Mita Clarisa nama gadis cantik berusia 17 tahun dan sekarang duduk di kelas XII sekolah menengah umum. Gadis cantik berkulit putih bersih, hidung mancung dengan bibir yang mungil menambah kecantikan wajahnya. Suaranya yang lembut dan mendayu membuat orang yang mendengarnya merasa kagum dan gemas.
Kecantikan gadis itu ditunjang dengan tinggi badan yang semampai. Bukan hanya itu rambutnya yang panjang hitam legam menambah anggunnya penampilan Mita.
Mita gadis periang dan baik, segala sesuatu itu dipandang dari segi positif. Di sekolah banyak yang cocok berteman dengannya baik perempuan maupun laki laki. Tutur kata yang sopan membuat Mita sangat disenangi oleh gurunya.
Selain cantik dan sopan, Mita juga pintar. Hampir setiap semester ranking satu tidak absen darinya.
Keberuntungan wajahnya yang cantik tidak seberuntung kehidupannya. Mita terlahir dari rahim seorang ibu yang sederhana dan sudah tenang di surga. Tiga tahun yang lalu tepat ketika Mita selesai melaksanakan ujian nasional tingkat sekolah menengah pertama, ibunya meninggal karena sakit. Kini Mita di asuh oleh neneknya, nenek Ratmi namanya. Keadaan mereka sangat sederhana. Untuk memenuhi kebutuhan sehari hari nenek Ratmi harus berkeliling menjual gorengan hasil olahan sendiri. Nenek Ratmi ibunda dari ibunya Mita.
Sedangkan ayah Mita, sejak ibunya meninggal dalam hitung hari ayahnya sudah membawa istri baru. Ayah Mita yang seorang pegawai di instansi pemerintahan tidak susah mencari istri baru. Sejak menikah kembali, ayahnya tidak memperdulikan Mita dan bahkan melupakan Mita. Bersenang-senang dengan istri baru membuatnya lupa dengan anak kandungnya. Ayah hanya fokus kepada istri barunya dan sekarang Mita juga sudah mempunyai adik baru.
Mita mempunyai sahabat karib namanya Alda Ramdani. Sama seperti Mita, Alda juga mempunyai paras yang cantik dan lebih muda satu tahun dari Mita. Alda berumur 16 tahun. Kulitnya yang sawo matang, hidung mancung dan bibir yang sedikit tebal sempurna melekat di wajahnya.
Banyak perbedaan antara Mita dan Alda. Kalau Mita orangnya sopan, lain halnya dengan Alda. Selain ketus Alda juga terkesan galak. Tapi walau begitu Alda selalu menghargai orang dan tidak pernah menganggap rendah terhadap orang. Kehidupan Alda juga jauh lebih baik dari Mita. Ayahnya seorang pewaris perusahaan besar di negeri ini. Bisa di bilang Alda bergelimang harta dan pewaris tunggal perusahaan ayahnya.
Banyak perbedaan antara Mita dan Alda tetapi mereka juga mempunyai persamaan. Mereka sama sama tidak mendapat kasih sayang seorang ibu. Kalau Mita ditinggal mati ibunya. Alda ditinggal sejak dilahirkan. Ibunya yang waktu itu melahirkan Alda belum siap menjadi seorang ibu meninggalkan Alda bersama ayahnya.
Kedua orang tua Alda menikah karena kecelakaan. Masa masa pubertas yang menggelora membuat ayah dan ibu Alda melakukan hubungan yang tak semestinya di usia mereka saat itu. Alda lahir ketika ayahnya berumur 18 tahun dan masih duduk di bangku SMA. Sedangkan ibunya lebih muda berumur 17 tahun.
Alda dimanjakan dengan kemewahan, sifatnya yang manja sangat cocok dengan Mita yang ke keibuan. Mita juga menjadi guru privat untuk Alda. Hal itu menjadikan mereka sering bersama. Hasil dari mengajar privat itulah untuk biaya sekolah Mita di SMA swasta favorit di kota ini.
Ayah Alda bernama Willy Sanjaya Ramdani. Di usianya yang masih 34 tahun sangat terlihat tampan. Kemewahan yang melekat di dirinya menambah pesona duda beranak satu itu. Tidak banyak yang menyangka bahwa seorang Willy sudah mempunyai anak. Dan sudah beranjak remaja.
Wanita, jangan ditanya. Banyak yang ingin menjadi istrinya walau hanya sekedar simpanan. Tetapi Willy sangat menjaga wibawanya. Dia tidak mengobral cinta atau mengobral tubuhnya. Willy terlihat sangat mencintai kekasihnya. Sofia wanita yang cantik. Mereka sudah menjalin hubungan hampir lima tahun. Sofia bukan hanya sekedar kekasih tetapi juga partner ranjang.
Kurang atau bahkan tidak mendapat kasih sayang dari ibu membuat Mita dan Alda sangat dekat.
****
Mita, lihat ini!. Cantik tidak?. Mita mengangguk sambil memberi jempol. Alda memasukkan gantungan kunci berbentuk sepatu hak ke dalam keranjang belanjanya. Alda kembali memutari rak rak makanan. Mengambil cemilan kesukaannya dan beberapa kuaci berbagai rasa. Keranjang Alda sudah terlihat penuh sedangkan keranjang Mita setengahnya pun belum ada.
"Alda, aku duluan ke kasir ya!" kata Mita melenggang ke arah kasir.
"Tunggu, sama aja. Aku juga sudah siap," jawab Alda mengikuti Mita ke kasir. Si kasir terlihat menghitung barang belanja Mita dan menghitung totalnya. Mita membayar dan sekarang giliran barang belanjaan Alda. Cukup lama kasir menghitung belanjaan Alda. Mita sampai bosan berdiri di depan supermarket.
Di parkiran, Mita dan Alda bersiap mau naik ke mobil. Suara yang memanggil Alda menghentikan keduanya masuk ke dalam mobil.
"Alda kamu belanja apa sayang?" tanya Sofia setelah dekat dengan Alda. Pakaian Sofia yang ketat memamerkan lekukan tubuhnya yang **** sungguh membuat para kaum hawa iri. Alda memandang Sofia sinis.
"Tante jangan sok kepo deh, mau belanja apa juga bukan urusan Tante," jawab Alda sinis. Alda yang sinis tapi Mita yang jadi tidak enak terhadap Sofia.
"Maaf Tante, Alda lagi datang bulan. Jadinya bawaannya sensitif," kata Mita sopan berharap Sofia tidak tersinggung dengan perkataan Alda.
"Mita juga sok tahu, udah ah malas. Ayo pulang!" ajak Alda menampakkan wajah juteknya.
"Alda, bersikaplah sedikit seperti Mita, sopan dan lembut. Aku itu calon istri ayahmu dan calon ibumu," kata Sofia menahan geram tapi masih berusaha lembut.
"Gantungkan lah mimpi setinggi langit dan pada akhirnya kamu akan jatuh serendah mutiara di dasar laut," kata Alda dengan angkuhnya dan masuk ke dalam mobil. Mita menunduk hormat ke arah Sofia kemudian memutari mobil dan masuk.
"Jalan pak!" perintah Alda kepada sopirnya.
"Alda, maaf ya yang tadi. Aku ngomong gitu maksudku supaya Tante Sofia tidak dendam kepadamu. Bagaimana pun Tante Sofia akan menjadi ibu tiri kamu,"
" Iya. dimaafin tapi lain kali jangan sok tahu," jawab Alda ketus. " Untung sahabat, kalau tidak..."
"Kalau tidak apa? Hayo...apa?" tanya Mita mendekatkan mukanya ke muka Alda.
"Kalau tidak, aku kutuk jadi pacarnya Nino." Alda terbahak sedangkan Mita cemberut.
"Masa sih di kutuk jadi pacar play boy cap Kampak si Nino." Mita cemberut tidak Sudi di kutuk jadi pacar Nino. Nino terkenal ganteng dan kaya di sekolah. Para cewek cewek di sekolah banyak tergila gila kepada Nino hanya Mita dan Alda yang biasa saja.
"Jadi kamu berharap aku kutuk jadi apa?"
"Ga berharap apa apa, dan lagi jangan main kutuk kutukan lah. Seram tahu. Lagian kutukan mu itu bisa berbalik ke kamu. Mau?"
"Sangat," jawab Alda santai.
"Jadi kamu suka Ama Nino?. Tidak. Tidak boleh Alda. Aku tidak mau kamu sakit hati karena Nino. Kamu ga lihat?, di sekolah banyak cewek cewek yang patah hati. Mendingan kita fokus belajar ya!. Tinggal beberapa bulan lagi kog kita di SMA." Mita berbicara panjang lebar. Alda terlihat cuek dan pandangannya ke luar.
Sore hari, Mita sudah selesai mengajari Alda membahas soal soal pelajaran dari sekolah yang belum di mengerti Alda, maka di rumah akan diajari Mita kembali. Alda sebenarnya bukan bodoh bodoh amat tapi beginilah caranya dia bisa membantu Mita.
Sebelum Mita pulang, keduanya bersantai di kamar Alda. Sambil telungkup keduanya menonton Drakor dari laptop. Entah berapa bungkus kuaci sudah berpindah tempat ke perut mereka. Mimik mereka berubah ubah sesuai dengan adegan drakor, terkadang sedih dan juga ceria. Adegan sedih bisa membuat keduanya menangis dan adegan bahagia membuat mereka tersenyum malu malu dan terkadang mereka tertawa terbahak-bahak jika adegannya lucu sehingga kulit kuaci yang seharusnya ke keranjang sampah bisa berceceran di lantai dan bahkan di ranjang.
Hari sudah gelap, drakor masih ada beberapa episode lagi yang harus ditonton. Tapi karena waktu tidak mendukung, Mita harus pulang. Sebelum keluar kamar, Mita membersihkan kamar Alda. Berkali kali Alda melarang, tapi Mita tetap mengumpulkan kulit kuaci yang berserakan di lantai. Setelah kamar Alda bersih, Mita ke kamar mandi yang juga ada di ruangan itu. Keluar dari kamar mandi wajah Mita terlihat lebih segar.
Kaki keduanya masih menuruni tangga, terdengar suara petir yang bersahutan dan suara hujan yang menggelegar. Seketika Mita panik, membayangkan bagaimana dia pulang kalau hujan begini.
"Waduh, pake hujan segala tadi, tau hujan ga usah tadi nonton drakor," kata Mita terus menuruni tangga.
"Ya udah, nginap di sini aja," jawab Alda.
"Ga bisa Al, nenekku pasti ke carian."
"Kamu naik taksi online saja ya!. Bentar. Biar aku yang bayar." Alda membuka ponselnya dan memesan taksi online. Tapi pesanannya selalu ditolak.
"Yeah kog, di reject terus sih," kata Alda kesal
" Mungkin karena hujan Al, petir nya ngeri. Hujan juga lebat banget," kata Mita. Sementara petir terus bersahutan.
Mereka duduk di ruang tamu menunggu hujan reda. Mita terlihat gelisah membayangkan neneknya cemas karena dia pulang.
"Bentar Al, biar supirku saja yang ngantar. Dari tadi sudah seperti cacing kepanasan kamu, aku lihat."
"Enak saja, nyamain aku seperti cacing." Mita cemberut sedangkan Alda terkekeh.
"Kan iya, bedanya cacing merayap pake perutnya. Kamu? pantat dari tadi bergeser terus ke kiri ke kanan. Itu itu aja dari tadi seperti pantat bisulan."
"Iya, terus saja. Bentar lagi mau seperti apa lagi kamu bilang," kata Mita kesal.
"Udah tidak usah pasang wajah seperti itu, jelek tau!. Tunggu!. Aku panggil si kakek dulu ke belakang." Alda berlalu dari hadapan Mita. Supir dan pembantu memang tinggal di belakang. Ayahnya Alda membuat beberapa rumah kecil di belakang rumah untuk para pekerja di rumahnya. Supir, pembantu, tukang kebun semuanya tinggal di belakang rumah Alda. Tak berapa lama Alda kembali.
"Alda, si kakek mana?" tanya Mita melihat Alda berjalan sendiri tanpa ada yang mengikuti dari belakang. Mita sudah kenal dengan si kakek karena Mita kalau ke rumah Alda untuk memberi les privat pasti nebeng dengan Alda.
"Encok nya kumat," kata Alda dengan ketus. Mita semakin gelisah, jarum jam terus berputar tapi hujan belum berhenti.
Keduanya terdiam berharap hujan cepat berhenti. Mereka sama sama melihat ke pintu ketika ada suara yang berbicara. Benar Willy ayahnya Alda bersama Sofia masuk ke dalam rumah. Sofia bergelayut manja di lengan Willy. Willy dan Sofia semakin mendekat ke arah Mita dan Alda.
"Putri kesayanganku, hidupku," kata Willy memeluk Alda penuh kasih sayang. Willy memang seperti itu. Kapan dan dimana pun selalu menunjukkan rasa sayangnya ke Alda. Mita tersenyum tidak menyangka Willy masih muda dan tampan. Walau sering dia ke rumah Alda tetapi jarang bertemu dengan Willy. Dalam hati Mita membandingkan Willy dengan ayahnya. Sangat jauh berbeda seperti langit dan bumi. Willy sangat sayang kepada Alda sedangkan ayahnya Mita membuang Mita.
"Alda, ini Mita kan?. Sahabat mu sekaligus guru privat mu?" tanya Willy melihat Mita dari atas kepala sampai kaki. Willy tidak menyangka Mita yang dikenalnya tiga tahun yang lalu ketika melayat ibu, Secantik ini. Dulu pertama melihat Mita masih rata dan pendek. Sekarang, lekukan tubuh bagaikan model profesional dan wajah yang sangat menawan walau polos tanpa make up. Mita yang disebut sebagai guru privat sedikit malu dan canggung. Baginya sebutan guru privat terlalu bagus untuknya.
"Iya ayah, cantik kan?. Sebelas dua belas lah sama putrimu yang cantik jelita ini," jawab Alda penuh percaya diri.
"Iya donk. Putriku sama sahabatnya the best," kata Willy sambil mengacungkan jempolnya. Alda tersenyum puas, Mita tersipu sedangkan Sofia jengkel mendengar kekasihnya memuji kecantikan wanita lain. Keempat manusia berbeda generasi itu kini duduk di sofa.
Tidak mau melihat Sofia duduk dekat ayahnya, Alda langsung duduk di dekat Willy. Willy banyak bertanya ke Mita. Mita menjawab seadanya. Sofia sangat jengkel dan Alda menyadarinya.
"Mas, sebaiknya kamu mandi dulu!" kata Sofia lembut bermaksud supaya mereka cepat berlalu dari ruang tamu. Willy paham maksud Sofia.
"Nanti aja," jawab Willy. Willy tidak mau Sofia mengekornya ke kamar pribadinya. Ini pertama kali Sofia ke rumah Willy, biasanya kalau mereka mau bersenang senang Willy membawa Sofia ke apartemen nya. Willy tidak mau memberi contoh yang tidak bagus kepada Alda.
Hujan belum reda membuat Mita masih di rumah Alda tepatnya di ruang tamu. Alda yang sudah terbiasa dimanja ayahnya. Kini merengek minta ayahnya membelikan apartemen untuknya.
"Untuk apa kamu punya apartemen?. Ini semua milikmu!. Willy berbicara lembut sambil mengelus kepala Alda.
"Biar keren loh ayah. Temanku sudah ada beberapa yang punya." Kata Alda sambil menangkupkan ke dua tangannya. Kalau sudah begini Willy tak kuasa menolak.
"Baiklah, apapun asal kamu senang. Tapi ada syaratnya."
"Apa itu ayah?"
"Lulus dulu SMA dengan nilai yang bagus."
"Oke ayah." Alda tersenyum puas dan menerima tantangan dari ayahnya. Baginya itu gampang. Mita yang melihat Willy sangat menyayangi Alda merasa kagum. Mita pun berandai andai di hatinya.
Sofia semakin jengkel tapi berusaha tersenyum dengan keputusan Willy. Dia sudah berkali kali meminta apartemen dengan berbagai cara ke Willy tapi sampai hari ini Willy belum memenuhi permintaannya. Alda tersenyum puas dan bangga kepada ayahnya yang tidak terlalu mendewakan cinta. Alda tahu apa apa saja yang sudah diberikan ayahnya kepada Sofia.
"Mas, sepertinya hujan udah mulai reda. Aku pulang saja ya!' kata Sofia yang menyesal ikut ke rumah ini.
"Oke, akan ku antar. Tunggu disini!. Aku mandi sebentar," kata Willy.
"Ayah, sekalian antar Mita ya!" pinta Alda ke ayahnya.
"Ga usah om, Alda. Aku naik taksi saja!.Mita menolak agak segan kalau harus di antar Willy.
"Ikut om saja Mita, Ga apa apa. Kamu di jalan Xxx kan?" tanya Willy.
"Tidak om, aku di rumah nenek di jalan Yyyy." Jawab Mita.
"Baguslah. Ikut om saja." Alda tersenyum. Mita mengangguk sedangkan Sofia jengkel setengah mati.
Alda mengamati Sofia yang duduk di depannya. Jelas aura kebencian terpancar di wajahnya. Sofia yang dipandangi seperti itu makin merasa jengkel, ingin rasanya dia mencongkel mata Alda. Sofia mengamati suasana rumah yang luas, dalam hati dia kagum dengan segala yang ada di rumah itu. Selain luas, penataan perabot membuat rumah itu semakin mewah. Alda mencibir melihat Sofia mengamati rumahnya.
"Jangan pernah berpikir, bahwa kamu akan tinggal di sini," kata Alda ketus.
"Tentu, aku tidak tinggal di sini. Aku akan tinggal di rumah yang jauh lebih mewah dari sini. Rumah impian ku dengan mas Willy," kata Sofia santai sambil memandangi kukunya yang berwarna hijau.
"Aku pastikan kau, tidak akan jadi istri dari ayahku," kata Alda dengan wajah memerah Mita yang melihat sahabatnya hampir marah berusaha menenangkannya Alda.
"Alda sayang, cepat atau lambat aku akan jadi ibu tiri mu. Jadi sopan ya anak manis." Sofia berkata lembut yang dibuat buat.
"Bermimpi lah sepuas mu, maka itu tidak akan terjadi," jawab Alda sementara Mita memilih diam takut salah ngomong.
Sofia beranjak dari duduknya berniat menyusul Willy ke kamarnya.
"Jangan sampai salah kamar ya!. Jangan nyasar ke kamarku." Alda berteriak kencang sehingga Willy buru buru keluar kamar. Sofia menghentikan langkahnya ketika dilihatnya Willy berjalan menuruni tangga.
"Siapa yang mau masuk kamarku?" tanya Willy masih di tangga teratas.
"Tante Sofia ayah." Dengan lantang dan merasa menang Alda berkata. Sofia ketakutan karena Willy sudah mewanti-wanti untuk menjaga sikap jika Alda ada. Kini Willy berjalan mendekati Sofia dan tepat di sampingnya.
"Jaga sikapmu di depan putriku." Willy berkata tepat di telinga Sofia dan Sofia mengangguk kikuk.
"Mari kita berangkat!. Mita ayo!. Mita yang sedari tadi menjadi penonton diantara calon ibu tiri dan anak tiri tersebut meraih ranselnya.
"Alda, kalau mau ikut, yuk!.Kita antar Mita sama sama."
"Gak yah, Mita mau tidur aja." Willy mengecup kepala Alda. "Hati hati ayah. Terima kasih ya ayah udah mau anterin sahabatku," kata Alda lagi.
"Iya tuan putri."
Mita dan Sofia berjalan beriringan sementara Willy berjalan di depan. Mita mendengar Sofia menggerutu karena tidak senang Mita menumpang. Mita masa bodoh. "Pantas Alda tidak menyukainya," batin Mita.
Willy mengendarai mobilnya sendiri, supirnya di suruh istirahat. Willy dan Sofia duduk di depan sedangkan Mita duduk di belakang. Mita bisa melihat, berulangkali Sofia mengelus paha Willy. Tapi Willy menepisnya dengan halus. Sofia yang berbuat tapi Mita yang malu. Mita membuang pandangannya ke luar mobil. Beberapa menit dalam mobil ketiganya diam.
"Mas, kog belok?. Bukannya kita antar Mita duluan?" tanya Sofia ketika Willy membelokkan mobilnya.
"Kamu pasti lelah, kamu aja duluan di antar," jawab Willy. Sofia sebel, berharap Mita yang duluan diantar kemudian mereka berduaan dan berakhir di apartemen Willy. Sofia menolehkan kepalanya ke belakang bertepatan dengan Mita yang melihatnya. Sofia melotot seakan berkata ini gara gara kamu numpang. Mita masa bodoh dan membuang pandangan ke luar.
"Mas, aku gak lelah. Biar Mita aja kita antar duluan," kata Sofia membujuk dan mengelus kembali paha Willy. Lagi lagi Willy menepisnya dengan halus. Willy melirik Sofia dengan kesal.
"Aku paling tidak suka di bantah Sofia." Suara Willy meninggi membuat Sofia tidak berkutik. Ingin rasanya Mita tertawa tapi takut dosa.
"Sudah sampai," kata Willy ketika mereka sudah sampai di depan gerbang rumah sederhana bercat putih. Sofia turun dengan diam, menyuruh Willy singgah juga percuma pasti tidak mau. Sofia menutup pintu mobil dengan kesal.
"Mita, pindah ke depan!"
"Tapi om...?"
"Pindah, dari sini saja. Gak usah turun."
Mita pindah ke bangku depan dan Sofia bisa melihatnya dari luar. Setelah mobil Willy berlalu Sofia masuk dengan menghentak kakinya.
Di mobil kini tinggal Mita dan Willy. Willy sering kedapatan melirik ke Mita. Ya Willy terpesona dengan kecantikan Mita. Melihat bibir Mita yang mungil membuat otaknya traveling. Mita juga menyadari lirikan Willy. Terkadang ketika Willy fokus menyetir Mita juga curi curi pandang. Mita merasakan sesuatu yang aneh di tubuh dan di hatinya.
Willy menghentikan mobilnya di tepi jalan. Mita bingung tapi memilih diam. Willy kembali mengamati Mita dari kepala sampai kaki. Mita agak risih.
"Cantik," gumam Willy pelan, tapi masih bisa di dengar Mita. Mita tersipu dan menoleh ke luar mobil. Ketika Mita mau melihat lurus ke depan, pipi kanannya merasa sesuatu yang lembut. Bibir Andre menempel di pipi kanan Mita.
"Maaf om." Mita merasa bersalah dan tidak sopan. Tapi hatinya semakin berdebar. Bahkan tubuhnya menginginkan lebih padahal hanya bibir Willy yang menempel di pipinya. Melihat kecantikan sahabat anaknya Willy tidak dapat menahan diri. Willy meraba pipi Mita. Mita tak kuasa menolak. Tanpa pikir panjang Willy menempelkan bibirnya ke bibir Mita. Masih hanya menempel, Mita terkejut. Ini yang pertama baginya seperti ini. Ketika Mita ingin mendorong tubuh Willy, Willy langsung ******* bibir Mita dengan lembut. Tidak munafik, Tubuh Mita serasa berkedut semua, Mita tidak tahu rasa apa itu yang jelas Mita enggan menolak.
Mita mengikuti nalurinya membuka mulutnya dan mengikuti seperti apa yang dilakukan Willy. Hingga beberapa menit mereka masih bertarung bibir. Willy melepaskan bibirnya dari bibir Mita dan kemudian mengamati wajah Mita. Willy berdebar dan merasa sangat bahagia. Mita malu dan menunduk.
"Ini yang pertama bagimu?. Mita mengangguk dan malu. Wajahnya entah sudah Semerah apa sekarang, belum lagi jantungnya yang berdetak kencang.
Bukan hanya Mita, Willy juga merasa seperti ABG berbeda dengan bersama Sofia. Detak jantungnya juga berdetak kencang mungkin kalah detak jantung prajurit yang mau perang.
Willy membenamkan kepala Mita di dadanya.
"Apakah kamu bisa mendengarnya?. Mita bingung.
"A...a. apanya om?. Mita bertanya dengan tergagap.
"Detak jantungku," kata Willy. Benar saja Mita, bisa mendengar detak jantung Willy. Mita memilih mengangguk daripada bersuara.
"Bukan gombal, tapi itu terjadi hanya denganmu," kata Willy lagi. Mita paham walau Mita juga ini yang pertama mengalami berdebar dengan lawan jenis.
"Mita, maukah kamu jadi kekasihku. Aku serius dan berjanji tidak melewati batas," tanya Willy sambil mengamati wajah Mita.
"Tapi bagaimana dengan Alda om. Pasti dia kecewa punya sahabat kekasih ayahnya," balas Mita.
"Kita rahasiakan dulu. Ada waktunya nanti kita beritahu. Bagaimana. Jangan di tolaknya," kata Willy memohon. Mita mengangguk.
"Makasih sayang, sungguh pertama melihatmu tadi di rumah. Aku sudah tergila gila," kata Willy lagi.
"Sama sama om, sekarang anterin aku pulang om, nenekku pasti sudah khawatir," mata Mita. Willy kembali menjalankan mobilnya. Sepanjang jalan Willy bersenandung, tangan kirinya menggenggam tangan kanan Mita dan hanya tangan memegang setir.
"Om, lepasin tangan aku, fokus aja nyetir. Jangan karena jatuh cinta jadi celaka," kata Mita lembut. Willy mendengar suara Mita yang mendayu Dayu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!