Dua tahun berlalu, hari penantian Bella berakhir, menunggu suaminya pulang bekerja dari luar Negeri.
Bella menunggu detik-detik kedatangan suami dengan raut wajah sumringah bersama putranya yang masih bayi.
Masih hangat dalam ingatan Bella. Saat mengantar Nathan yang baru satu minggu menikah harus rela di tinggalkan demi urusan pekerjaan penting.
Namun saat ini, hari ini, Bella harus menelan kepahitan karena Nathan tidak percaya kalau anak yang tengah Bella gendong adalah putranya.
Semua penjelasan Bella di bantah oleh suaminya sendiri, bahkan mertuanya yang selama ini bersikap baik dan merawat Bella selama hamil, berbelok mempercayai semua ucapan Nathan.
"Percayalah mas, ini putramu, putra kita..aku-?"
"Cukup! aku tidak mau mendengarkan apa-apa lagi." Nathan terus mengelak ucapan Bella.
"Mas, ini anakmu mas. Darah dagingmu sendiri." lagi, Bella meyakinkan suaminya. Namun Nathan tetap dengan keyakinannya.
Bella mencoba mendekati Ibu mertuanya, dan meyakinkan. Namun, tetap penolakan yang dia dapat.
"Kau bawa pergi anak itu! Dan jangan sampai menginjakkan kaki ke rumah ini lagi!" usirnya tanpa menghiraukan penjelasan Bella.
"Tidak mas, jangan usir aku!" Bella bersimpuh di kaki Nathan sampai Dimas anak yang di gendongnya menangis.
Nathan tidak tinggal diam, dia pergi bergegas menuju kamar dan mengambil barang-barang milik Bella, setelah itu ia lempar ke hadapan Bella.
"Kau urus anak yang tidak tau asal usulnya itu, sekarang kau pergi!" tunjuknya. "Akan ku urus surat perceraian kita."
Setelah berkata seperti itu, Nathan mengajak Ibunya untuk pergi meninggalkan Bella sendirian.
"Mas!!" panggil Bella saat Nathan meninggalkannya. Tangisnya semakin kencang ditambah tangisan anaknya yang belum berhenti.
Dengan deraian air mata, Bella menenangkan Dimas, setelah itu ia membereskan barangnya yang tercecer. Ia melangkah keluar dengan perasaan hancur, berharap Nathan kembali dan mempercayai ucapan dan menerima anaknya.
"Kenapa jadi seperti ini." Bella menatap rumah yang selama dua tahun ia tempati. Dia memutuskan untuk pergi ke rumah bibi nya yang masih tinggal di area Jabodetabek.
🥀🥀🥀
Bibi Bella, Mira. Murka saat mengetahui masalah yang menimpa keponakannya. Saat dia hendak pergi untuk melabrak Nathan, Bella mencegat supaya tidak memperkeruh masalah.
Sehari, dua hari, Nathan tidak ada kabar sama sekali, Bella sudah mencoba menghubunginya namun hasilnya nihil. Seminggu, dua minggu Bella menunggu, Nathan menemuinya dengan membawa surat cerai.
"Kau tak tahu malu!" teriak Mira yang baru memasuki rumahnya. "Terbuat dari apa hatimu itu!" tunjuk Mira ke arah Nathan.
"Dia!" tunjuknya mengarah ke arah Bella. "Rela menunggumu selama dua tahun dan mengandung anakmu selama sembilan bulan. Ini kah balasanmu terhadap keponakanku, hah!!"
"Bibi tidak usah ikut campur, ini urusanku dengan Bella." ucapnya dengan sedikit penekanan.
Mira tidak terima, dulu sewaktu Bella masih gadis, Nathan selalu membujuknya supaya mendapatkan restu untuk memiliki Bella. Sebenarnya saat mereka memutuskan untuk menikah, Mira setengah hati memberikan Bella kepada Nathan karna status pekerjaannya yang sewaktu-waktu akan pergi meninggalkan Bella sendirian. Ternyata dugaannya benar, malah lebih buruk dari pikirannya.
"Kau.. -?"
"Cukup!" serunya lantang di sana. "Aku akan menandatangani suratnya." Bella mengambil surat lalu ia menandatangi surat tersebut.
"Puas! Ini kan yang mas mau?" Bella langsung memberikannya kepada Nathan.
Nathan mengambil surat cerai dari tangan Bella tanpa bicara sepatah katapun, ia pergi begitu saja meninggalkan luka mendalam di hati Bella.
Janji tinggal janji, yang tersisa hanya kelukaan. Namun Bella menerima itu semua dengan lapang dada, percuma ia bicara, percuma ia jelaskan. Nathan sudah berubah, bukan lagi Nathan yang dulu sewaktu merayu, meminta, memanjakan Bella seakan-akan hanya dia satu-satunya wanita di hati Nathan.
Mira, sang bibi. Mencoba menenangkan dan menguatkan Bella.
"Aku tahu ini tidak mudah, tapi menangisi laki-laki brengsek seperti Nathan tidak ada gunanya. Kau harus bangkit, tunjukkan kepada mereka bahwa kau bisa tanpa dia. Suatu hari nanti, yang maha kuasa akan menunjukkan siapa yang benar dan siapa yang salah!" ungkap Mira panjang lebar.
"Bibi..." Bella tengadahkan wajah menatap Mira, air mata terus mengalir tanpa bisa di hentikan. Namun tangisan Dimas membuat Bella berhenti menangis, dan mencoba menenangkan putranya.
Bella memeluk putranya, dia berjanji akan berusaha menjadi ibu sekaligus ayah yang baik untuk Dimas.
"Semoga ke depannya akan baik-baik saja, semoga aku bisa membahagiakanmu walau tanpa hadirnya sosok Ayah." Bella mengecup kening anaknya, ia memutuskan untuk tidur di samping Dimas melupakan sejenak masalah yang menimpanya.
🌺🌺🌺
Satu bulan kemudian, Rasa sakit yang Bella rasakan, walau masih ada sedikit luka, ia mulai melupakan masalah Nathan. Bella terlihat bugar, tidak lagi meratapi nasib yang selama ini menimpanya. Begitupun dengan Dimas, dia tidak terlalu rewel itu yang membuat Bella senang.
Delapan bulan sudah terlewati, kini Dimas berusia dua tahun, kehidupan Bella sudah semakin baik apalagi setelah resmi bercerai dengan Nathan. Namun, sampai detik ini dia masih belum mengakui Dimas sebagai anaknya.
Satu bulan berlalu Bella sudah mendapat pekerjaan, ia bekerja di toko roti tak jauh dari tempat tinggalnya. Setiap pulang bekerja kadang ia membawa roti isi coklat kesukaan Mira.
Seperti biasa, di sore hari, sudah waktunya Bella pulang ke rumah, di tengah perjalanan dia melewati pengamen jalanan yang memainkan Biola, Bella sangat menyukai musik instrumen Biola. Namun, yang membuatnya menarik adalah melodi yang di mainkan pengamen itu sama sekali asing tetapi bisa membuat hatinya terenyuh seperti membaca isi hatinya.
"Kau menyukainya?" pengamen itu melihat Bella yang berdiam diri memperhatikannya.
Sambil tersenyum Bella menghampiri pengamen itu, lalu memasukan selembar uang ke wadah yang sudah di sediakan. Tanpa berbicara, Bella berlalu pergi meninggalkannya.
"Lumayan." pengamen itu tersenyum sambil menghitung uang hasil ngamennya.
🌺🌺🌺
Seperti biasa, pagi-pagi Bella sudah bangun, ia tersenyum melihat pulau di bantal Dimas, Bella mencium pipi Dimas sekilas lalu ia beranjak pergi ke kamar mandi.
Tiga puluh menit kemudian, Bela telah selesai, lalu ia berpamita pada mira sebelum berangkat.
Seharian selama bekerja, badan Bella terasa pegal karna hari ini pembeli sangat ramai. Di perjalanan pulang Bella tidak sengaja bertemu dengan Nathan, namun yang membuatnya keheranan adalah sosok perempuan yang berada di sampingnya.
"Mas Nathan!" panggil Bella dan sedikit syok saat melihat perempuan yang merangkul tangan Nathan perutnya terlihat buncit.
"Bella." sahutnya sedikit terkejut. Namun berusaha terlihat tenang.
"Mas, apa kabar? dan siapa perempuan ini?" Bella bisa melihat sedikit kegugupan di raut wajah Nathan. Ia semakin penasaran dengan sosok perempuan tersebut.
"Perkenalkan saya Ajeng, istrinya Nathan." timpal perempuan tersebut.
"I,istri?" Bella semakin syok, apalagi saat mengetahui usia kandungan Ajeng berusia sembilan bulan.
Perdebatan tidak bisa di elakkan. Selama ini Bella merasa di tipu habis-habisan. Luka yang sudah mati-matian ia obati kini terasa perih kembali, lebih sakit saat mengetahui alasan Nathan meninggalkan Bella karna adanya perempuan lain.
Sebelum mereka resmi bercerai ternyata Nathan sudah menikahi Ajeng, selingkuhannya selama bertugas di luar kota sana.
"Tega kau, mas. Sampai Dimas yang di jadikan alasan agar kau bisa menceraikanku dan menikahi jalang ini!" tunjuknya ke arah Ajeng.
"Hei! aku bukan jalang!" pekiknya, Ajeng tidak terima dirinya di sebut wanita jalang.
Ajeng membela diri, karna dirinya tidak tahu menahu kalau Nathan memiliki istri sewaktu berhubungan dengannya.
"hentikan!" Nathan menatap horor Bella. "Kita sudah berpisah, jangan mencampuri urusanku lagi."
"Mas!! di mana hati nuranimu? Dimas anak kandungmu mas!!" pekiknya, namun Nathan menghiraukan Bella.
Nathan membawa Ajeng pergi meninggalkan Bella, matanya sudah di butakan, hatinya sudah di bekukan, tidak sedikit pun ia mengingat kehadiran Dimas, buah cintanya bersama Bella.
🥀🥀🥀
Di sini Bella berada, salah satu taman yang tidak terlalu ramai, ia menangis sejadi-jadinya. Bella meremas pakaian yang ia kenakan, memukul-mukul dadanya yang terasa sakit. Bella kembali mengingat memory kebersamaannya dulu saat bersama Nathan.
Cinta, kasih sayang dan pujian yang di berikan Nathan ternyata hanya bualan semata. Betapa bodohnya ia yang termakan bujuk rayu Nathan.
Sesaat kemudian Bella terkejut, telinganya kembali mendengarkan alunan musik biola sama persis seperti yang di mainkan pengamen jalanan kemarin. Matanya melirik ke sana ke mari mencari sosok yang memainkan biola tersebut.
🌺🌺🌺
Matanya menangkap sosok laki-laki bersandar di samping pohon dengan alat musik biola yang sedang di mainkannya. Bella baru menyadari laki-laki tersebut ialah pengamen yang dia temui kemarin. Entah kenapa Bella sangat menyukai musik yang di mainkan pengamen itu.
Sambil menikmati dan menghayati, Bella melangkah semakin mendekat. Pria itu terlihat sangat piawai memainkan biola, matanya tertutup, menghayati melodi yang dia mainkan.
Setelah permainannya selesai, pria tersebut membuka mata sedikit terkejut dengan kehadiran Bella.
"Apa aku mengagetkanmu?" sapa Bella. Pria itu duduk, di ikuti Bella.
"Instrumen yang kau mainkan... aku menyukainya." timpalnya lagi.
"Hasil ciptaanku sendiri. Jadi kau tidak akan mendengarkannya di mana pun. Kecuali, kalau aku sudah terkenal." jelasnya.
"Waw, hebat sekali, tapi kau tidak terlihat seperti pengamen pada umumnya." Bella memperhatikan penampilan pria tersebut.
"Memangnya setiap pengamen di haruskan memakai baju lusuh? tidak kan?" Pria itu menggelengkan kepala.
"Kau benar." sahutnya sedikit malu dengan perkataannya tadi. "Bella." ucapnya mengulurkan tangan.
"Kau mau berkenalan dengan seorang pengamen sepertiku?" tanya pria itu meyakinkan Bella.
"Memangnya orang sepertiku tidak boleh berkenalan dengan seorang pengamen, begitu?" Bella menautkan alisnya, sedikit merasa kesal.
Pria itu menertawakan Bella, menurutnya gadis itu terlihat lucu, matanya yang bengkak, hidungnya terlihat masih merah epek tangisannya tadi.
"Kenapa kau tertawa?" Karna kesal Bella berdiri dan berlalu meninggalkan pria tersebut.
"Hei, aku cuma bercanda!" teriaknya, namun Bella tetap berjalan keluar dari taman.
Setelah Bella pergi, pria itu kembali memainkan biola, berusaha menyempurnakan instrumen ciptaannya sendiri.
🌺🌺🌺
Sesampainya di pintu rumah, Bella mendengar suara tangisan Dimas. Ia langsung masuk dan berlari menuju kamarnya, terlihat Mira berusaha menenangkan Dimas di pangkuannya.
"Bibi, Dimas kenapa?" Bella langsung mengambil alih Dimas lalu memeluknya dengan erat.
"Tadi waktu di tinggal ke kamar mandi, Dimas terjatuh mungkin dia mencariku." jelas Mira.
Setelah di gendong Bella, tangisan Dimas mereda. Mira pun bernapas lega.
Malam harinya, Dimas kembali menangis kali ini Bella benar-benar panik, suhu tubuh Dimas panas tinggi. Cepat-cepat Bella memanggil Mira. Lalu setelah itu mereka membawa Dimas ke Rumah sakit terdekat.
Tiga hari Dimas di rawat, selama itu pula Bella ijin dari kerjaannya. Hari ini Dimas sudah terlihat ceria seperti biasanya, namun masih belum di ijinkan untuk pulang.
"Harusnya kau memberitahuku, kalau Dimas sakit apalagi sampai di rawat." rutuk Andri teman kerja Bella.
"Kau ini manis sekali sih, Dri." ledek Bella sambil mencubit pipi Andri. "Salah sendiri liburan enggak bilang-bilang dan enggak bawain aku oleh-oleh." Kali ini Bella mencubit perut Andri.
Andri meringis kesakitan, sedangkan Dimas hanya tertawa memperhatikan dua orang dewasa di depannya.
"Dimas sayang, kata dokter, besok, Dimas bisa pulang ke rumah. Dimas ikut om saja yuk! jangan mau tinggal sama Mama kamu yang galak ini." ajaknya, dan langsung dapat injakan keras di kakinya.
"Sakit, Bell!" Andri menatap Bella horor sambil menahan sakit di kaki, namun langsung memalingkan muka saat melihat tatapan Bella lebih horor darinya.
"Salah sendiri!" umpat Bella, kesal karna kebiasaan Andri yang suka berbicara kemana-mana.
Bella menyuapi Dimas, walau makanannya tidak habis tapi ia bersyukur, tidak seperti kemarin-kemarin sama sekali tidak mau makan nasi. Setelah melihat Dimas makan, Andri memutuskan untuk pulang, tidak lupa dia membeli makanan dahulu dan memberikannya pada Bella.
"Terimakasih." balas Bella.
''Kalau butuh sesuatu, ingat kau harus menghubungiku!''
"Kau tenang saja, ada Bibi Mira juga yang siap siaga kalau aku membutuhkan sesuatu." jelasnya, dia tidak mau merepotkan Andri.
Andri pamit pulang. Selama tiga hari ini dia sangat merindukan Bella, tapi sekarang rasa rindunya telah terobati. Andri berjalan dengan perasaan yang tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata.
''Sebentar lagi, Bella kau harus menjadi milikku."
🌺🌺🌺
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!