NovelToon NovelToon

Pilihan Hati Aryana

1. Prolog

Hallo Readers apa kabar, ini adalah karya keduaku setelah Cinta Yudha, dan karyaku ku ini masih berhubungan dengan kisah di Cinta Yudha jadi biar tidak gagal paham, baca dulu cerita author Cinta Yudha.

Happy Reading

.

Perkenalkan namaku Aryana Maira Yudhatama, aku putri yang terlahir kembar tiga bersama dua orang kakak laki-laki ku yang bernama Afwa dan Afwi. Aku putri dari bunda Yasmin dan ayah Yudha, tetapi namaku bukan kedua orang tuaku yang memberikannya, Om Fahmi lah yang menyematkan nama Aryana Maira padaku, karena jasa om Fahmi yang menyelamatkan nyawa bunda dan nyawa kami bertiga. Aku tak pernah mempermasalahkan siapa yang memberiku nama, karena om Fahmi juga sudah seperti ayah buatku, aku terlahir dengan kelainan jantung jadi kedua orang tuaku lebih protect padaku daripada kedua kakak ku dan adik laki-laki ku, ya setelah tiga tahun kami lahir, bunda hamil lagi dan lahirlah adik laki-laki ku yang bernama Azka Agustian Yudhatama, biasa di panggil Azka.

Sekarang aku duduk di kelas dua SMA Negeri favorit di daerahku, usiaku menginjak tujuh belas tahun, kak Afwi bersekolah yang sama denganku, karena ia ingin menjagaku, sedangkan kak Afwa lebih memilih bersekolah di SMA Taruna Nusantara Magelang karena ia ingin meneruskan jejak ayah sebagai seorang militer.

Aku kadang minder dengan penyakit yang aku derita tetapi ayah, bunda, dan semua keluargaku menyemangati ku untuk menjadi wanita yang kuat dan tabah. Tak banyak orang yang tahu siapa aku dan kakak-kakakku sebenarnya, teman-temanku hanya tahu kalau aku anak seorang tentara, jadi mereka ada yang memandangku sebelah mata, tapi itu tak masalah buatku justru dengan itu aku tahu siapa yang mau berteman dengan tulus denganku.

Di Sekolahku ada club' basket salah satu personilnya adalah Kak Ghavin Herlambang, postur tubuhnya tinggi, kulitnya putih, wajah yang tampan dan hidung mancung, membuat dia digandrungi banyak siswa cewek di sekolah termasuk diriku, tetapi apalah dayaku, meski penampilanku tak terlalu buruk tapi kondisiku yang lemah cukup membuatku tahu diri untuk mendekati cowok se keren kak Ghavin. Lagipula ada bodyguard yang selalu mengawasi ku, ia adalah kak Afwi yang lebih memilih ekskul karate. Aku tak tahu apakah aku berani memperjuangkan perasaanku pada kak Ghavin ataukah perasaanku akan berlabuh di hati yang lain.

*****

"Pagi, ayah, bunda, hai adikku Azka yang ganteng!" sapa Aryana pada kedua orang tuanya dan adiknya ketika turun untuk sarapan.

"Pagi, sayang, mana kakakmu Afwi," balas sang bunda.

"Mungkin masih di kamar, kebiasaan tuh kak Afwi, disekolah juga nggak gebetan kalau dandan lama," gerutu Aryana.

Belum lagi Aryana meneruskan sarapannya, sebuh jitakkan kecil melayang ke kepalanya, siapa lagi kalau bukan sang kakak yang baru saja diomongin.

"Auww, sakit tau," ucap Aryana sambil memegangi kepalanya yang di jitak sang kakak.

"Makanya, kalau ngomongin orang jangan sembarangan, biar kakakmu ini nggak punya gebetan tapi, banyak cewek-cewek yang ngantri buat kakak pacarin," ucap Afwi membela dirinya.

"Sudah-sudah habiskan sarapan kalian nanti terlambat!" tegur Yudha pada kedua anaknya.

"Siap Komandan!" ucap Aryana dan Afwi bersamaan, lalu mereka menghabiskan sarapan mereka dengan tenang.

Afwi dan Aryana memang tak bisa berkutik jika sang ayah sudah bicara dengan nada teguran, aura kepemimpinan sebagai militer tercetak jelas di wajah dan pandangan matanya. Sedangkan Afwa tak bersama mereka karena memilih bersekolah asrama di SMA Taruna Nusantara Magelang, hanya sesekali Afwa pulang ke rumah ketika libur sekolah.

Setelah selesai sarapan, Afwi dan Aryana pamit untuk berangkat ke sekolah, mereka berdua mencium tangan Yudha dan Yasmin.

"Yang rajin ya, kalau guru sedang menerangkan diperhatikan!" nasehat sang bunda pada ketiga anak buah hatinya.

"Ya, bunda kami akan selalu ingat pesan bunda," ucap Aryana.

Afwi dan Aryana segera berangkat, namun mereka menggunakan kendaraan yang berbeda. Aryana dan Azka diantar supir dan Afwi lebih memilh naik motor kesayangannya, tetapi Aryana selalu minta turun di gang dekat dengan sekolahnya lalu ia membonceng kakaknya Afwi. Aryana melakukan hal ini agar teman-temannya tidak tahu siapa ia sebenarnya. Sebenarnya Aryana ingin membonceng Afwi dari rumah tetapi tidak di ijinkan sang bunda karena kesehatannya. Demi membuat sang bunda tenang, Aryana nenurut saja apa yang di inginkan bundanya.

"Makasih ya Kak," ucap Aryana pada Afwi.

"Ya, sama-sama, dan ingat Na, kamu nggak usah mikirin cowok itu yang nggak ada perhatiannya sama kamu, buang-buang tenaga," ucap Afwi yang tahu adiknya punya perasaan dengan Ghavin.

"Iya, Kak," ucap Aryana lemas, kemudian ia berlalu dari hadapan kakaknya.

Sampai di kelas, Aryana meletakkan tasnya di meja dengan malas, Franda dan Niken yang menjadi sohibnya pun heran melihat Aryana sudah begitu loyo di pagi hari.

"Na, kamu kenapa, sakit?" tanya Niken.

"Nggak," jawab Aryana singkat.

"Kalau nggak, kenapa lu loyo gitu?" tanya Franda yang ganti bertanya.

"Heh, gue tau pasti karena si Ghavin itu," tebak Niken dengan percaya diri.

"Sok tahu lu Ken," seloroh Franda.

"Halah kaya nggak tau aja seluruh dunia juga bakal tahu apa yang menyebabkan seorang Aryana gegana," ucap Niken dengan nada pasti seolah dia seorang pakar menebak hati.

"Emang, bener ya tebakan Niken?" tanya Franda.

"Tadi Kak Afwi pesan ama gue, agar nggak usah mikirin cowok yang nggak ada perhatiannya sama gue, buang-buang tenaga, gitu katanya," ucap Aryana sedih sambil meletakkan kepalanya di atas meja.

"Heh, Na, aku dukung tuh omongan kak Afwi, lagian ngapain kamu suka sama kak Ghavin, saingan lu kelas berat semua say," ucap Niken.

"Na, kalau aku sih nggak bermaksud belain kak Afwi, tapi kita harus realistis dong, lu siapa, Ghavin itu siapa, lu lihat cewek-cewek saingan lu, cantik-cantik dan anak-anak orang kaya. Cewek-cewek kaya kita jangankan dijadikan kandidat pacar di lirik aja nggak," ucap Franda.

"Apa gue segitu nggak menariknya ya sampai kak Ghavin nggak ngelirik gue sekalipun?" tanya Aryana sendu.

"Bukannya lu nggak menarik, tetapi emang si Ghavin nya aja tuh yang katarak nggak bisa lihat cewek secantik dan sebaik lu," ucap Niken sebal.

"Iya, kecantikan lu tuh alami, nggak dibuat-buat kaya barisan tuh cewek ondel-ondel, keganjenan dan teriak-teriak nggak jelas cuma lihat si Ghavin main basket.

"Eh, lu ya Na, ayah lu kan tentara kenapa sih nggak cari gebetan para tentara di kesatuan ayah lu, dari pada si Ghavin cuma modal tampang doang dan kekayaan ortunya," ucap Franda.

"Males ah cari gebetan tentara ujung-ujungnya LDR, nggak ah, aku nggak mau hubungan kayak gitu," ucap Aryana menolak saran dari Franda.

Tak lama bel masuk berbunyi, tiga sahabat tersebut mengakhiri obrolan mereka karena guru jam pertama sudah masuk ke dalam kelas. Para siswa mengikuti pelajaran dengan tertib sampai jam istrirahat tiba. Para siswa pergi ke kantin sekolah untuk mengisi perutnya yang mulai lapar, namun ada pula yang tinggal di kelas.

Franda dan Niken mengajak Aryana untuk pergi ke kantin tetapi Aryana menolak karena ia akan pergi ke mushola sekolah untuk melaksanakan shalat dhuha seperti apa yang diajarkan bundanya. Setelah selesai melaksanakan shalat dhuha, Aryana menyusul kedua sahabatnya ke kantin sekolah. Dalam perjalanan ke kantin tak sengaja ia menabrak seseorang.

Brukk

"Maaf, saya tidak sengaja," ucap Aryana sambil berdiri.

Betapa terkejutnya ia ketika tahu siapa yang ia tabrak barusan meski tak sengaja, jantungnya mendadak berdetak tak karuan.

"Lain kali kalau jalan hati-hati, jangan ceroboh!" ucap cowok yang tak sengaja ditabrak oleh Aryana.

"Maafkan saya kakak, saya tak sengaja," ucap Aryana dengan wajah sedikit takut bercampur gugup melihat wajah cowok yang ia tabrak adalah cowok yang selama ini mencuri hatinya.

"Ya sudah, tak apa," ucap cowok itu datar.

Kemudian cowok tersebut bersama dua orang temannya berlalu begitu saja dari hadapan Aryana. Aryana pun segera pergi ke kantin menyusul kedua sohibnya setelah punggung cowok yang ia tabrak tadi hilang dari pandangannya

"Eh, Vin, tuh cewek lumayan cantik, kok cuma lu gituin doang?" tanya Ardi.

"Cewek seperti itu mah modus, cuma pingin kenalan dan dekat sama gue " jawab Ghavin sok tau, karena tidak semua cewek mau menjatuhkan harga dirinya demi seorang Ghavin.

"Tapi sepertinya tuh cewek beda lho Vin, dia tadi memang nggak sengaja nabrak lu," ucap Farel.

"Alah pada sok tau kalian, apa jangan-jangan kalian naksir sama tuh cewek barusan," ucap Ghavin.

"Eh lu kalau ngomong yang benar, kenal aja nggak gimana mau naksir, dasar lu," ucap Farel sambil menonyor kepala Ghavin.

"Ya barangkali aja, lu, lu pada naksir sama tuh cewek yang modus nabrak gue barusan," ucap Ghavin yang sukses membuat kedua sahabatnya melayangkan timpukan di kedua lengannya.

Sedangakan Aryana sudah sampai di kantin menyusul dua sahabatnya yang sudah mengabiskan dua mangkuk soto dengan dua gelas es teh.

"Maaf, ya gaes gue baru nyusul, soalnya tadi ada accident," ucap Aryana dengan nafas yang sedikit ngos ngosan.

"What!, accident apa?" tanya Niken yang langsung mendongakkan kepalannya yang sedang asyik menyedot sisa es tehnya menghadap Aryana.

"Iya, accident, gue nabrak seorang pangeran."

___________________________________________

Hai Readerku kesayangan kita ketemu lagi di novel keduaku, maaf kalau masih kurang greget karena usia author dah nggak Abg lagi, tapi harus cerita tentang anak SMA 🙏

Please Like, Vote and Coment

Thank You

Bersambung....

Episode. 2

iHappy Reading

.

"Accident apaan sih, kok kelihatannya malah seneng banget?" tanya Niken kepo bercampur heran.

"Tadi habis dari mushola sekolah, aku nggak sengaja nabrak kak Ghavin, alamak dia cakep bener kalau dilihat dari dekat," jawab Aryana senyum-senyum sambil membayangkan kejadian sewaktu wajahnya begitu dekat dengan Ghavin.

"Whatt!, kamu nabrak kak Ghavin?, terus reaksinya gimana waktu lu nggak sengaja tabrak dia?" tanya Franda ikutan kepo.

"Satu, satu ih kalau nanya," ucap Aryana sebal.

"Ya, sorry deh habis gue kaget lu bisa-bisanya nabrak dia," ucap Franda.

"Reaksinya biasa aja, malah sikapnya terlihat datar dan cuek aja," ucap Aryana sendu setelah ia bercerita tentang sikap Ghavin yang terlihat acuh padanya, tak ada kesan ramah di wajahnya.

"Heh, aku kira dia bersikap manis, ternyata cuma bersikap datar dan cuek," ucap Franda kecewa.

"Udahlah gak usah pikirin tuh si cowok songgong, mending lu segera pesan makan sebentar lagi bel masuk bunyi," ucap Niken pada Aryana yang sedari tadi belum memesan apapun karena sibuk bercerita tentang accident dengan Ghavin.

Aryana lalu segera memesan nasi soto dengan porsi kecil dan jeruk hangat, karena kelainan jantung yang dialaminya maka ia harus berhati-hati soal makanan, minuman dingin, es dan makanan minuman berpengawet harus ia hindari jika masih ingin berumur panjang. Dokter Fahmi saat ini masih memantau kesehatan Aryana meski dari jauh. Bagi dokter Fahmi Aryana bukan hanya sekedar seorang pasien namun Aryana adalah separuh hidupnya.

Bertepatan bel masuk berbunyi Aryana sudah menyelesaikan makannya. Ia dan dua sahabatnya kembali ke kelas untuk melanjutkan jam pelajaran berikutnya.

Aryana dan ketiga sohibnya mengikuti pelajaran dengan tenang. Waktu terus berjalan akhirnya bel pulang berbunyi semua siswa keluar kelas dengan gembira karena inilah hal mereka selalu nantikan setiap mengikuti pembelajaran di sekolah. Aryana berjalan menuju parkiran dimana kakaknya Afwi menunggu.

"Ayo pulang kak!" ajak Aryana setelah berdiri disebelah Afwi yang sudah duduk diatas motornya.

"Heh, ngagetin aja lu Dek," ucap Afwi.

"Maaf, ayo pulang kak aku capek!" ajak Aryana.

"Oke, ayo naik pengangan yang kenceng!" pinta Afwi.

Aryana pun langsung membonceng motor sang kakak, tetapi cuma sampai gang dekat sekolahan, karena di situ mobil jemputan Aryana sudah menunggu.

Sampai di rumah Aryana langsung masuk kamar, ia masuk kamar mandi lalu mengambil wudhu untuk melaksanakan shalat dzuhur. Setelah melaksanakan shalat dzuhur Yasmin merebahkan tubuhnya ke tempat tidur, entah kenapa hari ini ia merasa lelah. Aryana memegangi dadanya yang sedikit nyeri.

"Ya Allah kenapa nyeri lagi sih, apa karena aku banyak pikiran ya?" gumam Aryana dalam hati.

Aryana lalu bangun dari tidurnya, ia masih memegangi dadanya yang masih tiba-tiba terasa sedikit nyeri.

"Ya Allah jika waktuku memang tak banyak sebelum aku pergi, ijinkan aku bisa menikah dengan laki-laki yang aku cintai dan mencintaiku," doa Aryana sambil meringis menahan nyeri di dadanya.

Tok tok

"Na, kamu belum makan, makan dulu Sayang nanti kamu sakit," ucap sang bunda sedikit berteriak sambil mengetuk pintu kamar Aryana.

"Iya, Bund, Ana segera makan," jawab Aryana dari dalam.

Aryana segera membuka pintu kamarnya, di depan pintu ia menemukan sang bunda berdiri di sana.

"Na, kok wajah kamu agak pucat, apa kamu sakit?" tanya bunda khawatir.

"Nggak, Bund, Ana nggak sakit cuma sedikit capek aja tadi disekolah tugasnya banyak," jawab Aryana berbohong.

"Ya, sudah sekarang kamu makan dulu habis itu minum obat yang di kasih sama om Fahmi!" pinta Yasmin.

Ibu dan anak itu pun berjalan beriringan menuju ruang makan, di sana sudah ada Afwi dan Azka yang sudah lebih dahulu makan.

"Kamu kebiasaan ya, Dek, kalau pulang sekolah langsung ngamar kadang sampai lupa makan," seloroh Afwi.

Mendengar ocehan kakaknya Aryana hanya diam, dia dalam mode tidak ingin berdebat dengan kakaknya seperti biasa. Aryana mengambil piring, nasi dan lauk pauknya, setelah berdoa ia langsung menyantap makananya dengan tenang. Afwi dan Azka saling pandang, mereka heran kenapa tiba-tiba Aryana jadi pendiam, tak seperti biasanya ia akan berdebat dan mengomel jika Afwa, Afwi atau Azka mengatainya.

"Kamu sakit, Kak?" tanya Azka setelah Aryana menyelesaikan makan siangnya.

"No, I am fiine, don't worry," jawab Aryana santai, padahal ia menahan nyeri di dadanya.

Selesai makan Aryana langsung meminta ijin pada bundanya untuk kembali ke kamar dan hal itu membuat Afwa dan Azka heran.

"Bund, Aryana kenapa nggak biasanya dia seperti ini?" tanya Afwi

"Tadi bunda sudah tanya tetapi, adikmu cuma jawab kecapean karena banyak tugas sekolah tadi," jawab bunda.

"Apa iya hanya karena tugas sekolah Aryana seperti itu?" gumam Afwi dalam hati.

Sedangkan di kamar, Aryana memegangi dadanya yang sakit, dengan tertatih ia mendekat ke ranjang dan membuka laci nakas samping tempat tidurnya. Ia mengambil beberapa jenis obat, ia langsung meminum obat-obat itu dengan air mineral yang selalu da di kamarnya. Setelah minum obatnya, Aryana duduk bersandar di kepala ranjang sambil mengelus dadanya yang masih terasa nyeri.

"Ya Allah sampai kapan aku akan merasakan semua rasa sakit ini, dengan kondisiku seperti ini apa akan ada laki-laki yang mau mencintaiku dengan tulus, apa lagi kak Ghavin dia terlalu tinggi untuk aku gapai," batin Aryana dalam hati.

Tak lama terdengar dengkuran halus, menandakan Aryana sudah terlelap, mungkin karena efek obat yang barusan ia minum.

Afwi mencoba membuka pelan pintu kamar Yasmin yang ternyata tidak terkunci karena ia mengetuk tidak ada sahutan dari dalam. Afwi membuka pelan pintu kamar Yasmin, terlihat pemandangan yang membuat hatinya ternyuh, sang adik teridur lelap di ranjangnya. Perlahan ia mendekati dimana Aryana tidur, Afwi duduk di sisi ranjang, dilijatnya wajah cantik satu-satunya adik perempuannya. Wajah cantik dan teduh seperti milik bundanya, wajah inilah yang membuat ia memutuskan satu sekolah dengan Aryana untuk menjaganya meski ia sangat ingin bersekolah sejenis tempat Afwa bersekolah, namun rasa sayangnya pada Aryana lebih besar daripada impiannya.

Afwi membelai rambut sang adik dengan penuh sayang, dalam hati ia berharap adiknya bisa berumur panjang dan menemukan cinta sejatinya.

"Kenapa nasibmu begini Dek?, kenapa kamu jatuh cinta pada laki-laki seperti Ghavin, sampai kapan pun lelaki seperti dia tak akan pernah melirikmu apalagi menaruh hati padamu, hanya laki-laki yang berhati baik dan tulus yang bisa melihat kecantikanmu yang sesungguhnya," ucap Afwi dalam hati.

Setelah melihat keadaan Aryana yang ternyata tertidur, Afwi keluar Aryana lalu menutup kembali pintu kamar Yasmin dengan pelan.

"Aryana tidur?" tanya bunda tiba-tiba membuat Afwi kaget setelah ia menutup pintu kamar Aryana.

"Ah Bunda bikin kaget aja," ucap Afwi.

"Maaf, tapi kenapa sampai kamu kaget begitu sih?" tanya bunda.

"Afwi tadi tutup pintu pelan-pelan biar nggak ganggu Aryana tidur, soalnya kelihatannya Aryana pulas banget," jawab Afwi.

"Ya sudah, bunda kira Aryana tidak tidur, kalau begitu bunda mau istirahat dulu," ucap bunda.

Setelah bundanya pergi, Afwi juga pergi ke kamarnya, ia akan mengerjakan beberapa tugas sekolah karena Afwi tidak biasa tidur siang kecuali kalau ia sedang tidak enak badan.

Sampai di kamar Afwi duduk di meja belajarnya, belum lima nenit ia duduk, ponselnya berdering, tertera nama Afwa di sana. Afwi langsung menggeser tombol hijau.

Afwi

"Assalamualaikum, Kak!

Afwa

"Waalaikumsalam."

Afwi

"Tumben Kak Afwa telpon jam segini ada apa?"

Afwa

"Bagaimana kabar Aryana, perasaanku dari tadi pagi nggak enak."

Afwi

"Aryana baik-baik saja, hanya saja tadi waktu makan siang dia hanya diam saja, tak biasanya ia tak membalas candaan ku, habis makan langsung masuk kamar lagi, waktu aku mau ajak ngobrol Aryana sudah tidur di kamar."

Afwa

"Apa mungkin dia sakit?"

Afwi

"Entahlah, tadi waktu makan ia terlihat biasa saja, tapi Kakak tau sendiri 'kan Aryana seperti apa."

Afwi

"Nanti kalau Aryana sudah bangun, aku akan tanya ke dia."

Afwa

"Baiklah, kalau sudah tau ada apa dengan Aryana kabari aku!"

Afwi

"Oke, nanti aku kabari, jaga diri kakak baik-baik!, Assalamualaikum."

Afwa

"Waalaikumsalam."

Setelah menerima telpon dari Afwa, Afwi menyandarkan punggungnya di kursi belajarnya, ia tak menyangka Afwa juga merasakan hal yang sama meski ia jauh.

"Apa karena kami bertiga kembar jadi hati kami saling tertaut?" tanya Afwi dalam hati.

Setelah tadi sedikit galau karena panggilan telpon Afwa, Afwi malah menerawang langit-langit kamarnya, ia jadi kepikiran Aryana gara-gara Afwa.

Afwi ke mode on dan sudah bersiap mengerjakan tugas sekolahannya meski galau setelah menerima telpon dari Afwa tentang Aryana

"Sebenarnya ada apa dengan kamu, Dek?, kenapa kaka Afwa sampai bisa ikut merasakannya," gumam Afwi dalam hati.

____________________________________________

Maaf kalau banyak kekurangan di karya kedua ini.

Please Like, Vote and Coment

Thank.You

Episode. 3

Happy Reading

.

Aryana bangun dari tidurnya, ia merasa badannya lebih enak, nyeri di dadanya juga sudah berkurang. Aryana melihat jam dinding di kamarnya menunjukkan pukul tiga sore, bersamaan itu terdengar suara adzan ashar. Aryana beranjak dari tempat tidurnya menuju kamar mandi lalu mengambil wudhu untuk melaksanakan shalat ashar. Setelah melaksanakan shalat ashar Aryana menuju meja belajarnya ada tiga mata pelajaran yang memberikan PR, ia harus mencicilnya dari sore. Selagi ia mengerjakan PR terdengar pintu kamarnya di ketuk.

Tok tok

"Dek, kamu di dalam?"panggil Afwi dari luar kamar.

"Ya, Kak, sebentar," sahut Yasmin dari dalam.

Ceklek

Aryana membuka pintu dan tampaklah kakaknya Afwi sedang berdiri di depan pintu sambil tersenyum. Senyum manis dan menenangkan yang mirip sang ayah.

"Kamu sedang apa, Dek?" tanya Afwi.

"Sedang mencicil mengerjakan pr Kak," jawab Aryana.

"Boleh aku masuk?" tanya Afwi.

"Boleh, masuklah, biasanya juga langsung nylonong aja," jawab Yasmin.

Afwi hanya nyengir mendengar omongan sang adik, ia langsung masuk ke kamar Aryana dan duduk di tepi ranjang Aryana.

"Ada apa Kak Afwi mencari ku?" tanya Aryana.

"Nggak apa-apa, hanya ingin melihat keadaanmu," jawab Afwi.

"Memang aku kenapa?" tanya Aryana.

"Tadi siang kamu terlihat tak bersemangat dan lebih pendiam, ada apa?" tanya Afwi lembut.

"Aku tadi cuma kecapean dan lagi malas ngomong aja," jawab Aryana berbohong.

"Na, jangan lupakan kita lahir kembar, jadi apa yang kamu rasakan aku dan kak Afwa pasti juga ikut merasakannya," ucap Afwi.

Aryana yang mendengar perkataan Afwi merasa bersalah telah membohongi saudara kembarnya, memang sedari kecil mereka bertiga memiliki ikatan batin yang kuat, namun yang paling perhatian dengannya adalah saudara kembarnya Afwi.

"Maaf," hanya kata itu yang keluar dari mulut Aryana.

"Sekarang katakan dengan jujur, sebenarnya apa yang terjadi padamu hari ini, kalau sampai kak Afwa juga merasakannya berarti ada sesuatu yang terjadi padamu?" tanya Afwi.

Aryana lalu berjalan dan duduk di tepi ranjang bersebelahan dengan Afwi, Aryana menggenggam tangan Afwi seolah mencari kekuatan di sana.

"Aku akan jujur tapi kak Afwi harus janji jangan katakan hal ini pada ayah dan bunda," ucap Aryana.

"Oke aku janji," ucap Afwi meyakinkan Aryana.

"Sebenarnya tadi siang aku tiba-tiba merasakan nyeri di dadaku, aku sedih dengan keadaanku yang seperti ini," ucap Aryana berkaca-kaca.

"Ya Allah, Dek, kenapa kamu nggak bilang kalau kamu sakit?" ucap Afwi kaget dan khawatir.

"Maaf, aku hanya tak ingin kalian mengkhawatirkan aku, sejak kecil aku sudah menyusahkan ayah dan bunda," ucap Aryana sendu.

"Hei, dengarkan kakak, tak ada yang menganggapmu menyusahkan, kamu adalah berlian kami yang paling indah, kamu adalah gadis cantik kesayangan kami, kamu sangat berharga untuk kami, ayah, bunda, kak Afwa, Azka dan aku sangat menyayangi kamu. Kakak mohon jangan karena perasaanmu ke Ghavin yang bertepuk sebelah tangan itu kamu jadi banyak pikiran dan nggak punya semangat hidup. Kamu wanita sholehah seperti bunda, jadi aku yakin suatu saat akan ada laki-laki yang mencintaimu dengan tulus, yang akan menerima kelebihan dan kekuranganmu dengan ikhlas tetapi laki-laki itu bukanlah Ghavin," ucap Afwi sambil menakup kedua tangannya ke wajah sang adik.

"Apa aku akan kuat, Kak?" tanya Aryana sendu.

"Kuat, kakak yakin kamu akan kuat, kakak minta lupakan Ghavin, kalau dia jodohmu sejauh apapun kalian terpisah pasti akan bersatu tetapi jika ia bukan jodohmu maka se erat apapun hubungan kalian pasti akan berpisah. Hati tau kemana ia akan pulang, lagi pula kamu masih muda jalan masih panjang, lebih baik pikirkan masa depanmu, belajar yang benar biar kamu bisa masuk fakultas kedokteran yang kamu impikan, ingat pesan bunda, Allah selalu tau apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Allah memberikan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan, Kakak harap kamu paham," ucap Afwi.

Mendengar apa yang di ucapkan Afwa, hati Aryana merasa teduh, sang kakak yang berwajah datar tetapi tetap tampan begitu sangat menyayanginya. Jika orang lain yang mendengar apa yang Afwi ucapkan barusan pasti mereka akan pingsan.

"Kakak," ucap Aryana lalu memeluk Afwi erat, ia terisak meluapkan semua rasa sesak di dadanya.

Wangi maskulin milik sang kakak membuatnya tenang, pelukan Afwi hampir sama dengan pelukan hangat dan wangi lembut sang ayah. Afwi membelai lembut kepala Aryana penuh sayang, ingin rasanya ia menghajar manusia bernama Ghavin Herlambang itu dengan semua jurus karate yang ia miliki. Meski Ghavin tak bersalah dalam hal ini tapi ia geram dengan muka songgong Ghavin yang sok kecakepan itu. Situasi lah yang membuat adiknya begini, dalam hati ia berharap bukan Ghavin jodoh sang adik tercintanya.

Aryana mengurai pelukkannya sembari mengusap air matanya. Afwi membantu mengusap air mata sang adik dengan lembut.

"Sudah menanggisnya, nanti cantiknya hilang, dan kalau sampai bunda tanya bagaimana, hayo?" goda Afwi sambil masih menenangkan Aryana.

Memang Aryana akan lebih terbuka dan jujur dengan kakak-kakaknya karena selain dekat dua kakak laki-lakinya tak akan bisa ia bohongi. Afwa meskipun sudah dua tahun ini jauh masih tetap bisa merasakan jika terjadi sesuatu hal yang tak mengenakan menimpa Aryana.

"Ini sudah sore sebaiknya kamu mandi biar segar, kakak mau cuci motor dulu," ucap Afwi, lalu mencium kening sang adik kemudian ia beranjak meninggalkan kamar Aryana.

Setelah Afwi meninggalkan kamarnya, Aryana memikirkan apa yang barusan dikatakan sang kakak. Ia tak boleh mengorbankan perasaan keluargannya hanya karena persaan cintanya pada sosok Ghavin yang tak pernah memandangnya sama sekali, apala ulangan semester kenaikan kelas sudah di depan mata. Aryana tidak mau mengecewakan ayah bundanya yang telah mengorbankan segalanya untuknya. Meski Aryana tau bahwa ayahnya bukan hanya seorang tentara tetapi pemilik DW group, dia tak lulus SMA pun ia masih bisa hidup enak namun ia ingin meniti masa depannya sendiri tanpa embel-embel Dewantara group.

Tiba-tiba ponsel Aryana berbunyi, tertera disana panggilan vc dari om Fahmi, meski sedikit heran karena tumben om Fahmi nya menelpon, Aryana mengeser tombol hijau di ponselnya.

Aryana

"Hallo Om Assalamulaikum."

Om Fahmi

"Waalaikumsalam Sayang."

Terlihat di layar ponsel Aryana wajah pria seumuran ayah Yudha tetapi masih tetap imut dan ganteng dengan jas putih yang dipakainya.

Aryana

"Ada hal apa om menelponku?"

Om Fahmi

"Nggak apa-apa om hanya tiba-tiba teringat gadis cantik om."

Aryana

"Ih Om Fahmi gitu deh, jangan bilang aku gadis cantik nanti kalau pacar Om dengar aku bisa dilabrak."

Om Fahmi

"Om nggak punca pacar jadi tak usah takut dilabrak. By the way dadamu masih sering sakit?"

Aryana

"Sedikit Om, tapi nggak apa-apa, aku masih minum obat yang Om kasih."

Om Fahmi

"Sakitnya biasa atau sakit banget?"

Aryana

"Jujur Om kemarin sakit banget tapi aku tahan biar nggak ketahuan bunda, aku nggak mau bunda khawatir, tapi akhirnya ketahuan sama kak Afwi, kita kan lahir kembar dari kecil perasaan kami sensitif dan tertaut satu sama lain."

Om Fahmi

"Terus sekarang bagaimana rasanya dadamu?"

Aryana

"Sudah nggak apa-apa tapi kadang-kadang nyeri sedikit."

Om Fahmi

"Aryana Sayang, kamu jangan kecapean!, jangan banyak pikiran!, Om yakin kamu memikirkan sesuatu yang berat jadi perasaanmu jadi tertekan akhirnya memicu rasa sakit di dadamu. Ayo jujur sama om, kamu mikirin apa hemm?"

Aryana

"Ana nggak mikirin apa-apa kok cuma kecapean tugas sekolah."

Om Fahmi

"Baiklah, Om percaya sama kamu, tapi ingat jangan banyak pikiran, jika kamu punya masalah Om siap mendengarkan dan siap membantumu."

Aryana

"Terima kasih atas perhatian Om Fahmi, siapapun yang akan mendampingi Om nanti adalah wanita yang paling bahagia karena Om orang yang sangat baik, perhatian, penuh kasih sayang dan dermawan."

Om Fahmi

"Kamu bisa aja Sayang, sudah dulu ya Om mau kerja lagi, ingat pesan Om dan jaga diri baik-baik!, Assalamualaikum."

Aryana

"Waalaikumsalam."

Selesai menelpon Aryana merebahkan tubuhnya di tempat tidur, matanya memandang langit-langit kamarnya. Satu lagi orang begitu menyayanginya padahal ia orang lain, tak ada hubungan keluarga ataupun kerabat. Om Fahminya yang memantau kesehatan jantungnya sejak bayi. Di layar hp nya tadi entah kenapa Om Fahminya tampak masih muda dan tampan meski umurnya hampir sama dengan ayahnya. Wajah Om Fahmi nya masih seperti anak kuliahan, namun yang membuat Aryana heran kenapa sampai sekarang Om Fahmi belum menikah padahal dilihat dari segi apapun Om Fahmi sudah sangat layak untuk menikah, dengan semua apa yang om Fahmi miliki ia bisa dapatkan wanita manapun yang ia mau.

"Kenapa om Fahmi sampai sekarang belum menikah ya?, padahal dia tampan, baik, tajir atau jangan-jangan..., ah nggak mungkin, aku yakin om Fahmi laki-laki normal, ya Allah mikir apa sih aku ini," batin Aryana.

Selagi Aryana sibuk dengan pikirannya memikirkan Fahmi, di negara singa dokter Fahmi duduk di kursi ruang prakteknya yang masih kosong karena ia belum memulai praktek. Ia juga memikirkan Aryana, gadis cantiknya yang menjadi separuh jiwanya yang membuat ia melajang sampai sekarang.

"Aku tahu kamu bohong Aryana sayang, karena kamu tak pernah lepas dari pengawasanku," gumam dokter Fahmi dalam hati.

___________________________________________

Please Like, Vote and Coment

Thank You

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!