NovelToon NovelToon

My Husband Is Cold

P R O L O G

Pengenalan Karakter.

Adeline Maryvonne Beaufort.

Adeline adalah putri keluarga terpandang.

Ayahnya bernama Albert Alexandre Beaufort, seorang pengusaha sukses, yang memiliki perusahaan cukup besar di kota Paris.

Keluarganya berasal dari Indonesia, akan tetapi mereka menetap di Paris, karena kepentingan bisnis. Selain itu kakek Adeline adalah warga negara Eropa asli, mereka di Indonesia hanya sebentar, setelah itu mereka pindah ke Paris, saat usia Adeline 5 tahun.

Ibunya bernama Aimee Maryvone, meninggal saat melahirkan Adeline. Setelah itu, Adeline hidup di besarkan oleh ayahnya.

Ayahnya sangat menyayangi Adeline, ia tidak ingin Adeline bersedih, karena tidak mendapatkan kasih sayang seorang ibu. Oleh sebab itu, ia selalu berusaha memberikan kasih sayang yang lebih untuk Adeline.

Albert sendiri enggan menikah lagi, ia begitu setia kepada Aimee, ibu Adeline.

Adeline sekarang sudah berusia 21 tahun,

selama ini Adeline menempuh pendidikan dengan sangat baik. Bisa di katakan, Adeline adalah salah satu mahasiswi yang mendapatkan nilai sempurna di universitas.

Saat hari kelulusan Adeline. Tiba - tiba Ayah Adeline yaitu Albert jatuh sakit, dan di rawat di salah satu rumah sakit terbesar di Perancis. Meskipun Ayah Adeline sudah menjalani pengobatan yang terbaik, nyatanya penyakit ayah Adeline belum kunjung sembuh.

Sampai dimana hari itu, Ayah Adeline mengajak Adeline berbicara serius. Ayah Adeline memohon kepada Adeline, agar ia segera menikah. Albert merasa cemas, dengan putrinya itu.

Mengingat dirinya sudah sakit - sakitan, ia tidak ingin Adeline hidup kesepian, saat ia tiada nanti, pikirnya.

Sontak mata Adeline langsung membelalak, karena kaget, dan seperti tidak percaya apa yang ia dengar barusan.

"Menikah? Apa maksud ayah Adeline harus menikah? Tapi Adeline belum mau menikah ayah--" ucap Adeline yang masih terkaget, melihat raut wajah ayahnya yang sangat serius saat itu.

"Adeline, putriku satu-satunya, Ayah hanya ingin melihatmu bahagia, Nak. Ayah sudah tua dan sakit-sakitan. Ayah ingin bisa menyaksikan dirimu bersanding dengan laki-laki yang pantas untukmu, Nak." Mata Albert mulai berkaca-kaca. Ia menatap lekat wajah putrinya. Seraya menggenggam tangan putrinya, dan mengusapnya perlahan.

Terlihat di sudut mata Albert, ada air mata yang jatuh membasahi pipinya hingga menetes ke jari-jemari Adeline.

"Ayah jangan menangis. Adeline sangat menyayangi Ayah, maafkan Adeline karena belum bisa membahagiakan Ayah." Adeline memeluk ayahnya yang terbaring di kamar kelas eksekutif. Di salah satu rumah sakit ternama Perancis.

"Adeline, kamu adalah kebahagiaan Ayah. Dan Ayah hanya ingin ada yang menjagamu, Nak." Albert mengusap air mata putrinya, yang masih menangis sesenggukan.

"Ayah, tapi siapa laki-laki yang ayah inginkan, untuk bisa menjadi suami Adeline yah?" Adeline hanya bisa bertanya pada ayahnya itu, karena ia tidak ingin menyakiti ayahnya. Jika Adeline harus menolak permintaan Albert yang sedang sakit saat itu.

"Ayah sudah memilih lelaki yang tepat untukmu Nak, dia adalah seorang lelaki yang baik, dewasa, bijaksana dan dia juga sangat tampan. Ayah harap kamu akan menyukainya, Nak." Albert memandang wajah Adeline yang hanya diam, menunduk, dan sesekali mengusap air mata, yang terus berjatuhan.

"Apa kau merasa keberatan saat Ayah meminta kau untuk menikah?" Albert melihat Adeline yang masih sedih, dan sebenarnya ia tidak tega, akan tetapi Albert berfikir ini yang terbaik untuk Adeline.

"Tidak apa-apa, Yah. Adeline baik-baik saja. Ayah tidak perlu cemas, Adeline akan melakukan apa yang membuat ayah bahagia, Adeline juga percaya apapun yang ayah pilihkan untuk Adeline, adalah yang terbaik untuk Adeline."

Adeline mencium tangan Albert, dan memeluk ayahnya itu. tidak ada yang bisa ia lakukan selain menerima permintaan ayahnya itu.

"Terimakasih Adeline. Adeline memang putri Ayah, yang paling Ayah sayang." Albert mengusap lembut rambut Adeline, yang berwarna coklat orange itu.

Pengenalan Karakter Pria

Marvin Frederic

Marvin adalah seorang pengusaha muda, yang brilliant.

Saat ini usianya 29 tahun,

Marvin sebelumnya pernah tinggal di indonesia ketika masih kecil, sampai usianya 13 tahun, setelah itu Marvin dan keluarganya pindah ke Paris.

Marvin juga memiliki popularitas di kalangan pebisnis, hal itu di buktikan nya, dengan seratus ribu karyawan lebih yang bekerja di perusahaanya. Selain itu, Marvin memiliki paras yang rupawan, dengan postur tubuh yang atletis, dan tingginya mencapai 186cm. Dengan semua kelebihan yang Marvin miliki, tak ayal membuat banyak wanita menyukainya, dan tergila-gila dengan sosok Marvin.

Beberapa televisi pun seringkali meliput kegiatan Marvin.

ia kerap beberapa kali diundang sebagai narasumber, dalam berbagai macam acara.

**

"Tuan Marvin, hari ini Tuan ada janji dengan pimpinan tertinggi perusahaan Beaufort, yaitu tuan Albert Beaufort. Beliau sudah menunggu Tuan Marvin, untuk menemui beliau di rumah sakit malam ini Tuan," ucap sekertaris pribadi Marvin.

"Baiklah, malam ini tolong kosongkan jadwalku, aku akan menemui paman Albert." Marvin berbicara sembari memandangi secarik kertas yang ada di tangannya, yang berisi biodata pribadi Adeline. Lalu menaruhnya kembali ke atas meja kerjanya. Dengan wajah datar tanpa ekspresi.

"Baik tuan Marvin," jawab sekertaris pribadi Marvin yang cantik itu.

"Haaah.. kalau tidak mengiyakan permintaan pak tua itu, maka bisa-bisa aku akan cepat botak dibuatnya, lebih baik aku turuti saja kemauannya, wanita lagi, membuat pusing saja!" celoteh Marvin sambil menyentuh dahinya.

Marvin keluar dari kantornya dengan gagahnya, tubuh atletis dan tegap yang ia miliki, membuat semua karyawan yang ada di kantor itu bergeming. Semua berdecak kagum memandangi Marvin, namun Marvin hanya memasang wajah dingin sedingin es.

Drap Drap

Suara langkah kaki Marvin.

"Selamat sore tuan Marvin," sapa salah satu karyawan wanita di kantor Marvin. Ia terus menerus menatap wajah bosnya itu, namun Marvin bahkan tidak meliriknya sama sekali.

"Hm."

Tanpa kata yang keluar dari bibir seksi, yang dimiliki seorang Marvin Frederic. Melainkan hanya sebuah deheman pelan.

Namun malah membuat para wanita semakin menggila, memandanginya terus-menerus.

"Kalian kerjakan pekerjaan kalian kenapa malah bengong!" celetuk Marvin yang sejenak menghentikan langkah kakinya, seketika membuat para karyawan tertunduk, tidak berani membantah.

"Baik tuan Marvin," jawab para karyawan, dengan wajah yang tidak berani menatap Marvin lagi.

Marvin meneruskan langkahnya, menuju tempat parkir mobilnya. Ia bermaksud untuk menemui Ayahnya, membicarakan masalah perjodohan dirinya dengan Adeline.

"Gadis itu pasti sama saja dengan gadis lain, hanya akan membuatku pusing," gumam Marvin sambil memijat kening, dan menyadarkan tubuhnya di kursi Mobilnya. Lalu memasang sabuk pengaman dan mulai berkendara meninggalkan kantornya.

_____________

Baca karyaku yang lain dan Follow Instagram : @Cherry.apink

First sight

"My first love,

You’re every breath that I take

You’re every step I make

And I, I

I want to share

All my love with you

No one else will do

And your eyes

Your eyes, your eyes

They tell me how much you care

Ooh yes, you will always be

My endless love

Two hearts, two hearts that beat as one

Our lives have just begun"

Endles Love - Lionel Richie feat Diana Rose

Adeline yang sedang duduk dalam lamunannya, sembari mendengarkan lagu yang berjudul endles love tersebut.

mendengarkan setiap alunan melody yang indah, dengan lirik lagu yang menyentuh.

tersirat bahwa cinta begitu indah di rasakan, namun apakah Adeline kelak bisa merasakan cinta yang indah sampai akhir hayatnya?

Adeline yang sore itu masih menunggu Ayah nya di rumah sakit, karna Ayahnya meminta Adeline untuk tinggal sebentar di rumah sakit, menunggu kedatangan laki-laki yang akan di kenalkan Ayahnya kepada Adeline.

'Siapa laki-laki yang akan Ayah kenalkan padaku? apakah laki-laki itu benar memang baik dan akan menerima diriku ini?' Adeline terus bergumam dalam hatinya sesekali melihat ke arah jendela dari lantai 3 bangunan Rumah Sakit tempat Ayah nya di rawat.

"Adeline.. " suara Ayah Adeline lirih, memanggil Adeline.

"Iya Ayah, ada apa? Adeline disini menemani Ayah," Adeline menghampiri Ayahnya, yang terbangun.

"Kemarilah nak, Ayah ingin bicara denganmu." Tangan Albert meraih tangan putrinya.

"Pelan-pelan Ayah, iya Adeline disini,Ayah ingin bicara apa?" Adeline menggenggam tangan Ayahnya, dan menciuminya.

"Adeline.. mengenai laki-laki yang akan Ayah kenalkan kepadamu, dia akan datang malam ini nak, Ayah harap kamu bersedia berkenalan dengan dia yaa nak, " Sorot mata Albert mengisyaratkan harapan yang cukup besar kepada Adeline, agar Adeline bersedia melakukannya.

"Baiklah Ayah, Adeline bersedia." senyum Adeline terpancar dengan cantiknya. Adeline berharap tidak mengecewakan Ayahnya. Adeline berpikir dia sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi selain Ayahnya, Adeline tidak ingin membuat Ayah nya kecewa, sehingga keadaannya semakin buruk nantinya.

Ayah Adeline kini merasa lega melihat senyuman putrinya itu, dia berharap Adeline akan bahagia dengan laki-laki yang ia pilihkan.

Adeline sedang menuju restoran yang ada di dekat rumah sakit tempat Ayahnya di rawat,

ia bermaksud untuk memesan kopi dan kue, karena saat ini Adeline merasakan lapar. sejak siang ia tidak bernafsu untuk makan, karena memikirkan masalah perjodohan.

tapi Adeline tidak mau kalau sampai sakit karna tidak makan.

"Bosan juga, lebih baik aku makan sedikit deh. aku tidak mau kalau sampai sakit, nanti siapa yang akan menjaga Ayah kalau aku sakit." gumam adeline sembari menikmati kopi dan kue yang ia sudah pesan.

Tiba tiba Adeline ingin pergi ke toilet sebentar, dan ia pun berjalan menuju arah toilet.

namun tiba-tiba Adeline terjatuh, menabrak seseorang di hadapannya.

"Ah.. maaf aku tidak sengaja--" Adeline beranjak bangun dan melihat seorang pria tampan menggunakan coat berwarna brown, dengan postur tubuh yang terbilang tinggi, sejenak Adeline pun terdiam memandangi sosok laki-laki itu.

"Lain kali berhati-hatilah ketika berjalan." laki-laki itu terus berjalan tanpa memandang Adeline sedikitpun.

"Cih! kenapa dengan laki-laki itu? terlihat ketus sekali.. aku kan sudah minta maaf, karena tidak sengaja. sial sekali bertemu orang semacam itu, meskipun wajahnya tampan, tapi buat apa kalau sikapnya dingin begitu." Adeline mengatur napasnya dan beranjak pergi ke toilet.

Malam hari di Rumah Sakit..

Adeline memandang ke arah jarum jam yang terus berputar. ia sesekali memainkan ujung kuku dan menarik nafas dalam-dalam.

terlihat bahwa Adeline cukup gugup karena malam ini ia harus bertatap muka dengan orang yang nantinya akan di jodohkan dengannya.

sementara itu, Ayah adeline masih tertidur di tempat tidur nya.

Adeline yang duduk di sofa ruangan Ayahnya dirawat, ia terus terlihat gelisah dan bergumam sendirian.

"Bagaimana jika orang itu ternyata tidak menyukaiku? dan menolak di jodohkan denganku ya? apakah Ayah akan baik-baik saja? atau Ayah akan kecewa? apa yang harus aku perbuat, memikirkan ini semua sejujurnya membuatku pusing. tapi Ayah--" adeline memandang lagi sosok Ayahnya yang masih tertidur.

Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar.

Tok Tok Tok

Adeline membukakan pintu ruangan dimana Ayahnya di rawat.

Kreeek.. Ceklek

Suara Adeline memutar gagang pintu dan pintu pun terbuka.

"Silahkan ma__" tiba tiba mulut Adeline berhenti bersuara melihat seseorang yang ada di hadapan nya sekarang ini.

"Kamu bukannya yang tadi di restoran kan? cowok dingin yang ketus itu." Adeline reflek berbicara seperti itu, dan ia sadar akan ucapannya, akhirnya menutup mulutnya secepat mungkin.

"Maaf apakah ini benar ruangan rawat tuan Albert? " ucap lelaki itu, dengan suara agak berat, berbicara dengan nada suara yang rendah berbicara menatap wajah Adeline yang masih mematung kaget.

"Nona, anda tidak apa-apa?"

Tiba-tiba adeline tersadar, dan langsung membuka pintunya lebar.

"Benar, ada perlu apa anda dengan Ayah saya Tuan?" Adeline berbicara sangat kaku, karena tidak tahu apa yang harus di katakan pada pria yang sempat membuatnya kesal, sore tadi.

"Boleh saya masuk dulu?" pria itu langsung masuk begitu saja, tanpa menunggu Adeline mempersilahkan.

"Apa-apaan dia? bukan menunggu aku mempersilahkan, sudah main masuk saja, buat apa tadi dia bertanya kalau begitu?" gumam Adeline pelan.

"Adeline.." suara ayah Adeline lirih, yang sudah terbangun.

"Iya Ayah.." Adeline menghampiri ayahnya

"Siapa yang datang Nak? " Ayah Adeline berusaha untuk bangun, dan duduk.

"Pelan-pelan Yah," Adeline membantu Ayahnya duduk bersandar.

"Paman Albert saya datang sesuai dengan undangan paman, bagaimana keadaan paman?" laki-laki itu berbicara dengan bahasa yang sopan, dan nada suara rendah.

"Kau sudah datang rupanya, kemarilah Nak. biar Paman kenalkan dengan Putri Paman," Albert tersenyum kepada pria itu.

"Baik Paman," pria tersebut berdiri tepat di sebelah Adeline

"Adeline, dia adalah orang yang Ayah ingin kenalkan denganmu, namanya Marvin,"

"Marvin, ini adalah Adeline, putri paman."

Sontak jantung Adeline tiba tiba berdegub lebih cepat, demi Tuhan Adeline sangat kaget, mendengar perkataan Ayahnya itu, ternyata Pria yang ada di sebelahnya, adalah pria yang sama dengan yang dia jumpai tadi sore, di restoran. pria yang ketus dan dingin.

sementara Marvin terlihat sangat santai, sama sekali tidak terlihat gugup, ataupun kaget.

"Salam Nona Adeline, kenalkan nama saya Marvin Frederic." seraya mengulurkan tangannya kehadapan Adeline.

"Salam kenal saya Adeline," Suara Adeline terdengar sangat kaku, sekujur tubuh Adeline sejujurnya terasa gemetar, ia masih belum bisa menerima kehadiran pria yang ada di hadapannya, bahkan Adeline tidak tersenyum sedikitpun, dan langsung memalingkan wajahnya saat itu.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

*Terimakasih Readers Tersayang Sudah mau Mampir Membaca Cerita Marvin Dan Adeline yang berjudul My Husband Is Cold.

Cherry senang kalau Readers Mau memberikan Like dan Komentar nya. Kritik Saran sangat di perlukan Oleh Author supaya bisa lebih baik lagi.

Jangan Lupa Vote, Rate, dan Jadikan Favorite Yaa.. Selamat Membaca :)

Gabung Grup chat Cherry yuk kita ngobrol ngobrol hihi

SPECIAL NOTES : maaf Kalau Update nya Agak lama karena Proses Review oleh Editor yang kadang tidak menentu*.

Tidak Ada pilihan

Adeline yang masih terkaget karena orang yang akan di jodohkan dengan nya ternyata sudah meninggalkan kesan pertama yang kurang baik bagi Adeline.

Bagaimana mungkin Adeline bisa bersama dengan pria dingin dan ketus seperti itu.

Adeline sesekali melirik ke arah laki-laki yang saat ini sedang mengobrol santai dengan ayah Adeline.

Terlihat ayah Adeline sangat menyukai pria tersebut.

Membuat Adeline menjadi merasa tidak ada pilihan lain selain menuruti kemauan ayahnya.

"Baiklah paman, saya harus pamit undur diri. karena masih ada urusan yang harus di selesaikan. mengenai pertemuan selanjutnya paman dapat mengaturnya sesuai keinginan paman dan saya menurut saja," tutur pria tersebut lagi-lagi dengan bahasa yang sangat santun sehingga membuat Albert semakin menyukai pria itu.

"Baiklah Marvin, biar Adeline yang mengantarmu ke depan ya.. " senyum Albert saat itu.

"Baik paman, saya permisi dulu. jaga kesehatan paman dan buatlah beristirahat."

"Ayah, Adeline mengantar tuan Marvin dulu yaa.." dengan wajah terpaksa menuruti kemauan Ayahnya.

"Pergilah nak,"

Sementara Marvin terus berjalan dan Adeline mengikuti Marvin dari belakang.

suasana sangat canggung diantara keduanya.

Marvin yang hampir tanpa ekspresi terus saja berjalan tanpa berucap sepatah kata pun kepada Adeline. Adeline merasakan bahwa pria tersebut mungkin saja terpaksa menerima perjodohan ini. akhirnya Adeline memberanikan diri mengajak Marvin berbicara lebih dulu.

"Tuan Marvin bisakah kita bicara sebentar.." ucap Adeline

Marvin menhentikan langkah kaki nya dan berbalik ke arah Adeline.

"Ada perlu apa nona ingin berbicara dengan saya? " Wajah Marvin yang datar dengan suara sedikit ketus terlihat sedang melihat kearah jam tangan gucci yang ia kenakan

"Hanya sebentar saja tuan Marvin, bisakah kita mencari tempat yang lebih nyaman untuk bicara?" pinta Adeline dengan sopan.

"Baiklah nona, saya beri waktu 10 menit " Marvin segera berjalan menuju cafe sebelah rumah sakit.

Adeline yang gugup terlihat terus berkeringat. sesekali dia mengelap keringatnya dengan tangan.

"Silahkan nona katakan apa yang ingin nona sampaikan," Marvin duduk dengan santai sambil menyeruput americano yang ada di meja.

"Tuan Marvin, sebelumnya saya ingin bertanya apakah tuan Marvin mengetahui masalah perjodohan yang ayah saya rencanakan antara tuan marvin dengan saya?" raut wajah Adeline berubah menjadi sangat tegang saat itu.

"Ya, saya kira tidak ada masalah," Jawab Marvin dengan santai.

"Apakah uan Marvin sama sekali tidak keberatan dengan perjodohan ini?" Adeline menegaskan kepada Marvin mengenai pertanyaan nya tersebut

"Tidak." Marvin dengan santainya.

"Maaf tuan Marvin, kenapa tuan Marvin menerima begitu saja perjodohan ini? Bukan kah kita bahkan belum mengenal satu sama lain. dan apa hubungan tuan Marvin dengan ayah saya?" ucap adeline yang mulai kehabisan kata-kata.

"Paman Albert adalah sahabat dekat Ayah saya. saya sangat menghargai Paman Albert. perjodohan ini sudah di rencanakan oleh paman Albert dan Ayah saya dari dulu. tapi saya baru menyetujuinya sekarang. Saya harap nona Adeline tidak perlu memikirkan macam-macam bukankah nona Adeline melakukan ini demi kesembuhan Ayah dari Nona Adeline?" Marvin dengan santainya menjawab semua pertanyaan Adeline.

Adeline yang hanya diam tidak dapat berkata apapun lagi. semua nya sudah di jawab oleh Marvin. ternyata Marvin begitu saja menerima perjodohan ini.

Adeline yang bingung dan menjadi serba salah.

"Saya rasa sudah tidak ada yang perlu di bicarakan lagi. waktu saya hanya sebentar. terimakasih nona Adeline untuk americano nya. sampai jumpa lagi" Marvin beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan Adeline yang masih terdiam di tempat duduknya.

"Dia bahkan tidak terlihat keberatan tapi juga tidak terlihat senang. aku sama sekali tidak bisa mengartikan apa apa dangan wajahnya yang bahkan bisa di bilang tanpa ekspresi. dia begitu dingin dan tidak mudah di tebak. sekarang aku tidak dapat melakukan apa-apa selain menerima semua rencana Ayah" Gumam adeline.

Adeline kembali ke ruangan Ayahnya di rawat. terlihat beberapa suster ada di dalam ruangan Albert.

"Suster ada apa dengan Ayah saya? Ayah saya tidak apa-apa kan suster?" Adeline terlihat panik melihat Ayahnya yang sudah di pasang alat bantu bernafas.

"Nona Adeline, tuan Albert tadi mendadak sesak napas. karena itu dokter meminta kami memasang alat bantu bernafas untuk tuan Albert," ucap suster yang merawat Albert.

"Ayah.. ayah tidak apa-apa kan? " Adeline terlihat sangat khawatir.

Albert membuka matanya perlahan dan membuka mulutnya, mengeluarkan suara lirih.

"Adeline sayang, Ayah hanya perlu istirahat nak, Adeline bagaimana dengan Marvin? apakah Adeline menyukai Marvin?" Ayah Adeline berbicara dengan suara terbata bata karena nafas nya terdengar lebih berat dari biasanya.

"Ayah jangan banyak berbicara dulu. Adeline tidak keberatan menikah dengan tuan Marvin asalkan Ayah janji Ayah akan sembuh yaa" Adeline mencium tangan Albert yang masih terlihat lemah.

"Sayang.. ayah akan baik-baik saja. tapi ayah ingin Adeline menikah dengan Marvin sesegera mungkin yaa nak.."

Perkataan Albert itu membuat Adeline menangis dan ia hanya bisa mengangguk mengiyakan permintaan Albert.

"Baiklah ayah Adeline melakukan ini untuk Ayah. Adeline hanya ingin ayah bahagia." perkataan yang keluar dari bibir manis Adeline membuat Ayahnya tersenyum.

"Nanti Eline akan tahu kalau Ayah melakukan ini karena ini adalah yang terbaik untuk Adeline. Marvin adalah orang yang paling tepat untuk Eline, Ayah hanya yakin terhadap satu pria yaitu Marvin. kalau dengan nya Ayah yakin seratus persen Eline akan bahagia." tutur Albert mengelus puncak kepala Anak gadisnya itu.

"Bagaimana mungkin ayah bisa yakin seperti itu. apakah Ayah tidak tahu betapa dinginya pria itu. tidak bisakah Ayah pilihkan aku Pria yang lebih manis sedikit saja, mungkin saja aku akan menyetujuinya dengan senang hati." gumam Adeline dalam hatinya. namun ia tidak berani mengatakan itu pada Ayahnya.

ia hanya menganggukkan kepalanya pertanda bahwa ia menyetujui permintaan ayahnya itu.

"Baiklah ayah. Adeline akan mengikuti kemauan Ayah. asalkan ayah janji ayah akan sembuh" ucap Adeline

"Ayah akan bahagia kalau Eline mau melakukanya dengan senang hati. Ayah akan lebih bersemangat untuk bisa sembuh." timpal Albert pada putri sematawayang-nya itu.

Adeline hanya tersenyum tidak mejawab perkataan ayahnya lagi. ia hanya menghela napas saja.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

*Terimakasih Readers Tersayang Sudah mau Mampir Membaca Cerita Marvin Dan Adeline yang berjudul My Husband Is Cold.

Cherry senang kalau Readers Mau memberikan Like dan Komentar nya. Kritik Saran sangat di perlukan Oleh Author supaya bisa lebih baik lagi.

Jangan Lupa Vote, Rate, dan Jadikan Favorite Yaa.. Selamat Membaca :)

SPECIAL NOTES : maaf Kalau Update nya Agak lama karena Proses Review oleh Editor yang kadang tidak menentu*.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!