Ini kisah ku, kisah perjalanan hidup yang tidak pantas untuk di teladani, tetapi mari ambil hikmahnya dari setiap perbuatan.
Berawal dari sakit hati yang aku rasakan akibat perbuatan mantan suami yang menorehkan luka yang dalam di hati ini. Suamiku selingkuh dengan sahabatku.
Membuatku terjerat dalam cinta yang salah, diri ini menjadi Wanita Simpanan lelaki yang sudah memiliki istri dan anak.
Lelaki yang berprofesi sebagai polisi itu menjadikanku wanita yang selalu menghangatkan tubuhnya.
Aku berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri setelah melayaninya malam itu. Setelah keluar dari kamar mandi, aku melihat ia duduk di sisi ranjang.
“Mas, mau minum dingin?” tanyaku menatap wajah Virto yang berkeringat, tanganku menarik tissue dan menyodorkan padanya.
“Tidak, aku mau langsung pulang, besok di rumah anak bungsuku akan wisuda,”ujarnya berdiri menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya juga.
“Oh, baiklah, berarti Mas besok gak mampir iya?"
"Gak, sahutnya dari kamar mandi"
Aku menarik pakaian bersih dari dalam lemari untuk ia pakai lagi dan memasukkan pakaian kotornya ke dalam tumbukan pakaian kotor.
“Kemarin, jadi beli seragam untuk Jenny?” tanya Mas Virto dengan tubuh tegap itu menghadap kaca dan memakai kaos yang aku berikan.
Jeny putriku dari pernikahanku dengan seorang lelaki yang sekarang sudah jadi mantan suamiku.
“Belum , tidak sempat, mungkin besok Mas"
“Ini, beli seragam baru untuk Jeny dan Darma sekalian” Ia meletakkan lembaran seratus ribuan lima lembar di atas nakas.
“Makasih Mas,” ujar ku merapikan rambutku yang berantakan
“Besok, jangan kemana-kemana, kalau kamu pergi lagi ke rumah mantan suami mu dan ketahuan awas kamu,” ucapnya memberi ancaman.
Virto sangat marah bila aku dekat dengan mantan suamiku.
“Tapi Mas, besok aku mau jemput anak-anak dari rumah ayah mereka, sudah habis waktunya tinggal, saatnya tinggal denganku”
“Belum sebulan kan sama bapak mereka? biarkan saja dulu di situ sampai sebulan.
“ Baiklah nanti akan aku kabarin Jeny,” ujar ku tampa ada bantahan lagi.
“Baiklah, aku pulang dulu, mungkin besok aku tidak mampir, habis acara anak kami langsung liburan keluarga ke Bali, mumpung aku masih cuti.”
“Oh, iya Mas”
“Oh, tadi uang kontrakan rumah ini sudah aku bayarkan tiga bulan sekaligus pada ibu yang punya kontrakan, dan aku juga beli beras satu karung untuk di sini. Ingat jangan kemana-mana,’ujarnya kemudian.
“Baik Mas”
Lalu ia menyelipkan benda kecil berbahaya ke pinggangnya yang sedari tadi ia letakkan di nakas, setelah rapi ia mengeluarkan motor ninja miliknya, aku hanya mengantarnya ke depan pintu, setelah pamit ia pergi dan menghilang di gelapnya malam.
Baru saja aku ingin mengunci pintu dan berniat ingin tidur, tapi aku berbalik badan lagi setelah ketukan pintu terdengar lagi.
Aku menatap nakas di samping ranjang tetapi tidak ada barang Mas Virto yang ketinggalan, biasanya ia yang selalu balik lagi karena ada barang yang ketinggalan, apa itu kunci, ponsel , pistol miliknya.
Tok ... tok….
Aku membuka pintu, ternyata ada ibu.
“Ada apa Bu, kok belum tidur?’ tanyaku mendudukkan panggul ku di sisi ranjang.
“Oh, Berapa yang dikasih Virto ? bagi ibu dulu …. Wawan tidak membawa uang hari ini”
“Ibu, uangnya untuk beli seragam jeny”
“Iya nanti kalau Wawan besok bawa uang dari hasil narik angkot, nanti langsung ibu ganti,’ ujar wanita bertubuh tinggi itu.
“Ibu, kalau lelaki itu tidak bisa kasih nafkah, kenapa harus dipertahankan sih?”
“Uda, diam kamu, mau kasih gak? ibu dari tadi belum makan”
Terpaksa aku memberikan satu lembar uang berwarna merah itu pada wanita yang sudah melahirkan ku ke dunia ini.
“Benar ganti iya,Bu,” ucapku untuk memperingatkan ibu.
“Iya, iya …”
“Bu, Om tidak pulang malam ini, kok Wawan masih ada di rumah, Ibu?”
“Tidak, lelaki bangkotan itu tidak pulang lagi, katanya lagi mengantar barang keluar daerah, makannya Wawan ada di rumah bersama Ibu, lumayan ada yang hangatkan badan tiap malam,” ujar ibu
Hai namaku Ririn usiaku baru menginjak Dua puluh empat tahun, seorang janda muda beranak dua. Jeny dan Darma Anak pertamaku sudah duduk di bangku kelas empat SD, dan anak kedua ku duduk di bangku kelas tiga.
Pergaulan bebas dan kurang didikan, kurang kasih sayang orang tua membuatku terjerumus dan menyeret ku ke pernikahan dini saat itu, hamil di luar nikah membuat ku harus menikah dengan Dimas, lelaki yang sudah menanam benih di rahimku.
Di balik pernikahan dini dan kehidupan suram di masa lalu, tidak lantas membuatku menyesali semuanya. Karena hal itu, kedua buah hatiku lahir ke dunia ini. Kedua anakku memiliki paras wajah yang sangat cantik, Jeny tidak jauh beda dariku, ia memborong semua kecantikan yang aku miliki, begitu juga putra ku, wajahnya sangat tampan.
Merekalah alasan ku tetap kuat walau saat ini aku memberikan nafkah untuk anak-anakku dengan jalan yang salah.
Menjadi simpanan seorang lelaki beristri bukanlah keinginanku, tetapi apa yang bisa aku lakukan dengan tamatan hanya lulusan SMP ini? Aku tidak punya skill apa-apa, tetapi aku dapat keistimewaan, dan hal itulah yang aku gunakan untuk mendapatkan pemasukan Untuk biaya hidup.
Walau mantan suami memberikan uang bulanan untuk anak-anak, Namun semua tida tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Karena sejak berpisah, aku tidak pernah bekerja lagi, hanya mengharapkan dari lelaki yang menjadi kekasihku.
Bersambung ....
Saat pagi datang menyapa, sinar terang menyelinap masuk ke dalam kamarku dari sela gorden berwarna hijau yang aku gunakan menutup jendela kontrakan yang aku tempati.
Tubuhku masih tergolek dengan malas, tubuh ini begitu beratku diajak bangun. Ada rasa sepi yang menghinggapi di dadaku kalau kedua anak-anakku tidak di rumah, biasanya aku bangun cepat untuk mengurus semua keperluan mereka,membuat serapan pagi dan banyak hal harus ku persiapkan layaknya seorang ibu mengurus anak anak nya, walau kadang sangat repot mengerjakannya karena sebagi orang tua tunggal di rumah ini, tetapi, aku tidak pernah merasa capek dan mengeluh untuk mereka, aku selalu dengan senang melakukannya dan bangga masih bisa berbuat yang terbaik untuk mereka.
Harusnya aku sudah menjemput mereka saat ini ke rumah ayahnya, karena waktu bersama ayah mereka sudah habis, waktunya tinggal bersamaku lagi, karena sesuai kesepakatan kedua anak-anakku akan tinggal bergantian tiap bulan di rumah ayahnya dan di rumahku.
Suara-suara riuh anak-anak bermain di depan rumah kontrakan tidak lantas membuatku terganggu, pikiran ku bergentayangan memikirkan banyak hal, tetapi yang paling menyita hati dan otak ini lelaki yang menikmati tubuh ini tadi malam.
Ia adalah Mas Virto, seorang lelaki berprofesi anggota keamanan, bertugas sebagai Intel, lelaki tampan, bertubuh tinggi kekar.
Kriiing ….
Kriiing ….
Saat sedang melamun sampai ke langit ke tujuh, tiba-tiba ponselku berdering.
“Ibu, tidak jadi jemput anak-anak hari, ini?” tanya Dimas mantan suamiku.
“Aku lagi malas, entar saja.”
“Lagi sakit, mau aku bawa ke dokter?”
“Tidak usah, anak-anak pada lagi
ngapain?”
“Anak-anak lagi pada nonton, tadi Jeny nanya, apa ibu jadi jemput apa tidak, dia ingin pulang katanya.”
“Nanti aja, Aa, bilang anak-anak aku lagi malas.”
“Baiklah, nanti aku bilangan,” ujar Dimas menutup teleponnya.
Kembali melanjutkan rebahan manja, tidak ada anak-anak di rumah membuatku malas untu masak.
Untuk mengisi perut yang sudah keroncongan ini, aku hanya akan memesan aplikasi online saja, otakku kembali lagi berkelana memikirkan Mas Virto dengan keluarganya.
‘Ia pasti sedang bersenang-senang, mana waktu untuk memikirkan ku’ aku membatin dengan sedih, batinku terluka, padahal ini bukanlah hal pertama ia pergi liburan dengan keluarganya.
Polisi bertubuh tinggi besar itu sudah bersamaku sekitar lima tahun, ada banyak alasan kenapa aku tidak bisa lepas dengan lelaki yang sudah memiliki istri itu.
Tiiing …!
Suara notif ponsel.
Dengan malas ku raih benda pipih persegi empat berwarna putih itu, tanganku dengan cepat mengusap layar.
Pesan dari Mas Virto.
[ Lagi ngapain?] Isi pesan lelaki yang selingkuhan ku itu.
[Lagi tidur di kamar] balasku dengan tidak bersemangat
[Jangan kemana-mana!] balasnya lagi.
Ada bagian dalam hati yang tiba-tiba menolak.
‘Kenapa aku tidak bisa kemana-mana, sementara dia bersenang-senang dengan keluarganya, apakah ini adil?’ tanyaku dalam hati.
Walau sebenarnya aku tidak ada hak untuk cemburu padanya, tetapi hati ini masih saja sulit terkadang menerima kenyataan itu.
Terlalu sibuk memikirkan hal-hal yang tidak jelas membuatku lupa membalas pesan Mas Virto, aku membiarkan ponsel di nakas, dan aku bangkit dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi, mungkin dengan mandi akan menyegarkan hati dan otak liar ku.
Tetapi saat ada di kamar mandi, suara motor terdengar di samping rumah, suara motor yang aku kenal, itu milik Dimas, mantan suamiku.
Tok …
Tok …
“Sebentar aku lagi di kamar mandi!” sahutku dari dalam.
Sialnya lagi, aku lupa mengunci pintu kamar mandi.
Dimas masuk ke kontrakan saat aku di kamar mandi, aku pikir tidak apa-apa, jika ia bersama anak-anakku, aku keluar dari kamar mandi, hanya menggunakan handuk dililitkan di atas dada.
“Eh, Aa, anak-anak kemana?” tanya ku dengan perasaan tidak enak, walau ia ayah dari anak-anakku tetapi ia mantan suamiku.
“Tidak ikut,” jawabnya, sebagai lelaki normal aku tidak menyalahkan nya menatap ku dengan tatapan mata tanpa berkedip
Ia berdiri dan mendekat, membuat jantung ini hampir melompat karena berdetak dengan kencang.
“Aa, mau apa kesini kalau tidak ikut anak-anak?” tanyaku membelikan badan menuju lemari dan membukanya.
“Kamu wangi bangat Neng,” ujar Lelaki yang pernah menjadi pasangan hidupku dengan tangan melingkar di pinggangku.
“Aa, mau apa?” tanyaku melepaskan tangannya
.
Rumah kontrakan yang aku tempati hanya satu ruangan, yang di huni satu ranjang ukuran king size, sebagai tempatku menjemput rezeki dari pria beristri, sengaja aku pilih yang mewah, agar siapapun yang tidur di sana merasa nyaman.
Rumah yang aku tempati hanya satu petak, dan aku sekat dengan lemari dan gorden sebagai kamar untuk anak-anakku, saat Mas Virto datang untuk menghangatkan tubuhnya.
Kalau ia tidak datang, anak-anak akan tidur denganku, kalau lelaki itu datang, mereka berdua tidur di ranjang bertingkat milik keduanya.
Apakah anak-anak tahu tentang apa pekerjaanku? Jangan di tanya, anak-anakku tahu, bahkan beberapa kali tepergok sedang melakukannya.
Apa aku sedih?
Saat pertama waktu itu sedih dan hina, tetapi saat ini sudah terbiasa, dan anak-anakku juga sudah memahami ku dan untuk apa aku seperti itu, tentunya untuk mendapatkan uang menyambung hidup.
“Tadi kamu pikir kamu pikir kamu beneran sakit Neng, makanya Aa datang,” ujarnya, dengan satu kecupan mendarat di cerukan leherku.
Untuk sesaat tubuh ini sangat mendambakannya, bau tubuh lelaki yang sudah memberikanku dua anak itu, masih melekat di ingatanku.
“Jangan, Aa … nanti di lihat ibu,” ujar ku sedikit mendorong, walau tubuh ini sangat mendamba, karena kesepian yang aku rasakan saat ini butuh pelarian. Namun, hatiku masih memiliki sedikit kewarasan, menyuruhku untuk menolak.
“Kenapa Neng …” ujarnya parau dengan tatapan mata sendu dengan napas memburu.
“Jangan, Aa apa kata orang nanti,” ujar ku dengan sedikit menolak, tetapi tubuhku menginginkannya.
“Terus … apa bedanya aku dengan lelaki simpanan mu itu, apa karena uang?” tanya dengan lembut dengan tatapan hangat.
“Bukan ,Aa, aku hanya tidak ingin-"
“Aku akan memberikan uang seperti di lakukan lelaki itu Neng, kalau itu yang kamu butuhkan”
“Aa, kalau ia tahu kamu di sini yang ada nanti kamu akan di hajar lagi seperti yang dulu Jan-”
Belum juga bibir ini selesai berucap, tetapi dengan cepat ia menempel jari telunjuknya, tatapan matanya dan wangi dari tubuhnya membuat tidak berdaya, hingga terjadi begitu saja, melakukan dengan lelaki yang sudah jadi mantan suami hal yang sangat salah, tetapi mau gimana lagi? otakku memang sudah rusak.
Bersambung .
Ia menarik diri dan berbaring di samping tubuh dengan senyum kecil terpancar dari bibir, Mantan suamiku sangat tampan, punya senyuman yang membuat kaum hawa sepertiku tidak bisa lepas dari perangkapnya.
Baru juga ia membaringkan tubuhnya di samping ku, tetapi ketukan pintu membuat kami melompat dengan kaget, karena demi apapun apa yang kami lakukan ini sangat salah, dan satu kesalahan besar yang sangat berbahaya.
“Oh … gila siapa itu?”
Dengan cepat ku buka lemari dan aku serakkan berkas-berkas sekolah anak-anak, sementara dia memakai pakaiannya dengan buru-buru.
Tok … Tok ….!
“Apa harus aku lakukan dengan ini?” ujarnya melihat berkas yang berserakkan.
“Mungkin itu Ibu, katakan kamu lagi mencari berkas-berkas sekolah anak-anak dan aku lagi nyuci di kamar mandi,” ujar ku dengan sikap buru-buru dipadu dengan sikap panik.
“Baiklah, sana ke kamar mandi, ia mendorongku ke kamar mandi." Aku periksa penampilannya, memastikan pakaian yang ia kenakan tidak terbalik karena memakai dengan buru-buru, jika pakaiannya terbalik ibu pasti akan curiga.
“Sana, buka pintunya,” pintaku setengah berbisik sebelum aku masuk ke kamar mandi.
“Iya, sebentar …!”
Berjalan membuka pintu.
Creek .…
Pintu terbuka. “Eh, Dimas kamu kok di sini, Riri mana?”
“Ada Bu, lagi nyuci di kamar mandi.”
“Kamu ngapain di sini?” tanya Ibu mulai mengintrogasi Dimas.
“Ini bu, lagi nyari berkas-berkas sekolah anak-anak, Riri tidak tahu menyimpannya di mana, aku mencoba mencarinya.”
“Berkas apa?” tanya Ibu ia membuka kamar mandi dan mendorong pintu, wajahnya terlihat sedikit legah karena melihatku mencuci pakaian, ia menyelidiki kami berdua.
“Ada apa BU?”
“Dimas kenapa kamu masukkan ke rumah dengan pintu terkunci?” bisik ibu masuk ke kamar mandi.
“Aku lagi nyuci aku tidak tahu Bu.”
“Bagaimana kalau Virto tahu habislah kalian berdua nanti,” ucap Ibu baik aku dan ibu sama-sama takut Virto.
“Kalau Ibu yang kasih tahu iya pasti ketahuan, kalau ibu tidak mengadu tidak akan ia tahu,” ujar ku mencium bau apek, karena aku memakai pakaian kotor yang ada di kamar mandi, terpaksa aku memakai pakaian kotor agra ibu tidak curiga.
Lalu Ibu keluar dan aku ikut menyusul menganti pakaianku dengan pakaian bersih.
“Sudah dapat berkasnya?”
Ibu melotot tajam pada Dimas mantan suamiku, Ibu memang tidak pernah menyukai lelaki berwajah tampan berkulit putih itu, sejak kami memutuskan berpisah.
“Belum Bu, tunggu sebentar lagi” Ia menyibukkan diri mencari berkas.
“Tidak seharusnya kamu di sini, bagaimana nanti tanggapan orang kalian itu sudah mantan suami istri, sebaiknya jangan saling bertemu lagi, apa lagi sedang berdua seperti ini”
“Iya Bu, Dimas tahu. Tetapi kami harus tetap berhubungan baik Bu, demi anak-anak”
“Jangan jadikan anak-anak jadi alasan Dimas, jika kamu sayang anak-anakmu berikan rumahmu untuk tempat tinggal untuk Riri dan anak-anak kamu.”
“Ibu, saya sudah bilang beberapa kali mengajak Ririn rujuk kembali dia tidak mau.”
“Tidak usah rujuk, berikan saja rumahmu untuk anak-anakmu dan kamu beli lagi untuk kamu, gampang' kan.”
“Sudah Bu, tidak usah dibahas lagi, lagian berkasnya sudah dapat, ini dia nih …” Tanganku menarik catatan sipil Darma anakku.
“OH, ella, itu berkas penting harusnya disimpan baik,” ucap ibu mengoceh.
“Iya Bu,” ujar ku membantu Dimas merapikan berkas yang berserak itu kembali, berkas-berkas yang aku jadikan alibi karena perselingkuhan ku dengan mantan suamiku.
“Itu sudah ketemu, kan, sudah kamu pulang sana.” Ibu menatap tajam pada Dimas.
“Iya Bu.”
Lelaki bertubuh tinggi itu meninggalkan kami berdua dengan ibu.
"Kamu iya, jangan aneh-aneh, nanti ada yang laporan sama Virto, kalau Dimas mantan suamimu datang ke rumah, berdua- an, kunci pintu, jangan pikir ibu tidak tahu apa yang kalian lakukan, ibu ini sudah melewati hari-hari seperti itu."
Aku hanya diam dan masuk ke kamar mandi, membiarkan ibu mengoceh mengeluarkan unek-uneknya.
"Sudah Ibu pulang sana, aku mau tidur ibu ga usah ganggu."
"Iya, iya panggil saja lagi mantan suamimu, biar ada temanmu tidur,"ujar Ibu meledekku.
Lalu meninggalkanku, aku merasa menyesal, karena bermain api dengan sang mantan suami.
Bersambung ...
Bantu komen dan review akak-akak, berikan dukungan untuk karyaku.Terimakasih
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!