NovelToon NovelToon

Mr. Cool 1990

PERTAMA BERDEKATAN

Alvina Rasti, gadis mungil berkulit putih dan berwajah imut siswi kelas 3 SMP NUSANTARA. Dia anak petama pasangan Bu Surti dan Pak Danar dari 2 bersaudara. Dia mempunyai seorang adik cowok yang bernama Diki Mahendra yang hanya beda umur 3 tahun darinya . Di kalangan anak seusianya Vina, panggilan dari Alvina termasuk gadis populer. Parasnya yang ayu dan orangnya supel, membuat banyak teman yang menyukainya.

Arga Wijaya, cowok berpenampilan menarik dan memiliki wajah yang menawan. Dia banyak dikagumi cewek – cewek termasuk Vina yang diam – diam menyukainya, namun dia dikenal cuek bahkan lebih cenderung ke jutek. Dia anak tunggal dari Bu Wita dan Pak lndra. Dia satu sekolah dengan Vina bahkan kelas mereka berdekatan namun jarang sekali bertegur sapa.

*****

Pagi ini dirumah Vina sudah gaduh dengan ulah Diki yang berteriak – teriak meminta bantuan untuk bersiap ke sekolah. Dia minta diambilin seragamlah, kaos kaki lah, hal itu membuat Vina geleng – geleng kepala. Vina yang tidak ingin ibunya kesiangan menyiapkan sarapan, terpaksa harus membantu adiknya yang sangat manja dan menyebalkan itu.

“Mbak Vina!!!” panggil Diki.

“Apa lagi dekk!!” jawab Vina kesal.

“Aku juga mau gantian nyiapin bukuku dek.” Vina berjalan mondar mandir menyiapkan keperluannya.

“Mbak tau nggak buku PR yang aku taruh di depan TV?”

“Dah ku buang di tong sampah!” canda Vina sambil menuju meja TV dan membuka laci.

“Buk Mb Vina jahat!!”

Tanpa menjawab Vina memukul kepala Diki dengan buku PRnya.

“Awww!!! Sakit tauk!” Diki meringis sambil mengusap kepalanya pura – pura mewek.

“Udah ahh yuk sarapan nanti telat. Kamu enak masih SD sekolah deket. Lha Mbak.” gerutu Vina di sela - sela sarapan.

Bu Surti yang masih sibuk didapur tidak mau ambil pusing, dia sudah terbiasa dengan keributan yang di buat anak - anaknya. Bu Surti percaya meski sering adu mulut, mereka tetap saling menyayangi.

Padi sudah hampir menguning, pagi - pagi sekali pak Danar sudah berangkat ke sawah untuk mengusir Emprit (burung pipit). Sawah mereka tidak terlalu jauh dari rumah, bu Surti tidak perlu mengirimkan sarapan untuk pak Danar ke sawah.

Keluarga Vina sangat harmonis, meskipun hidup serba kekurangan. Vina sudah sangat bersyukur meski sekolahnya mengandalkan beasiswa untuk membiayai pendidikannya. Orang tua Vina hanya mampu memberi uang saku ala kadarnya. Bahkan terkadang hanya cukup untuk naik bus. Vina jarang sekali pergi ke kantin seperti teman – temannya untuk berhemat.

Vina keluar dari rumah lebih awal daripada Diki. Vina berangkat ke sekolah naik sepeda sejauh 2,5 km dari rumahnya menuju jalan raya tempat pemberhentian bus. Desa tempat tinggal Vina termasuk daerah pelosok.

Dipertigaan jalan, Vina sudah ditunggu oleh teman – temannya yaitu Dewi, Lisa dan Wati. Mereka berangkat bersama – sama menuju pemberhentian bus (di desa tidak ada halte bus yaa..). Di dalam perjalanan mereka senang mengobrol kesana – kemari. Hal itu akan membuat mereka tidak merasa lelah bersepeda. Ada saja bahan obrolan yang mereka bicarakan. Apalagi Dewi yang pandai melucu dan kadang telminya kebangetan.

“Vin, kamu tau nggak sih ada anak baru pindahan dari Jakarta. Kalau nggak salah namanya Reni.” Lisa membuka pembicaraan sambil menunggu bus datang.

“Denger sih, tapi belum pernah lihat. Kan beda kelasnya sama kita," sahut Vina.

“Aku dah lihat kemarin," sahut Dewi

“Cantik ga Wi?” celetuk Wati.

“Cantik itu kayak gimana sih?” tanya Dewi yang membuat Lisa langsung menjitak kepalanya.

“Menurut lohh!!” kekesalan Lisa disambut tawa teman yang lainnya.

“Udah ahh, jangan ribut! Tuh bus dah dateng mau naik nggak.” Vina menengahi.

Mereka berempat menaiki bus dan mencari tempat duduk. Vina yang masuk belakangan langsung duduk di kursi kosong dekat pintu bus. Dia tidak menoleh cowok disebelahnya. Vina langsung duduk dan merapikan buku yang dia bawa karena sedikit berantakan. Setelah duduk dengan benar, Vina menoleh orang yang duduk disampingnya.

Degg!!

'Arga!! Ya Allah ganteng banget kalau di lihat dari dekat.' guman Vina dalam hati. Vina ingin sekali menyapanya tapi takut. Arga terkenal sebagai cowok JUTEK di sekolah. Sepanjang perjalanan Vina sering mencuri pandang ke arah Arga. Saat mereka bertemu pandang, Vina buru – buru melihat ke arah lain. Dia merasa ngeri dengan tatapan dingin Arga.

“Biasanya cewek suka caper kalau ketemu aku. Nih cewek beda dari yang lain, dia cuma diem aja saat deket ma aku. Nggak mau nyapa lagi. Bukannya dia yang jadi juara kelas 3B.” Arga bicara dalam hati.

BRUKK

Buku Vina berjatuhan karena bus tiba – tiba mengerem. Vina buru – buru memungutinya. Entah dorongan dapat dorongan dari mana, Arga tiba – tiba ikut membantu memunguti buku Vina yang berserakan. Namun sikapnya tetap saja masih dingin seperti biasanya.

DEGGG

Jantung mereka berdetak lebih kencang saat tangan mereka bersentuhan, mereka mengambil buku yang sama tanpa di sengaja. Vina yang terkejut segera melepaskan bukunya, Arga menyerahkan buku itu kepada Vina. Mereka berdua masih juga saling diam tanpa suara.

“Terima kasih!” Vina memecah keheningan diantara mereka.

“Hmmm,” jawab Arga singkat tanpa menoleh. Dia berusaha menutupi kegugupannya di depan cewek yang menurutnya sangat unik itu.

'Ya ampun, nih, orang nggak ada jawaban yang lebih pendek lagi apa? Terbuat dari apaan sih hatinya? Aku jadi berasa lagi di kutub. Untung baik, dah nolongin aku tadi. Kalau nggak... lhh nyeremin!' guman Vina bergidik. Tangannya reflek menutup muka.

Arga yang melihat tingkah konyol Vina, spontan menoleh ke arahnya. Hal itu membuat Vina malu setengah mati. Dia terus merutuki dirinya dalam hati sambil pura – pura melihat ke arah luar bus yang sedang berjalan.

Tanpa mereka sadari bus yang mereka tumpangi sudah sampai di depan sekolah. Penumpang mengantri untuk turun dan membayar ongkos bus. Kenek bus menunggu penumpang yang turun di luar bus di dekat pintu masuk.

Saat berjalan menuju gerbang sekolah, Vina baru ingat kalau dia meninggalkan teman – temannya yang masih berada jauh dibelakang. Vina memperlambat langkahnya sambil menunggu Wati, Lisa dan Dewi untuk menyusulnya.

“Vinnn, tungguu!!” teriak Lisa.

“lya aku tungguin! Nih kan aku juga pelan - pelan jalannya," sahut Vina.

“Vin, semalam kamu mimpi apa?” tanya Dewi.

“Emang napa, Wi kamu syirik aja Vina deket sama Arga?” sahut Lisa.

“Udah – udah pada ngapain sih! Masuk kelas yuukk! Ngapain sih bahas hal yang gak penting! Aku ada piket nih," ucap Vina sambil lalu. Dia menghindari teman – temannya yang ingin tahu.

“Tau ahh ni anak pada kepo!” Wati yang sedari tadi diam ikut ngomong.

“Kaya kamu enggak aja!!’’ sanggah Dewi.

“Maklum lah Vin kamu kan tau barusan kamu duduk sama cowok idola. Mana dia pake bantuin kamu buat mungutin buku kamu yang jatuh lagi. Siapa yang nggak penasaran coba," celetuk Dewi.

“Tadi gak kamu aja yang duduk deket dia biar nggak penasaran.” Vina mendengus kesal.

“Untung tadi aku pake jaket kalau gak pasti aku dah membeku jadi es batu," lanjut Vina sambil melipat jaketnya dan menaruhnya ke dalam laci.

Vina bergegas mengambil sapu dan membersihkan kelas. Hari ini dia bagian piket.

“Kita bantuin yakk.” Wati mengambil penghapus dan dibawa ke luar buat di ketok – ketok debunya. (Dulu menulis masih pakai kapur tulis di black board ya gaes)

Dewi dan Lisa tak ketinggalan. Mereka ikut andil membantu Vina. Mereka mengambil kemoceng dan kain lap untuk membersihkan jendela. Mereka biasa saling membantu jika salah satu diantara mereka sedang piket. Mereka bersyukur bisa berada dalam satu kelas yang sama tahun ini setelah 2 tahun sebelumnya terpisah karena diacak dari sekolah.

*****

Bersambung...

PULANG SEKOLAH

Teettt... tettt... tetttttttt...

Waktu menunjukkan pukul 13:30. Bel berbunyi panjang sebanyak tiga kali. Itu artinya pelajaran sekolah sudah berakhir. Guru mempersilahkkan para siswanya untuk berkemas. Setelah berdoa di akhir pelajaran mereka berhamburan keluar kelas. Ada yang menuju tempat parkir, ada yang jalan kaki menuju rumahnya bagi mereka yang rumahnya dekat dengan sekolah, dan sisanya berdiri menunggu bus di pinggir jalan.

Ketika Vina dan kawan - kawan sedang menunggu bus di pinggir jalan. Mereka lalu melihat ke arah Arga yang semula juga berdiri menunggu bus, kini di bonceng motor oleh lelaki paruh baya dan berlalu dari sana.

“Itu kan Arga," celetuk Dewi.

“Iya bener, Wi. Kan emang biasanya Arga di antar jemput sama bapak atau ibunya.” Lisa menjawab sambil menatap ke tiga temannya.

“Masa sih? Kog aku baru tau ya. Pantes jarang bareng kita naik bus.” Dewi masih merasa heran.

“Iya, berarti tadi itu momen langka kita bisa barengan satu bus sama dia.” Wati ikut – ikutan menyahut.

Vina masih diam aja. Dia tidak mau meladeni obrolan teman – temannya. Dia tahu pasti ujung – ujungnya dia yang akan terkena bully karena tadi satu jok sama Arga.

“Tuh busnya dateng! Mau naik nggak?" Vina menunjuk bus yang datang, menghentikan obrolan seru ketiga temannya.

Mereka mengantri untuk naik ke atas bus, mereka mencari tempat duduk yang kosong selagi masih kebagian. Vina yang tidak suka masuk bus berdesakkan, dia sering tidak kebagian tempat duduk karena naik belakangan.

Penumpang mulai berkurang, satu per satu mereka turun selama rute perjalanan. Setelah beberapa saat akhirnya Vina mendapat tempat duduk kosong. Itu tak berlangsung lama ketika ada seorang ibu – ibu yang sudah berumur menghentikan bus dan naik ke sana. Dia tidak lagi mendapati tempat duduk yang kosong. Melihat itu, Vina langsung seketika berdiri. Dia merelakan tempat duduknya yang baru sebentar dia nikmati. Dia memberikannya untuk ibu – ibu yang baru naik tadi.

“Terima kasih, Nak.” ibu itu tersenyum. Dia menggeser tubuhnya lalu duduk di jok yang diberikan oleh Vina.

“Sama – sama ,Bu," jawab Vina sambil tersenyum juga.

“Kamu anak yang manis. Kelas berapa sekarang??”

“Kelas 3 SMP Bu.”

“Oh, sama berarti dengan cucu saya.

Melihat seragam kamu, sepertinya kalian satu sekolah. Namamu siapa nak??” ibu itu bertanya ramah pada Vina.

“Saya Vina, Bu.” Vina melihat ibu – ibu itu lalu kembali memandang keluar jedela.

“Maaf Bu, saya sudah hampir sampai.” dengan sopan Vina berpamitan dan bersiap – siap untuk turun dari bus.

“Iya Nak, hati – hati!! Terima kasih tempat duduknya.” sekali lagi ibu – ibu tadi mengucapkan terima kasih.

“Sama – sama, Bu.” setelah turun Vina mengulurkan tangannya untuk membayar ongkos bus kepada kenek. Kenek bus tersebut menolak, dia bilang kalau ongkosnya sudah dibayar oleh ibu – ibu yang duduk di jok yang Vina berikan tadi. Vina sedikit terkejut, dia tersenyum menatap ibu – ibu tadi dari luar bus. Ibu – ibu tadi membalas senyum Vina sambil melambaikan tangannya dari dalam bus yang mulai berjalan. Senyuman Vina baru hilang ketika dia bejalan menghampiri teman – temannya.

Mereka berempat berjalan menuju tempat penitipan sepeda. Sesekali mereka mengobrol mengenai pelajaran di sekolah selama perjalanan.

Saat perjalanan pulang, mereka mengayuh sepeda dan tidak banyak bicara. Mungkin mereka menghemat energi karena sudah melewatkan jam makan siang mereka. Maklum mereka berempat jarang makan siang di kantin. Mereka selalu sama – sama, jika salah satu tidak ke kantin maka yang lain juga tidak ke kantin.

Setelah hampir 15 menit menempuh perjalanan, mereka sampai di pertigaan jalan tempat mereka harus berpisah. Jalan yang mereka lewati menuju rumah berlainan arah.

“Dahh semuanya!!!!!!!” Vina yang bersepeda paling depan berpamitan pada temannya. Dia melambaikan tangan sambil terus mengayuh sepedannya.

“Daahh!!!" Dewi, Wati, dan Lisa serempak menjawab sambil terus berlalu.

Mereka bersepeda menuju rumah masing – masing.

...........

Ketika sampai rumah, rumah Vina dalam keadaan tertutup tapi tidak terkunci. Itu tandanya tidak ada siapapun di rumahnya. Pasti orang tuanya sudah berangkat ke sawah lagi setelah makan siang dan adiknya yang masih hobi bermain sudah keluyuran entah kemana. Kalau tidak di rumah temannya, dia pasti sudah bermain layang – layang di lapangan.

“Assalamu’alaikum.” meski tidak ada orang Vina terbiasa mengucap salam sebelum masuk rumah. Takutnya ada ibu atau bapaknya yang sedang tidur. Mereka pasti terkejut jika tiba – tiba melihat ada orang yang masuk rumah tanpa suara.

Vina berjalan menuju dapur untuk mengambil minum. Botol minum yang ia bawa ke sekolah, isinya sudah habis sejak sebelum jam istirahat terakhir. Mungkin kerena hari ini cuaca begitu panas.

Kamar Vina tidak jauh dari dapur. Dia segera meletakkan tas dan buku – bukunya di meja lalu dia menukar seragamnya dengan pakaian santai. Vina kembali ke dapur untuk mengisi perutnya yang sudah keroncongan.

Jam dinding menunjukkan pukul 14:00 siang. Vina mengganti bajunya dengan baju lusuh. Dia lalu mengambil perlengkapan untuk mencari rumput. Vina terbiasa menyabit rumput untuk pakan ternak yang mereka pelihara. Orang tua Vina memelihara seekor sapi milik tetangga dan dua ekor kambing milik mereka sendiri. Di kampung biasanya orang memelihara ternak milik orang lain dan mendapat upah dengan sistem bagi hasil.

Satu jam kemudian Vina selesai mencari rumput. Vina membersihkan diri dan menjalankan ibadah sholat. Setelah selesai sholat Vina bersiap melakukan aktifitas lain. Vina mengambil dua ember, dia membawanya dengan menaruhnya di setang sepedanya. Biasanya dia mengambil air sumur dengan cara manual yaitu dengan menimbanya. Air sumur yang di tuang ke dalam ember atau jerigen lalu di angkut. Air itu digunakan untuk mengisi gentong dan bak mandi. Jangankan ada pompa air listrik untuk penerangan saja desa Vina masih menyalur dari desa tetangga yang lumayan jauh. Namun Vina bersyukur, sejak dia kelas 5 SD sudah tidak menggunakan lagi lampu minyak sebagai penerangan. Dia juga bisa memutar radio atau televisi dengan listrik tersebut.

Vina masih harus mencuci piring dan memberi minum hewan ternak mereka setelah selesai mengambil air. Lelah? Pasti iya. Tapi selama Vina sehat dia tetap ingin membantu orang tuanya. Orang tua Vina pasti lebih lelah. Selain menggarap lahan mereka sendiri, orang tua Vina juga sesekali bekerja sebagai buruh tani untuk menopang hidup mereka. Orang tua Vina sangat senang memiliki anak sepertinya, sejak usia Vina masih kecil, dia sudah menjadi anak yang rajin dan pengertian. Tanpa mereka suruh Vina selalu berinisiatif membantu.

Vina dan keluarganya tidak mandi di rumah, mereka mandi di sumur tetangga. Kamar mandi dirumah cuma digunakan untuk mandi pagi sebelum sekolah dan ketika buang air saja.

Sebagai penutup hari yang sangat melelahkan, mereka bercengkerama di saat makan malam.

“Vin bagaimana sekolahmu hari ini??” tanya pak Danar sambil menyantap makan malam mereka. Sontak Vina menoleh ke arahnya.

“Ini dah mau masuk catur wulan tiga, Pak. Sebentar lagi ulangan CAWU 2 (cawu singkatan dari catur wulan). CAWU 3 nanti sudah harus belajar giat karena akan banyak try out dan latihan ujian. Vina nanti kerja saja, ya, Pak setelah lulus sekolah nanti.”

“Ibu harap kamu bisa melanjutkan SMA, Nak," sahut bu Surti.

“Iya, Nduk ibumu benar, bapak harap kamu jangan patah semangat meski kita hidup serba kekurangan.”

“Insya’allah Pak, Buk doakan yang terbaik untuk Vina.”

“Dik, kamu juga harus belajar! Sebentar lagi kamu naik ke kelas 6 kan?” pak Danar menatap Diki yang sejak tadi asyik makan sambil nonton TV.

“Iya, Pak!" jawab Diki masih sambil fokus ke layar TV.

Setelah makan malam mereka sudah selesai, pak Danar berjalan menuju ruang TV lalu dia duduk di sebelah Diki. Vina masih di dapur untuk membereskan sisa – sisa makan malam mereka bersama Bu Surti.

Malam itu, Vina tidak ikut keluarganya menonton TV. Dia langsung masuk ke dalam kamarnya untuk mengerjakan PR dan belajar materi yang akan diajarkan besok. Walaupun bukan juara umum, tetapi Vina masih dapat juara 3 besar di kelasnya.

****

Bersambung...

KEDATANGAN BU ASNA

@RUMAH ARGA SEPULANG SEKOLAH

Arga dan ayahnya turun dari sepeda motor yang membawa mereka dari sekolah. Tadi pagi motor mereka bocor sehingga Arga berangkat naik bus agar tidak terlambat ke sekolah. Ayah Arga yang notabene seorang guru SD tidak masalah sedikit terlambat karena harus menambalkan ban motor mereka dulu ke tetangga mereka.

Mereka masuk ke dalam kamar masing – masing dan berganti pakaian santai. Ketika hendak ke dapur terdengar suara dari luar rumah mereka.

“Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumusalam.” pak Indra mengurungkan niatnya untuk makan siang dan berjalan menuju ruang depan. Betapa terkejutnya dia melihat siapa yang datang ke rumahnya.

“Ya Allah, Ibuk!! Kenapa ke sini sendiri Bu?? Maafkan saya Ibu lama tidak mengunjungi Ibu sehingga membuat Ibu harus ke sini sendiri.” ayah Arga berhambur memeluk ibunya.

Bu Wita yang berada di kebun belakang rumah mereka mendengar obrolan mereka samar – samar langsung beranjak dan melangkah menuju pintu dapur bagian belakang. Di dapur dia mendapati Arga yang sedang makan.

“Siapa Ga yang ada di depan?” bu Wita bertanya sambil berjalan hendak menyuci tangannya.

“Arga belum ke depan Bun, tadi ayah yang ke depan Arga langsung makan karena udah laper banget.” jawab Arga setelah menoleh ke Bundanya lalu ia melanjutkan makan siangnya.

Bu Wita selesai menyuci tangannya dan berjalan menuju ruang depan meninggalkan Arga yang sedang makan. Sebelum sampai di ruang tamu sudah nampak bu Asna mertuanya sedang duduk mengobrol dengan suaminya. Setengah berlari bu Wita menghampiri mereka mencium tangan mertuanya lalu memeluknya. Dia begitu rindu kepadanya karena sejak kecil bu Wita sudah tidak memiliki orang tua.

“Ibuk kesini sendiri ?” tanyanya kemudian.

“Iya Nak, Agung sudah lama tidak pulang juga. Seminggu yang lalu dia hanya kirim uang lewat wesel.” bu Asna melihat ke sana kemari mencari sosok cucunya.

“Dari tadi aku kog belum lihat Arga ya?” tanyanya kemudian.

“Owh, Arga sedang makan Bu, di dapur. Sebentar saya panggilkan.” bu Wita berajak dari duduknya.

“Tidak usah Wit, kita susul ke dapur saja. Indra pasti juga belum makan.” bu Asna mengajak anak dan menantunya menghampiri Arga ke dapur.

Di dapur Arga sudah selesai makan. Dia sedang berjalan menaruh piring kotor ke tempatnya dan menyuci tangan. Saat selesai dan akan berjalan ke kamar, kedua orang tuanya dan neneknya masuk ke dapur.

“Nenek !” setengah berlari Arga memeluk neneknya.

“Maaf nek, tadi Arga tidak segera menemui Nenek ke depan.” sambil bergelayut manja pada neneknya.

“Nenek tau kamu lapar sayang.” tangan nenek mengusap kepala Arga sambil tersenyum.

Mereka berempat duduk di meja makan yang ada di dapur tersebut. Bu Wita mengambilkan makan siang untuk suami dan ibu mertuanya. Kemudian menyajikan teh untuk mereka. Bu Wita tidak ikut makan karena dia sudah makan siang sebelum mereka pulang. Awalnya Arga ikut duduk bersama mereka namun karena lelah dia berpamitan menuju kamarnya.

Di kamar Arga hendak merebahkan diri sambil meraih buku untuk di baca. Dia membaca sambil tiduran. Entah mengapa hari ini dia merasa sangat lelah. Dan bukannya membaca dia malah tertidur sambil memegang buku yang sudah jatuh di dadanya.

Bu Asna dan bu Wita mengobrol di teras sambil menikmati teh dan camilan yang di siapkan bu Wita. Pak Indra sedang berada di kamar mengerjkan tugasnya. Dia menyiapkan materi dan kisi – kisi yang akan diberikan pada siswanya agar lebih siap menghadapi test catur wulan kedua. Pak Indra mengajar di kelas 5 SD. Di sekolah pak Indra sangat disayangi murid – muridnya karena beliau sangat sabar dan penyayang. Tetapi dia juga tegas dan disiplin dalam mengajar.

Keluarga pak Indra tidak memiliki sawah. Itu karena pak Indra bukan asli kampung ini, istrinya yang asli kampung ini namun yatim piatu yang hanya memiliki pekarangan dan rumah yang mereka tempati. Selain mengajar Pak Indra memiliki usaha lain yang dijalankan temannya. Ada sebuah bengkel beserta toko perlengkapan otomotif dan sebuah konfeksi. Pak Indra juga mempunyai 5 ekor sapi dan 7 ekor kambing yang di pelihara oleh orang lain yaitu tetangganya dan orang dari kampung tetangga. Sesekali pak Indra mengecek langsung ke tempat usahannya jika dia tidak sibuk atau sekalian lewat ketika dia ada kegiatan luar disekitar tempat usahannya karena terbilang jauh dari rumah.

Kampung dimana keluarga pak Indra tinggal sudah di jangkau listrik. Meski berkecukupan, rumah mereka didesain sederhana dan asri. Tidak begitu terlihat mencolok di banding rumah – rumah di sekitarnya. Penataan lingkungan rumah diatur seindah mungkin oleh bu Wita untuk kegiatan sehari – hari sebagai ibu rumah tangga.

Di teras depan bu Asna memandangi bunga – bunga yang ditanam di pot oleh menantunya. Begitu apik dan rapi batinnya. Bu Wita sedang membersihkan dan merapikan kamar yang akan di pakai mertuanya.

Setelah selesai menyiapkan kamar untuk bu Asna, bu Wita berjalan keluar.

“Bu! Ibu pasti lelah. Sebaiknya Ibu istirahat dulu di kamar. “ kata Bu Wita lembut sambil duduk di sisi bu Asna.

Bu Asna menoleh ke menantunya dan tersenyum.

“Baiklah.”

“Kamu memang selalu bisa menyenangkan Ibu. Bersyukur Ibu punya menantu seperti kamu Nak!”

“Terima kasih,Bu. Ibu membuat saya merasakan kasih sayang seperti yang orang tua saya berikan dulu.” bu Wita berkaca – kaca sambil tersenyum.

“Ya sudah, Ibu istirahat dulu ya.” jawab Bu Asna lalu berdiri dan berjalan masuk ke dalam rumah.

Setelah kepergian bu Asna, bu Wita membereskan gelas kotor dan cemilan di teras tersebut. Sesampainya di dapur bu Wita langsung berkutat dengan perabotan kotor. Tak lama kemudian semua sudah kembali bersih dan rapi. Bu Wita kemudian memeriksa bahan – bahan yang akan dia masak nanti untuk makan malam. Kira – kira masih cukup jadi dia hendak beristirahat sejenak.

Waktu masih Pukul 14.30.

Bu Wita kemudian menyedu secangkir kopi untuk di bawa ke kamar. Sudah pasti kopi itu untuk Pak Indra yang sedang bekerja di kamar mereka.

“Kopinya Yah.”

“Makasih Bun.” menyeruput kopi sambil terus fokus ke komputer. Dan meletakkannya kembali di meja.

“Ibuk dimana?” masih sambil mengetik.

“Istirahat di kamar Yah.” jawab Bu Wita sambil berbaring.

“Saya istirahat sebentar ya Yah? Tolong bangunin jam 3 nanti.”

“Habis ashar aku mau masak yang spesial.” kata bu Wita sambil memejamkan matanya yang ngantuk berat.

“Baiklah.” jawab Pak Indra masih terus fokus tanpa menoleh.

..............

Makan malam pun tiba.

Keluarga pak Indra berkumpul di meja makan. Berbagai menu istimewa dihidangkan di meja. Arga tampak berbinar karena makanan kesukaannya juga ada di sana.

“Kamu lapar apa doyan Ga?”

“Pelan – pelan dong makannya!” pak Indra membuka percakapan.

“Laper Yah, tadi aku habis main bola bareng Andi dan Doni.” mulut Arga yang masih penuh makanan terlihat lucu saat bicara.

“Main boleh, tapi inget bentar lagi kamu test CAWU 2.”

“Bunda nggak mau kamu kecapekan dan lupa belajar.” bu Wita ikut berkomentar.

“Nggak lah Bun, aku kan cucu nenek yang paling pinter! Iya kan nek?” sambil menoleh Bu Asna.

“Tentu sayang.”

“Tapi bener kata ayah bundamu, boleh main tapi jangan lupa belajar.” bu Asna menengahi.

Makan malam mereka terasa istimewa dengan kehadiran bu Asna di sana. Setelah selesai makan malam Arga, pak Indra dan bu Asna menuju ruang tengah untuk menonton TV sementara bu Wita beres – beres dapur dulu lalu menyusul mereka.

Arga yang masih harus belajar dan mengerjakan tugas lebih dulu masuk ke kamar. Sementara yang lainnya masih di depan TV bertukar cerita dan bersendau gurau melepas rindu. Binar bahagia tak pernah lepas dari wajah bu Asna. Dia yang biasanya tinggal sendiri di Jogja merasa senang berada di tengah – tengah keluarga anaknya. Agung anak bungsunya tinggal di Jakarta bersama istrinya.Sebagai tentara Agung tidak punya banyak waktu untuk mengunjungi ibunya. Pak Indra berkali – kali memintanya untuk tinggal bersamanya namun dia belum rela meninggalkan rumahnya di Jogja yang baginya penuh dengan kenangan.

Malam pun semakin larut dan mereka beristirahat di kamar mereka masing – masing.

****

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!