Monalisa Otka Isabella adalah seorang mahasiswi cantik dari universitas ternama di Indonesia. Ia memiliki watak yang baik, rendah hati, lembut, kalem dan juga pendiam. Tidak heran jika teman-teman yang satu universitas dengannya dibuat terpesona olehnya.
Mona kini tinggal di rumah mewah peninggalan orang tuanya bersama seorang asisten rumah tangga yang sudah lama bekerja pada keluarga Mona.
Ayah Mona meninggal saat kecelakaan pesawat menuju Australia, sedangkan Ibu Mona memutuskan untuk menikah lagi dan menitipkan Mona kepada asisten rumah tangganya.
Walaupun kehidupan Mona berkecukupan dan memiliki warisan yang tidak akan habis hingga tujuh turunan, nyatanya Mona tidak sebahagia orang-orang yang seumuran dengannya.
Hari demi hari ia jalani tanpa sosok Ayah dan Ibu, ia hanya bisa memanggil nama bi Lila yang merupakan asisten rumah tangganya.
Hari ini adalah hari pertama Mona memasuki semester 5. Ia terlihat tidak bersemangat untuk kuliah, karena yang akan ia lakukan hanyalah itu-itu saja.
"Non Mona mau selai coklat apa nanas, Non?" tanya bi Lila.
"Mona ambil sendiri aja," balas Mona dengan suara tidak bersemangat.
"Ya sudah kalau begitu, Non."
"Non Mona kok mukanya kayak nggak semangat gitu?"
"Mona lagi males kuliah, Bi."
"Lho ... kenapa males, Non? Non Mona kan orangnya pintar, selalu masuk tiga besar di kampus."
"Iya sih, tapi yang Mona lakuin di kampus paling itu-itu aja. Dan Mona nggak suka banget sama Kakak senior Mona yang namanya Celine sama dua temennya itu."
"Celine? Itu bukannya nama anak tirinya nyonya Nia ya?" batin bi Lila.
"Memangnya mereka ngapain Non Mona?"
"Mereka tuh suka gangguin Mona. Mereka pikir Mona suka sama Kakak senior Mona yang namanya Gibran, padahal kan enggak."
"Sabar aja, Non. Nggak usah diladenin kalau ada orang yang kayak gitu."
"Ya udah, Bi. Mona udah selesai makannya, Mona berangkat dulu ya."
"Hati-hati ya, Non!"
Mona mencium tangan bi Lila lalu mencium keningnya. Ia sudah menganggap bi Lila sebagai keluarganya, karena selama ini hanya bi Lila yang selalu ada menemaninya.
"Hati-hati Non naik mobilnya!"
"Iyaa."
"Kasihan sekali non Mona, hidupnya pasti sangat berat. Tapi saya nggak akan biarin non Mona ngejalanin semuanya sendiri. Saya akan selalu ada untuk non Mona, saya akan selalu sayang dan menjaga non Mona seperti anak saya sendiri."
Mona mengendarai mobil Lamborghini warna merah miliknya sambil memakai kacamata hitam.
Saat di tengah perjalanan, tiba-tiba ada dua preman mengendarai sepeda motor yang mengikutinya. Kedua preman itupun berhasil menghadang mobil Mona dan memaksanya untuk keluar.
Mona sangat ketakutan, tetapi ia memberanikan diri untuk keluar dari mobilnya.
"Wah, cantik juga nih. Bisalah temenin kita malam ini," ucap salah satu dari preman tersebut.
"Tenang aja, cantik. Kita bisa main sampai puas nanti."
"Kalian jangan macam-macam ya! Aku bisa laporin kalian berdua ke polisi."
"Tapi kami sama sekali nggak takut sama ancaman kamu."
"Ikut kami aja yuk!" Salah satu preman itu menarik tangan Mona.
"Nggak mau! Tolong!! Tolong!!" Mona meronta-ronta.
"Eh, diam! Bekep mulutnya cepat!"
"Enggak! Tolong!! Tolong!!"
Saat mereka mengikat kedua tangan Mona dan hendak memasukkannya ke mobil, tiba-tiba datang seorang laki-laki yang mengendarai mobil Lamborghini berwarna hitam.
Ia memukuli satu per satu preman itu hingga babak belur. Kedua preman itupun pergi dan tidak berani melawan laki-laki tersebut.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya laki-laki itu sambil membuka ikatan di tangan Mona.
"Zidan?" ucap Mona dengan lirih.
Laki-laki itu langsung memeluk tubuh Mona dengan erat dan enggan untuk melepaskannya.
"Monalisa Otka Isabella," ucapnya dengan pelan.
Mona perlahan mengeluarkan air matanya setelah mendengar suara itu menyebut namanya.
Zidan Malik Ralendra adalah mantan kekasih Mona. Tiga tahun yang lalu Zidan memutuskan hubungannya dengan Mona karena sebuah alasan yang tidak dapat ia jelaskan kepada Mona.
Padahal mereka sudah berjanji akan menikah setelah mereka telah menyelesaikan kuliah mereka di tempat yang sama.
Zidan menderita penyakit tumor otak stadium akhir dan ia hanya memiliki waktu kurang lebih 2 bulan untuk bertahan hidup.
Ia sangat mencintai Mona dan tidak ingin Mona menjadi sedih jika mengetahui usianya tidak akan lama lagi. Ia pun meminta kepada Ibunya agar merahasiakan penyakitnya ini dari Mona.
Zidan berpura-pura mengatakan kepada Mona jika ia harus kuliah di Inggris dan tidak akan pernah kembali ke Indonesia.
Mona saat itu merasa sangat sedih dan kecewa dengan sikap Zidan yang telah ingkar janji kepadanya. Zidan pun mengucapkan selamat tinggal dan mengajak Mona untuk mengakhiri hubungan mereka.
Zidan mengatakan jika mereka tidak akan bertemu lagi untuk selamanya. Tapi ternyata Tuhan memiliki rencana lain, Zidan dinyatakan sembuh total dari penyakitnya setelah menjalani kemo terapi untuk yang terakhir kalinya.
Zidan pun memutuskan untuk mengajak Ibunya pindah ke Indonesia dan kembali menetap di sana.
Sejak ia kembali ke Indonesia, ia selalu mencari tau kegiatan yang sering Mona lakukan. Ia juga mencari tau dimana tempat Mona kuliah.
Dan kini Zidan kembali bertemu dengan Mona. Ia merasa sangat bahagia setelah mengetahui jika sampai saat ini, Mona masih menyimpan gantungan mobil pemberian darinya.
Mona sama sekali tidak membalas pelukan itu, walaupun dia sangat merindukan laki-laki yang ia cintai selama ini. Ia hanya bisa menangis karena kekecewaan yang telah Zidan berikan kepadanya.
Zidan melepaskan pelukan itu lalu mengusap air mata Mona dengan pelan.
"Aku minta maaf sama kamu, karena aku udah bikin kamu kecewa. Aku punya alasan kenapa aku ngelakuin itu semua."
"Terus apa alasannya? Kenapa kamu nggak mau kasih tau aku?"
"Karena aku nggak mau bikin kamu sedih."
"Kamu pikir tiga tahun yang lalu, kamu mutusin aku tanpa alasan dan kamu pergi ninggalin aku. Kamu pikir itu semua nggak bikin aku sedih?"
"Kamu tau nggak? Papa aku meninggal karena kecelakaan, sedangkan Mama aku pergi ninggalin aku demi suami dan anak barunya. Aku cuma punya kamu sama bi Lila, aku cuma percaya sama kalian. Tapi apa? Kamu udah ngerusak kepercayaan itu dengan mengakhiri hubungan kita dan pergi ninggalin aku."
"Mon, aku benar-benar minta maaf sama kamu. Aku tau semua yang aku lakuin itu salah, aku minta maaf."
"Percuma tau nggak? Semuanya udah basi, aku udah nggak bisa percaya lagi sama kamu."
Mona masuk ke mobil dan hendak menutup pintu, tetapi Zidan menghalanginya.
"Kita mulai semuanya dari awal, aku nggak pernah sedikitpun berniat untuk bikin kamu sedih."
Mona berusaha untuk mendorong Zidan hingga Zidan terjatuh. Sebenarnya Mona masih sangat mencintai Zidan dan tidak tega melihat Zidan seperti itu, tetapi ia terlanjur kecewa dan sulit untuk kembali mempercayai Zidan.
"Mona! Aku masih cinta sama kamu, Mon!" teriak Zidan ke arah mobil Mona yang sudah melaju dengan kencang.
Sesampainya di kampus, Mona memarkirkan mobil di tempat yang biasanya. Kemudian saat ia membuka pintu mobilnya dan turun, sebuah mobil Bugatti hampir saja menabraknya.
Dari dalam mobil tersebut, turun seorang laki-laki tampan menatap Mona dengan tatapan orang sinis.
Laki-laki itu bernama Gibran Atha Alviano, ia adalah Kakak Senior Mona yang tampan dan juga populer. Tapi sayangnya ia sangat sombong dan angkuh.
Gibran juga sering mengikuti balapan liar yang diadakannya dengan beberapa mahasiswa lain. Ia merupakan laki-laki incaran para gadis di kampus.
Semua mahasiswa berkumpul karena melihat mereka berhadapan dengan wajah yang terlihat kesal.
"Ini ngapain sih pada ngumpul di sini?" tanya Celine.
Celine Aurora adalah putri dari pemilik kampus itu. Ia merupakan Kakak Senior yang galak dan suka ngebully juniornya. Ia sering menyuruh teman yang satu angkatan dengan Mona untuk mengerjakan tugas-tugasnya.
Celine juga dikenal sebagai mahasiswi yang bodoh dan selalu menyuap Dosennya untuk mendapatkan nilai yang bagus.
Celine memiliki dua teman yang selalu ada bersamanya. Yang pertama bernama Selena, ia adalah orang yang otaknya sedikit pintar diantara kedua temannya. Yang kedua bernama Audrey, ia adalah orang yang otaknya paling lemot dan suka makan diantara kedua temannya.
"Itu si Gibran ngapain sih natap cewek itu sampai segitunya?" tanya Celine dengan kesal.
"Itu bukanlah Mona ya? Junior kita yang populer itu," balas Selena.
"Iya, itu Mona. Dia cantik banget sih," ucap Audrey.
"Oohh, jadi Mona lebih cantik daripada gue gitu??" tanya Celine dengan nada tinggi.
"Enggak gitu maksud gue, Lin. Mona itu cantik, tapi lo lebih cantik kok daripada dia."
"Awas aja ya kalau lo lebih ngebelain si Mona, gue bakal suruh Bokap gue buat ngeluarin lo dari kampus ini."
"Jangan dong, Lin! Lo kan temen gue yang paling cantik dan baik, masak lo tega sih ngeluarin gue dari sekolah ini?"
"Bodoamat!"
"Lo sih pakai acara bilang kalau si Mona itu cantik."
"Tapi kan Mona emang cantik."
"Ya iya, tapi jangan di depan Celine ngomongnya. Dia kan orangnya sensian."
"Iya deh."
Gibran mendekati Mona dan memojokkannya.
"Lo gimana sih? Tadi kalau lo ketabrak dan mobil gue lecet gimana?" tanya Gibran dengan kesal sambil mendorong pundak Mona.
"Lo kok lebay banget sih? Yang harusnya marah itu gue, karena mobil lo hampir nabrak gue." Mona membalas Gibran dengan mendorong pundaknya.
"Lo berani sama gue? Lo nggak tau siapa gue?" Gibran kembali bertanya.
"Emang lo siapa? Lo cuma mahasiswa di sini, jadi nggak usah sok-sokan!" balas Mona dengan ketus.
Mona mengambil tasnya lalu menutup pintu mobilnya dan meninggalkan Gibran di tempat parkir.
"Sombong banget tuh cewek, dia nggak tau apa siapa gue?" gumamnya.
Setelah itu Celine dan kedua temannya datang dan membuat Gibran merasa risih.
"Gibran, kamu nggak apa-apa, kan? Atau mobil kamu ada yang lecet?"
"Siapa sih tuh cewek?"
"Oh ... itu tadi namanya Mona. Dia emang orangnya gitu, sombong dan nggak tau diri."
"Kamu kok parkirnya di sini sih? Harusnya kan parkir di samping mobil a--"
Belum sempat Celine menyelesaikan ucapannya, Gibran malah pergi meninggalkannya.
"Gibran! Kok gue dicuekin sih?"
Gibran mengikuti Mona dari belakang. Mona yang merasa jika dirinya diikuti, ia langsung mempercepat langkahnya.
Tetapi Gibran dengan cepat menarik tangan Mona dan mereka berdua kini saling berhadapan.
"Lo sombong banget sih jadi cewek," ucap Gibran.
"Gue ini Kakak Senior lo, lo seharusnya hormat sama gue."
"Udah ngomongnya? Kalau udah gue mau pergi. Gue di sini mau kuliah, bukan mau cari masalah sama lo."
"Bener-bener lo ya. Gue ini cowok paling populer di kampus ini, dan lo sama sekali nggak tertarik sama gue?"
Mona tersenyum tipis. "Maksud lo apa? Lo pikir gue suka sama lo? Jangan mimpi deh! Gua nggak suka sama cowok angkuh kayak lo!"
Mona kembali melangkahkan kakinya, kemudian Gibran menarik dan mendorongnya ke tembok.
"Gue nggak yakin kalau lo nggak tertarik sama gue," ucap Gibran.
"Terserah lo deh! Gue ada kuliah pagi hari ini." Mona mendorong Gibran lalu meninggalkannya.
"Tuh cewek reseh banget ya. Awas aja, gue bakal bikin perhitungan sama lo," gumamnya.
Sesampainya di kelas, Mona langsung duduk di bangku bagian tengah. Beberapa saat kemudian Dekan datang dan mengumumkan jika ada murid baru yang akan menjadi teman sekelas mereka.
"Anak-anak, hari ini kalian kedatangan teman baru. Dia merupakan pindahan dari Inggris."
"Zidan, silakan perkenalkan nama kamu!"
"Perkenalkan nama saya Zidan Malik Ralendra, kalian bisa panggil saya Zidan. Saya asli Indonesia, tetapi tiga tahun yang lalu saya tinggal di Inggris karena suatu keperluan dan sekarang saya memutuskan untuk kembali menetap di Indonesia."
"Anak-anak, Bapak harap kalian semua bisa menjadi teman yang baik untuk Zidan ya."
"Iya, Pak."
" Zidan, kamu silakan duduk di samping Mona!"
"Tapi, Pak. ini kan bangkunya Reza."
"Oh iya, saya lupa untuk memberitahu kalian. Mulai hari ini dan seterusnya Reza tidak akan datang ke kelas ini, karena Reza sudah resmi keluar dan pindah ke kampus lain."
"Mona, mulia sekarang bangku Reza akan ditempati oleh Zidan."
"Zidan, kamu silakan duduk di samping Mona!"
"Baik, Pak."
Zidan berjalan menuju bangkunya sambil menatap Mona, tetapi Mona tidak mau menatap Zidan sedikitpun.
Dekan kini menjelaskan materi sambil berdiri. Semua mahasiswa dan mahasiswi mencatat hal-hal yang penting ke dalam buku catatan.
"Anak-anak, karena ini adalah hari pertama kalian memasuki semester 5, jadi Bapak tidak akan memberikan tugas untuk kalian. Hari ini kita hanya membaca dan memahami saja."
"Bapak rasa sudah cukup materi pagi ini. Kalian bisa kembali membaca dan memahami materi yang telah Bapak sampaikan, dan jika masih ada yang bingung jangan malu untuk bertanya kepada Bapak. Karena kalau kalian malu bertanya, kalian tidak akan tau apa-apa."
"Baik, Pak."
"Bapak keluar dulu. Selamat siang semuanya."
"Selamat siang, Pak."
Mona segera merapikan buku dan alat tulisnya, tetapi tiba-tiba bolpennya terjatuh tepat di bawah meja Zidan.
Zidan mengambil bolpen itu dan meletakkannya di atas meja Mona sambil tersenyum.
"Mon, lo diliatin Zidan terus tuh. Jangan-jangan Zidan naksir lagi sama lo."
"Gue emang naksir sama Mona. Bahkan sejak kami masih SMA, gue udah suka sama dia."
"Lo serius, Zidan? Jadi kalian pernah satu sekolah waktu SMA?"
"Kami pernah satu sekolah, satu kelas, bahkan satu hati waktu itu."
"Mona, kenapa lo nggak pernah ngomong ke kita kalau lo dulu pernah pacaran sama Zidan?"
"Gue lagi nggak mau bahas masalah itu, gue mau keluar."
"Vanessa kemana sih? Dari tadi kok nggak ada muncul? Gue chat juga nggak dibalas," ucap Mona dengan sedikit kesal.
"Hai, Mon. Sorry banget ya, gue tadi pagi telat dateng ke kampus. Jadi gue di hukum buat bersihin taman di belakang kampus."
"Lo serius?"
"Ya iya, gue serius. Gue capek banget, Mon."
"Ini Mbak pesanannya."
"Makasih ya, Bu."
"Sama-sama, Mbak."
"Nih, gue udah pesenin minuman kesukaan lo."
"Mona, lo kok baik banget sih?"
"Biasa aja kali. Cepetan di minum, katanya lo capek."
"Thank you, Mon."
"Sama-sama."
"Oh iya, Mon. Gue tadi liat Zidan di depan kelas lo. Gue nggak tau itu beneran Zidan atau enggak, tapi dia mirip banget sama Zidan."
"Itu emang Zidan."
"Jadi tadi beneran dia?"
"Iya, dia pindah ke kampus ini dan ternyata satu kelas sama gue."
"Lo pasti nggak akan bisa move on kalau gini caranya."
"Gue juga nggak tau sih."
"Lo yang sabar ya, Mon. Gue akan selalu dukung lo kok."
Vanessa adalah teman dekat Mona. Vanessa sangat menyayangi Mona layaknya saudara kandung.
Vanessa memiliki pacar bernama Dion. Dion adalah teman sekelas Gibran yang sering berbeda pendapat dan kerap bertengkar dengan Gibran hanya karena masalah kecil.
Tidak lama setelah itu Celine dan kedua temannya datang menghampiri Mona juga Vanessa.
Celine datang dengan membawa sebotol air putih, lalu menyiramkannya ke rambut Mona.
Semua orang melihat kejadian itu, tetapi tidak ada satupun dari mereka yang berani ikut campur. Karena mereka tidak ingin berurusan dengan Celine dan Ayahnya.
"Lo apa-apaan sih?" tanya Mona kepada Celine.
"Lo yang apa-apaan! Lo nggak usah ganjen deh sama Gibran! Gibran itu milik gue dan nggak akan bisa jadi milik lo," balas Celine dengan nada tinggi.
Kemudian Gibran datang melihat pertengkaran di antara keduanya.
"Lo takut tersaingi sama gue?" Mona kembali bertanya.
"Lo berani sama gue?" Celine bertanya balik.
"Kenapa gue harus takut sama lo?"
"Bokap gue pemilik kampus ini, jadi gue bisa kapan aja suruh Bokap gue buat keluarin lo dari kampus ini."
"Mending lo nggak usah ngelawan Celine deh, dia itu galak banget, " bisik Vanessa.
"Lo ngomongin gue?" bentak Celine.
"Enggak kok," balas Vanessa.
"Denger ya! Gue nggak suka liat lo deket-deket sama Gibran. Dan kalau gue masih liat lo deket-deket sama Gibran, gue pastiin lo bakal di keluarin dari kampus ini."
"Lo nggak malu ngomong kayak gitu?"
"Maksud lo apa?"
"Maksud gue, lo bangga-banggain Bokap lo sebagai pemilik kampus ini. Tapi sebagai anaknya, lo nggak bisa ngerjain tugas kuliah lo sendiri. Lo nyuruh temen seangkatan gue buat ngerjain tugas kuliah lo. Dan gue juga tau kok, kalau lo selalu nyogok dosen supaya nilai ujian lo bagus. Iya, kan?"
"Dan satu lagi, gue nggak ada niatan buat deketin Gibran karena gue sama sekali nggak suka sama dia."
Celine kembali mengguyur Mona dengan minuman yang telah di pesan oleh Mona.
"Lo jangan kurang ajar ya sama gue! Gue senior di sini, jadi gue berhak ngelakuin apapun yang gue mau."
Kali ini Mona benar-benar marah dan mengguyur wajah Celine dengan minuman yang telah ia pesan untuk Vanessa.
"Lo nggak usah nguji kesabaran gue! Gue bisa beli kampus ini, dan bahkan gue juga bisa beli rumah lo!"
Mona langsung menarik tangan Vanessa dan pergi dari sana.
"Berani banget sih dia sama lo, Lin?" tanya Selena.
"Celine, itu kan jus buah naga. Muka lo keliatan jelek banget," ucap Audrey dengan polosnya.
"Diam lo!" bentak Celine.
"Ngapain lo semua liatin gue? Bubar semuanya!"
Zidan menyaksikan pertengkaran itu dari kejauhan, ia sangat kagum dengan sikap Mona. Zidan lalu tersenyum dan pergi menyusul Mona.
Gibran juga dibuat terkagum dengan sikap Mona yang berani melawan Celine di depan banyak orang.
"Baru kali ini gue liat ada orang yang berani ngelawan Celine."
Mona dan Vanessa pergi ke kamar mandi untuk membersihkan rambut dan juga baju Mona yang basah.
"Mon, kok lo berani sih ngomong kayak tadi ke Celine? Celine sampai kicep gitu gara-gara omongan lo," ucap Vanessa.
"Orang kayak dia tuh emang pantes digituin. Dia nggak malu apa? Kampus ini milik Bokapnya, tapi tugas kuliah masih nyuruh orang lain yang ngerjain dan ujian juga harus nyuap dosen biar dapet nilai bagus."
"Emang kebangetan ya si Celine. Gayanya doang yang gede, tapi otaknya kosong."
"Baju gue kayaknya nggak mungkin kering deh, Van."
"Gimana kalau kita nanti mampir ke mall. Kan udah lama kita nggak hangout bareng."
"Boleh, tapi kan gue nggak bisa ke mall pakai baju basah gini."
Zidan masuk ke toilet wanita dan menghampiri Mona juga Vanessa yang sedang berada di depan cermin.
"Zidan, kamu ngapain di sini? Ini kan toilet cewek," ucap Mona.
"Aku cuma mau ngasih baju ini ke kamu. Aku nggak mau kamu kedinginan dan masuk angin gara-gara pakai baju basah," balas Zidan.
"Cie ... cie ..." ledek Vanessa.
"Aku--" ucapan Mona terputus.
"Aku nggak mau kamu nolak pemberian aku, karena sebelumnya kamu juga nggak pernah nolak apapun dari aku. Kamu ganti baju sekarang, aku nggak mau kalau kamu sakit."
"Makasih ya, Zidan. Mona pasti pakai baju pemberian lo kok."
Zidan tersenyum lalu pergi meninggalkan Mona dan Vanessa.
"Mon, lo pake aja deh baju pemberian Zidan. Nanti kalau lo sakit gue juga yang kepikiran."
"Iya deh iya."
"Gitu dong. Kalau gitu gue mau keluar dulu."
Setelah keluar dari toilet, Vanessa menghampiri Zidan yang ternyata masih menunggu Mona di luar.
"Lo masih di sini?"
"Gue mau pastiin kalau Mona pakai baju pemberian gue."
"Mona pasti pakai baju yang lo kasih kok, lo tenang aja."
Dion pun datang dan mengagetkan Vanessa dari belakang.
"Sayang, kok kamu di sini?" tanya Vanessa kepada Dion.
"Kamu lupa kalau kita udah janjian tadi malem? Katanya mau temenin aku ke toko alat musik," balas Dion.
"Astaga, aku lupa kalau aku ada janji sama kamu."
"Ini siapa?"
"Ini Zidan, mantan pacarnya Mona."
Dion dan Zidan saling berjabat tangan dan tersenyum.
"Gue Dion."
"Gue Zidan."
"Gue kayaknya nggak pernah liat lo deh. Lo anak baru di sini?"
"Iya, gue baru dateng ke Indonesia."
"Eee ... Zidan, gue tadi mau pergi ke mall sama Mona, tapi gue lupa kalau gue ada janji sama cowok gue. Lo bisa kan gantiin gue buat nemenin Mona ke mall?"
"Gue bisa."
"Kalau gitu gue sama Dion pergi dulu ya. Jagain temen gue baik-baik!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!