NovelToon NovelToon

MY SUGAR

MY SUGAR 1 - Prolog

Hanya menggenakan gaun pendek dan begitu ketat, Sena berdiri didepan pintu sebuah apartemen mewah di pusat kota Jakarta.

Was-was, berulang kali ia menelan ludah.

"Fel, kok aku duluan sih yang nemuin om om ini , harusnya kamu dong, kamu kan kakakku," rengek Sena dengan tubuh yang belingsatan, tidak tenang.

"Tapi om om yang ini maunya gadis berlesung pipi, ya berarti kamulah yang cocok," sanggah Felli cepat dan memang begitulah adanya.

Sena dan Felli mencari pria hidung belang melalui sebuah aplikasi, mencocokkan satu sama lain lalu bertemu.

Dan kini, saatnya Sena menemui pelanggannya.

"Cepat, tekan password-nya," pinta Felli karena Sena hanya sibuk sendiri, seolah ingin kabur.

"Takut," rengek Sena sekali lagi, memasang wajah memelas.

"Mau tidak?" gertak Felli dengan tatapan tajamnya.

Melihat itu, Sena jadi teringat atas alasannya mengambil keputusan ini, melepaskan kesuciannya untuk mendapatkan sejumlah uang yang terbilang fantastis. Untuk apa? untuk terlepas dari kehidupan miskin yang menjeratnya selama ini, kedua orang tuanya terlilit hutang dan sang kakak menjadi seorang pemabuk.

Datang ke Jakarta hanya bermodalkan ijazah SMA, ia hanya bisa bekerja sebagai OB, gajinya pun tidak sampai UMR.

Rasanya jika seperti ini terus, ia tidak akan pernah bisa membayar semua hutang orang tuanya, malah setiap bulan bunganya akan semakin membesar.

"Iya iya," jawab Sena akhirnya.

Gadis belia ini menggerakkan tangan kanannya yang bergetar, mendekati tombol password apartemen. Sebelumnya, sang pelanggan sudah memberikannya password itu, melalui pesan singkat.

Tit tit tit

Bunyi tombol yang tertekan sebanyak enam kali, hingga akhirnya terdengar bunyi Klik! yang artinya pintu itu terbuka.

Makin bergemuruh lah hati Sena di buatnya.

"Fell, aku takuut,"

"Ssstt! nggak ada takut-takut, aku tunggu kamu di lobby," terang Felli mencoba menguatkan, padahal aslinya pun ia sama takutnya.

Tak bisa membayangkan, jika kini ia berada di posisi Sena. Mungkin Felli akan benar-benar kabur, karena sekali masuk. Ia tidak akan bisa keluar lagi.

Pelan, Felli mendorong Sena untuk masuk. Sena yang gamang hanya bisa menurut, ia bahkan tidak sadar saat Felli kembali menutup pintu itu dengan pelan.

Kini, Tinggallah ia seorang diri. Berdiri tegak, menelisik tiap sudut ruangan itu.

Ruangan yang begitu mewah hingga ia terbelalak.

Jiwa miskinnya meronta-ronta.

"Amajing," ucapnya dengan bahasa inggris yang tidak fasih.

Cukup lama memandang kagum, kini ia baru teringat apa tujuannya.

"Dimana om Hanan?" gumamnya sambil mencari-cari, dimanakah sang pelanggan yang bernama Hanan.

"Ehem!" Sena berdehem, menetralkan suaranya sebelum memanggil pelanggan itu.

"Om!" ucap Sena sedikit berteriak.

Tak ada jawaban.

Ia pun memutuskan untuk bergerak mencari, berjalan lebih masuk ke dalam apartemen.

Sesekali ia menurunkan gaunnya yang tersingkap, naik keatas gara-gara langkahnya sendiri.

"Ini baju kenapa kecil sekali sih," gerutunya dengan suara yang begitu kecil.

Masuk kesana, masuk kesini, tapi Sena tidak menemukan siapapun. Sejenak ia berpikir, apa salah alamat? tapi rasanya tidak mungkin, karena password itu benar.

Akhirnya, Sena kembali ke ruang tamu. Menjatuhkan tubuhnya di atas sofa dengan keras.

"Percuma aku gugup, sepertinya om Hanan belum sampai," Keluhnya dengan menghela napas.

Namun kemudian, tatapannya terkunci pada secarik kertas putih di atas meja, dihadapannya.

Perlahan, ia mengangkat tubuhnya dan meraih kertas itu.

Tunggu aku di dalam kamar, aku akan datang jam 8 malam.

Tulis, dalam kertas itu.

Glek! membaca itu, Sena langsung menelan ludahnya dengan kasar. Susah payah seolah tersangkut.

Dilihatnya jam yang tertera di layar ponsel, jam 7 malam lewat 50 menit.

"Ya Ampun, 10 menit lagi," ucapnya dengan cemas.

Sena bangkit, kulu kilir, kesana kesini begitu gugup, bahkan kedua telapak tangannya sudah penuh dengan keringat dingin.

Bukannya langsung ke kamar sesuai permintaan sang pelanggan, Sena malah tetap berada di ruang tamu ini.

Gelisah sendiri.

Hingga pintu apartemen itu dibuka oleh sang pemilik, Hanan.

Seketika itu juga Sena terdiam, menatap takut pada pria yang berdiri diambang pintu.

Sejenak, tatapan keduanya terkunci, namun terputus saat Hanan menutup pintu dan berjalan menghampiri.

Wajah tegasnya, mampu membuat Sena terintimidasi, gadis ini menunduk, merasa takut.

"Kamu tidak baca pesanku?" tanya Hanan dengan suara beratnya, suara yang begitu lembut dan ramah ditelinga Sena. Berbeda sekali dengan wajahnya yang menyeramkan.

Dengan cepat, Sena menggeleng.

"Tidak! aku tidak tahu kalau Om memintaku untuk menunggu di kamar," jawabnya cepat, lalu dengan cepat pula ia menepuk bibirnya sendiri.

Bodoh, batin Sena.

Sementara Hanan, hanya mengulum senyum.

Sepertinya, yang ini akan lebih seru. Batin Hanan, pria yang baru saja memasuki usia 38 tahun, beristri 1, anak masih dalam kandungan.

"Duduklah," pinta Hanan dan dengan canggung Sena ikut duduk di sana.

Duduk dengan jarak aman, saling berhadapan dengan meja sebagai penghalang.

Sejenak, Hanan memperhatikan Sena dari atas sampai bawah.

Gaun ketat berwarna hitam, menempel pas ditubuh mungil gadis itu. Sementara rambut panjangnya dibiarkan tergerai asal.

Kulitnya yang putih bersih, sedikit mencuri perhatiannya.

Tidak belang, antara wajah, leher dan tubuh. Batin Hanan menilai.

Lengkap dengan lesung pipi, manis sekali. Sesuai dengan keinginannya.

"Pergilah ke kamar, saat aku sampai di sana, aku tidak ingin melihat ada penutup di tubuhmu," ucap Hanan memerintah dan Sena tak bisa berkutik.

Ia mengangguk dengan lemah.

100 juta nilai yang sudah mereka sepakati, jika Sena berbohong tentang kesuciannya, maka harga itu akan turun jadi 50 juta. Dan jika Sena bisa memuaskannya, maka ia akan mendapat nilai tambah, jadi 200 juta.

Kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak.

Dengan perasaan yang campur aduk, Sena bangkit dari duduknya.

Menuju kamar, tempatnya mengadu nasib.

Aku harus mendapatkan uang 200 juta itu, pikirnya mencoba yakin.

Dengan langkahnya yang bergetar, ia masuk ke dalam kamar. Menanggalkan semua pakaiannya dan duduk disisi ranjang.

"Dingin," gumamnya pelan, karena ruangan itu dilengkapi dengan pendingin ruangan.

Kulit polos itu diterpa dinginnya AC.

Ia lalu memeluk sendiri tubuhnya yang polos.

Hingga pintu kamar itu dibuka oleh Hanan.

Tanpa merasa canggung, Hanan menghampiri, duduk di Sofa yang berada di samping ranjang.

Memperhatikan Sena yang yang sudah polos, seperti bayi baru lahir.

"Berdiri dan turunkan tanganmu," titah Hanan.

Dengan mengubur semua rasa malunya, Sena menurut.

"Aku hanya memeriksa, apa tubuhmu benar-benar bersih," hardik Hanan dengan menyeringai.

Dan Sena hanya mampu menggigit bibir bawahnya kuat, bahkan hanya dengan tatapan itu, mampu membuat tubuhnya merasa panas dingin.

Apalagi saat Hanan meminta untuk mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi.

Sena menutup matanya erat.

"Lakukan sebaik mungkin dan aku akan membayar mu dengan bayaran yang setimpal."

Mendengar itu, Sena seperti menemukan titik balik atas semua yang terjadi. Tidak ada yang gratis di dunia ini.

Lakukan Sena, lakukan hanya sekali ini saja, hanya sekali ini saja. Batin Sena.

Lalu bergerak, mengambil alih kendali.

*Jangan Lupa Vote 💪

MY SUGAR 2 - Permainan Amatir

"Tangan Om disini," Sena menggurui, menuntun kedua tangan Hanan untuk bersandar di atas sandaran sofa.

"Nah begitu," putus Sena yakin, ia lalu melanjutkan niatnya, membuka baju Hanan.

Diperlakukan seperti itu, Hanan mengeram kesal.

"Sebenarnya kamu mau melakukan apa? melepas bajuku?" tanya Hanan dan Sena mengangguk cepat.

"Kamu terlalu lamban dan sangat amatir," ucap Hanan setelah menindih tubuh gadis ini.

Sena menggeleng pelan, dalam hatinya ia berteriak Tidak!

Namun ia tak bisa lari lagi, apalagi saat Hanan sudah menyerangnya tanpa ampun.

Dan setetes air mata Sena mengalir jatuh di atas ranjang.

Perih yang ia rasakan di bawah sana tak seberapa sakit, ketimbang rasa kecewanya pada diri sendiri. Hanya demi uang, ia rela disetubuhi pria asing.

Sekali ini saja Sen, sekali ini saja. Batin Sena, demi menghilangkan rasa bersalah.

Malam itu, keduanya terus beradu, bahkan Sena menurut saat Hanan memintanya untuk mengambil alih kendali. Hanan tak pernah merasa puas, seperti orang yang kehausan, ia terus meneguk Sena untuk menghilangkan dahaganya.

"Jadilah simpanan ku Sen, aku akan memberikan semua yang kamu minta," tawar Hanan ketika mereka telah selesai melakukan penyatuan.

Hanan sudah duduk disisi ranjang, sementara Sena masih tertidur diatas ranjang. menutupi seluruh tubuhnya menggunakan selimut tebal.

Pelan, Sena menggeleng.

"Tidak Om, terima kasih," tolaknya dengan sisa-sisa kesadaran.

"Pikirkan dulu tawaranku, baru menjawab. Aku akan memberikanmu waktu,"

"Tidak Om, terim kasih," tolak Sena lagi dengan merintih.

"1 bulan, pikirkanlah dalam waktu 1 bulan. Karena setelah lewat waktu itu, aku sudah tidak kuat menahan hasrat ku," Hanan masih belum menyerah, karena baginya, tubuh Sena begitu candu.

Alami yang belum pernah ia dapatkan.

"Tidak Om, terima kasih," tolak Sena lagi dan Hanan malah terkekeh.

"Kamu keras kepala ya? apa aku harus memuaskan mu agar kamu tertarik?" ucap Hanan menggoda, berbisik tepat ditelinga.

Sena tak menjawab, ia sudah diambang batas. Kesadarannya nyaris melayang.

Dan seperti kata-katanya, Hanan lalu memuaskan Sena dengan permainannya.

"Ampun Om."

"Aku puas," lirih Hanan, beberapa keringatnya jatuh mengenai dada polos Sena yang sedang naik turun.

Sedangkan Sena, sudah tak mampu menjawab.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

1 bulan berlalu.

Malam itu Sena mendapatkan uang 250 juta. Hanan benar-benar puas bahkan menginginkan tubuhnya kembali.

Harga itu dinilai pantas untuk semua rasa yang sudah disesapnya.

"Jadi gadis itu sudah tidak tinggal di Jakarta?" tanya Hanan pada sekretaris pribadinya, Yoana.

"Tidak Pak, seminggu setelah malam itu, ia kembali ke Palembang bersama sepupunya, Felli," jelas Yoana, sesuai data yang ia peroleh.

Menghela napas, Hanan menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi.

"Apa yang dia lakukan di sana?" tanya Hanan lagi, menyelidik.

"Membantu ibunya berjualan di pasar apung, ayahnya sudah sakit-sakitan dan kakaknya tidak pernah pulang, saya rasa karena hutang-hutang mereka sudah lunas, Nona Sena tidak berniat kembali ke Jakarta," terang Yoana lagi.

"Apa semua uang itu digunakannya untuk membayar hutang?"

"Tidak Pak, hutang mereka hanya 60 juta. Sisanya masih berada di tabungan Nona Sena. Tiap bulan ia ambil 500 ribu dan diberikannya pada sang ibu,"

Mendengar itu, entah kenapa Hanan malah merasa kesal. Harusnya Sena seperti wanita-wanita yang ditemuinya selama ini, yang selalu gila harta.

Dengan begitu, ia akan dengan mudah memiliki.

"Buatlah agar Sena dan sepupunya itu bekerja di perusahaan kita," titah Hanan dan Yoana langsung mengangguk patuh.

Yoana, wanita dewasa yang sudah bekerja bersama Hanan selama 10 tahun. Baginya perintah Hanan adalah perintah mutlak, bagaimanapun caranya, akan ia selesaikan.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Sementara itu, di pedalaman Palembang. Ada sebuah desa dipinggiran sungai Musi. Sebagian warganya masih berjualan bahan-bahan pokok di sungai itu, pasar apung.

Sena, tinggal di desa itu bersama keluarga dan sanak saudaranya.

Dulu, setelah Sena melepas kesuciannya, Felli pun melakukan hal yang sama.

Dua gadis yang terlihat miskin ini, sebenarnya memiliki tabungan yang begitu banyak di Banknya masing-masing.

"Sen, uangmu tinggal berapa?" bisik Felli saat hendak turun dari perahu.

Menepi, karena waktu siang sudah datang, pasar apung itu hanya ramai saat pagi dan menjelang siang pasar mulai tutup.

"Tidak tahu, kenapa memangnya?" tanya Sena sambil milirik.

"Punyaku masih sangat banyak, tapi tidak bisa digunakan karena takut mamak tanya yang aneh-aneh," desis Felli dan Sena hanya tersenyum kecil.

"Bagaimana kalau kita kembali kerja di Jakarta, jadi OB tidak masalah, yang penting ada alasan untuk menggunakan uang itu," ide Felli dan Sena nampak berpikir.

Sedikit membenarkan.

Pasalnya, kini ia butuh uang itu untuk mengobati sang ayah.

"Boleh deh," jawab Sena dan langsung membuat Felli berjingkrak girang.

MY SUGAR 3 - Pertemuan Kembali

Pagi itu, nampak balai desa begitu ramai.

Sena mengintip dari balik jendela kamarnya, memperhatikan dengan terheran-heran.

"Ada apa sih?" gumamnya penasaran, namun tak ada niat untuk melihat. Barusan saja, ia selesai memijat kaki sang ayah, dan kini Sena merasa kelelahan.

Ia memutuskan untuk kembali menutup gorden dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Berbaring di atas kasur yang sudah lepek.

Brak!

Baru memejamkan mata, pintu kamarnya langsung dibuka.

Seketika mata Sena terbelalak, apalagi saat melihat sang kakak sepupu, Felli, masuk dengan tergesa dan langsung menghambur kearahnya.

"Sena, ayo ke balai Desa," ajak Felli antusias dengan mata yang berbinar, kini gadis barbar ini sudah tengkurap di sebelah Sena.

"Memangnya ada apa sih? kenapa orang-orang berkumpul d balai desa, padahal tidak ada pengumuman apapun," jawab Sena apa adanya, biasanya tiap ada peristiwa penting, akan ada pengumuman melalui speaker di kantor desa, hingga semua warganya bisa mendengar sekaligus.

"Iihh kudet!" ledek Felli dengan kesal.

"Ada penerimaan karyawan baru di perusahaan ternama dari Jakarta, bahkan orang yang tidak punya ijazah pun bisa ikut. Duh! kalau kita juga daftar pasti langsung diterima," terang Felli antusias.

"Baru kemarin kita memutuskan untuk kembali bekerja di Jakarta, dan Tuhan langsung mengabulkannya dalam semalam. Ah, terima kasih ya Allah," ucap Felli penuh syukur.

Mendengar itu, Sena langsung bangkit dari tidurnya, berubah jadi posisi duduk.

"Beneran? tidak bohong? perusahaan apa? terus kita jadi apa?" tanya Sena beruntun.

"Ituloh, perusahaan supermi, mie enak, mie mantap, mie sedap, itu semua dibuat perusahaan itu," terang Felli sambil menerka-nerka.

"Perusahaan ExstraFood?"

"Nah iya itu!" jawab Felli yakin."

ExstraFood adalah perusahaan ternama di Indonesia, bukan hanya Jakarta. Bahkan di kota-kota lain pun, berdiri cabang-cabang perusahaan itu, termasuk di Palembang.

"Jangan kebanyakkan mikir, ayo kita ke balai desa," ajak Felli lalu menarik Sena untuk bangkit.

Kedua gadis ini lalu menuju balai desa yang tempatnya tak jauh dari rumah Sena. Dengan sedikit berlari, melewati beberapa kubangan air dan kerikil di jalanan.

Sampai di sana, Sena dan Felli langsung menerobos kerumunan warga desa, menyelip-nyelip agar bisa sampai di depan.

Ternyata, di sana ada perwakilan dari perusahaan ExstraFood, yang sedang menjelaskan prosedur pendaftaran, tes, wawancara dan penerimaannya.

Semua langkah-langkah itu akan digelar hari ini juga. Mulai jam 9 pagi ini.

Semua warga yang rata-rata anak muda begitu antusias, bahkan saat si informan menyelesaikan pengumumannya para warga langsung bergegas pulang, mandi dan bersiap-siap.

Termasuk Sena dan Felli.

Selepas kepergian 2 gadis itu, Yoana mengirimkan hasil foto jepretannya pada sang Tuan yang sedang berada di luar negeri, Singapura, untuk menghadiri perkumpulan pengusaha muda.

Di seberang sana, Hanan menatap foto itu dengan dada yang bergemuruh, seolah rindu melihat gadis yang begitu membuatnya candu.

Bahkan hanya dengan menatap foto itu,, bisa membuatnya kembali berhasrat. Kenangan malam itu kembali memenuhi seisi kepalanya.

Bahkan lidahnya masih begitu mengingat rasanya Sena.

Bibir ranum tanpa dioles-oles, juga kulitnya yang putih bersih, begitu kontras dengan rambut panjangnya yang hitam legam, tergerai asal.

Segera, Hanan keluar dari ballroom hotel itu untuk menghubungi Yoana, meninggalkan istrinya seorang diri di tengah-tengah keramaian.

Lora, hanya mampu mengepalkan tangan, dengan bibir yang tersenyum ramah pada semua orang.

"Jangan kembali ke Jakarta tanpa Sena," ucap Hanan saat panggilannya sudah terhubung.

"Baik Pak," jawab Yoana patuh.

Tanpa penutup, Hanan memutus sambungan telepon itu. Ia terus tersenyum, membayangkan Sena kembali menaiki ranjangnya, menjadi penghangat di tiap malam.

"Pak, tuan Abrar ingin menemui Anda," ucap Bagas, sekretaris pribadinya yang lain.

Masih dengan senyumnya itu, Hanan mengangguk kecil, Lalu kembali masuk ke dalam ballroom hotel.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

"Nomor 21," panggil salah satu panitia.

Hingga sore menjelang, serangkaian penerimaan karyawan baru perusahaan ExstraFood belum juga usai.

Setelah melewati Tes, hanya 50 orang pemuda yang lolos. Dari 50 orang itu, hanya akan diambil 10 orang yang akan di bawa ke Jakarta.

Sena dan Felli harap-harap cemas, namun mereka tetap yakin akan diterima. Pasalnya, mereka berdua memiliki ijazah yang bisa diandalkan, nilai kelulusan yang cukup tinggi.

"Nomor 22."

"Nomor 23."

"Nomor 24."

Menjelang magrib, barulah penerimaan karyawan itu selesai. Dan benar saja, Sena dan Felli masuk ke dalam 10 orang yang terpilih.

Besok pagi, mereka semua akan bergegas pergi ke Jakarta.

Kini, Sena sedang mengemas baju-bajunya di dampingi oleh sang ibu.

"Mak, nanti kalau Sena sudah gajian langsung bawa bapak berobat ya, sama doker Anwar aja Mak, jangan di bidan Lia," ucap Sena sambil melipat-lipat baju.

Tak langsung menjawab, Sarni ibu Sena mengulas senyum kecil di bibirnya.

"Gaji mu jangan di kirim semua, sisakan juga untuk tabunganmu," jawab Sarni sendu.

Sedikit merasa bersalah, karena kini anak gadisnya yang menjadi tulang punggung keluarga. Penghasilannya sebagai pedagang tak seberapa, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Beli beras, bumbu dapur dan bayar listrik.

"Iya Mak, aku juga nabung kok. Mamak tenang saja," jawab Sena dengan cengir kuda.

Sesaat, hatinya teriris, kala mengingat uang yang diberikannya pada sang ibu bukanlah uang halal. Namun Sena bisa apa? bahkan bangkai pun bisa jadi halal jika keadaannya memaksa.

Kini, Sena mencoba melupakan semua kejadian buruk di masa lalu. Mencoba melupakan semua sentuhan di malam itu.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Keesokan harinya.

Jam 7 pagi, rombongan Sena mulai berangkat ke Jakarta.

Untuk keluar dari kampungnya itu, mereka semua menggunakan perahu kecil dengan mesin pendorong di belakang kapal, perahu Ketek namanya.

Suaranya begitu berisik dengan goncangan yang begitu keras. Bagi Sena dan semua temannya itu adalah hal yang biasa, tapi tidak dengan para karyawan ExstraFood.

Bahkan ada seorang wanita cantik yang muntah saat itu, Yoana.

Kalau bukan karena perintah pak Hanan, aku tidak akan mau naik perahu ini. Batin Yoana pilu.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Siang harinya.

Rombongan Sena sampai di perusahaan ExstraFood.

Gedung tinggi bagaikan pencakar langit.

Setelah meletakkan barang-barangnya di brangkas karyawan, mereka semua langsung dipisah sesuai Divisinya masing-masing. Ada yang di bagian produksi, pengemasan, gudang dan juga pengiriman.

Sedangkan Sena dan Felli dibawa ke Devisi pengawasan. Tugas mereka hanya ikut berkeliling mengawasi mesin-mesin yang otomatis membuat berbagai jenis makanan. Bukan hanya Mie, namun juga ada Nugget dan berbagai jenis makanan kaleng.

"Sena, ikutlah saya sebentar, ada beberapa berkas yang belum anda tangani kemarin," ajak Yoana.

Sena dan Felli langsung saling pandang, sedikit takut ketika mereka harus di pisahkan.

"Baik Bu," jawab Sena, lalu memasang wajah sedih pada Felli. Ya, mau tidak mau mereka harus berpisah. Di dunia kerja, mereka memang harus dituntut mandiri.

"Tunggu disini," ucap Yoana saat sudah sampai di sebuah ruangan.

Ruangan yang Sena yakini sebagai ruangan penyambut tamu penting.

Ruangan yang cukup besar, lengkap pula dengan meja dan sofa, dengan canggung Sena duduk di sana.

"Sensen," panggil seorang pria dan langsung membuat Sena terbelalak.

Terkejut.

"Om," desisnya pelan pada pria yang baru membuka pintu itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!