NovelToon NovelToon

Dosen Cantik Milik Presdir

Bab 1

...🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾...

Seorang wanita berparas cantik menghela napas panjang usai keluar dari butik ternama. Dia melepas kaca mata jadul yang sedang dipakai, lalu memasukannya ke dalam paper bag biru yang ia tenteng.

“Taxi!” Wanita itu melampaikan tangan, membuat mobil sedan berwarna hitam berhenti tepat di depannya.

“Ke jalan XXX distrik H,” ucapnya.

Dia merogoh tas kecil, mengambil ponsel dari dalam lalu mengirim pesan pada seseorang.

“Aku sudah naik taxi, mungkin setengah jam lagi sampai,” begitu pesan yang tertulis di sana.

Tidak sampai setengah jam, mobil hitam itu berhenti di depan rumah satu lantai dengan konsep sederhana. Wanita itu membayar ongkos taxi dan segera turun. Dengan perasaan yang gugup, dia meraih tombol bel. Namun belum sempat ditekan, dia tiba-tiba mengurungkan niatnya.

Terdengar hela nafas beberapa kali, rupanya wanita itu terlalu gugup. Dia merapikan baju sebelum akhirnya menekan tombol bel. Seorang lelaki berumur 32 tahun membuka pintu. Dengan senyum ramah menyap gadis itu.

“Hai, sayang,” begitu ucapnya.

“Gimana ini, aku Nervous banget. Mama kamu galak gak sih?” cletuk wanita itu.

“Engak, kamu tenang aja.”

Pria itu membawa sang kekasih masuk ke dalam untuk diperkenalkan kepada orang tuanya. Dengan gaya tomboy yang berusaha ditekan dengan gaun edisi musim semi. Wanita itu terlihat cantik dan anggun.

Wanita itu baru masuk dan belum duduk, tetapi seorang wanita paru baya yang sedang duduk menyindirnya dengan sindiran tajam. Itu tentang tangannya yang kosong tak membawa bingkisan apapun. Namun, pria muda yang berdiri di sampingnya membantu bicara.

Si wanita paruh baya itu menatapnya dengan pandangan tak suka. Dengan senyum cangung, wanita muda duduk dengan gaya sopan.

“Mah, dia pacarku.” Pria itu duduk di samping pacarnya dan memperkenalkan wanita muda itu kepada mamanya.

“Siapa namamu?” tanyanya dengan nada ketus.

“Kia, tante.”

Belum sempat wanita mudah itu memperkenalkan diri, ibu pacarnya langsung membelinya label ‘Matre’. Label itu membuat mata wanita muda melotot. Bagaimana tidak, baru pertama kali bertemu sudah diberi label seperti itu tanpa dasar.

“Lihat gaun mahalmu itu, aku yakin harganya lebih dari 200 dolar. Kamu berpacaran dengan anakku hanya ingin menghabiskan uangnya saja. Bukan begitu?” hardik wanita paruh baya itu.

Belum puas dengan sindiran tentang gaun. Mama dari kekasihnya itu masih antusias menyinggung soal biaya kencan selama ini. Mulai dari tiket bioskop, makan dan bahkan bahan bakar untuk mengantar jemputnya selama ini.

“Kamu yang seperti ini, pasti hanya tahu minta makan dan jalan-jalan. Menonton bioskop pasti juga menghabiskan uang anakku.” Wanita tua itu menatap pacar anaknya dengan tajam.

Wanita bernama Kia hanya bisa memandang kekasihnya, berharap mendapatkan pembelaan. Namun, sang kekasih justru membela mamanya.

“Sayang, yang mama katakan ada benarnya. Kamu terlalu boros dalam mengunakan uang. Selanjutnya, kita tak perlu merayakan hari jadi atau bahkan menonton bioskop. Lebih baik uangnya kamu beri padaku untuk tabungan kita menikah.”

What the hell? Bukankah itu pemikiran lucu tanpa dasar?

Telinganya sudah cukup panas mendengar omelan dari calon mertuanya. Belum lagi dari sang lelaki yang ternyata lebih suka bertengger di ketiak ibu. Wanita muda itu lantas berdiri dari duduknya.

“Dengar ini tante! sejak tadi aku mendengarkan kalian menghardikku. Sekarang, biarkan aku menjelaskan.” Kia melotot, menunjukan nyala api di matanya yang sedang membara.

“Pertama, aku tidak pernah meminta uang sepeser pun pada anakmu. Kedua, selama kita pacaran, segala pengeluaran dari menonton bioskop dan juga uang makan, itu semua dibebankan padaku!” ucap wanita muda itu dengan lantang.

“Benarkah? Bagus itu, kamu sadar diri juga ternyata.” Mama dari pacarnya membuang muka ke samping.

Mendengar balasan dari mama pacarnya, membuat wanita itu semakin mengebu-gebu. Hatinya sudah tidak sabar untuk menampar perkataan mereka berdua.

“Bukankah anakmu terlalu matre? Jaman sekarang, tak masalah jika semua biaya kencan dibagi dua. Tapi anakmu? Mana dari bajunya yang bukan pemberianku?!” lanjut wanita muda itu dengan nada mengebu-ngebu.

“Dan kau! Pria bereng-sek yang tak tau malu!” Wanita itu menunjuk kekasihnya.

“Persetan dengan hubungan kita! Sekarang kita putus!” Kia menoleh dan hendak pergi.

“Tunggu!” Panggilan lelaki itu menghentikan langkah kaki Kia.

“Putus ya putus. Tapi kembalikan tas yang pernah aku belikan itu!”

Kia menoleh dan tersenyum sinis. Bagaimana tidak? Tas itu hanya seharga 50 dolar, tetapi sang lelaki menagihnya dengan nada kasar. Wanita yang diam terpaku itu benar-benar tidak menyangka, lelaki yang selama ini dia kencani hanyalah orang bereng-sek yang numpang hidup.

“Oh, berapa harganya?” Kia merogoh tasnya, mengambil beberapa lembar uang.

“Aku ingat, tas ini hanya 50 dolar kan?”

“Karena tasnya ada di rumah. Aku akan membayar harganya!” Kia melempar selembar uang 50 dolar ke wajah lelaki itu.

“Aku juga ingat! Baju yang kamu pakai ini, harganya 150 dolar. Juga jam tangan yang melingkar di tanganmu, harganya 500 dolar. Aku menunggu semua biaya itu masuk ke rekeningku hari ini!”

Dengan emosi yang meluap-luap, wanita itu pergi dari sana. Jantungnya berdebar cepat, seperti ada petasan yang akan meledak di sana.

Wanita itu bernama Sakia Shen, atau kerap dipanggil Kia. Dia baru berumur 25 tahun, masih cukup muda untuk seorang wanita lajang.

Benar, dia baru saja putus hubungan dengan kekasih yang sudah dua tahun ini dikencaninya. Kekasih yang selama ini hanya menumpang hidup bersamanya.

Mulut kecil nan tebal itu masih terus mengumpat mantan kekasih. Hatinya masih mendongkol, umpatan-upatan kasar yang baru dikeluarkan, rupanya masih belum cukup memuaskan.

Dia memanggil Taxi, dan memutuskan untuk pergi ke Bar yang berada 25 kilometer dari tempatnya.

“Kingstone Hotel,” ucap Kia.

Mobil berwarna biru tua melaju, memecah hiruk pikuk kota yang sedikit ramai. Butuh waktu setidaknya satu jam perjalanan, sampai taxi yang ia panggil sampai di lobi hotel.

“Dua puluh dolar.”

“Gila! Mahal sekali 20 dolar!” batin Kia saat merogoh tasnya.

...🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃...

Jangan lupa Like sebelum baca bab selanjutnya.

Terima kasih ☺️☺️

Bab 2

...🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾...

Kia, yang masih memakai dress keluaran musim semi itu langsung menuju lift dan menekan tombol nomer 20. Segera, lift meluncur naik ke atas, mengantarnya pergi ke sebuah bar yang ada di lantai teratas.

Lampu remang-remang menyamarkan raut wajahnya yang terlihat kesal. Sepertinya, keadaan Bar dengan gaya khas ‘minim penerangan’, sangat cocok dengan keadaan hatinya.

“Satu Mojito, Please!” Kia mengambil tempat duduk di depan bartender.

“Segera datang.”

Minuman ini merupakan salah satu cocktail yang berasal dari Kuba. Mixture of white rum, jeruk nipis, daun mint, air soda, dan es batu, menjadikan minuman ini digemari oleh berbagai kalangan. Kia termasuk salah satu pengemar rasa asam dan manis yang bercampur dengan Rum.

“Ready, Miss.” Bartender itu menyodorkan segelas Mojito dingin yang menggugah selera.

Kia baru mencecap beberapa teguk. Tiba-tiba satu pesan masuk bertengger di wall ponselnya. Ternyata laporan masuk dari fitur m-banking tengah memberitahu dia. Sudut bibirnya bergerak, wanita itu nampak senang saat melihat nominal saldonya bertambah 1.500 dolar.

“Beri aku dengan aroma sedikit lebih kuat!” nada Kia sedikit meninggi. Sepertinya dia sudah mendapatkan kebahagiaannya lagi. Wanita itu bahkan menghabiskan lima gelas coctail dengan rasa yang berbeda.

“Ugh!” Kia mengeluh, merasakan perutnya yang sudah mulai begah dan kepala yang mulai pusing.

“Sir, aku mau bayar!” Kia mengeluarkan kartu debitnya dari dalam tas.

Bartender tampan langsung mengambil kartu dan mengeseknya, lalu memberikan tagihan kepada Kia. Meski matanya mulai berat, wanita itu dengan jelas dapat melihat nominal yang tertera disana.

“Cih, 350 dolar untuk lima gelas coctail. Ini terasa lebih pantas dibanding membelikan satu set baju untuk pria itu!” gumam Kia.

Ia mencoba berdiri dan berjalan menuju lift dengan sempoyongan. Meski cuma coctail dengan campuran alkohol yang sedikit, tapi itu cukup membuat kepalanya pening dan melayang.

Kia berjalan ke meja resepsionis dan meminta sebuah kamar presiden suite. Hari ini, dia memutuskan untuk menghabiskan 1.500 dolar dari mantan pacarnya yang baru saja masuk rekening.

Cling-

Sebuah cardlock berupa kartu mifare atau magnetic stripe atau kartu chip. Pokoknya itu lah namanya. Baru saja disodorkan petugas wanita. Nomer yang tertera di sana adalah 5069. Dengan mata yang sudah remang-remang, Kia mencoba membaca dan menghafal kamarnya.

“Lantai 5, Nona,” ucap petugas resepsionis.

Kia segera pergi berjalan menuju lift, tentu saja dengan langkahnya yang pontang panting. Beberapa kali wanita itu mengelus tumit, sepertinya kaki tomboy itu tidak terbiasa dengan high heels.

“Ah! High heels sialan!” gerutunya tambah jengkel.

Matanya sangat berat, bahkan sangat sulit dibuka lagi. Kia sedang menahan rasa lelah, pusing, dan juga eneg. Dia sangat ingin segera bertemu ranjang empuk. Sampai pada saat pintu lift terbuka, dia mempercepat jalannya.

*Bugh*

Kia tak sengaja bertabrakan dengan seseorang dan membuat kartu passnya jatuh ke lantai.

“Maaf! Maaf.” Kia menundukkan kepalanya yang sudah semakin berat.

Orang yang menabrak Kia tak merespon, hanya mengambil kartu pass miliknya dan segera pergi. Kia segera mengambil kartu pass miliknya dan berjalan menuju ke kamarnya.

“Aahh! Nyaman sekali!” ucap Kia yang merebahkan diri di atas ranjang king size.

Kia baru saja memejamkan matanya, saat tiba-tiba terdengar langkah kaki seseorang. Suara napasnya terdengar cukup berat.

“Siapa yang mengirimmu!”

Suara lelaki itu membuat mata Kia terbelalak. Wanita itu terperanjat dari tidurnya dan melihat seseorang tengah berdiri tepat di depannya. Meski dengan mata yang samar, dia bisa melihat wajah lelaki itu yang sedikit ... sedikit tampan.

“Siapa kamu! Kenapa kamu ada di kamarku!” pekik Kia.

“Kamarmu?” Dia membuang muka.

“Hah! kakek tua busuk itu berani juga mengikutiku! Bahkan mengirim seorang wanita!” Lelaki itu mendengus kesal.

Ia berjalan mendekat, napasnya masih terdengar cukup berat. Dengan kasar, dia mengambil tangan Kia dan mencengkramnya.

“Katakan! Siapa yang mengirimmu!” tanya lelaki itu dengan nada yang terdengar tidak sabar.

“Apa yang kamu bicarakan! Tentu saja petugas resepsionis!” Kia menghempaskan ta menghempaskan tangan lelaki itu dengan cepat. Mengambil tas yang ada di atas kasur lalu merogohnya.

“Lihat!” Kia menyodorkan bukti pemesanan kamar. “Aku bahkan membayar untuk kamar ini! Gimana ceritanya aku diutus seseorang!” Kia mulai mengeluarkan nada ketus.

“Ini nomer 5096 kamar yang kamu pesan 5069!”

Kia hampir tidak percaya jika dirinya salah masuk kamar. Karena tak mau basa-basi dan harus berada di ruangan yang sama dengan lelaki asing, dia memutuskan untuk pergi. Dengan gaya cengengas-cengenges, Kia pelan-pelan mengeser kakinya dan hendak berjalan pergi.

Sayangnya, gerakan Kia terlalu lambat. Lelaki itu dengan cepat menangkap tangan Kia.

“Ada kamu juga ngak masalah!” Napas lelaki itu menjadi semakin berat saat berbicara.

Ia menyeret tangan Kia dengan kasar, dan menjatuhkannya ke ranjang.

“Jangan!” Kia berusaha memberontak.

Lelaki itu tidak peduli, dia mencengkram kedua tangan Kia dengan kuat. Satu persatu melepaskan kancing kemejanya dengan sabar.

“Tidak! Jangan ... aahh!”

Suara lelungan dan des ahan terdengar di penjuru kamar. Wanita cantik itu beberapa kali meminta tolong, berharap ada seseorang yang datang dan membantunya. Namun, dia lupa, jika kamar presiden suit di hotel itu berdesain kedap suara.

...🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃...

Jangan lupa Like-nya 👍🏻

Terima kasih

Bab 3

...🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾...

Tiga tahun kemudian

Seorang lelaki muda yang sedang joging tiba-tiba memperlambat larinya. Ternyata saat itu ada panggilan yang masuk ke ponselnya.

“Tuan, saya menemukannya di bandara.” Suara dari balik telefon membuat langkah sang lelaki terhenti seketika.

“Tahan dia!”

Sudut bibirnya sedikit meninggi. Kabar itu seakan merubah seluruh moodnya pagi itu. Ia bergegas menghampiri mobil sedan yang terparkir tak jauh dari taman.

“Pergi ke bandara!”

Perintah itu baru saja turun, sang supir segera bergegas memacu pedal gas dan mengantar tuannya dengan cepat. Mobil baru saja tiba di depan departemen kedatangan, seorang lelaki dengan jaz hitam rapi datang dan membantu membuka pintu.

“Dimana dia?” tanya seorang lelaki yang baru saja turun dari mobil.

“Tuan, itu ....”

“Jangan bilang dia berhasil kabur?!” Lelaki itu memakai kaca mata hitamnya.

“Ma-maf tuan, dia mengelabui kami dengan berpura-pura mengantar anaknya ke toilet!”

Mendengar kata ‘anak’ membuat lelaki itu menoleh dan memandang sinis anak buahnya. Otaknya berpikir dengan keras saat itu.

Ngak mungkin kan? Sekali aja langsung tok-cer?

Ia meraih jaz anak buahnya dan mencengkramnya dengan kuat. Ada amarah yang terlihat sangat jelas di mata lelaki itu.

“Cari dia sampai dapat!”

Perkataan yang keluar seperti kata yang sedang dieja satu persatu. Meski nadanya terdengar rendah, tetapi berhasil membuat anak buahnya gemetar takut. Ia segera melepaskan cengkramannya dan menghela napas panjang. Sebelum akhirnya memilih untuk pergi dari sana.

Raut wajahnya berubah seketika, dia sangat kesal. Baru saja berharap bisa bertemu dengan wanita itu, tetapi semuanya kandas. Apa lagi dia mendengar jika wanita itu membawa seorang anak. Pikirannya masih dibalut rasa kesal, saat ponsel yang dipegangnya berdering lagi.

“Dasar bocah kurang ajar!” Suara seorang pria tua terdengar begitu nyaring.

“Emm, a-aku ....”

“Kembali sekarang juga! Sampai kapan kau bermain-main seperti itu, hah?!”

Mendengar suara yang begitu nyaring membuat lelaki itu menjauhkan ponsel dari telinganya.

“Aish ... orang tua ini benar-benar ....” Lelaki itu langsung memutuskan panggilan dan menon-aktifkan ponselnya.

“Kembali ke rumah!”

Bangunan dengan gaya klasik bercampur moderen, lengkap dengan taman dan juga gazebo yang berada di halaman depan. Rumah dua lantai yang berdiri kokoh di tanah seluas 18 hektar.

Rumah megah yang berada di tengah perumahan elite itu adalah milik seorang pengusaha kaya, Julius Lee. Tuan Lee, dengan segudang bisnis yang tersebar hampir di seluruh penjuru Asia. Harta kekayaan yang dia miliki tak main-main, jika di total sekitar 150 milliar dolar US.

Tak heran jika nama Julius Lee masuk ke dalam daftar sepuluh orang terkaya di dunia. Julius bahkan hampir setara dengan Jef Bezos yang juga bos Amazon.

Lelaki berkaus putih dengan balutan jaket varsity baru saja masuk. Dengan santai dia berjalan sembari melepas kaca mata hitamnya. Baru beberapa langkah ia berjalan ke ruang tamu. Tiba-tiba sebuah tongkat kayu yang begitu kokoh melayang ke arahnya. Beruntung, tongkat kayu dengan ukiran naga itu tidak mengenainya.

“Bocah tengik!” seru Julius dengan nada ketus.

“Kakek! Ada apa denganmu!” Lelaki itu mendengus kesal.

Julius memandang cucunya dengan tatapan muak. Seorang wanita cantik, dengan dress selutut sedang mengelayut manja pada Julius. Lelaki itu memandang dengan tatapan jijik.

“Kakek, tenanglah. Nanti jantungnya kambuh lagi,” ucap wanita itu.

Julius menepis tangannya dan kembali duduk di kursi. Terdengar hela napas panjang sebelum tangan tuanya mengambil secangkir teh.

“Aku menyuruh untuk menikah, kamu tidak menggubris. Kuliah juga jarang sekali masuk!” Julius menyeruput teh da hong pao dengan aroma bunga yang semerbak.

“Kau tahu betul, bagaimana mereka menekanku hanya karena kamu yang belum mendapat gelar?” Julius melanjutkan ucapannya.

Lelaki itu bernama Kenneth Lee, satu-satunya pewaris tunggal kekayaan Julius.

“Jangan memaksaku! Saat itu aku sudah menuruti kemauanmu!” Kenneth melangkah pergi, tak peduli dengan teriakan Julius yang memanggilnya beberapa kali.

“Biarkan saja, Kek. Ken memang seperti itu sejak dulu!” sahut wanita bernama Rebecca.

Perasaan jengkel membuat Julius engan dan mengabaikan calon cucu menantunya itu. Dia lebih memilih menikmati secangkir teh mahalnya, sembari meredam emosi yang sudah mencuat.

Kenneth menyalakan kran, gemercik air dari shower membasahi tubuh bidangnya. Perlahan-lahan menghapus keringat yang sejak tadi membuatnya risih. Ia menutup mata, merasakan air dingin yang segar tengah membias tubuhnya. Tiba-tiba, kenangan tiga tahun itu muncul.

“Tidak ... jangan! Aah ....”

Gema suara wanita itu terus terngiang di pikiran Ken. Lelaki itu hampir dibuat gila. Selama tiga tahun ini sudah mengerahkan segala cara untuk menemukan gadis pada malam itu. Ken yakin, jika perempuan yang ada di kamarnya bukan Rebecca. Terlebih lagi, ia mendengar wanita itu membawa seorang anak.

“Sial!” Ken memukul dinding marmer yang ada di sampingnya.

“Aku harus mendapatkannya segera!”

...🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃...

Jangan lupa Likenya 👍🏻👍🏻

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!