Pagi ini,
seperti biasa memulai hari dengan senyuman, menurutku dengan tersenyum maka hariku akan dengan lancar. Namaku Antanasia , biasanya aku di panggil dengan nama Sia. Aku lahir di Surabaya dan kuliah di Bandung.
"Sia",
suara yang tak asing. Ya, itu suara pacarku Surya Wibowo, pria tampan ini adalah seniorku dan lagi dia seorang ketua klub basket. Kami berpacar dua bulan terakhir ini, dia sangat baik padaku dan itu membuatku menyukainya.
"Sia, selamat pagi!" seketika aku melihat kearahnya. Dia tersenyum dengan sangat manis.
"Surya, selamat pagi!" kataku sambil tersenyum.
"Tumben kamu datang pagi? biasanya juga tidak pernah datang pagi" tanyaku sambil menyelidiki , karena yang ku tahu surya tidak suka datang pagi.
"Ya, mau gimana lagi aku harus latihan basket pagi ini. Anak-anak tidak ada yang bisa latihan sore, jadi mau gak mau ya harus latihan pagi deh, sekalian bisa ketemu sama kamu".
"Apaan sih.. semangat ya latihannya! sayangnya aku tidak bisa lihat kamu latihan, aku harus masuk kelas nih".
"Ya udah, masuk sana entar telat lagi. Semangat ya belajarnya!" katanya sambil memegang kepalaku.
"Ya udah deh, sampai ketemu nanti ya, bye" kataku sambil melambaikan tangan kepadanya.
"Bye!".
Aku berjalan menjauhinya, tak butuh lama untuk aku tiba di kelas Astronomi. Astronomi?? ya aku adalah seorang mahasiswa jurusan Astronomi,
Saat tiba di kelas, sudah tidak asing lagi dengan pemandangan yang kulihat. Sosok yang selalu mendukungku, ya mereka adalah sahabatku. Silvi, Reza Tris, Siska, Erik Pratama.
Silvi adalah seorang anak yang sangat di manjakan orang tuannya karena itu dia menjadi anak yang ceria.Reza orang yang selalu berfikir dewasa. Sedangkan Tris dan Siska, mereka anak yang pintar dan cerdas dan lagi mereka memiliki orang tua yang kaya dan selalu mendukung mereka. Sedangankan Erik, sebenarnya dia seorang yang ceria namun saat dia berusia 9 tahun, Ibunya meninggal dunia dan dia berubah menjadi anak yang begitu dingin dan acuh.
Mereka semua adalah sahabatku, sahabat terbaikku. Aku beruntung bisa mengenal mereka, karena dengan bersama mereka bisa membuat aku bahagia.
Tidak terasa hari mulai siang kelas pun telah selesai, saatnya jam makan siang. Kita berenam biasa makan siang bersama.
" Hai.. mau makan siang di mana nih?" kata silvi dengan begitu bersemangat.
" Kita bisa makan di kafe di persimpangan jalan dekat kampus, katanya sih makanan disana enak dan lagi harganya juga pas, gimana setuju gak" kata siska menjawab pertanyaan silvi.
"Oke" jawab reza dan tris serempak.
"kamu ikut kan rik", tanyaku.
"Oke" jawab erik dengan simpel. Bahkan wajahnya tetap tanpa ekspresi dan dingin seperti biasanya.Anak ini benar-benar tidak suka bicara.
" Oke sudah di putuskan, kita berangkat!!!" kataku menambahkan perkataan siska
Kami akhirnya memutuskan untuk makan siang di kafe persimpangan jalan. Kami segera berangkat dan berjalan keluar kelas.
"Sia" seseorang memanggilku,seketika aku menoleh kearahnya. Dan ternyata itu adalah surya.
"Sia, sibuk gak? bisa makan siang bersama?".
"Yahh..aku udah ada janji makan sama temen-temen. Gimana kalau kamu ikut makan bareng kita aja?"kataku
"Emang aku boleh nih gabung sama kalian. Emang temen-temen kamu gak keberatan?". kata surya.
" Ya gak papa la sur, kamu gabung aja sama kita, oke!!"jawabku.
" Ya kak surya, kita gak masalah kok kalau kak surya gambung sama kita"kata siska.
" Tuh kan siska aja bilang gak papa, ya udah kita berangkat yuk!!"kataku.
"Oke"kata surya sambil tersenyum.
Bersambung
Kami berangkat ke kafe dengan jalan kaki. Kami lebih suka berjalan kaki, karena dengan berjalan kaki waktu yang kami habiskan lebih lama untuk bersama. Tak butuh waktu lama untuk sampai, kami hanya membutuhkan waktu lima belas menit saja untuk sampai.
Tepat di depan kami berdiri terdapat sebuah bangunan yang baru di dirikan, itu adalah kafe tujuan kami. Kafe ini bernama kafe flowers. Seperti namanya kafe ini di hiasi dengan berbagai macam bunga yang indah dan segar. Dari luar hingga dalam, di setiap meja dan sudut ruangan terdapat bunga yang tertata dengan serasi. Aku berfikir mungkin saja pemilik kafe ini adalah seorang pecinta bunga.
Kafe ini cukup ramai pembeli. Hanya kursi paling ujung ya tersisa, Kami duduk di sana dan mulai memesan makanan.
"Selamat datang di kafe kami, mau pesan apa?",suara pelayan itu dengan ramah.
"Chapucino dan kentang goreng."
"Steak dan susu putih."
"Pasta dan jus lemo."
Satu persatu dari mereka mulai memesan makanan. Sedangkan aku masih bingung ingin memesan apa. Aku tidak pernah bisa memilih makanan untukku sendiri. Bukan tidak bisa tapi karena aku tidak suka memilih.
Aku masih ingat, saat masih kecil setiap kali pergi makan di luar orang tuaku yang selalu memilih makan untukku. Tapi sejak bisnis mereka berkembang pesat, mereka tak lagi ada waktu untukku, bahkan hanya untuk sekedar makan pagi bersama.
" Es coklat dan dua roti panggang", kata erik.
" Untuk masing masing satu porsinya untuk dia", lanjutnya sampil menunjuk kearahku.
Aku melihat kearah Erik. Dia selalu memilihkan makanan untukku, dia tau kalau aku tidak bisa memilih.
"Thanks rik", kataku.
Tak lama kemudian pesanan kami datang. Kami langsung melahapnya. Setelah selesai makan kami mulai berbicara dan bercerita. Banyak macam topik yang kami bahas, bahkan tawapun keluar dari mulut kami. Harya bocah dingin itu saja yang hanya menanggapi dengan senyum tipisnya.
Tak terasa hari sudah menjelang sore.
" Udah sore nih aku harus pulang, mau nganterin mama", kata Tris.
" Aku dan siska juga pulang dulu ya", kata silvi.
" Sama aku juga harus pulang", kata Reza.
" Kita pulang ya, dah", kata siska, masih dengan wajah cerianya.
Mereka semua sudah pulang, tinggal aku, Erik, dan Surya. Suasana jadi begitu hening, mereka berdua tidak bicara sepatah kata pun. Ini benar benar sangat canggung.
"Sia, ayo kita pulang", kata mereka kompak.
Suasana menjadi hening kembali. Mereka hanya saling menatap.
" Sia, ayo aku antar pulang hari sudah mulai sore", kata Surya dengan lembutnya. Dia sangat lembut aku tidak tega untuk menolaknya.
" Ok.....",
" Tidak usah, sia akan pulang denganku. Lagi pula kami adalah tetangga dan jalan ke rumahmu juga berlawa arah." kata Erik , menyela perkataanku.
" Tidak masalah aku bisa mengantar sia, lagi pula dia adalah pacarku." kata Surya membalas Erik.
" Benar katanya sur, aku pulang dengan Erik saja lagi pula rumah kita berlawan arah yang ada hanya merepotkanmu saja." kataku.
" Sia kamu itu pacarku sudah tugasku memastikan kamu pulang dengan aman, kamu sama sekali tidak merepotkanku si." kata surya.
" Tidak masalah sur, lagi pula aku sudah besar aku sudah bisa pulang sendiri dan lagi ada Erik yang menemaniku. Kamu tidak keberatankan aku pulang dengan Erik." Kataku meyakinkan surya.
Surya diam dan menghela nafas panjang. Apa aku berbuat salah.
" Baiklah, kamu bisa pulang dengan Erik. Kalau ada apa apa kabarin aku, oke." katanya.
"Oke", balasku sambil tersenyum.
" Rik, aku titip sia tolong jaga sia dan pastikan dia pulang dengan selamat." kata surya menambahkan.
" Tidak perlu kau beri tahu pun, akanku jaga." jawab erik dengan dingin.
" Baiklah, aku pulang dulu ya sur, dahh!." kataku dengan tersenyum dan berjalan meninggalkan Surya.
" Dah!!" jawabnya sambil melambaikan tangannya dan tersenyum dengan tipis.
Bersambung
Aku berjalan pulang bersama Erik. Dia tetap diam seperti biasa. Oh tuhan apakah temanku ini seorang alien. Mengapa bisa ada orang sedingin ini.
" Rik", kataku memecahkan keheningan.
"Apa" jawabnya.
"Sebentar lagi tahun baru, apa rencanamu." kataku.
" Gak ada, kamu sendiri." jawabnya
" Aku ingin pulang ke Surabaya, Aku merindukan mereka meski mereka tidak merindukanku sekalipun."
Suasana hatiku berubah kembali. Aku mulai mengingat mereka lagi. Dua tahun ini aku tidak pulang ke Surabaya, Karena aku berfikir mungkin mereka yang akan mengunjungiku disiki. Tapi itu hanya harapanku saja, faktanya meraka tidak punya waktu untuk mengunjungiku.
Sekali mereka memberi kabar dengan menelponku, kami pun hanya akan berbicara tidak lebih dari 5 menit saja.
" Berhentilah bersedih dan memikirkan hal hal yang tidak berguna" kata Erik.
Padahal ayahnya juga tidak pernah ada waktu untuknya. Tapi dia tidak peduli sedikitpun.
" Aku akan menemanimu pulang ke Surabaya. Aku takut kamu akan menangis sendirian saat mereka tidak ada waktu lagi." katanya.
" Apa lagi kamu suka berada di atap, aku hanya takut kamu akan melompat dari atap karena bersedih", katanya melanjutkan perkataannya.
" Haha... Rik aku tidak seceroboh itu oke." kataku sambil tertawa.
Dia mencoba untuk membuatku tartawa agar aku tidak bersedih lagi. Sayangnya dia tidak pandai membawa suasana.
"Makasih rik", kataku sambil menatapnya.
" Untuk apa" , jawabnya.
" Makasih karena selama ini kamu selalu ada disaat aku sendirian dan membutuhkan dukungan."
" Gak perlu bilang makasih, bukankah itu tugas seorang sahabat. Selalu ada untuk sahabatnya."
Kata-katanya selalu bisa membuatku tenang. Aku masih ingat, saat itu aku masih berusia 7 tahun dan aku masih berada di sekolah dasar. Setiap kali jam istirahat, aku akan pergi ke halaman belakang sekolah. Tidak banyak orang kesana, karena itu aku lebih nyaman berada di sana.
Saat itu aku duduk di bawah pohon. Siapa sangka akan ada anak yang sedang memanjat pohon tersebut. Anak itu jatuh dari atas pohon. Aku terkejut bagaimana bisa dia memanjat pohon yang lumayan tinggi itu. Padahal dia hanya seorang bocah berusia 7 tahun. Anak itu adalah Erik.
Itu adalah pertemuan pertama kami dan sejak saat itu dia selalu mengikutiku dan akhirnya kami pun berteman. Aku tidak takut sendiri lagi karena aku tahu ada Erik yang selalu bersamaku. Aku beruntung bisa menjadi sahabatnya, tapi sebagai sahabat aku masih belum bisa membuat dia ceria lagi. Aku hanya berharap semoga suatu hari nanti dia bisa ceria kembali.
Akhirnya kami pun sampai. Aku langsung masuk ke rumah setelah berpisah dengan erik. Dan menuju ke kamar untuk segera tidur. Aku tertidur sangat lelap dan ternyata hari sudah malam.
" Non.. non.. bangun non saatnya makan malam."
" Iya bi, bentar lagi saya turun." kataku menjawab bi sumi.
Bi Sumi adalah asisten rumah tanggaku saat aku berada di surabaya. Sejak aku kuliah di Bandung, beliau mengikutiku karena orang tuaku khawati aku tinggal sendirian. Beliau tidak mempunyai keluarga karena itu kami sudah menganggap beliau seperti keluarga kami sendiri. Selama ini beliaulah yang selalu mengurus kebutuhanku.
" Hari ini masak apa bi", tanyaku.
" Hari ini bibi masak ayam goreng,telur dadar, dan ada mie goreng." kata bi sumi.
" Ya udah kita makan yuk bi, duduk bi."
" Tidak usah non, Bibi nanti aja makannya setelah non makan."
" Bi, aku udah anggap bibi seperti keluargaku sendiri. Jadi kita makan bersama ya. Aku mohon bi."
"Baik non."
Kami makan dengan lahap. Setelah selesai makan, aku membantu bi sumi membereskan piring piring kotornya. Beliau tidak pernah ingin aku membantunya, tapi aku tidak tega melihat beliau kelelahan. Ditambah lagi usia beliau yang sudah tua.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!