NovelToon NovelToon

Wedding Drama 2

Bab 1_Saila

Seorang gadis dengan rambut sebahu tengah melangkah menuruni tangga asrama dengan senyum sumringah. Sejak tiga tahun yang lalu dia memutuskan untuk tinggal di asrama kampus dan menjalani kehidupan jauh dari keluarga. Ada hal yang membuatnya melakukan hal demikian. Dia ingin melupakan dan mengubur masa lalu yang terasa memuakan untuknya.

“Saila,” panggil seorang gadis dengan kemeja kotak-kotak dan rambut dikuncir kuda di belakangnya, membuat Saila mengehentikan langkah.

Daila menatap Sefvirda, sahahabatnya dengan tatapan lembut. Tangannya sudah mendekap buku tebal dengan erat. Ya, dia merupakan Saila Aditama, putri dari pasangan Randy dan juga Rika. Seorang gadis yang terlahir dengan paras ayu dan juga sifat lembut. Kecantikannya membuat semua pria yang ada di kampus bertekuk lutut dengannya. Namun, sangat disayangkan, tidak ada yang mampu meraih hati Saila.

“Aku tadi ke kamarmu, tetapi kamu gak ada di kamar,” ucap Sefvirda dengan napas terengah.

Saila hanya tersenyum kecil melihat sahabatnya. “Kamu gak telfon kalau mau datang, Sef. Jadi, aku berangkat lebih dulu,” jawab Saila dengan pandangan lekat.

Sefvirda mendengus kesal dan mulai melangkah bersama dengan Saila yang sudah lebih dulu. “Kamu mau pulang liburan semester kali ini, Saila?” tanya Sefvirda dengan mata menatap Saila lekat.

Saila menghentikan langkah, mentap ke arah Sefvirda dengan pandangan lembut. Perlahan, dia mulai menggelengkan kepala dan tersenyum ke arah gadis di dekatnya. “Aku rasa aku ingin bekerja sampingan saja, Sef. Lagi pula aku sudah pulang liburan kemarin,” jawab Saila sembari melangkah.

“Kamu mau bekerja? Kerja apa?” tanya Sefvirda dengan pandangan bingung.

“Mungkin aku bisa menjadi pelayan di cafe dekat kampus. Beberapa hari yang lalu aku mendapat tawaran dari kakak tingkat dan aku menjawab akan memikirkannya terlebih dahulu,” ucap Saila sembari membuka loker miliknya.

Sefvirda menatap sahabatnya lekat. “Kamu yakin?” tanyanya dengan tatapan tidak percaya

Saila yang mendengar tersenyum kecil dan kembali menutup loker miliknya. “Apa aku tidak begitu meyakinkan, Sef?” Saila balik bertanya dengan tawa kecil.

“Bukan begitu, Saila. Aku hanya merasa aneh jika kamu yang bekerja. Kita semua tahu, kan, kalau kamu adaah anak dari keluarga Aditama yang cukup terkenal. Mana mungkin kamu sampai kekura....”

“Orang tuaku yang kaya, Sef,” potong Saila membuat Sefvirda diam seketika. “Mereka yang memiliki harta, bukan aku. Jadi, kalau kalian berpatokan dengan orang tuaku, itu salah besar. Aku bahkan tidak memiliki apa pun untuk bisa dibanggakan,” lanjut Saila dengan kedipan mata tipis.

Sefvirda yang mendengar menghela napas perlahan dan menatap ke arah sahabatnya lekat. “Baiklah. Aku mengalah. Berdebat denganmu bukanlah hal yang benar karena bagaimana pun aku akan tetap kalah,” celetuk Sefvirda dengan suara kesal.

Saila yang mendengar hanya tertawa kecil dan mulai menggiring sahabatnya untuk masuk kelas. Mata kuliah akan dimulai tiga puluh menit lagi dan seperti kebiasaanya, dia akan datang lebih awal untuk mempelajari mata kuliah yang akan diajar. Pasalnya, dia tidak bisa belajar ketika berada di asrama.

_____

Saila menghala napas perlahan ketika pelajaran kuliahnya sudah berakhir satu jam yang lalu. Bahkan, dia sudah berada di depan cefe dekat kampus. Matanya menatap ke arah jalanan ramai meski panas terik mulai melanda seisi bumi. Sampai terdengar suara pelan yang mulai duduk di dekatnya.

“Minumlah,” ucap Ronal,d pria dengan hidung bangir dan mata sipit.

Saila yang mendnegar menatap ke asal suara dan tersenyum tipis. Jemarinya meraih segelas es yang sudah diambilkan Ronald dari dalam cafe. “Terima kasih,” ucap Saila yang kembali melanjutkan lamunanya.

Ronald hanya diam dan menyeruput minuman lain yang juga dibawanya. "Kamu yakin akan kerja di cafe ini?”

Saila mengangguk mantap. “Aku serius ingin bekerja di sini, Kak,” jawab Saila tanpa menatap Ronald sama sekali.

“Kanu sudah meminta izin orang tuamu?” tanya Ronald dengan pandangan lekat.

Saila diam sejenak dan mengangguk. “Aku sudah berbicara dan mendapat izin. Kakak tenang saja.”

Ronald menghela napas pelahan dan menatap Saila penuh keyakinan. “Baiklah jika memang kamu sudah mendapat izin. Aku akan mengatakan kepada atasanku dan merekomendasikanmu untuk kerja di cafe ini selama masa liburan. Ada kemungkinan kalau kamu bagus dalam bekerja, kamu akan dipertahakan di sini,” jelas Ronald dengan wajah manis.

Saila yang mendnegar mengangguk dengan semangat. Dia bertekad akan bekerja dengan sangat baik. Sampai pemuda yang sejak tadi menemaninya kembali ke dalam, meninggalkannya seorang diri.

“Akhirnya, aku bisa kerja,” gumam Saila dengan wajah bahagia. Dia tidak mau menyusahkan orang tuanya terus-menerus. Kali ini, dia ingin mencari uang untuk keperluannya sendiri.

Masih hanyut dalam kebahagiaan, Saila dikagetkan dengan suara ponsel yang terdengarbdari dalam tasnya. Dengan cepat dia mulai mengambil ponsel tersebut dan menatap nama yang tertera di layar.

“Mama,” gumam Saila dengan wajah bingung. Pasalnya, mamanya tidak pernah menghubunginya di jam siang seperti saat ini.

Saila mulai menggeser gambar berawarna hijau dan meletakan ponselnya di dekat telinga. “Halo, Ma,” sapa Saila dengan suara lembut.

“Halo, sayang. Apa mama mengganggumu?” tanya Rika dengan penuh perhatian.

“Tidak. Ada apa, Ma?” tanya Saila sembari mengaduk minumannnya.

“Sayang, kamu pulangkan liburan kali ini? Mama merindukanmu, Nak. Lagi pula nanti Mikail juga datang. Dia akan menetap di sini. Apa kamu tidak merindukannya?”

Saila yang mendengar nama Mikail diam seketika. Sangat. Kata-kata itu hanya mampu ditelan tanpa dapat dikatakan.

“Mama harap kamu mau ikut menjemputnya di bandara, sayang,” kata Rika menambahkan.

Saila menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. “Saila tidak janji ya, Ma. Jika nanti Saila tidak banyak tugas, Saila akan pulang.”

“Mama menunggumu, sayang. Sampai ketemu nanti. Bye baby, jaga kesehatan ya.”

Saila hanya bergumam pelan dan menyandarkan tubuhnya di punggung kursi kayu. Matanya menatap lurus ke depan dan tersenyum kecut. “Aku juga ingin menemuinya, Ma. Tetapi, aku merasa lebih baik untuk tidak bertemu dengannya lagi. Saila tidak mau jika nanti hanya akan membuat masalah dengan kak Mikail,” gumam Saila dengan mata menatap nanar.

_____

Bab 2_Mikail Aditama

“Aku senang bisa kembali lagi dan melihatmu. Aku harap kamu akan datang dan ikut menjemputku,” ucap Mikai, pria dengan pahatan bak dewa. Matanya menatap lurus, melihat pemandangan yang tersaji di depannya tanpa ekspresi sama sekali.

Mikail Aditama, putra semata wayang dari pasangan Micahel Aditama dan juga Hervinda Serana Putri. Seorang pria yang jarang sekali mengumbar senyum dan juga ekpresinya. Seorang pewaris seluruh aset yang dimiliki keluarga Michael Aditama. Pria dengan dengan ketegasan di atas rata-rata. Bahkan, dia rela membuang siapa saja yang terasa sudah tidak diperlukan dan seluruh dunia mengetahui sifatnya yang tanpa hati.

Mikail menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Dengan cekatan, dia segera keluar ketika taksi yang dinaikinya sudah terhenti. Dengan segera dia membayar ongkos yang sudah ditentukan.

Mikail kembali melangkah memasuki bandara sembari menarik koper berisi pakaian. Ya, dia memutuskan untuk kembali ke rumah dan membantu Michael mengurus perusahaan, sama seperti apa yang sudah menjadi bidangnya selama ini.

“Sayang.”

Sebuah teriakan membuat Mikail menghentikan langkah dan menatap ke asal suara. Tepat di dapannya, berdiri seorang wanita dengan pakaian super seksi dengan panjang di atas lutut, membuat Mikail berdecak dengan tatapan tidak suka dan kembali melanjutkan langkah.

“Sayang, kamu lama sekali,” keluh gadis yang sudah empat tahu menjadi kekasihnya.

“Apa pakaianmu tidak ada yang lebih tertutup lagi, Mischa?” celetuk Mikai mengabaikan keluhan kekasihnya.

Mischa yang mendengar berdecih kesal. Selain Mikail yang tidak pernah menyukai gaya pakaiannya, ia juga merasa kesal karena sekali pun, Mikail tidak pernah memanggilnya dengan sebutan sayang. Hal yang sangat diimpikannya selama ini.

“Mikail, kenapa kamu....”

Ucapan Mischa terpotong ketika mendengar suara pengumuman yang mengatakan jadwal penerbangan. Dengan menahan kesal, dia akhirnya memilih menelan semua ucapannya dan mengikuti langkah kekasihnya yang lebih dulu, seakan mengabaikannya.

“Dia pikir aku ini apa? Kekasihnya apa bukan, sih?” gumam Mischa dengan penuh kekesalan.

Mikail yang mendengar hanya diam dan menghentikan langkah. Mikail memilih membalik badan dan menatap ke arah Mischa yang masih sibuk mengeluh tentangnya.

“Kamu mau mengeluh terus atau mau pulang? Sebentar lagi jadwal penerbangan kita,” tegur Mikail membuat Mischa mendongak ke arahnya.

Belun sempat Mischa menjawab, Mikail sudah lebih dulu melangkah dan mengabaikan jawaban kekasihnya. Mischa yang melihat menatap Mikail dengan pandangan menahan kesal.

“Kalau saja bukan kekasihku dan aku mencintainya, aku sudah meninggalkannya sejak dulu,” gerutu Mischa sembari mengikuti Mikail yang sudah terlalu jauh. Mengharapkan pria tersebut berbalik dan menggenggam jenarinya adalah hal mustahil.

_____

“Jadi, Saila tetap tidak pulang, Rika?” tanya Vinda dengan tatapan memelas. Dia dan juga Michael sudah ada di bandara, menunggu anak semata wayangnya kembali dari kuliah.

Rika dan Randy yang saat itu datang hanya mengangguk dengan pandangan penuh permohonan maaf. Mereka tahu, setiap kepulangan Mikail, pemuda tersebut selalu saja mencari Saila yang entah mengapa selalu saja mengindari. Membuat tanda tanya di banyak pihak.

“Apa terlalu banyak tugas sampai dia tidak pulang?” tanya Vinda lagi.

“Dia bilang begitu, Vinda. Ada beberapa tugas yang harus segera diselesaikan. Itu sebabnya Saila tidak bisa pulang dan menjemput Mikail di bandara,” jawab Rika dengan suara lembut.

Vinda yang mendengar menatap suaminya yang tengah mendekapnya erat. Memandang dengan tatapan penuh permohonan, membuat Michael yang melihat menghela napas perlahan dan mengelus pelan bagian belakang kepala istrinya.

“Sayang, biarkan dia belajar. Aku yakin kalau sudah selesai, dia akan segera pulang dan menjenguk Mikai. Kamu tahu sendiri bagaimana dekatnya Saila dan Mikail, bukan? Aku yakin, Saila juga akan segera menyelesaikan tugasnya,” ucap Michael dengan penuh kelembutan.

Vinda akhirnya pasrah dan mengangguk mengiyakan. Matanya menatap Mihael yang masih saja menenangkannya. Sampai tatapan matanya menatap ke arah pemuda yang sudah melangkah ke arahnya.

“Mikail,” ucap Vinda dnegan senyum sumrigah.

Perlahan, pelukannya terlepas dan melangkah mendekati Mikail yang sudah semakin dekat.

Mikail yang melihat Vinda mendekat hanya diam dan memeluknya erat, merasakan rindu yang selama ini terpendam. “Mommy baik?” tanya Mikail penuh perhatian.

Vinda melepaskan pelukannya dan menatap anaknya lekat. “Mommy baik, sayang. Bagaimana kondisimu? Ada masalah di sana?”

“No. Semua baik,” jawab Mikail singkat. Matanya menatap semua yang datang menjenput dengan tatapan lekat. Sampai pandangannya jatuh kepada pemuda yang sudah berpakaian rapi yang juga tengah menatapnya.

Mikail melangkah ke arah Gibran, meninggalkan mamanya yang tengah menyambut Mischa dengan penuh keramahan.

“Hallo bapak dokter. Apa kabar?” tanya Mikail dengan wajah datar.

Gibran yang mendengar hanya tertawa kecil dan memberikan sambutan kecil. “Bagaimana kondisimu, Mikail.”

“Seperti yang kamu lihat sekarang, Gibran. I’m fine.”

Gibran hanya mengangguk, menatap ke arah Mikal yang masih menanti seseorang. Dia tahu siapa yang ditunggu saudaranya kali ini. Perlahan, dia menepuk pundak Mikail pelan, membuat pemuda tersebutt menatap ke arahnya

“Saila masih banyak tugas di kampus. Dia tidak bisa pulang dan menjemputmu. Tetapi, dia akan kembali setelah dirasa urusannya selesai,” terang Gibran membuat Mikail hanya diam.

“Apa dia marah denganku?” tanya Milail dengan tatapan lekat. “Suda tiga kali kepulanganku dan aku tidak melihatnya. Apa ada masalah?”

“Aku rasa tidak. Kamu tahu sendiri, kan, dia jauj lebih dekat dneganmu dari pada aku yang jelas-jelas kakaknya,” celetuk Gibran.

Rika yang mendengar juga mulai mengatakan hal yang sama dengan anaknya, berusaha membuat Mikail mengerti dengan ketidahadiran Saila saat ini. Hal yang membuat Mischa mendengus kesal.

“Kenapa selalu Saila,” batin Mischa sembari menyembunyikan rasa bencinya.

_____

Saial menatap layar ponsel dengan foto Mikail dan dirinya yang sudah dijadikan wallpaper. Sesekali, jemarinya mengetuk layar tersebut agar terus menyala dan dia dapat melihat wajah Mikail yang menenangkan.

“Hari ini kamu pulang ya, kak. Maaf karena aku tidak bisa menjemput,” gumam Saila dengan wajah tertunduk.

“Kenapa kamu tidak izin sehari saja dan bekerja lagi besok?” celetuk Ronald yang baru saja datang dari arah belakang.

Saila yang mendengar menatap ke asal suara dan mengulas senyum tipis, mengikuti arah Ronald yang melangkah mendekatinya. Matanya menatap Saila, gadis cantik yang tengah mengenakan pakaian pelayan. Padahal seisi kampus juga mengenalnya. Seorang gadis dari kalangan berada.

“Bukankah dia anak tuan Michael? Pemilik kampus kita?” tanya Ronald ketika melihat gambar wallpaper Saila.

Saila yang mendengar mengangguk dan menatap Ronald dengan lembut. “Dan hari ini dia kembali. Katanya dia akan tinggal di sini lagi.”

“Lalu, kenapa kamu tidak datang menjemputnya? Kali saja dia mencarimu,” ujar Ronald dengan senyum dan menatap Saila lekat.

Saila yang mendengar terdiam, meresapi hal yang tiba-tiba mulai menjalar. Perlahan, dia mulai menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. “Akan jauh lebih baik jika aku tidak menemuinya,” gumam Saila lirih, tetapi masih terdengar oleh Ronald yang duduk di dekatnya.

Setelah itu, Saila menunjukan wajah berbeda di hadapan Ronald, membuat pria tersebut menatap semakin bingung.

“Aku rasa aku harus segera masuk, Kak. Jam istirahatku sudah selesai,” ucap Sila dan langsung bangkit. Dengan cepat dia masuk ke dalam cafe dan mengerjakan tugasnya.

Ronald masih diam dengan mata menatap gadis tersebut lekat. “Aku merasa kamu memiliki banyak rahasia, Saila,” pikir Ronald dan langsung melangkah masuk, mengerjakan tugasnya yang sudah dimulai.

_____

Bab 3_Mengunjungi Saila

“Paman Roy sudah mendapatkan informasinya?” tanya Mikail dengan wajah datar. Sudah sejak pagi dia duduk di bangku kebesarannya dan tidam melakukwb apa pun. Ya, sejak kembali dia memutuskan menyibukan diri dengan berbagai macam pekerjaan yang bisa dilakukannya, termasuk mulai mejalankab perusahaan baru Michael, papanya.

Mikail menatap Roy yang masih berdiri dengan wajah datar di depanya. Matanya menatap lekat pria yang sudah sejak lama menjadi orang kepercayaan keluarganya. Sampai tangan kekar tersebut mulai meraih ponsel dan meletakan di meja kerja Mikail. Dengan sigap, dia segera meriah ponsel tersebut.

“Apa-apaan ini?” desis Mikail dengan rahang mengeras. Matanya menatap foto Saila yang tenga berbalut dengan pakaian pelayan. Hal yang tidak pernah disangka sama sekali.

“Sudah dua minggu nona Saila bekerja di cafe dekat kampusnya, Mikail. Selain sibuk dengan skripsi yang tengah digarap, dia juga menyempatkan waktu untuk bekerja di dua tempat. Satu cafe dan satunya supermarket,” jelas Roy dengan wajah datar.

Jadi ini yang dikatakan banyak pekerjaan dan tidak menjemputku di bandara, batin Mikail penuh dengan kebencian.

Mikail menatap ke arah Roy dengan tatapan tajam. “Bukankah dia kuliah di kampus Aditama, Paman?”

Roy segera mengangguk dan manatap Mikail santai. “Dia merupakan mahasisiwi yang sangat berprestasi di kampus. Otaknya yang cerdas membuatnya meraih banyak sekali penghargaan dan benar-benar membat citra kampus Aditama menjadi melesat jauh.”

Mikail mengeraskan rahang dan menatap Roy lekat. Perlahan, senyum sinisnya muncul, membuat Roy bergidik seketika. Mikail jauh lebih kejam dari Michael. Setidaknya itu yang ada dalam pikrian semua karyawan. Salah melakukan tugasnya, Mikail tidak akan segan mengeluarkannya dari perusahaan. Tanpa memikirkan sebesar apa pegaruhnya untuk lingkungan sekitar.

“Aku akan ke sana, Paman. Aku ingin mengunjungi sepupu kecilku dan memberinya sedikit kejutan,” ucap Mikail dengan tatapan serius.

Roy hanya mengangguk dan menundukan kepala saat Mikail bangkit dan mulai melewatinya. Sampai tubuh tinggi tersebut mulai melangkah menjauh dan keluar dari ruangan, diikuti Roy yang masih setia berada di belakangnya.

Mikail melangkah santai dengan kedua tangan dimasukan ke dalam saku celana. Wajahnya mendongak, mengabaikan beberapa karyawan yang sudah menunduk hormat ketika dia melewatinya. Sampai kakinya mulai menapak di parkiran. Dengan segera, dia masuk ke dalam mobil, diikuti Roy yang sudah siap menjadi pengawalnya.

Aku akan membuat kejutan untukmu, Saila, batin Mikail dengan senyum sinis.

_____

Vinda masih asyik dengan bunga di sekitar taman di rumahnya. Ya, Michael memutuskan untuk membuatkan taman bunga di belakang rumah khusus untuknya, hal yang membuat Vinda merasa begitu tersanjung. Suaminya yang selalu saja memanjakannya, bahkan dari hal terkecil sekali pun.

Vinda masih asyik memotng bagian bunga yang sudah tampak layu. Sampai terdengar seseorang datang dari arah belakang, membuat Vinda menatap ke asal suara dengan pandangan lekat. Perlan senyumnya mulai merekah menyadari gadis cantik yang menjadi kekasih anaknya berdiri di belakangnya.

“Mischa, kamu di sini, Nak,” ucap Vinda sembari meletakan gunting kecil yang sejak tadi dibawa di krusi kecil sebelahnya.

Mischa masih mengumbar senyum dan melangkah mendekati Vinda yang sudah menuju ke arahnya. Perlahan, dia mulai memberikan pelukan hanhat dan kecupan kecil untuk wanita yang sudah melahirkan kekasihnya.

“Tante ngapain di sini sendiri?” tanya Mischa dengan nada lembut.

“Tante hanya merasa bosan. Itu sebabnya tante memilih membersikan kebun bunga,” jelas Vinda dan menuntun Mischa untuk kembali duduk.

Mischa hanya menrut mengikuti apa yang diinginkan wanita di hadapannya. Matanya menatap kumpulan bunga mawar yang di hadapannya dengan senyum sumringah. Rasanya begitu menenangkna ketika melihat sesuatu yang indah ada di depan kita.

“Kamu ke sini nyari Mikail, ya?” tanya Vinda mengerti maksud kedatangan Mischa ke rumahnya.

Mischa menatap Vinda dan mengangguk pelan. “Mikailnya ada, Tante?”

“Dia ada di kantor, sayang. Apa dia tidak mengatakan apa apun denganmu?” jawab Vinda dengan mata menatap lekat.

“Kantor?” ulang Mischa dengan pandangan bingung. “Dia tidak pernah bilang kalau sekarang sudah mulai bekerja, Tante.”

“Mungkin dia lupa,” ucap Vinda santai. “Kamu tahu sendiri, kan, dia seperti apa?"

Mischa yang mendengar hanya mengguk mengiyakan. Pikirannya masih berkutat dengan Mikail yang tetap menyembunyikan banyak hal darinya. Rasanya, saat ini hati kecilnya mulai berontak dengan tingkah Mikail yang tidak terlalu menganggapnya.

Apa yang sebenarnya dipikirkan Mikail? Kenapa dia tidak pernah mengatakan apa pun denganku. Aku merasa ragu denganmu, Mikail, batin Mischa dengan pandangan serius.

_____

Saila masih sibuk dengan tugasnya ketika sebeuah suara memangilnya. Ronald tengah melambaikan tangan ke arahnya. Dengan sigap, Saila segera berlari, melangkah ke arah pemuda yang langsung menyambutnya dengan penuh keramahan.

“Kamu catata ini dulu ya. Aku dipanggil bos,” ucap Ronald dan langsung diangguki oleh Saila.

Saila langsung mencatat pesanan pengunjung yang baru saja datang dan segera mengulanginya. Setelah dirasa sudah pas, Saila segera meletakannya di meja kasir yang nantinya akan dimasukan ke dalam celah kecil dan sampai ke dapur.

Saila kembali sibuk dengan para pengunung lain, sampai kakinya menapak di bangku dengan nomor tujuh. Seorang pengunung dengan wajah tertutup majakah. Perlahan, Saila mengulas senyum tipis ke arah pengunjung yang ada di depannya.

“Permisi, Tuan. Ada yang mau dipesan?” tanya Saila dengan nada lembut.

“Saya ingin memesan anda,” jawab pengunjung misterius dengan suara berat.

Saila mengerutkan kening mendengar ucapannya. Dengan sabar, Saila mencoba mengabikan ucapan pria di depanya dan kembali fokus dengan pekerajan. Dia enggan mendaoat surat pemecatan yang akan membuatnya menjadi susah.

Saila kembali menawarkan semua menu yang ada di cafe tempatnya bekerja. Namun, jawaban yang diberikan masih tetap sama. Saya ingin memesan waktu anda. Hingga akhirnya, Saila menyerah dan berniat pergi. Namun, bar umembalik tubuh, pergelangan tangannya sudah digenggam erat oleh pengunjung yang berada di belakangnya.

“Lepas. Jangan kuranga aj....” Saila menghentikan ucapannya ketika majalah yang sejak tadi menutupi wajah pria tersebut terbuka. Manik mata beningnya sudah membelalak menatap pria yang menatapnya datar.

“Kak Mikail,” cicit Saila dengan detak jantung yang mulai berhenti. Dia tdak pernah menyangka bahwa Mikail akan datang menemuinya.

“Apa kabar, Saila?” sapa Mikail dengan anda tegas, mengabaikan tatapan seisi cafe yang mengarah kepdanya. Sampai sebuha tataan sinis, mulai mengamati seisi cafe, membuat seluruh pengunjung segera mengalihkan fokus dan mengabaikan kehadirannya. Meski sesekali masih ada gadis yang memandangnya dengan penuh rasa kagum.

Saila menutup mulutnya rapat. Tubuhnya merasa kaku melihat Mikail ada di hadapannya.

“Sudah cukup main petak umpetnya. Sekarang kamu ikut denganku,”ujar Mikail dengan nada tegas, tidak mau diganggu gugat.

“Tetapi, Kak. Aku masih bekerja,” cicit Saoia mencoba mencari cara.

“Aku akan meratakannya kalau sampai kamu menolak ikut denganku, Saila,” desis Mikail dengan rahang mengeras.

Saila yang mendengar hanya mampu diam dengan wajah tertunduk. Tidak ada pilihan lain untuknya kali ini. Dengan berat hati, Saila mulai melangkah, mengikuti Mikail yang sudah berada di depannya. Matanya menatap ke arah karyawan yang menatapnya degan penuh rasa simpati. Sampai matanya menatap ke arah Ronald yang masih diam terpaku.

Saila hanta melemparkan sebuah senyum tipis, membuat semua rekan kerjanya mengangguk mengerti. Bagaimana pun Mikail adala kakaknya. Saila yakin, untuk menyakiti saja Mikail tidak akan bisa.

_____

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!