"Menikahlah denganku Lin" ujar pria itu dengan mata berbinar.
"Betapa bodohnya aku sibuk mencari sana-sini hingga mataku tidak melirik sedikitpun kepadamu" jawab Lina.
Ini sebuah kisah cinta yang unik dalam jangka waktu panjang. Butuh kesabaran tinggi untuk meraih ending yang bahagia.
"I choose you, aku mau menikah denganmu" ujar Lina.
**********
Perkenalkan namanya Revan, lelaki yang selalu dicintai oleh pemeran utama wanita. Lelaki yang berhasil membuat mata Lina tidak dapat berpaling pada lelaki lain.
Sekarang mereka menginjak usia 17 tahun. Ya, mereka adalah anak kelas 2 SMA, pastinya berada di SMA favorit Jakarta. Tetapi sangat disayangkan mereka berbeda kelas.
Dia sekelas dengan kekasih nya Lia. Lina tidak pernah mengusik hubungan mereka. Lina hanya penggemar dalam diam nya. Tetapi jauh di lubuk hati wanita itu ingin mereka putus. Ya memang agak buruk, tapi sebelum jalur kuning melengkung gak masalah kan. hehehe
"Lina ke kantin yok" ajak sahabatnya Mirna.
"Dasar ratu makan, kuy kita ke kantin" balas Lina menjawab.
"Aduh, pangeran lo asik di bucinin tuh sama si Lia" sahutnya kembali.
Lina sedih, tetapi ia pura-pura santai mendengar ucapan dari Mirna. Sebenarnya Lia tidak tahu betapa Lina mencintai pacarnya.
Sudah 5 tahun Lina cinta dalam diam terhadap Revan. Pertama kali Lina berjumpa dengan Revan itu di koridor SMP mereka.
Saat itu Lina sangat terburu-buru ingin menuju kantor guru. Lina berlari menyusuri koridor sekolah. Di sisi lain Revan sedang menuju lapangan basket dengan baju warna oranye nya.
Mungkin itu takdir yang mempertemukan mereka, layaknya sinetron Indonesia mereka bertabrakan.
"Ngapain sih lo lari-lari di koridor, masih mikir ini SD apa" katanya sedikit kasar.
Lina terdiam terpaku. Gadis itu sudah terpesona dengan wajah tampan nya sejak pertama kali bertemu. Lina tidak peduli lagi dengan omongan kasarnya.
Bukan hanya itu hal yang terjadi diantara mereka. Lina yakin Revan mengenal dirinya, tapi hanya sebatas wajah saja. Mereka tidak pernah berkenalan saling menyebut nama. Mungkin hanya Lina yang tahu nama Revan.
Lina bahkan tidak tahu apakah lelaki itu mengenal namanya atau tidak. Kejadian memalukan lain yang membuat Revan membencinya adalah kejadian di perpustakaan. Lagi-lagi ini cerita masa SMP mereka.
Saat itu Lina ingin mencari buku untuk membantunya dalam menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Lina sedang asik mencari buku tambahan bahasa Indonesia di rak buku.
Gadis itu tidak sadar dibelakangnya ada Revan. Apakah ini takdir kedua kalinya mereka bertemu, Lina melihat ada kecoa di bawah kakinya, Lina menjerit-jerit tak karuan dan tanpa sengaja menginjak kaki Revan dengan sangat kuat.
Dikarenakan suara Lina yang kuat, mereka dimarahi oleh pengawas perpustakaan. Lina bergegas meminta maaf pada Revan tapi Revan hanya menatapnya dengan kebencian.
"Setiap jumpa lo gua apes mulu" katanya kasar seperti pertama kali bertemu dulu.
Lagi-lagi Lina terhipnotis dengan wajah mempesona nya alih-alih memperdulikan kata-kata kasar yang di lontarkan Revan, detak jantung Lina seakan bertambah cepat. Selang beberapa waktu sejak kejadian itu, Lina sedang berdiri di depan gerbang SMP menunggu papanya yang akan menjemput.
Lina haus dan memutuskan membeli es dawet ke tempat mamang, setelah berdesak-desakan dengan anak lain, akhirnya Lina berhasil membeli es dawet. Lina pun kembali ke depan pintu gerbang untuk menunggu Papanya.
Berkali-kali kemalangan menimpanya, saat dia malas membuang es dawet yang tinggal sedikit lagi ke tempat sampah, gadis itu berniat melempar nya saja tepat pada tempat sampah. Tau-tau nya saat ia hendak melempar es dawet ke tempat sampah, Revan secara kebetulan lewat.
"Slurrrr...." tumpah lah sudah es dawet mengenai sepatu Revan yang mengkilap.
Wajah Revan benar-benar murka. Lina buru-buru meminta maaf sambil menikmati wajah tampan Revan.
"Lo lagi, gak ada habis-habis nya ya Lo nyusahin gua" keluh Revan sambil beranjak ke mobil Papanya.
Ingin rasanya Lina menjerit, kenapa setiap jumpa lelaki itu Lina selalu berbuat kesalahan. Mungkin sekarang ini lelaki itu bakal mengingat Lina dan benci padanya. Berbeda dengan Lina yang setiap saat semakin menyukai nya. Bunyi bel membuyarkan lamunan Lina tentang masa SMP saat ia bertemu pertama kalinya dengan Revan.
"Udah bel nih, Lo asik ngelamun terus dari tadi, cepat habisin baksonya, kita balik kelas" ucap sahabatnya Mirna sambil beranjak untuk membayar bakso yang dibeli nya.
Hanya satu harapan Lina, ia ingin sekelas dengan Revan di kenaikan kelas tiga ini. Sejak SMP ia tidak pernah sekelas dengan nya. Lina sangat kesal tetapi ia tidak akan pernah menyerah. Hingga tiba saat dimana Revan putus dengan Lia, Lina pastikan lelaki itu akan mencintainya layaknya cinta Lina terhadap lelaki itu.
Bel pulang berbunyi menandakan suatu hal yang baik. Lina menghela nafas dan merasa bahagia mendengar bel itu.
"Kelar juga kelas kita pulang yuk" ajak Mirna.
"Giliran pulang aja Lo buru-buru amat" sahut Lina.
Mereka keluar kelas tanpa beban sembari bercanda. Lina menunggu mang Ucup menjemputnya di depan gerbang sekolah. Sambil menunggu, masa-masa indah baginya kembali tergiang di kepala gadis itu.
Jika kalian berpikir Revan hanya memberikan perlakuan buruk padanya, kalian keliru. Banyak hal mengenai Revan yang belum ia bahas kepada kalian.
Walaupun Revan membencinya bukan berarti Revan tidak pernah menolong gadis itu. Bagaimanapun kenangan indah itu tidak akan pernah ia lupakan.
Walaupun Lina tidak setenar Revan, ia juga tergolong wanita cantik. Setidaknya begitulah teman-temannya menilai. Saat ia SMP kelas 9, untuk pertama kalinya dalam hidupnya Lina mendapat pernyataan cinta dari salah seorang laki-laki yang ia kenal.
Lelaki itu bernama Diko. Diko anak yang baik, sopan dan romantis. Tetapi Lina tidak tertarik sedikit pun kepadanya dikarenakan Revan yang sudah memenuhi seluruh ruang hatinya. Diko menyatakan perasaannya di taman sekolah.
Saat itu Lina takut untuk menolak Diko dan meminta waktu untuk memikirkannya. Setelah mereka berpisah untuk pulang kerumah masing-masing, Lina memikirkan cara untuk menolak Diko seraya menunggu mang Ucup menjemputnya.
Takdir kembali bekerja, ternyata Revan mendengar pembicaraannya dengan Diko tadi. Lelaki itu juga tengah menunggu jemputan Papanya.
"Lo jadi manusia memang gak ada baik-baik nya ya, sudah jelas-jelas Lo gak suka masih aja di gantung" Revan berkata dengan sinisnya.
"Kalo gasuka Lo jujur aja, udah ya Papa gua udah jemput, oiya lain kali jangan kasih sial ke hidup gua terus ya" sambungnya lagi seraya bergegas menuju mobil Papanya.
Sesampainya di rumah Lina terus-terusan memikirkan perkataan Revan. Sepertinya nasehat dari Revan telah menolongnya untuk menghilangkan keluh kesah gadis itu terhadap pernyataan cinta dari Diko.
Lina memang salah, seharusnya ia langsung menolak Diko saat itu juga agar Diko tidak berharap lebih kepadanya. Lina justru meminta waktu untuk menjawab pertanyaan yang sudah jelas jawaban nya, seakan-akan memberi harapan kepada Diko.
Rabu, hari yang terlalu cerah untuk menolak perasaan seseorang. Lina berjalan menemui Diko untuk menyelesaikan semuanya.
"Gua tau Lo orang yang baik Dik, Lo pantas dapat yang lebih baik dari gua" ucap Lina tanpa basa-basi sedikit pun.
"Apa alasan Lo nolak gua Lin, gua bisa memperbaikinya" sahutnya lirih.
"Gua udah suka sama seseorang selama tiga tahun ini Dik" sahut Lina kembali.
Gadis itu kembali ke kelas dan meninggalkan Diko di taman sekolah. Ah, masa SMP yang menyuramkan, Lina tidak tahu menolak seseorang bisa sesakit itu. Tetapi benar adanya bahwa cinta tidak dapat dipaksakan.
"Tinn,tinn,tin..." bunyi klakson dari mamang kembali menyadarkannya dari masa lalu.
"Melamun aja neng, bahaya loh" sahut mang Ucup.
"Hehe, nggak kok mang cuma keingat aja" balas Lina tertawa kecil.
Sesampainya di rumah Lina masuk ke kamar dan mengerjakan tugas yang di berikan Bu Tuti sang guru Biologi. Lina kembali teringat kepada keinginannya, sekelas dengan Revan di kenaikan kelas tiga ini.
"Drettt.." ponsel bergetar menandakan ada pesan WhatsApp.
Terpampang nama Mirna di layar ponsel lina. Awalnya Lina enggan membukanya, dia tengah asik dengan khayalannya. Tetapi Lina juga penasaran dengan isi chat dari Mirna.
"Eh cuy kabar terbaru nih, jangan terkejut, siap-siap aja Lo loncat-loncat kegirangan" isi pesan itu membuat Lina terdiam sejenak.
"Apasih mir, buat penasaran aja Lo, lebay amat" balas Lina cepat.
"Revan putus sama pacarnya, ini berita terhits saat ini wkwk, Lo sekarang bebas dekatin Revan, kejar cinta Lo Lin" balas nya lagi.
"Deghh.." suara jantung Lina berdetak lebih cepat.
Seakan-akan dirinya terdampar di dunia dongeng yang ia nanti-nantikan. Lina tidak tahu mau bereaksi seperti apa. Tapi sudah pasti Lina juga tidak bisa membohongi perasaannya bahwa ia juga menginginkan hal seperti ini terjadi.
"Yaudah deh, gua tidur dulu ya Mir, ngantuk gua, jangan lupa besok kita kuis biologi, selamat belajar sahabatku hehehe" balas Lina kemudian ia menuju tempat tidur dengan perasaan yang campur aduk.
Hp nya bergetar lagi, pasti chat dari Mirna yang kesal padanya. Lina tersenyum, ia ingin tidur dan bermimpi indah serta berharap mimpi tersebut menjadi kenyataan.
Mata Lina tidak berhenti menatap lelaki yang sangat memesona. Lina tidak ada henti-hentinya meminta kepada Tuhan, sekiranya jika memang lelaki itu di takdirkan untuknya, maka jangan sampai ia jatuh hati kepada yang lain.
Namun demikian, sampai detik ini hal tersebut benar adanya. Sejak ia kelas 7 SMP hingga kini berada di kelas 11 SMA, Lina tidak pernah menyukai pria lain selain Revan.
Banyak hal yang telah ia lakukan secara diam-diam kepada Revan. Lina sering menaruh coklat di dalam tas Revan, menulis puisi dan meletakkannya di loker Revan.
Mungkin hal-hal bodoh itu telah menjadi kebiasaannya. Tapi nyatanya, Lina paling bisa menyembunyikan itu semua. Satu-satunya orang yang mengetahuinya adalah sahabat terbaiknya, orang tersebut tak lain adalah Mirna.
Mirna selalu geleng-geleng kepala melihat aksi bodohnya. Tetapi dia tidak pernah meminta Lina untuk berhenti melakukannya. Mirna juga selalu membantu dalam aksi memberi coklat, memasukkan surat ke loker Revan serta menemani Lina menulis puisi.
"Kelas tiga nanti lo masih ngarep bakal sekelas sama Revan?" tanya Mirna kepada Lina.
"Iya Mir, lo kan tau itu salah satu mimpi gua" sahut Lina.
"Yes i know, apalagi si Revan dah putus tuh sama Lia hahaha" ejek Mirna sambil tertawa.
Lina hanya tersenyum melihat tingkah sahabatnya itu. Jauh di lubuk hatinya pasti selalu berharap agar ia bisa sekelas dengan Revan.
Selain orangtua, Revan adalah alasan Lina untuk lebih banyak berubah. Lelaki itu bisa memotivasi Lina secara tidak langsung dengan pesonanya. Lina berhasil meraih peringkat satu di kelas.
Andaikan Lina sekelas dengan Revan, ia tahu bahwa Revan yang akan jadi juara satunya. Tetapi hal itu bisa saja berubah, bisa jadi Lina yang juara satu mengalahkan Revan asalkan ia terus lebih giat lagi. Gadis itu akan menantikan hal indah itu terjadi dan membuktikan kepada Revan bahwa ia adalah wanita yang cukup pantas untuk lelaki itu.
"Tringggg..." bel sekolah kembali berbunyi.
"Pulang yuk" ajak Mirna dengan cepatnya.
"Gak terasa ya Mir, ujian kenaikan kelas tinggal sebentar lagi" sahut Lina.
"Yaelah Lo gak sabaran amat sih Lin" sahut Mirna sembari tersenyum.
"Iya juga sih, lo udah gak sabaran pengen cepat-cepat sekelas sama si Revan" sahut Mirna si cerewet seraya berjalan keluar pintu kelas.
Lina berjalan cepat menyusul Mirna yang berjalan di depannya. Tetapi kemalangan kembali mendatangi dirinya.
"Bruggh.." terdengar suara buku yang ia pegang terjatuh di lantai koridor kelas.
"Lo gapapakan?" pertanyaan itu membuyarkan lamunannya akan masa SMP dulu.
Lina merasa aneh, rasanya ini untuk pertamakalinya Revan mau menanyainya. Biasanya lelaki itu akan langsung marah ketika Lina berbuat kesalahan.
"Eh gua gapapa kok, maaf ya udah nabrak Lo tadi" sahut Lina gugup.
"Iya gapapa, Lo gak berubah ya Lin, masih suka nabrak-nabrak orang? haha.." jawab lelaki itu sambil tertawa.
Dunia Lina seakan akan terbang, what? lelaki itu tahu namanya. Ini merupakan keajaiban dunia yang ia temukan.
"Haha, tadi gua nyusul Mirna makanya gua kurang hati-hati" sahut Lina lagi dengan wajah yang sumringah.
"Yaudah gua balik dulu ya Lin, hati-hati loh jangan sampe nabrak tiang listrik" balas lelaki itu lagi sambil tertawa.
Lina kembali bergegas mengejar Mirna yang pastinya sudah jauh di depan. Perasaannya tidak karuan, pipinya lebih merah dari biasanya.
"Eh gilaaa, itu kemajuan besar loh Lin" Mirna berbicara dengan antusias.
Lina sedang berada di rumah Mirna sembari menceritakan kejadian sepulang sekolah tadi. Mulut wanita itu sudah tidak sabar untuk bercerita mengenai kejadian tadi.
"Dia salah makan kaliii" balas Lina.
"Pokoknya gua gak mau tahu, lo harus dapetin Revan" seru Mirna dengan semangat.
Lina hanya tersenyum mengingat kejadian saat pulang tadi. Ada yang berubah dari Revan, Lina tidak pernah tahu bahwa Revan mengetahui namanya.
Selama ini dia hanya berbicara dengan Lina secara sinis tanpa menyebutkan nama gadis itu. Untuk pertamakalinya Revan menyebut nama Lina dengan manis serta menyapanya. Ahh, ada apa ini, kalau misalnya ini mimpi Lina tidak mau terbangun lagi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!