“ah ... menyebalkan” Hujan sepertinya enggan berhenti sore ini,
sehingga membuat seorang gadis yang sejak tadi terus menggerutu tak juga beranjak dari duduknya di sudut ruangan yang memang langsung berhadapan dengan jendela kaca,
tak jarang matanya menatap keluar untuk memperhatikan hujan,
dia adalah Diah Wulandari siswi SMA di desa yang terpencil di jawa timur, di kota kelahiran pahlawan proklamator kita Blitar
“Diah ....., piye nggak muleh to?” tampak seorang teman menghampiri Diah yang termenung di sudut aula
“aku nggak bawa mantel” jawab Diah pelan sambil memperhatikan air hujan yang masih terus menetes
“yo wes ra po po, nebeng aku aja!” anak cowok dengan rambut yang sedikit bergelombang itu menawarkan tumpangan pada Diah karena memang rumah mereka bersebelahan,
mereka berteman sejak kecil, tapi nasib Anwar lebih baik karena dia adalah putra dari tuan tanah di desanya,
jadi sudah pasti hidupnya berkecukupan, berbeda dengan Diah dia hanya seorang anak buruh tani, karena tak punya sawah sendiri untuk di garap, jadi bapaknya biasa menggarap sawah milik keluarga Anwar.
Keluarga mereka memang sangat dekat, mereka sudah seperti kerabat dekat, sering kali keluarga Anwar yang mengulur tangannya untuk membantu keluarga Diah,
tapi tak jarang keluarga Diah enggan menerima bantuan karena tidak mau terlalu berhutang budi pada keluarga anwar
“nggak usah lah aku nunggu hujannya reda saja !” Diah masih mencoba menolaknya,
“ini wes sore lo, nanti ibukmu cemas lo!” setelah terlihat berfikir sebentar
“baiklah, ayo ...!”
Diah beranjak dari duduknya disambut senyum lega oleh Anwar ,
mereka pun berjalan beriringan menuju ke parkiran tempak anwar memarkirkan motornya,
langkah mereka terhenti di samping motor metik warna putih milik Anwar, biasanya Diah lebih suka naik angkot sampai di jalan utama,
dan akan jalan kaki menuju rumahnya kira-kira 5 km lagi, tapi dia juga lebih sering di bonceng oleh Anwar,
apa lagi jika berangkat sekolah, mereka selalu berboncengan, karena orang tua Anwar selalu memaksanya untuk berangkat bareng.
“tas sama sepatumu ,kamu masukkan sini saja biar nggak kehujanan!” Anwar tampak memegangi tas kresek yang sudah terbuka yang dia ambil dari dasbok motornya, dia memang selalu sedia tas kresek unjuk jaga-jaga.
“tasnya saja lah yang aku masukkan, sepatunya biara aku pakai saja, sini tasmu sekalian!” Diah mengambil alih tas kresek dan memasukkan tasnya ke dalamnya dan kini dia juga meraih tas milik Anwar
**********************
Di rumah Diah
“pak udan e kok nggak terang-terang yo ...!” tapak bu kasih ibunya Diah mondar mandir di depan pintu
“duduklah buk, Diah pasti masih ngiyup, nggak usah khawatir!” saut bapaknya Diah,
pak Darman yang sedang duduk di ruang tamu yang luasnya kura-kira hanya 4x3m itu dengan kursi rotan dan meja jadulnya, dan di atasnya ada secangkir kopi yang di temani singkong rebus di dalam piring.
“bapak ini gimana, ini sudah sore pak, wes mau magrib, tapi Diah belum juga pulang!”
Tak berapa lama tampak motor Anwar berhenti di tepi jalan
“alhamdulillah ...!” bu kasih tampak lega melihat Diah bersama Anwar sudah pulang
“maaf ya buk, kami terlambat pulangnya!” Anwar ikut turun dan mencium punggung tangan bu Kasih bergantian dengan Diah
“nggak pa- pa nak, ibuk seneng kamu bareng sama Diah, ibuk sudah khawatir, makasih ya, kamu masuk dulu biar ibuk buatkan teh anget!”
“nggak usah buk, aku langsung pulang saja, bajuku basah, nanti saja kesini lagi!”
Sebelum Anwar melangkahkan kakinya untuk menuju motornya langkahnya terhenti oleh suara pak Darman
“nggak masuk dulu, ini ada singkong rebus kesukaanmu lo!” bak Darman dari dalam ikut menyahut
“nanti saja pak, saya pulang dulu”
“makasih ya ...!” Diah ikut bicara dan melambaikan tangan pada Anwar
“iya”
Diah pun segera masuk ke dalam rumah dan masuk ke dalam kamar mandi setelah melepas sepatu basahnya dan menaruh tas kreseknya
Setelah selesai sholat magrib Diah segera merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur yang Cuma cukup untuk satu orang,
ya tempat tidur tanpa dipan hanya spon di atas lantai, lantainya pun masih dari semen belum keramik,
lantai semen ‘mester’ karena kamarnya hanya berukuran 2x2m saja hanya bisa di masuki satu spon dan satu lemari kecil serta satu meja ,
mejanya pun tidak tinggi karena di sesuaikan dengan posisi duduk, kamar itu tidak akan cukup jika di masuki kursi lagi.
Rasa dingin dan lelah membuat mata Diah enggan untuk terjaga, tapi belum sampai ke alam mimpi sebuah panggilan membuatnya kembali membuka mata
“mbak .... mbak....., mbak Diah ...!” Ajeng menggoyang-goyangkan pudak Diah, dia adik perempuan Diah,
Ajeng berusia 14 tahun , masih berada di bangku kelas 2 SMP , mereka hanya dua bersaudara.
“apasih dek ......!” Diah nampak jengkel dan enggan untuk membuka matanya
“mbak ini ah ...., di cari mas Anwar tuuh ....!” sekarang gantian Ajeng yang bersungut
“uaaaahhhh!” Diah pun menguap sambih meregangkan badannya yang terasa kaku
“kenapa sih Anwar kesini?”
“ngapelin mbak kali ...!” Ajeng pun menjawab asal
“ngaco deh ...!” Diah tambah kesel mendengar jawaban adiknya
“auuhhh, sakiiit mbak!” Diah mencubit pinggang Ajeng, sontak ajeng pun memegangi pinggangnya dengan kesakitan
“makanya jangan macam-macam sama mbak, tau rasakan!” Diah sambil lari meninggalkan adiknya yang masih kesakitan
***
Di ruang tamu
“gimana sekolahmu le ....?” tanya pak Darman yang sedang duduk berhadapan dengan seorang pemuda sambil membuat anyaman dari bambu
“nggeh ngoten-ngoten mawon pak!” (artinya : ya gitu-gitu saja pak) jawab pemuda itu dengan sopan khas orang jawa
“pye to kok ngono ae ki le (artinya: gimana sih kok gitu saja), sebentar lagi kan lulus, mau nglanjutkan kemana rencananya?”
“kata bapak saya suruh nglanjutkan kuliahnya ke Bandung saja pak soalnya di sana ada kerabat dekat, jadi ada yang ngawasi !” jawab pemuda itu yang tak lain adalah Anwar
tampak pak Darman memperhatikan penjelasan Anwar sambil sesekali meneguk kopinya
“kalau Diah, melanjutkan kemana pak?” tanya balik Anwar
pak Darman kembali meneguk kopinya
“kayaknya nggak le, wes cukup sampek SMA saja, bapak nggak ada biaya” jawab pak Darman berat
Dari dalam nampak Diah menghampiri mereka, sebenarnya Diah mendengar obrolan mereka, raut wajahnya yang biasa ceria terlihat sedikit berbeda
“Anwar ada apa?”
“eh Diah .....” Anwar tampak terkejut dengan kedatangan Diah yang tanpa suara, biasanya dia yang paling cerewet
“aku mau ngambil tas ku!”
“tas ....” Diah berfikir sejenak dan senyum,nya kembali muncul
“waduh .... maaf Anwar kebawa ya, biar aku ambil dulu!” tanpa menunggu aba-aba Diah pun langsung berlari kembali ke kamarnya,
sikap itu lah yang paling di sukai Anwar, spontan dan ceria walaupun sikap spontannya itu kadang terlihat sangat lucu dan sedikit ceroboh
Tak butuh waktu lama, Diah sudah kembali lagi sambil membawa tas Anwar
“inih ....!” sambil mengulurkan tas yang masih terbungkus kresek
"kreseknya bonus ya" celoteh Diah
"kreseknya kan memang dari aku" protes Anwar
tapi tetap saja Anwar menerimanya dengan senyum yang kata orang orang jawa ngangeni, giginya yang sedikit gingsul menambah kesan manis di wajah Anwar ,
karena wajah manis yang katanya ‘nggak malehi’ kalau di pandang itu bikin banyak ceweki di sekolah Anwar dan Diah mengejar cintanya.
-
-
-
-
-
kakak reader jangan lupa like dan komentarnya ya
kasih bonus juga sedikit vote
biar tambah semangat
“Diah ..., nanti pulang sekolah bareng sama aku saja ...!” Anwar menawarkan dirinya
“iya ...!” kata singkat Diah membuat hati Anwar terasa tak nyaman,
ya ..., Anwar memang sejak SMP sudah menaruh hati pada Diah, bukan tak pernah Anwar mengatakan perasaannya tapi Diah meminta mereka hanya bersahabat saja, Diah beralasan tak mau jika hubungan yang terjalin baik akan renggang karena adanya cinta di antara mereka
Diah dan Anwar tidak satu kelas karena berbeda jurusan, karena Anwar mengambil jurusan sains sedangkan Diah mengambil jurusan sastra
Sepertinya Diah masih sangat mengingat obrolan bapaknya dengan Anwar tempo hari, hatinya sedikit terluka karena dia ingin sekali melanjutkan kuliah seperti teman-temannya,
tapi apa daya jika Allah tidak menghendaki,orang tuanya bukan dari golongan berada untuk menempuh pendidikan SMA saja Diah mengandalkan beasiswa,
karena memang Diah merupakan salah satu siswa berprestasi, walaupun prestasinya masih di bawah Anwar, Diah selalu jadi nomor dua atau tiga, sedangkan Anwar diam di posisi nya peringkat pertama.
Walaupun anak orang kaya tapi Anwar memang sudah didik jadi anak yang mandiri dan bertanggung jawab
Jadi dia tak pernah berpangku tangan menikmati kekayaan orang tuanya, jika hari libur maka dia juga akan ikut ke sawah, atau ke peternakan sapi milik bapaknya. Dia akan membantu sebisanya.
***
Di kantin sekolah
“Diah ..., ada Anwar tuh ...!” Yeni memberi tahu Diah yang memang posisinya membelakangi pintu masuk kantin , Diah sedikit gugup jika harus berhadapan dengan Anwar
“dia ke sini ya?” tanpa menoleh ke belakang
“ya iya lah ...., ini kan kantin” jawab Yeni sedikit kesal, karena iya tahu jika sahabatnya itu akan kabur
“ya sudah aku pergi ke kelas ya, aku bawa minum mu ya!”benarkan
saat Diah berbalik badan tanpa aba-aba
Byuuuurrrr
Minuman yang di pegang Diah tumpah mengenai baju Anwar yang posisinya sangat dekat dengan Diah yang tidak menyadari gerakan tiba-tiba Diah
“uuuphs ....” Diah segera menutup mulutnya dengan satu tangan
Anwar tampak mengaitkan ketua alisnya, matanya sudah membulat penuh
“Diaaaaah ....!” Anwar benar-benar menahan amarahnya “apa yang kamu lakukan?”
“maaf” wajah Diah tampak memelas dengan suara rendahnya, mirip berbisik tapi masih bisa di dengar oleh Anwar
“entahlah ...., jadi nggak berselera makan!” Anwar pun langsung meninggalkan Diah dengan wajah kesalnya
***
Di toilet
“dasar cewek ceroboh ...., kenapa sih aku yang selalu kena getahnya, “ Anwar terus mengomel sambil membersihkan bajunya
“kenapa juga aku bisa suka sama cewek seceroboh itu!” “ya Allah ..., mudah- mudahan ini yang terakhir kali”
Tanpa Anwar sadari dari belakang sudah ada Bima yang memperhatikannya
“kamu kenapa kok dari tadi aku perhatikan ngomel terus , kayak mak mak lagi datang bulan....?” Anwar sedikit terkejut, tapi segera dia netralkan kembali keterkejutannya
“lihat bajuku, “ Anwar sambil menunjukkan bajunya yang basah
“itu kenapa?”
“kenapa lagi kalau bukan Diah” mendengar penuturan Anwar Bima pun seketika tak mampu menahan tawanya
“ha ha ha hah ...” Bima malah tertawa terpingkal-pingkal
“ kenapa lagi, ini sudah yang ke berapa kali, di tendang sudah, kebakar bajunya sudah, di siram air kobokan sudah, di kenai bola basket sudah, di jatuhkan dari motor sudah,rambut di kasih permen karet, em .....!”
Bima tampak berfikir “apa lagi ya bro yang belum?”
“di masukin ke tong sampah!” Anwar tampak sewot menanggapi ledekan Bima, ya memang benar itu tadi adalah catatan kelam kecerobohan yang di buat Diah kepada Anwar
“resek kau ....!” Anwar berlalu meninggalkan sahabatnya yang masih terus menertawainya tampa henti
-
-
-
-
aku tambah visualnya Diah sama mas Anwar nya ya
ini ya visualnya, Diah ....., waktu masih SMA
kalau ini pasti dah tahu, ini mas Anwar yang paling tampan
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!