Terletak di sebuah perkampungan kecil yang akses transportasinya belum memadai, terdapat sekolah unggulan yang berjaya pada masanya. Saat itu kejayaan sekolah tidak terlepas dari jerih payah dan perjuangan beberapa guru serta murid-murid yang memiliki semangat tinggi.
Di siang hari yang cerah, tepatnya di dalam sebuah aula sekolah terpilihlah seorang ketua OSIS yang baru, Angela namanya. Sesuai dengan namanya, dia begitu manis dengan tahi lalat yang ada di dekat mata kirinya membuat setiap senyum yang melengkungkan kedua matanya itu terasa sangat indah dipandang oleh semua mata yang tertuju padanya.
"Terima kasih atas kepercayaan teman-teman sekalian, semoga saya dapat menjaga dan menjalankan amanah ini dengan sebaik-baiknya" tutur Angela saat di atas mimbar seraya menutup forum pemilihan ketua OSIS di siang itu.
"prok prookk proookkk..." gemuruh suara tepuk tangan yang sangat meriah dari seluruh penjuru aula sekolah itu.
Angela memang sangat cantik, namun kecantikannya itu, tentu saja bukan suatu hal yang perlu diperhitungkan dalam kepengurusan OSIS tersebut. Kualitas dalam keterampilan berbicara, manajemen waktu, skill kepemimpinan dan keprofesionalan dalam bertugaslah yang menjadi point utama dalam kepengurusan OSIS.
Dan tentu saja dalam setiap kepengurusan OSIS akan selalu didampingi oleh penasehat dari guru yang diamanahkan menjadi pembina untuk dapat mengarahkan OSIS supaya lebih terarah.
Kala itu, Angela yang berperawakan cukup centil, ceria tetapi tetap care sama semua teman-temannya selalu mendapat sorotan dari banyak guru di sekolah. Tidak terkecuali pak Toni yang sedari tadi menyorot gelagat Angela yang sekarang sedang tertawa ria bersama dengan teman-temannya seraya merayakan kemenangan pemilihan ketua OSIS tadi.
Pak Toni merupakan guru matematika yang sangat dibenci pelajarannya oleh Angela, dan tanpa Angela sadari bahwa saat ini dia akan berhadapan terus dengan guru matematikanya yang saat itu juga diamanahkan untuk menjadi pembina OSIS di sekolah tersebut.
"Ahggrr, kenapa musti pak guru itu sih yang jadi pembinaku? gak ada yang lain apa?" gerutunya sambil memasukan sebutir cilok ke dalam mulutnya. "Mampus gak lu, haha..." canda Dewi yang merupakan teman geng dari Angela.
"Bukannya pak Toni itu guru matematika yang super galak itu yah, astaga Enjel kamu lagi dalam bahaya dong!" ujar salah satu komplotan Angela yang bernama Yanti.
"Aduh, apaan sih kalian! udah ya, cukup! ntar lihat aja apa yang akan ku lakukan untuk hadapin guru resek itu, hemmm" jawab ketus Angela sambil menyilangkan tangannya.
Sontak saja, sejak saat itu Angela pun merasa selalu dalam arena pertempuran yang sengit jika sudah memasuki jam sekolah.
Hal ini sebenarnya sudah menjadi bumerang dalam hati Angela semenjak melihat semua orang tersenyum dan memberikan tepuk tangan saat pemilihan ketua OSIS tetapi hanya pak Toni lah yang menatapnya dengan tajam di ujung aula sekolah.
Tak pernah luput dari sorotan Pak Toni yang tidak lain adalah guru matematika yang sekaligus pembina OSIS, Angela pun selalu merasa diserang secara mendadak dari musuh dimanapun dia berada.
Yah, siapa lagi kalau bukan pak guru matematikanya yang senangnya berceloteh mengenai rumus matematika yang sangat membosankan dan mematikan itu.
"Sebel banget deh, kenapa musti dia yang jadi guru matematika di kelas ini. Kenapa enggak bu Hani aja yang super lembut ngajarinnya. Gak kayak dia, cisss..." gerutunya sambil mencorat coret bukunya yang berada di atas meja.
"Yap, kamu!" seru pak Toni yang sedari tadi melihat si Angela sedang mencorat coret bukunya. Dengan jari telunjuk pak Toni yang sedang mengarah ke Angela, semua murid pun langsung berpaling muka ke Angela.
Apalagi yang musti dilakukan oleh Angela selain menjawab "saya, pak?" sambil menunjuk dirinya sendiri. "iya kamu, yang kemarin baru saja terpilih jadi ketua OSIS. Sebentar jam istirahat saya tunggu kamu di ruangan saya, paham!" ujar pak Toni yang saat itu sedang mengemasi buku-bukunya sambil berjalan keluar dari kelas.
"Hayooo, matilah kau Enjel..." kata Yanti sambil menepuk punggung Angela. "kalian semua disini pikir saya takut apa sama pak guru itu? hah, itu kecil saja bagiku" sambil menyentilkan kuku ibu jarinya di kuku kelingkinya, Angela langsung membereskan bukunya.
"Teng, teeng, teeeng..." suara lonceng sekolah berbunyi, pertanda jam istirahat.
Angela yang berjalan santai di tengah kedua temannya yakni si Dewi dan Yanti hendak memasuki ruangan kantor pak Toni dikejutkan dengan sedikit suara dari dalam ruangan.
"Cukup Enjel saja yang masuk, yang lain di luar!" tegur pak Toni yang sudah duduk di dalam ruangan itu. "njel, kamu gak papa kan kalau kita tinggalin?" tanya Dewi sembari meremas tangan Angela.
"yah elah, gak papa kali. Udah sana gih, tunggu aja di bangku itu" sambil memanyunkan bibir yang mengarahkan ke bangku di samping pintu kantor sekolah.
"Sudah tau kan kalau saya pembina mu? artinya kamu akan selalu saya awasi!" ujar pak Toni sambil menunjuk ke arah Angela.
Dengan wajah yang datar Angela pun menghela nafas sambil berkata "semua orang juga tau kok pak" ketusnya sambil melirik ke segala arah.
Ruangan itu seketika hening sejenak, lalu pak Toni memulai pembicaraan lagi. "Saya guru lho disini, kamu gak hargain saya ya?" tanya pak Toni sambil menyandarkan badannya ke kursi.
"Saya hormat kok pak, hormat banget malahan" jawab Angela yang sedari tadi melipat tangannya ke belakang pinggang.
Aneh yaa, masa seorang guru tidak dihormatin sama muridnya sih? Ada apa sebenarnya, apa karena pelajarannya yang tidak pernah nyantol di kepala si Angel? atau kah ada hal lain yang membuat Angela merasa cuek sama pak guru tersebut?
"Saya mau kamu dapat memberikan contoh dan teladan yang baik untuk teman-temanmu, bisa Angela Aprilia?" tanya pak Toni dengan suara yang agak keras dan ditekan.
"iya pak, saya tau dan saya akan memberikan yang terbaik untuk sekolah kita" jawab sigap dari Angela yang langsung menegapkan badan dan menurunkan lipatan tangannya di belakang.
"Bagus kalau begitu, karena ini baru pertama kali saya menjadi pembina OSIS jadi saya harap kamu bisa bekerjasama yang baik dengan saya selaku pembinamu disini" ujar pak guru itu sambil menyatukan kedua jemarinya di atas meja kerjanya.
"iya, okey pak. gampang itu hehe..." ucap si Angela sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu.
"Baiklah, silahkan kembali ke teman-temanmu. Dan ingat, jangan lagi tertawa terbahak-bahak di sekitaran sekolah! Tidak sopan, paham njel?" tegur pak Toni. "ii-iyaaa pak, tidak lagi" ucap Angel sambil memundurkan kakinya melangkah keluar kantor itu.
"Astagaaa, dia sampai menegur saya hanya dalam hal yang sesepele itu? Astaga, sejak kapan ada aturan tidak boleh tertawa terbahak-bahak di sekolah" gumam Angela sambil mengarah ke teman-temannya yang sedari tadi duduk menunggunya.
"Eh, kamu dimarahin yaa sama pak guru" tanya Yanti sambil melilitkan tangannya ke lengan si Angela. "ih, jangan diam saja dong! ayoo cerita, njel" sahut Dewi yang tidak mau kalah.
"Apaan sih, enggak. Tadi tuh bapak cuma kasih tau kalau dia itu pembina OSIS ku. Udah ah, laper tau gak sih? Bude, saya cilok 5.000 yaa" ujar Angela sambil meraba uang di saku kemejanya.
"Kirain kamu dimarahin, habis mukamu kayak anak kucing kesiram air sih. Hahaha..." tawa si Yanti lepas saat mereka mulai duduk dan memakan cilok yang telah dipesan sebelumnya.
Bertubuh tinggi, berkulit agak gelap dan sedikit bebulu lebat di bagian dagu serta kaki tangan pak Toni membuat Angela semakin geli dan illfeel.
Apalagi ditambah dengan setelan kemeja yang setiap harinya tidak lain berwarna putih dan hitam, menambah kemuakkan dalam batin Angela yang sedari tadi hanya mendengarkan celotehan rumus matematika yang dipaparkan dalam kelas oleh pak Toni.
Jelas berbeda jauh dengan si Angela yang memiliki kulit putih bersih, badan yang sedikit berisi dan selalu mengikat tinggi rambutnya dengan sanggul andalannya itu setiap ke sekolah yang mana kala selalu membuat orang akan terpanah dan melirik ke aranya terus.
Saat di dalam kelas, dengan posisi duduk dan tangan yang menyangga dagu serta sedikit memberikan lirikan sinis, Pak Toni merasa diremehkan dan ditantang oleh murid yang sekarang menjadi binaannya dalam kepengurusan OSIS itu.
"Enjel" yah begitulah teguran temannya Yanti yang menegur Angela sambil menyenggol sedikit lengannya karena melihat Pak Toni mulai menajamkan pandangannya ke Angela.
Sambil melihat ke arah Yanti yang memberi tanda dengan lirikan matanya bahwa Pak Toni sedang memperhatikannya sedari tadi, Angela langsung merapikan posisi duduknya.
"Apa kamu mengerti apa yang saya jelaskan barusan, Enjel?" tanya pak guru itu sambil membuka absennya yang berada di samping lengan tangannya.
"Oh yaa jelas mengertilah pak, kan saya mendengarkan penjelasan pak guru dari tadi" ketus si Angela sambil memainkan bolpennya di tangannya.
Dengan senyum sumringah, guru itu menjawab "Oke bagus kalau begitu, sekarang jelaskan rumus dari fungsi kuadrat yang sudah saya jelaskan tadi!" tantangnya sambil memberikan spidol ke Angela yang masih berada di tempat duduknya.
"Haduh mati saya, tadi apa yaa penjelasannya? Mana rumus di depan tadi sudah dihapus dan tidak ku catat lagi. Cih.." gumamnya.
Angela maju dengan langkah kaki yang terbata-bata dan dengan penuh rasa kesalnya dia menuliskan rumus fungsi kuadrat dengan kurang tepat.
"Y\=A+B+C, nanti tinggal kita cari nilai ABC nya saja" dengan nada lirih Angela pun menunduk seketika.
"Huaahahahahahaaaaa.... huuu.. huuu..huuu.." pecah ketawa dalam kelas membuat guru itu beranjak dari tempat duduknya dan memberi kode tangan menyalib ke atas yang menandakan siswa diharapkan tenang.
"Astaga, memangnya kamu tidak menulis rumus yang sudah saya berikan tadi ya? Begitu lagaknya kok kayak udah paling tau saja, hemmm dasar bocah!" ucap pak guru itu sambil mengambil spidol di tangan Angela.
"Duduk sana, dan perhatikan apa yang saya jelaskan. Sana!" lanjut pak guru matematika itu yang membuat Angela semakin malu dan kesal atas apa yang terjadi barusan.
"Hayooo anak-anak, siapa yang bisa menyempurnakan rumus yang masih salah ini?" seru pak guru sambil mengacungkan spidol ke atas kepalanya.
"Saya bisa pak" jawab Dimas sambil berjalan ke arah papan tulis dan mengambil spidol itu dari tangan pak Toni.
"Jadi rumus fungsi kuadrat yang benar adalah Y\=AX^2+BX+C yang masing-masing nilainya adalah A dan B sebagai koefisien, X sebagai variabel dan C sebagai konstantanya" ujar Dimas yang memang paling jago matematika di dalam kelas itu sambil mengembalikan spidol ke pak gurunya.
"Wah, luar biasa... yuk berikan tepuk tangan untuk Dimas! Hebat kamu dek, nanti ajarin teman kamu yang itu yaa biar cepat nular pintarnya seperti kamu, hehe" singung pak Toni sambil memberikan tepuk tangan dan senyum yang mengejek.
Sambil tersenyum, Dimas pun melihat ke arah Angela yang sedari tadi hanya tertunduk diam dan meremas-remas kertas di bawah meja.
"Enjel, tenang aja nanti saya ajarin kamu kok. Okey?" seru semangat dari Dimas tidak mampu memalingkan wajah Angela yang saat itu semakin kesal dengan gurunya itu.
"Teng...teeng...teeeng..." jam istirahatpun tiba.
"Memalukan! ih, sebel..." celoteh Angela saat teman-temanya mulai keluar kelas untuk beristirahat.
Yanti dan Dewi yang ada di sampingnya pun mencoba menghibur Angela dengan lembut.
"Ayolah Enjel, kamu pasti bisa kok belajar rumus itu. Yang penting kamu fokus aja, udah cukup" kata Yanti sambil mengelus punggungnya.
"Iya, njel. Lagian pak guru tadi cuma kasih teguran aja sih kayaknya biar kamu lebih fokus lagi kalau belajar matematika" tambah Dewi yang berjongkok sambil memegang lutut si Angela.
"Apaan sih, bikin malu tau gak! Tidak gurunya, tidak pelajaranya sama saja. MEMUAKKAN!" ketus Angela tanpa memperdulikan ada siapa aja yang di dalam kelas mendengarkannya.
Dimas yang masih merapikan buku-bukunya langsung beranjak dan menghampiri Angela. "Kalau begini terus kamu bisa-bisa jatuh lho nilainya nanti, ayok aku ajarin nanti sepulang sekolah" ucap Dimas yang berada di samping meja Angela.
Memang Dimas ini perawakannya kalem, pintar dan senang berbagi. Tapi Dimas sepertinya memiliki maksud tertentu dengan sengaja mengajak Angela untuk belajar dengannya.
Yah, namanya anak remaja. Ada lah namanya kalau mulai tumbuh benih-benih asmara kepada lawan jenisnya. Normal, bro. Hahaha.
"Tidak, Dim. Makasih banyak ya, saya bisa belajar sendiri di rumah" sahut Angela yang saat itu langsung meninggalkan Dimas di dalam kelas.
Dewi dan Yanti pun hanya bisa menggelengkan kepala dan menaikkan bahunya sambil mengikuti langkah kaki Angela menuju kantin tempat biasanya dia makan.
"Sumpah ya, baru kali ini saya merasa dipermalukan sama guru di depan kelas" kata Angela sambil mengaduk sambal di dalam cilok.
"Kamu pasti benci banget sama pak Toni yah, hemmm saya sih bisa menebak itu" ucap Yanti.
Dewi pun menyahut "Husss, jangan terlalu benci-benci amat lho njel. Ntar sayang lagi, hahaha..."
Sontak saja, Angela menggebrak meja makannya itu sambil berkata "Lihat aja ntar, saya akan lebih hebat dari dia. Emangnya dia tuh siapa, hah. Benci banget saya tuh, muak rasanya!".
"Opo to mbak, kok pada bilang benci-benci segala... Nanti jadinya benar-benar cinta lho, hihihi..." sambung bude penjual cilok yang sedang membawakan air es pesanan Dewi sebelumnya.
"Cuiihhh..." ludahnya Angela sambil menjawab "aduh bude siapa juga yang mau dengan orang kek dia, ihhh..." titahnya Angela sambil mengunyah cilok lebih cepat.
"Saya pernah baca buku peribahasa lho, dibilangnya gini. Buang ludah, jilat kembali_"
Belum selesai si Yanti berbicara tentang bacaan bukunya itu langsung Dewi menyambar "hati-hati lho njel, dengan omonganmu. Takutnya ketelan ludah sendiri nanti".
Angela langsung menepis semua celotehan teman-temannya itu dengan menutup kedua telinganya sambil berteriak "aku benci matematika pokoknya, titik!".
Semakin kesal lah si Angela saat kembali dan mau memulai pelajaran terakhir di kelasnya.
Tak lama kemudian lonceng pulang pun berbunyi. Sesegera mungkin Angela langsung lari dan pergi meninggalkan teman-temannya karena takut dengan kalimat-kalimat yang sedari tadi membuat pikiran dan hati Angela jadi tak karuan rasanya.
Sepulangnya sekolah, Angela masih dalam suasana hati yang bercampur aduk. Sehingga dia memutuskan untuk hanya berdiam diri di kamarnya dan membuka satu per satu lembaran buku matematikanya.
"Catatan matematikaku saja gak lengkap kayak gini, astaga. Pantesan...!" gumam Angela saat duduk di kursi belajarnya.
Dengan setelan kaos oblong dan celana pendek sepaha, Angela mungurai rambutnya sambil memijat-mijat keningnya.
"kreeek..." suara buka pintu kamar Angela yang memecahkan kepenatan Angela saat itu.
"ayah..." ucap si Angela sambil menegapkan posisi duduknya.
"wah, mantap. anakku sekarang sudah kelas IX dan sedikit lagi mau lulus" ujar pak Ridwan yang tak lain adalah ayah si Angela dengan senyum yang sumringah.
"lagi belajar to ndok, belajar opo sih?" lanjut pak Ridwan sambil mendekatkan kepalanya ke buku yang berada di atas meja Angela.
"anu... yah, matematika" jawab Angela yang saat itu juga langsung menggaruk-geruk rambutnya yang tidak gatal itu.
"yang kayak gini nih ayah suka, belajar. Iya, biar kamu jadi anak pintar dan juara di sekolah. Iyo to ndok..?" pinta Ayah sambil mengusap-usap rambut Angela.
"hehehe... iya yah, ini nih saya lagi belajar matematika" sahut Angela.
"Ayah minta, nanti kalau kamu lulus SMP bisa jadi juara 1 ya ndok!" pinta Ayah yang saat itu langsung merangkul pundak anaknya.
"... terus kalau sudah masuk SMA, nanti ambil jurusan IPA ya. Biar cari kerjanya gampang." lanjut pak Ridwan.
Angela hanya dapat menghelakan nafasnya pelas sambil menelan ludahnya "ii-iya yah, tentu saja. Angela pasti bisa jadi kebanggaan ayah dan ibu" jawab Angela.
Betapa ayahnya tidak menaruh harapan besar padanya, sebab dia hanya memiliki dua orang anak. Yang satu merupakan abang dari Angela saat itu sudah menjadi polisi, sehingga tinggal Angela lah harapan terakhir ayahnya supaya menjadi anak yang sukses juga.
Pak Ridwan segera keluar dari kamar Angela sambil memberikan pesan "jangan lupa maem dulu ndok, biar semangat lagi belajarnya!" kata ayah.
Memang begitulah si ayah yang selalu perhatian dan memanjakan anak keduanya itu si Angela.
"iya yah, nanti Enjel makan. Ayah duluan aja" jawab Angela sambil menutup buku matematikanya.
"Astaga, gini amat jadi orang yang gak suka dengan matematika. Apa karena saya gak pernah belajar ya, atau karena memang otakku yang dodol... ihhh" sambil memukuli kepala, Angela pun duduk di meja untuk makan siang.
Angela memang kurang mahir dalam pelajaran matematika sejak kecil, dia lebih senang belajar ekstra kulikuler yang selalu membuat badannya bergerak. Seperti senam, zumba, olah raga, silat, pramuka, dan kegiatan sosial di sekitar sekolah dan rumahnya.
Sekalipun dia suka berbagai kegiatan yang menguras tenaga, Angela juga suka dengan kegiatan masak memasak yang ditiru dari ibunya.
Seperti membuat kue-kue, makanan berat sampai dengan cemilan-cemilan ringan yang sering mereka jajakan di pasar tradisional perkampungan itu.
____________
"Pengumuman, pengumuman! Panggilan kepada seluruh pengurus OSIS agar segera berkumpul di ruangan kepala sekolah sekarang. Terima kasih"
Suara spiker besar yang terpampang di pinggir atap sekolah itu membuat beberapa siswa-siswi mulai berlarian dari segala arah.
Begitu juga dengan komplotan geng si Angela yang tentu saja langsung bergegas meninggalkan kelasnya saat jam pelajaran IPS segera berakhir.
"Selamat siang, bapak ibu..." ucap salam dari semua pengurus OSIS yang sudah berdiri di depan pintu kepala sekolah.
"Siang, ayo silahkan masuk!" jawab kepala sekolah sembari menujuk dengan telapak tangan yang di arahkan ke depan mejanya.
Di dalam ruangan itu, pak Toni pun sudah duduk sambil menyatukan kepalan kedua tangannya di atas paha. Sambil melirik satu demi per satu para pengurus OSIS yang saat itu berjejer di depan meja kepala sekolah.
"Iya, baik. Ada yang ingin ibu sampaikan kepada kalian semua termasuk juga kepada bapak Toni selaku pembina OSIS. Mengingat sekolah kita akan bertambah usia, maka ibu ingin OSIS dapat membuat perlombaan dan acara kecil-kecilan dalam menyambut HUT sekolah kita.." tutur ibu kepala sekolah.
"... namun sebelum itu, ibu harapkan kalian dapat menambah kas keuangan dengan melakukan bazar ataupun penjualan-penjualan kecil yang bisa di kembangkan dalam koperasi sekolah" lanjut ibu kepala sekolah.
"Baik bu, akan saya arahkan anak-anak nanti untuk merencanakan perayaan ulang tahun sekolah kita" sahut pak Toni yang sedari tadi mendengarkan dengan seksama perintah kepala sekolah.
"Saya serahkan tanggung jawab ini kepada bapak, semoga kita bisa sukses memeriahkannya. Kalau begitu nanti akan saya perintahkan bendahara sekolah untuk memberikan dana HUT sekolah melalui bendahara OSIS ya..." kata ibu kepala sekolah itu sambil memanggut-manggutkan kepalanya.
"Baik bu, terima kasih arahannya. Kami boleh permisi bu?" tanya Angela sambil menggenggam pergelangan tangan kirinya.
"Iya, silahkan. Nanti dibicarakan lagi sama pembina OSIS yaa!" pesan kepala sekolah seraya menutup pembahasan di ruangannya itu.
"Mari bapak ibu, selamat siang..." ucap salam dari siswa-siswi yang dilontarkan sebelum keluar dari ruangan kepala sekolah.
Dengan sigap pak Toni pun berdiri dan berkata "langsung ke ruangan saya ya, sekarang!".
Sesampainya di ruangan pak Toni, Angela pun membuka pembicaraan. "Pak, kita mau buat lomba apa nih bagusnya?".
"Ah... lomba menghias kelas, cerdas cermat dan senam pramuka aja..." jawab Widi yang saat itu adalah ketua bidang pengembangan sumber daya manusia.
"Boleh juga tuh, tapi tadi saya sudah bertemu ibu bendahara sekolah. Dan kita dikasih modal untuk hadiah perlombaan hanya lima juta lho. Kita musti kerja rodi nih untuk mengembangkannya!" ujar Ningsih yang merupakan bendahara OSIS.
"... tenang gaes, kita bisa usaha jualan apa kek gitu biar makin nambah kas kita juga hihihi..." ucap Desi selalu ketua bidang kewirausahaan.
"Baik, anak-anakku sekalian para pengurus OSIS yang saya banggakan. Dalam momentum seperti ini kita musti kompak dan tetap semangat, jadi bapak harapkan kita bisa memeriahkan HUT sekolah yang sedikit lagi terhitung tiga minggu dari sekarang" ujar pak Toni sambil menyandarkan badannya ke meja kerjanya.
"Gimana kalau besok kita mulai bazar, nanti kumpulnya di rumahku aja. Hem, gimana gaes?" tanya ketua OSIS yang langsung menyahut perkataan pembina OSIS nya itu.
"Memangnya kalian nanti mau ngapain nanti, maaf saya masih baru disini jadi belum terlalu paham dengan kondisi perkampungan ini" celutu pak Toni sambil menyilangkan kedua sikunya.
"Nah, kan Enjel jago masak tuh. Gimana kalau kita bazar makanan dulu terus dijual ke guru-guru dan masyarakat setempat. Gimana?" seru Yanti yang memang mengetahui sifat teman karibnya itu yang pandai membuat berbagai kuliner.
"Dan kita siap pengantarannya kok, iya kan temen-temen...?" semangat Dimas yang tidak lain untuk menyuport ketua OSIS nya itu.
Senyum tipis pun merekah di bibir Angela seketika itu, "okey temen-temen hari sabtu sore kumpul di rumahku yah..." ucap Angela.
"Siap ibu ketua!" jawab lantang dari teman-teman pengurus OSIS itu sebelum meninggalkan pak Toni dan Angela berdua di dalam kantor.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!