Bab 1. Prolog
Azka: "Jangan salah faham. Saya menikahi kamu karena terpaksa. Saya tidak bisa melawan keinginan bunda."
Dea : "Saya mengerti! Maaf jika sekali lagi saya menjadi parasit dalam hidup bapak. Tapi bapak tidak usah khawatir, kali ini saya tidak akan menjadi beban buat bapak. Anggap saja saya tidak ada. Bapak tidak punya kewajiban menafkahi saya, lahir dan batin. Bapak tidak perlu merasa terikat dengan pernikahan ini. Jika bapak ingin menikah lagi, silahkan melakukannya, tanpa persetujuan saya pun, silahkan. Setelah kondisi bunda membaik, saya pastikan akan pergi jauh dari kehidupan bapak bahkan untuk sebuah kebetulan pun tidak akan pernah memiliki celah untuk saya muncul di hadapan bapak."
Azka: "Baguslah kalau begitu, saya pegang kata--katamu. Saya sudah tidak sabar melihatmu menghilang tanpa jejak dari hidupku!"
*****
Azka melangkah pergi, meninggalkan Dea dengan mata memanas dan hati yang tak kalah panasnya. Gemuruh perasaan tak berdaya menghantamnya sekali lagi. Laki-laki itu, laki-laki yang dulu diidolakannya sewaktu kecil, sekali lagi mengucapkan kalimat menyakitkan, merontokkan segala sendi-sendi jiwanya.
Dea memeluk tubuhnya, ia baru merasakan dingin yang menusuk-nusuk hingga ke celah pori, angin di balkon kamar Azka saat ini berhembus lumayan kencang. Seharusnya malam ini bulan purnama menguasai kegelapan, sayangnya ia harus pasrah ditutupi oleh awan gelap.
Dea melangkah masuk ke kamar, ia mengunci pintu dan jendela. Sekarang yang terdengar hanya desauan mesin pendingin ruangan dan gemericik air dari balik pintu kamar mandi. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 11 malam, Dea sudah merasa terlalu lelah. Lelah hati dan fikiran, fisiknya juga, habis Isya tadi dia resmi menjadi istri Azka, anak sahabat orang tuanya, tetangga masa kecilnya, GM tempatnya bekerja dan sekaligus laki-laki yang sangat membencinya.
Semua terjadi begitu saja, Dea yang datang bertamu mengunjungi bunda Aya yang sedang sakit, sekarang malah terjebak dalam pernikahan bersama putranya.
Dea tidak bisa berbuat apa-apa, ia mengingat pesan kedua orang tuanya sebelum meninggal di Rumah Sakit dalam kecelakaan 6 bulan silam untuk selalu menurut pada keluarga om Arga dan bunda Aya.
Bergitupun dengan Azka, titah bundanya seperti suara Tuhan, tak bisa ia bantah.
Bagaimana perasaan Dea?
Tidak jauh beda dengan Azka, Dea pun sudah hampir melupakannya. Bedanya, Dea tidak ingin membenci siapapun.
Dea mengambil sebuah bantal kepala kemudian memindahkannya ke atas karpet tebal yang terhampar di space sisa antara jendela dengan tempat tidur. Tidak begitu luas, hanya sekitar 1 meter, namun itu sudah cukup untuk Dea. Sebenarnya ada sigle sofa di dalam kamar, namun itu tidak akan cukup untuk panjang badan Dea saat tidur. Lagian jika memilih tidur di bawah, setidaknya Azka tidak akan melihatnya begitupun dengan dirinya.
Azka keluar dari kamar mandi dan tidak menemukan Dea. Ia fikir Dea masih di balkon. Cepat-cepat ia kenakan pakaiannya, emosinya sudah sampai diubun-ubun, namun saat hendak membuka pintu yang menghubungkan kamarnya dengan balkon, tidak sengaja matanya menangkap keberadaan Dea dengan nafas yang terdengar berat namun teratur.
"Cih..dasar keras kepala." Azka berdecih melihat Dea yang memilih tidur di karpet.
Azka merangkak naik ke tempat tidur, sebelum membaringkan tubuhnya yang lelah, diam-diam ia sempatkan melirik sebentar wajah Dea. Di sana masih tampak wajah sembab milik Dea. Azka tidak mau peduli, ia baringkan tubuhnya telentang, memandang langit-langit kamar yang ditrmani temaram lampu tidur. Hingga ia pun terlelap memasuki ruang peristirahatan bagi jiwa-jiwa yang lelah.
Biarkan malam yang memelukmu, agar esok saat kau terbangun, kau bisa melupakan sedikit kepenatan hidupmu, digantikan oleh hari baru yang menyambutmu dengan tenang.
*****
Hai, kenalkan;
Aulia Deandra Azkiya, 22 tahun. Dea adalah alumni Teknik perkapalan Universitas Ayam Jago, Makassar. Sudah setahun bekerja sebagai Planning Engineer di BM Shipyard. Dea adalah anak tunggal dari pasangan Muhammad Yudha dan Winny Ervinawati.
Dea adalah nama kecilnya, setelah pindah ke kota Makassar, teman-temannya di sana lebih senang memanggil namanya Ali karena penampilannya yang tomboy dan ceria.
Setelah tamat SMA, ia mulai menggunakan hijab dan lebih nyaman memakai rok panjang dibanding memakai celana Jeans atau semacamnya. Meskipun wajahnya tampak anggun dan memancarkan kecantikan alami dengan bibir sedikit berisi warna pink kemerahan, kulit putih bersih dan terawat, ditambah lagi tinggi badan yang lumayan dari tinggi ìkebanyakan perempuan Indonesia yang 165cm itu, namun sisa-sisa ketomboyannya masih sedikit membekas, ditambah lagi ia kuliah di juruaan teknik sehingga teman bergaulnya kebanyakan dari kaum Adam. Bukan hanya cantik, dia juga punya otak encer, tidak salah sehingga ia bisa menyelesaikan pendidikan sarjananya hanya dalam waktu 3,5 tahun dengan IPK 3,98 dan menjadi lulusan terbaik di Universitasnya. Dea sangat tertarik dengan dunia rancang bangun kapal karena sejak kecil sudah melihat ayahnya berkutat dengan proyek-proyek pembangunan kapal yang dilakukannya bersama om Arga, tetangga sekaligus sahabat ayahnya.
Arazka Alifaturrizky Argantara, 24 tahun. Lulusan Teknik Rancang Bangun Kapal di Universitas Kyoto, Jepang. Saat ini bekerja sebagai project manager termuda di Mitsui E&G Shipbuilding. Sebentar lagi Azka akan kembali ke Indonesia untuk mengelola perusahaan milik orang tuanya, ia akan menjabat sebagai General Manager di BM Shipyard. Punya 2 adik, 1 cowok terpaut 2 tahun di bawahnya dan 1 cewek berjarak 5 tahun darinya.
Azka sudah diterima bekerja di Mitsui sejak baru dua tahun kuliah, kecerdasan dan ketelitiannya serta sikap visioner membuatnya menjadi Mahasiswa yang direkrut secara khusus oleh Mitsui. Azka memang sudah sangat familiar dengan perancangan kapal sejak dari kecil, karena Ayahnya seorang Engineer di bidang perkapalan dan juga punya perusahaan Shipbuilding sendiri. Azka banyak belajar dari om Yudha, sahabat sekaligus asisten kepercayaan ayahnya. Om Yudha begitu telaten mengajari dan menjawab semua rasa penasarannya tentang hitungan-hitungan rumit dalam perencanaan pembangunan kapal. Om Yudha juga tidak segan membawa Azka ikut dengannya ke Yard untuk menyaksikan langsung proses fabrikasi kapal secara dekat. Bagi Azka, om Yudha adalah idolanya setelah Ayahnya tentu saja.
Aufar Abdillah Argantara, adik Arga ini sedang melanjutkan S2nya di German, berbeda dengan ayah dan kakaknya, ia lebih memilih mengambil jurusan Teknik Mesin dibanding bidang perkapalan.
Azka dan Aufar tidak pernah akur, entah apa yang memicunya, Azka selalu merasa tidak nyaman berada di dekat Aufar sementara Aufar sering memanfaatkan ketidaknyamanan Azka padanya sehingga berujung Azka yang selalu pergi menghindar darinya.
Aisyah Argantara, Caca. Anak bontot, sekarang masih kuliah S1 di Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Nusantara. Dia sangat cantik, mengikuti kecantikan bundanya. Ia manja namun penyayang.
Aldo, sahabat Azka sekaligus asisten pribadinya di BM Shipyard.
Chyintia Putri, sahabat Azka, pacar Aldo, profesi model. Ia terikat hubungan friend of benefit dengan Azka. Di luar, orang-orang taunya Azka dan Tia adalah pasangan kekasih, padahal Tia memanfaatkan ketenaran nama besar keluarga Azka untuk memuluskan karir modelnya, sementara Azka memanfaatkannya agar terhindar dari kejaran perempuan-perempuan yang tergila-gila pada ketampanan dan kekayaan keluarganya.
Badai, orang pertama yang Dea kenal saat menginjakkan kaki di kampus. Akhirnya mereka pun bersahabat, tepatnya Badai jadi tukang ojek terbaik bagi Dea dan Rara.
Rara, sahabat Dea di kampus. Sama dengan Badai, mereka bertiga adalah sahabat. Badai sendiri mengambil jurusan teknik elektro, sementara Dea dan Rara sekelas dan mengambil jurusan yang sama. Setahun setelah Dea Sarjana dan langsung bekerja di Jakarta, Badai dan Rara menyusul Dea ikut bekerja di BM Shipyard.
×××××
Hallo Readers, jumpa lagi sama Author dalam novel berbeda. Anggap saja ini adalah sequel novel dari Kapal Cinta Ayana.
Semoga berkenan.
Mohon komentar, like dan votenya yah, biar author semangat. Thanks..
_Big Hug_
Bab 2 Parasit
#Flashback.
"Bang Azkaaaa... bang Azka, tunggu!" Aku berteriak memanggil nama bang Azka sambil berlari mengejarnya yang sebentar lagi masuk ke dalam ruang kelasnya.
"Bang Azka, Dea mau ngomong sesuatu!" Ucapku terbata-bata karena masih ngos-ngosan setelah berlari mengejarnya.
Bang Azka berhenti lalu berbalik ke arahku.
"Lo lagi! Bisa tidak dalam sehari saja lo tidak muncul di depan gue? Bisa tidak lo tidak mengekori gue kemana-kemana!!! Lo dan keluarga lo itu seperti parasit dalam keluarga gue, ngerti gak!!! Gue benci sama lo!!!" Bentak bang Azka berapi-api sambil menunjuk-nunjuk wajahku.
Aku seperti orang linglung, aku menutup mata saat bang Azka menunjuk-nunjuk ke wajahku. Suara riuh anak-anak kelas 12 tak lagi mengganggu pendengaranku, yang terdengar hanya suara bang Azka yang begitu mengiris hatiku.
Tak terasa air mataku menganak sungai, aku masih berdiri kaku di tempatku tadi, langit hitam menggelegar ingin memuntahkan jutaan kubik air dari desakan awan yang menggumpal. Rintik-rintik serinai hujan mulai jatuh membasahi tubuhku. Tidak terasa ada satu lengan kokoh menarikku dan menyeretku kembali ke kelas.
"De, lo gakpapa?" Tanya bang Aufar menatapku intens.
Aku menggeleng. Aku seperti baru menemukan kesadaranku.
"Aku gak papa, bang! Tenang aja." Jawabku berusaha seceria mungkin sambil mengacungkan satu jempolku padanya. Seolah aku baik-baik saja, seolah tak terjadi apa-apa, aku lalu merapikan buku-bukuku dan memasukkannya ke dalam tas. Aku siap pulang, pergi dan tak kembali lagi ke tempat ini.
"Abang antar pulang yah." Bang Aufar, adik bang Azka adalah teman sekelasku, sekarang dia mau mengantarku pulang.
"Gak usah bang, aku masih ada perlu sedikit di luar!" Tolakku halus.
"Abang bisa antar lo kemana aja hari ini, sumpah!" Bang Aufar sering mengerjaiku dan Caca adik bungsunya, jadi aku paling malas menanggapinya setiap dia menawariku sesuatu.
"Enggak bang, makasih. Aku duluan." Aku langsung bangkit dan berjalan keluar kelas. Banyak pasang mata yang memandangku jijik setelah kejadian tadi.
Aku tidak punya banyak teman di sekolah, aku terlalu sibuk mengekori bang Azka dan kadang sama bang Aufar saat aku kehilangan jejak bang Azka.
Banyak yang membenciku, terutama kakak-kakak kelas, menurut mereka aku kecentilan karena selalu berada di sisi bang Azka. Bang Azka idola semua siswa perempuan, ganteng, sopan, pintar dan mantan ketua osis periode lalu. Dia juga seorang atlet basket dan sepakbola di sekolah, maka sempurnalah level kerennya di mata siswa perempuan.
Tapi bang Azka orangnya super-super dingin seperti kulkas. Terutama sama perempuan. Sama kak Chyntia pacar bang Aldo sahabatnya saja yang ia sedikit cair. Juga sama aku dan Caca kalau di rumah.
Bang Azka yang mengajariku naik sepeda roda dua, mengajariku berenang, mengajariku matematika, mengajariku bahasa inggris dan banyak lagi. Bagiku, bang Azka adalah sosok kakak yang mengayomi, penyayang dan perhatian. Aku belum mengerti pacar-pacaran, lagian bang Azka melarangnya jadi aku tidak mengerti yang namanya cinta monyet.
Bang Azka adalah porosku, aku seperti bumi yang selalu berotasi mengelilinya, kecuali waktu tidur. Aku akan kembali ke rumah sederhana orang tuaku yang ada di seberang rumah mewah mereka.
Mereka adalah keluarga yang sangat hangat, om Arga memperlakukanku seperti Caca, saat Caca mendapat hadiah, aku juga selalu dapat hal yang sama. Apalagi bunda Aya, beliau sangat menyayangiku, katanya aku adalah calon menantu masa depannya. Jadi aku gak boleh pacaran, aku harus jaga diri, jaga kehormatan dan kesucianku sebagai perempuan hanya untuk suamiku kelak.
"Banyak perempuan yang mampu menjaga kehormatannya, tapi mereka gagal menjaga kesuciannya. Dipegang-pegang, diraba-raba, dicium, diambil keperawanannya oleh laki-laki yang bukan suaminya, tinggal anak aja yang gak ada. Dea nanti jangan pacaran yah, langsung nikah aja!" Nasehat bunda Aya suatu hari saat aku membantunya di dapur. Aku hanya mengangguk, padahal aku tidak begitu mengerti dengan semua yang beliau sampaikan padaku.
Aku mengambil ponsel dari dalam tasku saat aku sudah duduk di dalam busway.
"Pa, aku mau terbang hari ini saja. Tolong papa atur jadwal pesawatku. Sekarang aku sudah menuju pulang ke rumah." Aku mengirim pesan pada papa agar segera mengatur keberangkatanku yang seharusnya besok baru terbang.
Aku akan pindah ke kampung halaman mama. Kakek nenek di sana mulai sakit-sakitan jadi aku memutuskan untuk pindah ke sana.
Sebenarnya, tadi aku hanya ingin pamit sama bang Azka, aku ingin memberinya kejutan, tapi ternyata aku yang dibuat terkejut. Aku memegang sebuah gelang yang ingin kuberikan sebagai tanda perpisahan, di situ sudah terukir namaku dan namanya, sudah kupesan khusus dari jauh-jauh hari sebelumnya di pengrajinnya, tapi sayang kejadiannya seperti ini. Tidak mengapa, aku akan membawanya sendiri kemanapun dan dimanapun aku berada.
Aku menyusut air mataku dengan ujung kerah baju sekolahku, aku meyakinkan diri bahwa aku baik-baik saja.
*****
Azka.
Gue benar-benar jengkel sama bocah ingusan itu. Semenjak masuk SMA yang sama denganku, dia terus mengekoriku. Dia ada dimana-mana. Gue di lapangan basket, dia ada. Gue di lapangan sepakbola, dia ada. Gue sedang rapat OSIS dia juga selalu ada. Dia seperti bayanganku yang terus mengekoriku. Padahal di rumah dia lebih banyak menghabiskan waktunya di rumahku dibanding di rumahnya.
Gue mulai merasa tidak nyaman, apalagi teman-temanku suka menggodaku.
"Istrimu woi, dia datang bawa bekal buat lo." Ucap Aldo setiap kali Dea menghampiri dengan sebuah tupperware kesayangan bunda di tangannya.
"Istri gue kata lo? Gue mana mau, cewek tomboy gitu, gak ada manis-manisnya sama sekali. Bukan type gue bangetlah." Kesalku memukul pundak Aldo.
"Halah, besok-besok bucin lo sama dia, gue sumpahin dah pokoknya!"
"Sial lo, nyet!" Azka dan Aldo tertawa bersama.
Gue sedang berjalan menuju kelas saat mendengar suara cempreng Dea memanggilku. Awalnya gue mengabaikannya, namun semakin lama suaranya semakin dekat di belakangku. Gue berhenti dan berbalik, rupanya dia sudah sangat dekat. Dadanya naik turun, nafasnya tersengal, keringat membasahi dahinya. Katanya dia mau ngomong sesuatu sama gue, tapi gue udah terlanjur jengkel melihatnya.
Akhirnya keluar juga semua kata-kata kekesalanku padanya. Gue yakin, setelah ini dia gak bakal mengganggu hidup gue lagi. Gue meninggalkannya dan masuk ke kelas. Gue gak peduli, terserah dia mau sakit hati kek, mau apa kek, terserah, yang penting hidup gue tenang.
Dan benar saja, setelah hari itu gue tidak pernah lagi melihat batang hidungnya. 3 hari berlalu, seminggu, dan sebulan kemudian, gue benar-benar tidak pernah melihatnya. Gue baru sadar kalau dia gak pernah muncul di sekolah dan juga di rumah. Kadang gue tunggu-tunggu kemunculannya memberi makan kelinci peliharaannya di belakang rumahnya yang bisa gue lihat dari balkon kamar gue, tapi hasilnya nihil, dia tidak pernah muncul. Dia seperti menghilang begitu saja.
Jujur, gue mulai merasa kehilangan. Meskipun dia menjengkelkan, tapi tingkah konyolnya selalu sukses menghibur seisi rumah. Apalagi bunda, Dea adalah anak kesayangannya.
Tiba waktunya gue akan jadi anak rantau ke Jepang, tak pernah ada kabar dari Dea, dan entah mengapa, tidak ada satupun orang yang pernah membahasnya. Kadang gue pengen bertanya, namun mengingat kata-kata menyakitkan yang pernah gue ucapkan ke Dea, rasanya gue gak pantas menanyakannya lagi.
Wait!
"Jangan bilang Dea menghilang karena gue!!!"
×××××
Bab 3 Good Bye, Jakarta
Dea.
Aku meninggalkan kota Jakarta dengan setengah hati yang tertinggal di sini. Bukan karena bang Azka, ini karena mulai sekarang aku tidak akan lagi tinggal di rumah bersama mama dan papa.
Sudah kumantapkan hatiku, tak akan lagi mengingat dan menyebut satu nama itu, biarkan ia hilang ditelan jarak dan waktu. Aku tidak akan kembali lagi ke kota ini dalam waktu yang panjang, entah sampai kapan. Toh, mama dan papa sudah berjanji akan sering-sering mengunjungiku di kota Makassar nanti.
Aku tidak sempat pamit pada om Arga dan bunda Aya. Selepas maghrib, kami bertolak ke Bandara, aku dengar ibu bilang kalau Caca dan bang Aufar sedang tidak di rumah. Tidak apa-apa, mungkin suatu saat nanti aku bisa bertemu dengan mereka lagi, tapi untuk bang Azka, semoga tidak!
Jika ada doa yang paling ingin aku mohon agar dikabulkan, maka doa agar aku tidak akan pernah lagi dipertemukan dengan bang Azka selamanya bahkan di kehidupan mendatang pun adalah doa yang paling pertama di wishlistku.
Aku memeluk papa dan mama erat, berat rasanya meninggalkan mereka berdua, namun kakek dan nenek lebih membutuhkan aku cucunya.
"Kamu hati-hati yah sayang, jangan bandel, itu badan dirawat dikit, biar cantiknya anak mama bisa kelihatan." Mama tersenyum namun air matanya terus menggenang di sudut matanya.
"Jangan lupa sholat, jaga diri. Gak boleh pacar-pacaran. Okey!" Ayah menambahkan lalu memeluk tubuhku sangat erat. Meskipun ia tidak mewek seperti mama, tapi matanya ikut memerah. Seperti berat melepasku pergi.
Aku mengangguk, aku terus berusaha kuat, ini sudah menjadi keinginanku, sekali layar terkembang, pantang biduk surut kembali.
Aku melangkah perlahan masuk ke tempat check in, papa dan mama terus melambaikan tangannya hingga mereka sudah tidak bisa lagi dijangkau pandanganku.
Pesawat take off jam 9.30 malam, diiringi rintik hujan yang tidak begitu deras, pesawat Garuda Indonesia membawaku pergi jauh meninggalkan kota kelahiranku.
Good bye, Jakarta!
See you next time!!!
Aku memasang headphone yang terpasang di ponselku ke telingaku, tak ada musik, aku hanya suka saja memasangnya di telinga. Kutarik penutup kepala hoodyku, mengatur sandaran kursiku lalu memilih memejamkan mata hingga aku memasuki alam tidur di sepanjang perjalanan udara dari Jakarta ke Makassar.
*****
Aku menjalani hari-hariku dengan indah di Kota Daeng yang terkenal dengan karakter keras orang-orangnya namun sangat menjunjung tunggi budaya siri' (malu). Kelas 11 dan 12 aku habiskan di salah satu sekolah swasta terbaik di kota ini.
Aku bertransformasi menjadi gadis yang periang dan pandai bergaul. Kelakuan di Jakarta tidak kubawa ikut ke kota ini, di sini aku mempunyai banyak teman. Meskipun aku siswa baru, namun tidak sulit bagiku bergaul dengan siapa saja. Apalagi dengan modal wajah yang cukup good looking, pintar dan berasal dari kota besar Jakarta, semua itu sudah cukup membuatku menjadi siswi populer di sekolah.
Bang Azka hanya menghancurkan hatiku, saat itu, tapi tidak dengan masa depanku. Aku akan baik-baik saja. Pengalaman dengannya menjadikanku tidak lagi menggantungkan harapan pada satu orang, seharusnya dari dulu aku mengamalkan pepatah, "mati satu tumbuh seribu. Satu pintu tertutup maka akan terbuka pintu-pintu yang lain."
Dia boleh mematahkan hatiku saat itu, tapi cukup saat itu saja. Kini aku melangkah jauh ke depan, meninggalkan semua perasaan yang pernah kurasakan padanya. Aku baik-baik saja!
Tamat SMA, kembali aku bertransformasi, kali ini aku ingin tampil lebih cewek karena sejatinya aku memang perempuan. Diterima kuliah di jurusan yang memang kuidam-idamkan sungguh luar biasa rasanya. Karena di sana di dominasi oleh kaum Adam, jadi aku memantapkan diri memakai hijab.
Meskipun keluargaku cukup mampu, tapi aku memilih menggunakan angkot ke kampus. Kebetulan rumah kakek nenekku tidak jauh dari kampus, cukup naik pete-pete (angkot) 5 menit, maka aku akan segera sampai di depan lapangan basket yang dekat dengan gedung tempatku belajar. Namun karena statusku masih mahasiswa baru jadi aku selalu masuk kampus lewat belakang, turun angkotnya di dekat workshop kata orang-orang menyebutnya.
"Mahasiswa baru juga?" Tiba-tiba ada suara laki-laki yang terdengar cempreng di telingaku. Aku melirik ke asal suara, masih pagi banget jadi hanya kami berdua yang ada di atas angkot.
Aku menunjuk diriku dan dianggukinya.
"Iya, mahasiswa baru. Kamu?"
"Sama. Kenalkan, saya Badai dari teknik elektro." Ia menjulurkan tangannya kemudian aku sambut menjabat tangannya.
"Dea. Perkapalan!" Jawabku singkat.
"Kenapa perkapalan? Kenapa bukan elektro atau arsitektur gitu?" Tanyanya penasaran.
"Takdir mungkin." Jawabku asal membuat kami sama-sama tertawa.
Badai menyetop angkot, aku pun ikut turun dan jalan bersamanya hingga dia lebih duluan berbelok naik ke lantai 4 gedung tempatnya kuliah. Aku sendiri masih berjalan lurus sedikit ke depan kemudian belok kiri depan jurusan sipil, sebelum lapangan merah. Aku berjalan dan bertemu sesama mahasiswa baru di jurusan yang sama. Saat ini kami sedang melakukan pengumpulan untuk persiapan masa Ospek masuk kampus.
Aku disapa oleh seorang gadis manis berkacamata yang penampakan kostumnya persis sama denganku.
"Hei..aku Rara. Sepertinya kita nanti akan sekelas." Sapanya mencoba mengakrabkan diri.
"Oh yah? Aku Dea. Ayo sapa teman-teman yang lain." Aku mengajak Rara ikut bergabung dengan teman lain yang sudah lebih duluan dikumpulkan oleh para senior.
Sejak saat itu, aku dan Rara bersahabat. Rara orangnya asyik. Ceplas ceplos, bukan tipe-tipe teman penjilat. Kalau salah yah salah, jelek yah jelek, dia jujur banget kalau bicara, kurangnya terkadang dia ngomong seperti kurang di filter, kadang-kadang jengkel juga, tapi kekurangannya itu doang, kelebihannya banyak.
Dan tak sengaja kami pernah bertemu dengan Badai di kantin dekat-dekat area kos-kosan mahasiswa dalam kampus. Sejak saat itu kami sering jalan bertiga, sekedar cari buku dan mencari bahan-bahan yang kami perlukan untuk selama masa Ospek berlangsung.
Badai orangnya cuek banget, humoris dan bisa diandalkan sebagai teman. Aku dan Rara punya prinsip yang sama, no pacaran before merriage! Sementara Badai sepertinya kesulitan mendapatkan pacar dikarenakan terlalu sibuk mengurus kami berdua. Mana ada cewek bodoh yang mau pacaran sama laki-laki yang hidupnya sudah dikuasai sahabat-sahabatnya???
Meskipun Badai punya jadwal kuliah yang berbeda dengan kami, namun bukan halangan buat kami untuk bertemu. Karena rumahku yang paling dekat dari kampus, maka di sanalah basecamp kami, teman-teman lain juga sukanya ngumpul di rumah mengerjakan tugas-tugas kuliah. Bahkan tidak sedikit teman Badai dari teknik elektro yang sering ikut ngumpul di basecamp.
Teman-teman cowok pada suka ngumpul di rumah, soalnya ada kakek yang bisa diajak main catur bahkan yang paling menarik dari kakek, mereka diberi latihan menembak di halaman belakang rumah yang cukup luas.
Lagi-lagi, aku tidak kesulitan mencari teman.
×××××
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!