinga mamanya, Nadhira sangat ketakutan karena baru pertama kali papanya tega membentaknya hanya karena temannya main kerumahnya.
"Nadhira masih kecil Mas jangan bentak dia seperti itu".
Tanpa memperdulikan perkataan yang dilontarkan oleh Lia, Rendi segera pergi kekamarnya untuk mengistirahatkan tubuhnya.
Matahari mulai menampakkan sinarnya, setetes embun menetes didedaunan yang hijau dan segar, kicauan burung menghiasi indahnya pagi itu. Disebuah halaman terlihat sosok seorang gadis yang sedang menikmati pagi itu.
Dia berjalan diatas rerumputan yang basah karena embun pagi, senyum yang tak pernah luntur dari bibirnya tetapi mampu terlihat butiran kristal keluar dari mata indahnya, seakan akan menanggung luka yang begitu dalamnya.
"Nak,kau masih memikirkan hal itu?". Tanya seorang wanita yang mendekatinya
Sosok wanita yang berusia 30 an berjalan mendekatinya, dia memeluk gadis itu dengan sayang. Air matanya pun ikut meleleh dan keluar tanpa mampu terbendung lagi.
"Ma, apa Papa udah ngak sayang sama kita lagi? Kenapa Papa sangat kasar dengan kita sekarang?". Tanya gadis itu yang tidak lain adalah Nadhira.
"Nak, mungkin Papamu lagi banyak fikiran, dan tugas mendesak dari kantornya, jadi karena itu Papamu marah". Jelas Lia
"Apakah setiap orang yang dewasa selalu seperti itu?".
Lia diam mendengarkan pertanyaan anaknya, belum saatnya Nadhira tau tentang kehidupan orang dewasa, Lia takut nantinya Nadhira akan terjerumus dalam hal yang tak diinginkan.
"Kalau seperti itu, Dhira ngak mau dewasa Ma".
Lia tidak menanggapi ucapan anaknya dan langsung memeluk Nadhira dengan kuat seakan akan ia tidak mau kehilangan sosok Nadhira.
Kejadian malam ini membuat Nadhira tertekan,bukan hanya bentakan dari Papanya, perdebatan itu berakhir dengan Papanya tega menampar Lia yang berusaha membela Nadhira.
Dan semalam mereka berdua tidak bisa tertidur dengan nyaman, Semalam Lia menemani Nadhira dikamar Nadhira, dan semalam itu juga Nadhira tidak bisa tidur hingga pagi menjelang.
Kedua mata Nadhira membengkak karena terlalu banyak menangis dimalam harinya, hari ini dia libur sekolah sehingga ia tidak khawatir akan terlambat sekolah karena tidak tidur semalaman.
"Ngak usah nangis, cengeng banget sih jadi anak". Ucap Papanya dari kejauhan karena melihat anak dan istrinya meneteskan air mata
"Mas, apa yang terjadi denganmu, mengapa kamu berubah seperti ini, apa salah kami berdua". Tanya Lia
"Kalian itu hanya bisa nyusahin aja,habis habisi uang, emang gampang cari uang".
"Tapi kan mas itu sudah kewajiban mas jadi kepala keluarga Mas".
"Kamu sih gampang tinggal ngomong doang, anak bayi juga bisa kali".
Perdebatan kembali dimulai, semakin lama semakin mengeras suara mereka berdua, Nadhira hanya mampu mendengarkan dengan diam melihat hal itu.
"HENTIKAN". Teriak Nadhira sambil menutup kedua telinganya
Tangis Nadhira pecah seketika, dan membuatnya berlari kedalam kamarnya, melihat Nadhira berlari Lia mencoba memanggil Nadhira tapi tak dihiraukan olehnya.
Hati Nadhira seakan akan hancur melihat orang tuanya bertengkar, ia berlari kekamarnya dan menutup pintu rapat rapat dari dalam. Orang tuanya berhenti berdebat, Lia segera berlari menyusul Nadhira kekamarnya.
Tok tok tok
"Dhira!! Nak!! Tolong buka pintunya Nak!!maafin Mama, Mama salah Nak!! Tolong buka pintunya". Ucap Lia dibalik pintu, setelah lama pintu tidak dibuka buka oleh Nadhira, ia terduduk dilantai depan kamar Nadhira.
Suaminya benar benar berubah drastis, kenangan kenangan waktu bersama terlintas dalam fikirannya. Suaminya sangat penyayang, baik, dan lembut terhadapnya.
"Mas aku merindukan mu yang dulu, dimana Rendi yang ku kenal dulu". Gumannya.
Setelah mengucapkan itu, airmata mengalir makin deras dipipinya dan sesekali mencoba membujuk Nadhira agar keluar dari kamarnya. Dia menatap langit langit rumahnya, dan teringat akan sesuatu bersama suaminya, ini adalah rumah yang di bangun setelah mereka menikah.
Satu persatu kenangan bermunculan, ketika itu mereka hidup penuh dengan kekurangan.tidak seperti saat ini, tetapi mereka tidak pernah kekurangan kasih sayang seperti ini.
"Dimana janjimu Mas? Dimana janji yang kau ucapkan dulu, katanya kau akan membahagiakan kami berdua".
Tak lama kemudian pandangan Lia sedikit buram,dan menjadi gelap, Ia terjatuh pingsan dilantai depan pintu kamar Nadhira.
Sedangkan Nadhira duduk dibalik sisi pintu lainnya, Nadhira membenamkan wajahnya pada kedua tangannya, isak tangis dapat terdengar lirih dari arahnya, semakin Mamanya berbicara membuatnya semakin sesak didada.
"Maafin aku Ma, aku ingin sendiri". Ucapnya dengan lirih tentu saja Mamanya tidak bisa mendengarnya.
Tak lama kemudian suara Mamanya tak lagi terdengar dari balik pintu, Nadhira berfikir mungkin Mamanya sudah pergi dari depan pintu kamar Nadhira. Nadhira pun tertidur didepan pintu itu.
Nadhira terbangun ketika waktu menunjukkan sore hari dan berniat membuka pintunya, setelah pintunya dibuka terlihat sosok Lia tidur dilantai. Nadhira mengerutkan keningnya sejak kapan mama tidur dilantai depan pintu kamarnya.
"Ma! Mama kenapa! Auhh... Panas banget badannya Mama". Panggil Nadhira sambil memegang kening mamanya yang ternyata suhunya naik.
Nadhira lalu bergegas keluar mencari keberadaan Papanya, tapi tak kunjung ditemukan. Nadhira berteriak teriak tapi tak ada yang menyahutinya. Akhirnya dia bergegas kerumah tetangganya untuk meminta bantuan.
Tetangganya segera bergegas menuju kerumah Nadhira dan memeriksa suhu badannya, dan ternyata suhunya sangat tinggi. Mereka segera membawanya kerumah sakit terdekat, untuk mendapatkan pertolongan.
*****
Setelah pertengkaran itu mereka berdua diam dan terlihat Lia berlari dalam rumah. Rendi hanya menatapnya sekilas dan mengalihkan pandangan.
Ia lelah berdebat dengan Lia, entah mengapa perasaannya kepada Lia seakan akan telah berubah. Menurutnya Lia tak lagi sama seperti dulu, dulu Lia selalu terlihat cantik dan menarik tetapi sekarang ia terlihat jelek dan membosankan.
Ia pun bergegas menuju rumah wanita itu, baginya hanya rumah wanita itu satu satunya rumah tertenang dalam hidupnya, wanita itu sangat cantik daripada Lia.
Tanpa memeriksa keadaan Lia ia langsung menuju kearah mobilnya dan melajukannya menjauh dari rumahnya. Tak beberapa lama kemudian ia sampai dirumah wanita itu, dan disambut olehnya dengan hangat
"Hay sayang tumben kesini pagi pagi begini, emang istri kamu ngizinin?". Tanya wanita itu
"Aku bosen dirumah sayang, enak an disini bisa berduaan sama kamu". Ucap Rendi dengan manjanya.
"Ceraikan istimu sayang, dan kita resmikan hubungan ini secara status negara".
"Ngak semudah itu juga kali sayang, kalo itu mudah sudah ku lakukan dari dulu"
"Em.. ya udah yuk masuk kerumah, tadi aku udah order makanan untuk kita".ajak wanita itu.
Mereka berdua pun masuk kedalam rumah itu, tanpa mereka sadari ada sosok laki laki yang berdiri tidak jauh dari rumah itu yang sedang memperhatikan apa yang mereka lakukan.
Didalam rumah mereka berdua berencana untuk menyingkirkan Lia dan menikah secara resmi. Lia tidak akan terima jika dia ceraikan begitu saja, sehingga mereka berencana untuk menyingkirkan Lia dengan seolah olah terjadi kecelakaan.
Dengan begitu tidak akan ada yang curiga atas hubungan mereka berdua dan tidak akan ada yang menghalangi akan pernikahan mereka berdua
Tiba tiba hp Rendi bergetar dan berbunyi tanda ada telfon masuk, ia melihat layar hpnya terdapat nomer yang tidak ia kenali. Ia bergegas mengangkatnya
"Halo"
"Iya ada apa ya"
"Kenapa?"
"Oh iya terima kasih, tapi maaf aku masih sibuk untuk saat ini"
Tut tut tut
Rendi langsung mematikan telfonya sepihak dan membuat wanita itu mengerutkan keningnya. Rendi menjelaskan tentang telfon itu, dan wanita itu hanya mengangguk angguk mendengarnya.
"Bagus lah, kita juga tidak perlu repot repot lagi untuk melakukannya"
"Kamu benar sayang"
"Semoga saja"
Terlihat wajah bahagia dari kedua orang itu, dan bayangan bayangan masa depan mereka sesekali melintas difikiran keduanya. Mereka berbincang bincang cukup lama dan sesekali tertawa bersama.
*****
Dirumah sakit Lia terbaring lemas dengan selang infus dan oksigen terpasang pada tubuhnya. Nadhira yang melihat itu dari cendela kaca hanya bisa menangis dan menatapnya.dari kejauhan
"Pak, Mama kenapa?". Tanya Nadhira kepada seseorang yang ada disebelahnya.
"Mama kamu hanya kecapek an saja Dhir, jangan nangis ya"
"Hiks.. tapi.. hiks.. menga hiks pa hiks.. Mama..hiks.. ngak ... Bangu hiks n.. bangun"
"Sebentar lagi pasti bangun kok, sebentar ya, bapak mau telfon papa Nadhira dulu"
Lelaki itu segera bergegas menjauh dari Nadhira dan memencet nomer telfon Rendi dan segera menelfonnya
"Halo pak, ini saya Arman"
"Istri bapak masuk kerumah sakit, darma medika"
"Tadi anak anda meminta bantuan kekami, karena istri anda sudah tidak sadarkan diri dilantai"
Tut tut tut
"Kok malah dimati in sih, udah tau istrinya masuk UGD, bukannya mentingin istrinya malah ngurusin pekerjaan mulu, apa menurutnya pekerjaan lebih penting daripada istinya" gerutu Arman karena telfonnya dimatiin sepihak
"Ada apa Pak?". Tanya Nadhira yang sudah mulai sedikit tenang.
"Ngak apa apa, kata Papanya Nadhira nanti setelah kerja akan kesini" . bohong Arman.
Mereka berdua menunggu diluar UGD sampai perawat memindahkan mereka kekamar rawat. Setelahnya Arman segera pamit kepada Nadhira, untuk menjemput kakak dari Nadhira yaitu Nandhita
Nandhita yang mendapatkan kabar kalau Mamanya masuk kerumah sakit segera bergegas menuju kota yang Mamanya tempati, tapi kebetulan dijalan sangat macet kalau menggunakan bus, akhirnya ia meminta Arman untuk menjemputnya diterminal terdekat dari rumah sakit itu.
Nandhita adalah anak pertama dari orang tua Nadhira, ia tidak pernah pulang kerumah karena menemani Nenek dan Kakeknya yang tinggal di Ibukota. Ia masih duduk dikelas 2 SMA dan melanjutkan sekolah disana sekalian menjaga nenek dan kakeknya.
Ia sudah tinggal bersama nenek dan kakeknya sejak usia 4 tahun dan memasuki sekolah TK. kini usianya 17 tahun, selama 13 tahun ia tinggal disana dan hanya pulang kerumah setahun sekali.
Beberapa jam kemudian Arman dan Nandhita sampai dirumah sakit dan langsung menuju keruangan dimana Lia dirawat. Sesampainya disana ia bertemu dengan sosok anak kecil yang berusia sekitar 9 tahunan duduk termenung ditepi tempat tidur.
"Apakah mungkin itu Nadhira?ternyata sudah besar adiknya kakak". batin Nandhita ketika melihat sosok anak kecil itu.
"Dek?". Panggil Nandhita.
Nadhira menoleh kearah sumber suara dan menemukan sosok gadis
"Ah.. kak Dhita, apa kakak adalah kak Dhita ku?". Tanya Nadhira yang pangling akan kedatangan kakaknya
Tanpa menjawab pertanyaan Nadhira, Nandhita segera mendekat dan memeluk adiknya dengan sayang. Berulang ulang kali ia mencium kening Nadhira, perasaan rindu menyelimuti hatinya kepada adik kecilnya.
"Ma! Dhira sudah besar ya, ngak terasa ia akan sebesar ini, apa yang terjadi dengan Mama? Nandhita datang untuk menjenguk Mama, kenapa Mama tidur terus". Ucap Nandhita kepada Mamanya yang terbaring lemas, tanpa sadar ia meneteskan air matanya.
Malam pun tiba, Rendi tak kunjung datang juga. Entah apa yang membuatnya sibuk sampai sampai tidak memikirkan istri dan anaknya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!