Di sebuah hotel bintang lima yang mewah sedang terjadi kesibukan yang begitu luar biasa. Pasalnya esok hari bos besar sekaligus pemilik hotel tersebut akan melangsungkan pernikahannya di tempat itu. Jadi hampir semua karyawan sibuk mendekor tempat itu mulai dari tempat acara dilangsungkannya pernikahan hingga suite room hotel yang akan menjadi kamar pengantin kedua mempelai.
Kejadian tak terduga terjadi. Waktu ijab kabul hampir berlangsung pengantin perempuan ternyata kabur meninggalkan tempat.
"Panggil pengantin wanitanya Bi!" perintah nyonya Alberto kepada pembantunya.
Bi Ina segera bergegas ke kamar hotel tempat pengantin wanita dirias.
"Non, Non Belva acara ijab kabul segera di mulai!" ucap sang bibi sambil mengetuk pintu kamar hotel.
Tak ada jawaban dari dalam. "Non, Non cepatlah semua orang sudah menunggu di bawah!"
Tetap tak ada jawaban. Akhirnya bi Ina memberanikan diri membuka ruangan tersebut. Bi Ina mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan tersebut namun tak nampak sosok perempuan yang dicarinya itu.
"Mungkin non Belva masih di kamar mandi," pikirnya.
Dia menghampiri kamar mandi dan mengetuk pintunya. "Non, apakah Nona ada di dalam?"
Tak ada jawaban. "Non, Non!" panggilnya sekali lagi.
Karena tidak mendengar jawaban bi Ina memberanikan diri membuka pintu kamar mandi secara pelan sambil mengintip mungkin saja Belva pipis di kamar mandi dan tidak mendengar panggilan darinya.
Ketika pintu kamar mandi terbuka sempurna dia tetap tak mendapati nonanya. Dia kembali ke lantai bawah dengan tergesa-gesa untuk memberitahukan bahwa Belva tidak ada di kamarnya.
"Nyonya non Belva tidak ada di kamarnya." Dengan nafas tersengal-sengal bi Ina melaporkan keadaan yang sebenarnya.
"Bibi sudah memeriksa kamar mandinya?" Tanya sang majikan masih dengan raut wajah yang nampak tenang.
"Sudah Nyonya bahkan di seluruh ruangan di kamar itu tidak ada."
"Bagaimana ini Dan, Jangan-jangan kekasih kamu itu kabur lagi. Mama sudah bilang kamu jangan nikah sama dia tapi kamu malah keras kepala." Protes nyonya Alberto kepada putranya.
"Biar saya cek di kamarnya Ma."
Zidane melangkah menuju kamar rias pengantin wanitanya. Dia mencari Belva di seluruh ruangan namun tetap tidak menemukan kekasihnya.
"Belva kamu di mana sih?" Dia menyugar rambutnya dengan kasar wajahnya nampak emosi.
"Kenapa kamu menghilang pas pernikahan kita?" Tangannya terus menjambak rambutnya sendiri, sepertinya dia frustasi.
Zidane lalu mengambil ponselnya dan menyuruh anak buahnya untuk mencari keberadaan Belva.
"Tolong cari Belva dan bawa ke hadapanku!"
"Baik Bos." Terdengar suara anak buahnya dari balik telepon.
Kemudian beralih ke panggilan lain. "Tolong hubungi bagian cctv dan bawa rekaman kamar rias pengantin wanita."
"Siap Bos!"
Tak menunggu lama orang bagian cctv membawa rekaman yang diminta.
"Tolong putarkan rekaman itu!" perintahnya pada orang tersebut.
Orang tersebut mengangguk sambil tangannya bekerja untuk memutarkan rekaman tersebut.
Awalnya Belva terlihat biasa saja saat selesai dirias. Namun bersamaan dengan MUA yang ke luar setelah meminta izin masuklah seorang lelaki ke dalam ruangan tersebut. Awalnya terlibat cekcok diantara keduanya namun kemudian mereka terlihat mesra.
Zidane mengepalkan tangannya melihat video yang berputar di depan matanya yang menunjukkan si lelaki tersebut mencumbu wanitanya. Apalagi Belva tidak terlihat menolak saat itu malah dia seolah menikmati sentuhan laki-laki tersebut.
"Brengsek!" Zidane semakin kuat mencengkram kepalan tangannya.
Setelah lama bermesraan kedua insan tersebut terlihat ke luar dari ruangan tersebut dengan cara mengendap-endap.
"Shit! Perbesar wajah laki-laki itu!"
Yang diperintah segera melakukan tugasnya.
Mata Zidane terbelalak melihat wajah pria itu. Ya pria tersebut kerap kali ditemukannya berduaan dengan Belva namun ketika ditanya Belva mengatakan bahwa pria tersebut adalah sepupunya. Selama ini Zidane percaya saja bahwa Belva itu Jujur nyatanya dirinya dibohongi.
"Shit!" Zidane bangkit berdiri dan menendang benda apa saja yang ada di sekitarnya.
Dia turun ke lantai bawah untuk memberitahu mamanya. "Ma bubarkan pestanya aku tidak jadi menikah!"
"Apa kamu bilang Dan? Kamu tidak serius kan?"
"Aku serius Ma. Belva kabur dengar laki-laki lain."
"Apa mama bilang wanita itu bukanlah wanita baik-baik."
"Sudahlah Ma aku tidak ingin mendengar apa-apa lagi. Yang aku ingin mama segera membubarkan pesta ini," ucap Zidane dengan suara keras.
"Kamu jangan main-main Dan, kita akan malu besar kalau sampai pernikahan kamu dibatalkan. Banyak relasi dan teman-teman papamu di undangan ini. Bagaimana kalau kita suruh orang untuk mencari Belva dan memaksanya untuk melanjutkan pernikahan ini setelah ini kalian bisa bercerai."
"Zidane menggeleng lebih baik aku malu daripada harus bertemu dengannya lagi."
"Terserahlah!"
Nyonya Alberto beranjak dari tempatnya dan menghampiri suruhannya untuk membubarkan pesta tersebut. Namun sebelum membubarkan dia meminta supaya tamu disuruh mencicipi jamuannya yang sudah terlanjur di pesan kepada pihak catering.
Siang berganti petang para tamu undangan banyak yang meninggalkan hotel tersebut. Begitupun keluarga Zidane sudah sejak siang tadi meninggalkan area karena merasa malu.
Kegagalan akan pernikahan Zidane dengan Belva sang model menjadi buah bibir para tamu undangan bahkan beritanya pun sudah menyebar di berbagai stasiun televisi.
Isyana yang baru kembali dari kampung halaman menjenguk sang nenek tidak mendengar berita apapun. Dia buru-buru mendatangi hotel tempat acara berlangsung karena merasa dirinya sudah terlambat. Sebenarnya perjalanannya dari kampung sungguh melelahkan. Namun dia merasa tidak enak kalau sampai dia tidak menghadiri pesta pernikahan atasannya itu. Makanya dia bela-belain untuk hadir di pesta tersebut meskipun sudah agak terlambat.
Sampai di hotel Isyana keheranan karena melihat suasananya yang sepi.
"Apakah aku salah masuk hotel?"
Dia kemudian mengambil ponselnya melihat alamat yang dikirim Vania, sahabatnya.
"Iya benar ini tempatnya." Semakin yakin ketika melihat dekorasi yang indah di hotel tersebut.
"Tapi kenapa sepi ya!"
Dia terus saja memasuki lobi hotel dan mencari keberadaan pesta itu berada mungkin di lantai dua atau tiga atau mungkin lantai atas pikirnya. Tapi melihat hotel ini adalah milik atasannya Isyana berpikir pesta tersebut di adakan di lantai paling atas.
Isyana melangkahkan kakinya ke dalam sebuah lift. Dia memencet tombol lift menuju hotel lantai teratas.
Di sinilah sekarang Isyana di lantai teratas hotel tersebut namun keadaannya nampak sepi.
"Kok malah tambah sepi."
Tiba-tiba dia melihat Zidane sang atasan yang tergolek tak berdaya di atas sofa seorang diri. Dia menghampiri atasannya dan menepuk-nepuk bahunya.
"Pak, Pak bangun kenapa Bapak tidur disini?"
Mendengar suara wanita Zidane membuka matanya namun otaknya masih belum sadar sempurna.
"Belva kamu kembali!" Dia menarik tangan Isyana masuk ke dalam kamar pengantinnya.
"Kamu boleh pergi bersama kekasihmu itu tapi sebelum itu aku harus menghancurkan mu!"
Isyana tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Zidane apalagi Zidane berbicara sambil terus meracau akibat pengaruh alkohol.
Dia kemudian mendekap Isyana dan mencumbunya. "Begini kan yang dia lakukan terhadapmu?"
Isyana menggelengkan kepalanya sambil terus berusaha melepas pelukan Zidane dari tubuhnya namun sayang tenaganya kalah sampai ketika Zidane merenggut kehormatannya pun dia tidak bisa melawan. Berteriak pun percuma karena hotel dalam keadaan sepi sebab untuk sehari itu hotel tidak beroperasi seperti biasa karena di khususkan untuk pernikahan pemiliknya. Yang ada hanya pak satpam dan itu pun berada jauh di luar sana.
Isyana hanya mampu meratapi nasibnya dengan menangis sambil berlari ke luar hotel. Dia tidak memperdulikan rasa sakit di tubuhnya karena sakit di hatinya bahkan melebihi sakit di tubuhnya.
Berhari-hari Isyana menjalani hidupnya dengan biasa seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu pada dirinya. Dia mencoba untuk melupakan kejadian antara dirinya dan Zidane waktu itu.
Dia tetap bekerja di perusahaan Zidane dan berharap ada niat baik dari atasannya itu paling tidak dia menunggu kata maaf dari mulut sang atasan. Namun jangankan meminta maaf memandangnya pun ketika berpapasan Zidane seolah enggan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Satu bulan kemudian.
Isyana memberanikan diri mendatangi ruangan sang atasan.
"Ada apa? Kenapa kau berani mengganggu pekerjaanku?" tanya Zidane ketus.
"Maaf Pak, apakah Bapak tidak mau bertanggung jawab atas perbuatan Bapak waktu itu?" ucap Isyana to the point.
Zidane nampak berpikir. "Jadi apa yang kau inginkan dariku?"
Dengan keberanian yang di paksakan Isyana berkata, "Aku mau Bapak menikahi ku!"
"Apa kamu bilang? Berani sekali kamu memintaku menikahi mu! Memangnya kenapa aku harus menikahi mu aku bisa membayar ganti rugi atas apa yang telah aku lakukan terhadapmu dulu."
Dengan geram Isyana berucap, "Aku tidak butuh uang Bapak! Apakah Bapak pikir kehormatanku bisa dibeli dengan uang? Tidak Pak,
berapapun uang yang Bapak berikan tidak akan mampu membayar kesucianku."
"Terus kamu maunya apa? Apakah sebegitu tampan kah diriku hingga kau ingin aku nikahi?" Dia menjeda ucapannya sebentar.
"Ya saya akui saya memang tampan dan banyak wanita yang naksir tapi sayang saya tidak tertarik termasuk dengan dirimu," lanjutnya.
Cih ternyata dibalik sikap dingin dan arogan tersimpan narsis yang tinggi.
"Bagaimana kalau sampai saya hamil anak Anda?"
Kalau saja dia tidak hamil pantang baginya mengemis cinta pada seorang lelaki sombong seperti yang ada di depannya sekarang.
"Mana mungkin kamu hamil. Bukankah aku hanya meniduri mu satu kali?"
Dia meraih cek di atas meja menuliskan angka rupiah di kertas itu.
"Kalau sampai kamu hamil maka gugurkan kandungan itu!" ucapnya sambil mengulurkan cek tersebut ke arah Isyana.
Cih ternyata selain orang ini dingin dan sombong ternyata orang ini juga kejam.
Merasa tidak ada gunanya bernegosiasi dengan Zidane, Isyana memilih meninggalkan ruangan itu sambil melempar cek yang diberikan. Padahal Isyana hanya ingin Zidane menikahinya untuk sementara dan setelah melahirkan anaknya dia bisa menceraikannya.
"Ini aku tidak butuh uang Anda!"
Sampai di luar pintu air mata Isyana luruh tak tertahankan. Dia mengusap pipinya sambil berlari menuju lift. Sampai Dion asisten Zidane yang kebetulan lewat waktu itu bingung melihat seorang perempuan keluar dari ruangan sang atasan dalam keadaan menangis.
Ketika masuk ke dalam ruangan Zidane, Dion tetap tidak mau bertanya tentang perempuan tersebut. Dia memilih diam meskipun rasa penasarannya sangat tinggi.
"Kamu tahu siapa gadis yang ke luar ruangan tadi?" tanya Zidane.
Dion menggeleng.
"Cari tahu siapa namanya!"
Dion mengambil ponselnya dan menyuruh seseorang untuk mencari tahu nama gadis tadi.
Tak menunggu lama karyawan yang di perintahnya tadi langsung memberikan informasi.
"Namanya Isyana Atmajaya," ucap Dion kepada Zidane. Sedangkan Zidane hanya manggut-manggut saja.
🌟 🌟 🌟 🌟
Melihat Isyana yang selalu muntah-muntah kakak tirinya mulai curiga.
"Hamil anak siapa tuh!" langsung menuduh tanpa bertanya. Sedangkan Isyana memilih tidak menjawab.
"Bu Isyana hamil di luar nikah," adu Zamila kepada sang ibu.
"Zamila kamu jangan menuduh sembarangan sebelum ada bukti nanti ayahmu bisa menghukum mu," ujar sang ibu. Si ibu masih dalam mode bijak.
Berhari-hari Isyana selalu muntah pagi-pagi dan itu membuat ibu dan kakak tirinya menjadi semakin curiga. Mereka kemudian menarik paksa Isyana ke dalam kamar mandi dan memaksa mengetes kehamilannya sambil menyodorkan sebuah tespect.
"Ayo cepat tes kalau kamu tidak ingin kami curiga!"
Isyana menggeleng tidak mau.
"Ayo cepat!" Sambil menarik rambut Isyana dengan keras.
"Ampun Bu, sakit lepaskan!"
"Ibu tidak akan melepaskan kalau kamu tidak mau mengetes kehamilan kamu."
"Baiklah Bu. Ibu keluar dulu! Aku mau pipis dulu."
"Baiklah tapi awas kalau kamu macam-macam."
Baru Lima menit ibu dan kakak tirinya kembali masuk ke dalam kamar mandi dan merampas tespect yang di pegang Isyana.
"Jadi benar kamu hamil," ujar ibu tirinya sambil memelototkan mata.
"Apa aku bilang Bu dia itu memang wanita murahan," timpal Zamila.
"Ti...dak, itu tidak benar." Isyana membela diri.
"Terus apa namanya kalau bukan murahan? Pelacur gitu?" ucap ibu tirinya.
Isyana mencoba menjelaskan apa yang telah terjadi sebenarnya terhadap dirinya namun kedua orang di depannya itu seakan tak percaya dan seolah menutup telinga.
Zamila menarik kasar tubuh Isyana dari dalam kamar mandi dan menamparnya.
'Plak.'
"Ini buat wanita murahan macam kamu."
"Kalau sampai ayah kamu tahu bisa habis kamu!"
'Plak.'
Kali ini si ibu tiri yang menampar.
"Ampun Bu, jangan bilang sama ayah. Aku mohon!"
Bersamaan dengan itu ayah Isyana, Atmajaya datang dan menghampiri mereka.
"Ada apa ini ribut-ribut?"
"Kalau ayah tahu pasti ayah Shock," ucap Zamila.
"Memangnya ada apa?" tanya Atmajaya penasaran.
"Si Isyana... ," Zamila menjeda ucapannya untuk melihat perubahan raut wajah Isyana saat itu
Isyana menggeleng, raut wajahnya tampak memelas.
"Isyana hamil di luar nikah Yah." Akhirnya kalimat itu lolos juga dari mulut Zamila.
Atmajaya beralih menatap Isyana.
"Apa benar itu Sya?"
Isyana menunduk. "Iya Yah."
"Siapa orang yang menghamili kamu hah?" tanya Atmajaya sambil berteriak. Raut wajahnya terlihat memerah dan rahangnya mengeras.
"Pak Zidane Yah."
"Kenapa kamu tidak meminta pertanggung jawaban dia?" tanyanya dengan suara membentak.
"Sudah Yah tetapi dia tidak mau karena saat dia memperkosa aku dia dalam keadaan tidak sadar. Dia dalam pengaruh alkohol."
"Cih... diperkosa," cibir Zamila.
"Ya pantaslah dia tidak mau. Siapa dia dan siapa kamu? Jangan-jangan kamu yang menjebak dia karena terobsesi menjadi orang kaya." Lanjut Zamila menyela pembicaraan ayah dan anak tersebut dan mulutnya yang tak berfilter itu berhasil memprovokasi Atmajaya.
'Plak'.
Akhirnya Isyana mendapat tamparan untuk yang ketiga kalinya dan kali ini dari sang ayah.
"Pergi kamu! Ayah tidak sudi memiliki anak yang hina seperti kamu!"
"Ampun Yah! Maafkan Syasa. Kejadian ini benar-benar tidak disengaja. Syasa memang di perkosa." Sambil berlutut dan mendekap kaki sang ayah.
Atmajaya menendang Isyana. "Pergi kamu ayah tidak mau mendengar penjelasan apa-apa lagi dari mulut kamu!"
Melihat sang ayah yang sama sekali tidak mempercayainya Isyana bangkit berdiri dan berjalan menuju kamarnya. Dia mengemasi pakaiannya dan memasukkan ke dalam koper. Tak lupa ia membawa foto almarhumah ibunya yang terletak di atas meja rias. Setelah itu ia pergi dari rumah tersebut dengan membawa rasa sakit dan kekecewaan yang begitu besar.
Untuk sementara dia memutuskan untuk tinggal di kosan dulu. Untuk selanjutnya biarlah terserah nanti.
Isyana melangkahkan kakinya ke luar dari rumah yang sebenarnya banyak kenangannya dengan sang bunda. Isyana sebenarnya bukanlah berasal dari keluarga miskin, dia hidup bergelimang harta ayahnya memiliki beberapa toko besar dan beberapa cabang yang masih kecil. Namun ketika ibunya meninggal dan ayahnya memutuskan menikah lagi, Isyana seolah tidak mendapati haknya. Bahkan Isyana diperlakukan seperti pembantu di rumahnya sendiri dan itupun tanpa sepengetahuan ayahnya. Isyana tidak berani mengadu kepada sang ayah karena percuma pikirnya melihat sang ayah yang lebih percaya dan selalu menuruti kehendak ibu tirinya. Untuk menghindari penyiksaan dari ibu dan kakak tirinya, Isyana memilih bekerja di perusahaan Zidane setelah lulus kuliah.
Kini Isyana mencari tempat kos untuk ditempati. Dia memasuki area tanah yang bangunannya di khususkan untuk ditempati kosan. Setelah menanyakan tempat tinggal ibu kos kepada orang yang dijumpainya ia melangkahkan kakinya menuju rumah ibu kos.
'Tok tok tok.' Isyana mengetuk pintu.
Seorang wanita paruh baya tampak membuka pintu. "Maaf, Anda siapa?"
"Apakah Ibu yang punya Kosan itu?" Tanya balik Isyana sambil menunjuk deretan bangunan yang ada di sebelah kirinya.
"Iya betul. Anda siapa?"
Isyana mengulurkan tangan. "Perkenalkan nama saya Isyana. Saya sedang mencari kosan untuk saya tempati."
"Untuk berapa orang?" Tanya wanita tersebut.
"Hanya untuk saya Bu."
"Kalau sendiri ada. Ayo ibu antar ke kosan!"
Mereka pun berjalan beriringan menuju bangunan kosan. Kemudian bu Ayu -nama ibu kos- membawa Isyana meninjau kamar yang akan ditempati Isyana.
"Ini kuncinya semoga kamu betah ya," ujar bu Ayu sambil memberikan kunci kosan sambil pamit pulang kepada Isyana.
Isyana masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuhnya di atas kasur. Biarlah nanti dia menyusun bajunya ke lemari yang telah di sediakan. Untuk saat ini dia harus istirahat dulu karena tubuhnya terasa lelah.
Tanpa Isyana sadari ada sepasang mata yang sedari tadi mengawasi pergerakannya hingga ia masuk ke dalam rumah itu. Dia adalah Zamila yang diperintahkan ibunya untuk membuntuti kemana Isyana pergi.
Sudah satu minggu Isyana memilih mengistirahatkan tubuhnya. Hari ini dia berniat keluar untuk mencari pekerjaan karena waktu Zidane memilih untuk tidak bertanggung jawab dia memilih untuk mengundurkan diri.
Hari yang panas dan melelahkan. Isyana merasakan tubuhnya gerah setelah seharian keluar masuk kantor untuk memasukkan lamaran pekerjaan. Siapa tahu salah satu kantor yang didatanginya ada yang membutuhkan karyawan baru.
Sementara di tempat lain Zamila dan Rumana(Ibu tiri Isyana) mempengaruhi warga sekitar kosan yang ditempati Isyana untuk membenci Isyana. Mereka mengatakan bahwa Isyana suka merayu suami orang sehingga membuat warga sekitar geram akan hadirnya Isyana di lingkungan mereka. Mereka berbondong-bondong mendatangi rumah bu Ayu untuk mengusir Isyana.
Melihat aksi ibu-ibu yang berisik Bu ayu berucap, "Tenang ibu-ibu. Ini ada apa ya kok ibu-ibu pada ke sini? Barengan lagi kayak mau demo aja!"
"Iya kami memang sedang demonstrasi. Kami menuntut bu Ayu supaya mau mengusir Isyana dari kosan Ibu!" Ucap salah seorang ibu.
"Hei hei ada apa ini kenapa kalian pada ingin mengusir dia?" Bu Ayu kebingungan.
"Ibu harus tahu kalau penghuni kosan yang bernama Isyana itu suka mengganggu suami orang, kami tidak mau salah satu dari suami kami nanti jadi korban rayuannya."
"Kalian jangan fitnah ya! Itu tidak baik. Kalian jangan menuduh orang sembarangan sebelum kalian ada bukti. Lagian kalian belum kenal aja sudah menghakimi."
"Ah kami tidak perduli. Apakah Ibu akan bertanggung jawab nanti kalau perempuan itu berulah?" Ucap salah seorang ibu.
"Atau mungkin nanti Ibu bakalan kerjasama dengan perempuan itu untuk merayu suami kami secara kan bu Ayu janda," tuduh ibu yang lain.
"Astaghfirullah hal adzim! Kalian tuh kalau ngomong sembarangan. Sudah, aku tidak akan mengusir dia sebelum kalian menunjukkan bukti pada saya."
"Hu.....!" Sorak ibu-ibu sambil meninggalkan rumah bu Ayu. Namun sebelum pergi mereka sempat mengancam.
"Awas kalau sampai dia macam-macam sama suami kami!"
Selama dua bulan Isyana hidup di kosan itu. Selama itu dia bekerja di sebuah kantor kecil yang menerimanya itu. Walaupun di kantor yang kecil namun lumayan gajinya cukup untuk membayar uang kos dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Suatu hari saat bu Ayu meninjau kosannya, ia mendengar Isyana muntah-muntah. Ia menghampiri Isyana dan membantu memijit lehernya. Karena melihat perut Isyana yang mulai membuncit dia lalu menanyakan kemana suami Isyana.
Isyana yang mengerti bahwa bu Ayu telah mengetahui kehamilannya memilih jujur pada bu Ayu. Dia kemudian menceritakan semuanya pada bu Ayu termasuk bahwa dia juga memiliki ibu dan kakak tiri yang membencinya.
Bu Ayu sebenarnya kasihan kepada Isyana, tapi kalau sampai ibu-ibu yang rempong itu tahu kalau Isyana hamil tanpa ditemani suami mereka pasti curiga dan mereka pasti akan menanyakan surat nikah Isyana untuk membuktikan Isyana benar-benar punya suami.
Bu Ayu tahu bagaimana sifat ibu-ibu di sekitar kosan itu adalah ibu-ibu yang nekat. Kalau sampai mereka tahu bahwa Isyana hamil di luar nikah sudah dapat dipastikan mereka akan menyeret paksa Isyana keluar dari daerah itu. Entahlah bagaimana jadinya kalau nasib yang menimpa Isyana menimpa salah satu dari anak mereka.
"Maafkan ibu ya Nak, bukan maksud ibu mengusir Nak Isyana. Ibu sebenarnya tidak tega menyuruh Nak Isyana keluar dari kosan ini." Ucap bu Ayu setelah mengutarakan keinginannya supaya Isyana cepat keluar dari tempat itu.
"Tidak apa Bu, itukan juga demi kebaikan saya kalau sampai mereka tahu saya hamil pasti mereka akan menjadikan saya bulan-bulanan mereka. Dan Ibu pun akan kena masalah. Jadi permintaan bu Ayu supaya saya secepatnya keluar dari tempat ini adalah keputusan terbaik. Baik untuk saya dan baik untuk ibu."
"Yang sabar ya Nak, semoga nak Isyana mendapatkan tempat tinggal yang lebih baik dari tempat ini dan saya akan berdoa semoga Tuhan memberikan kebahagiaan dalam hidup nak Isyana." Ucap Bu Ayu tulus.
"Terima kasih Bu atas doanya dan terima kasih juga ibu sudah menerima saya selama ini."
"Satu pesan ibu jangan pernah sesali hadirnya bayi ini walaupun hadirnya tidak pernah kau harapkan dan jangan pernah berpikir untuk menggugurkannya." Ucap bu Ayu sambil mengelus perut Isyana.
"Terima kasih." Hanya kata itu yang terucap dari mulut Isyana.
"Ini!" bu Ayu menyodorkan sebuah amplop.
"Apa ini Bu?"
"Ini uang kosan dua bulan yang kamu bayarkan pada ibu, ibu tidak mau minta.
"Lho kenapa Bu? Bukankah saya sudah menempati kosan ibu selama dua bulan penuh?"
"Iya tidak apa-apa ini buat kamu aja. Kamu dan bayi ini pasti lebih membutuhkan uang ini ketimbang ibu.
Ayo ambil!" Katanya yang melihat Isyana hanya memandang amplop tersebut tanpa berniat mengambilnya.
Melihat Isyana yang tak bergeming Bu Ayu memegang tangan Isyana dan meletakkan amplop tersebut dalam genggaman tangan Isyana.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!