NovelToon NovelToon

Sekretaris Canduku S2

Prolog

Al Gibran Bradsiton Arganta

Ketua osis sekaligus kapten basket di SMA ALBERTA DIRGANTARA.

Tidak- tidak ia juga ketua band di SMA nya.

Dan merupakan senior karate yang ada di sekolahnya.

Wah banyak banget.

Jadi, jangan iri jika ia dikagumi banyak cewek seantero sekolahan.

Bahkan Al merasa tidak tenang sekolah dengan dikelilingi banyak cewek yang terus mengikutinya kemanapun dia melangkah.

Bahkan Bara sudah memberikan peringatan pada pihak sekolah untuk memberikan himbauan pada para siswi agar tidak menganggu putranya.

Namun semua itu tidak mempan bagi para siswi yang sudah tergila- gila menggandrungi putranya.

Bahkan Sela yang memang kesal dengan semua siswi itu pernah datang ke SMA dan memarahi mereka semua.

Sela juga mengancam jika para siswi terus menganggu putranya ia tidak segan untuk memindahkan mereka ke luar negeri.

Tadinya ancaman itu membuat mereka sedikit reda untuk tidak menganggu putranya.

Tapi setelah 2 minggu kemudian mereka kembali menggila dengan terus mengikuti kemana putranya pergi.

Bahkan setiap hari hampir semua siswi selalu mengirimkan cokelat dan bunga ke kediaman Aldebaran.

Jadi, jangan heran jika di rumah Aldebaran kalian akan menemukan banyak cokelat juga bunga.

.

.

El Nino Bradsiton Arganta

Tampangnya emang sok cool dan terlihat jutek.

No, kalian ketipu sama tampangnya.

Dia sama Dante sama- sama bobroknya.

Jadi, jangan heran jika Al selalu kesal saat El dijadikan satu dengan Dante.

Kalau enggak berantem ya buat rusuh.

Udah tahulah ya dari tampangnya aja, siapa sih yang enggak suka sama dia.

Tapi sayang, ini anak suka banget bikin anak orang baper.

Jangan salah kalau kalian dekat dia terus merasa nyaman.

Besoknya langsung ditinggal ngilang.

Kang ghosting dong jadinya.

Ya gitulah dia.

.

.

Dante Bradsiton Arganta

Kelihatan kan dari wajahnya aja dia udah songong banget ini anak.

Apalagi kalau disatuin sama El, bakal parah rusuhnya.

Tapi Dante lebih rusuh kalau disatuin sama Adam dan Agam.

Bakal pecah kepala kalian meski hanya melihat tingkah mereka.

Sela sama Laura aja angkat tangan lihat kelakuan mereka.

Apalagi kalau kalian yang baca ceritanya.

Mungkin tambah pusing kepalanya.

.

.

Adam Bradsiton Arganta

Nah mereka kan enggak jadi satu kelas karena usia mereka yang terpaut satu tahun sama ketiga saudaranya.

Tapi namanya aja Adam, mana mungkin diem kayak Adam Hawa islam.

Yang pasti rusuh kayak bapaknya bin rusuh dan ceroboh.

Emang bener ya kalau buah jatuh enggak jauh dari pohonnya.

Sama nih kayak bapak sama anak ini.

Sama- sama rusuh dan ceroboh.

.

.

Agam Bradsiton Arganta

Nah keliatannya sih kalem tapi dia kan saudaranya Adam.

Apalagi bapaknya Rendy.

Udah deh dijamin enggak akan ada diemnya mereka kalau disatuin.

Jadi, Laura bilang jika kuncinya menghadapi kedua putranya hanyalah sabar dan tenang.

Dijamin kepala kalian enggak akan pusing apalagi dibuat kepayang.

.

.

Daffa Bradsiton Arganta

Kalau ini bener dia emang kalem dan setengah pecicilan.

Tapi sayangnya Daffa tergantung disatukannya sama siapa.

Kalau sama Al, dia bisa diem dan sok cool.

Tapi kalau sama Dante dan duo A, jangan bilang kalau dia bakal diem.

Yang pasti bakal diajari yang rusuh.

Jadi, jauhkan Daffa dari Dante dan duo A sebelum negara Kanada jadi dua.

♡♡♡

Luna Ceysa Auristella

Ketua kelas sekaligus sekretaris osis di SMA.

Ketua PMR juga wakil ketua dance angkatan kelima.

Menjadi pelatih taekwondo yang dipimpin oleh Daretha dan Luna sebagai wakilnya.

Kelihatannya emang jutek dan cuek, tapi dia soft banget kok.

Jadi, pas banget mungkin kalau disandingkan sama Al, hihi.

Dia seorang yatim piatu dan tinggal bersama adik laki- lakinya yang masih duduk di bangku SMP.

Karena itu terkadang Luna juga bekerja paruh waktu.

.

.

Aqila Gamilia Elvina

Dia teman dekat sekaligus tetangga yang berjarak tidak jauh dari rumah Luna.

Ia yang paling sayang sama Luna, karena ia tahu bagaimana keadaan Luna.

Bagi Luna, dialah pelindungnya sekaligus kakaknya.

Jadi, tak heran jika Aqila selalu berada di dekat Luna.

.

.

Calista Zanna Anneira

Meski dia tidak begitu dekat dengan Luna.

Tapi ia juga sama halnya menyayangi Luna.

Hanya saja Calista tidak menunjukkan kasih sayangnya pada Luna.

Terlihat cuek dan tidak peduli hanya saja ia begitu perhatian sama Luna.

.

.

Leyna Desiya Swara

Ketua bully sekaligus nyai badas paling ganas di SMA.

Suka caper dan selalu mengaku menjadi pacar Al.

Biasalah setiap SMA bakal ada yang suka bully ataupun iri sama siswi lainnya.

Jadi, jangan heran jika Leyna bakal suka rusuh.

.

.

Bianca Faradila

Nah ini satu gengnya.

Sama- sama mak lampir dan juga jadi tukang bully.

Tapi dia terkenal paling ganas dan licik.

Apapun yang ingin ia dapatkan harus ia dapatkan sekarang juga.

Prinsipnya, sekali gigit ia tidak akan melepaskannya.

.

.

Aretha Anindira Ceica

Kalem dan sangat lugu.

Tahukan polos dan pura- pura polos, itu enggak ada bedanya.

Intinya dia selalu bermain halus terlebih jarang bertindak dengan tangannya sendiri.

Seakan ia punya kaki tangan sendiri untuk memberikan pelajaran pada seseorang yang menghalangi sesuatu yang ingin ia dapatkan.

Jadi, hati- hati dengan sesuatu yang terlihat tenang dan polos.

Siapa yang tahu jika hal itu ternyata yang semakin menakutkan dibandingkan hantu yang tidak terlihat.

Jadi, tunggu apalagi yuk baca kelanjutannya.

S2 - SMA Alberta

○○○

"Ko ayo buruan sarapan udah jam 6 ituh," teriak Sela yang sudah selesai menyiapkan sarapan.

"Kamu lagi masak apa hah?" Bara yang baru saja datang langsung memeluk Sela dari belakang dan menciumi daun telinga istrinya.

"Hih Bara lepasin enggak, risih ihh," kata Sela yang risih saat Bara memeluknya dari belakang dan menciumi leher jenjangnya.

"Sayang, kamu enggak capek apa tiap hari masak, kenapa enggak nyewa art aja biar kamu bisa istirahat," kata Bara sembari menopangkan dagunya di atas bahu Sela.

"Udah kodratnya seorang perempuan itu masak dan mengurus rumah tangga. Dan hanya aku yang akan mengurus suami juga putraku, bukan art," kata Sela membuat Bara merasa kagum.

Cup

Bara mencium pipi manis Sela dan hal itu dilihat ketiga putranya.

"Hekm Dante enggak liat apa- apa, kenapa ruangannya gelap," ejek Dante pada papanya.

Bara tertawa saat digoda oleh putranya ketika ketahuan mencium Sela.

"Mama tuh cuma punya El, papa harusnya udah jangan ganggu mama," kata El yang langsung bermanja pada Sela.

"Ko kapan pertandingan basket?" tanya Bara pada Al yang hanya diam saja.

"Hari rabu, kenapa?" tanya balik putranya.

"Enggak ada cuma nanya," kata Bara yang membuat Al menghembuskan napas berat.

"Ma ko Nino kemarin deketin cewek," adu Dante pada Sela saat kemarin siang melihat El berjalan dengan seorang cewek.

Sela langsung menatap El dengan tangan yang mengolesi roti tawar untuk suami juga putranya.

"Kalian jangan buat ulah ya, mama capek tiap hari nerima paket dari kang kurir. Tuh liat, kulkas masak mama penuh sama coklat dari temen kalian," kata Sela sembari berkacak pinggang dan menatap galak ketiga putranya.

"Udah sayang, besok aku belikan kulkas baru khusus buat nampung cokelatnya," kata Bara membuat Sela melebarkan kedua matanya dan membuat ketiga putranya menahan tawa.

"Kamu lagi, malah dukung beliin kulkas. Akunya capek tiap hari nerima paket coklat sama bunga. Kalau sehari cuma satu kali, mama enggak masalah, ini tukang kurir udah tiap hari dateng sehari 4 kali lagi, kan bosen mama liat kang kurirnya," dumel Sela membuat Bara tertawa melihat wajah cantik istrinya saat marah.

"Mama jangan marah- marah, kan enak mama bisa buka toko cokelat gratis dari penggemar kita," kata Dante memberikan saran yang semakin membuat Sela kesal.

"Lihat cokelat sekulkas aja mama sebel apalagi dengerin saran kamu, mama tambah pusing," kata Sela sembari memakan roti lapisnya.

"Dante ayo berangkat," teriak Adam saat keluar dari pintu lift.

"Apalagi ini, tambah berat kepala mama kalau liat kalian berdua jadi satu," Al tertawa melihat wajah Sela yang terlihat seperti tertekan.

"Udah ya ma kita berangkat dulu," kata Al sembari meraih tas hitamnya lalu mencium pipi Sela kanan dan kiri.

"Ko papa enggak dicium?" tanya Bara saat Al hanya melewatinya saja.

"Minta cium mama aja," katanya dingin lalu pergi begitu saja.

"Pa ma kita berangkat dulu ya," kata Dante setelah berpamitan pada papa dan mamanya.

"Iya sayang hati- hati," kata Sela dan Laura bersamaan.

"Sayang aku juga berangkat ya mau ke kantor," kata Bara yang juga pamit pada Sela dan menciumi seluruh wajah istrinya.

"Hati- hati ya," kata Sela sembari mengantar suaminya hingga ke depan.

Rendy dan Reno juga berangkat ke kantor dan kini tinggal para istri yang berada di rumah.

"Udah selesai kan kerjaan kita?" tanya Laura pada Sela dan Dea.

"Kenapa?" tanya Dea penasaran saat melihat Laura tersenyum lebar.

"Saatnya kita nyalon," teriak Laura sembari merangkul mereka berdua dan pergi ke lantai 3 untuk spa.

Sedangkan Al dan semua adiknya mengendarai motor untuk berangkat ke sekolah.

Tadinya Bara sudah membelikan masing- masing mobil untuk mereka.

Namun, karena Al melarang adiknya untuk membawa mobil alhasil Bara membelikan mereka motor untuk pergi ke sekolah.

Al memimpin di depan dengan membonceng Dante yang super duper cerewet.

Kata Dante, dia akan merasakan sesuatu yang kurang saat dibonceng dan hanya diam saja tanpa mengoceh.

Seperti ada sesuatu yang hilang.

Tapi kesalnya, Dante selalu mendadak menjadi tunarunggu saat dibonceng motor.

Karena itu Al terkadang hanya diam saja tidak menanggapi cerita Dante.

Percuma saja ia menanggapi ujung- ujungnya Dante hanya akan menjawab.

'Hah apa?'

Dan itu semua dialami siapapun saat dibonceng motor.

Brum brum brum

Mereka telah sampai di sekolah tepat pukul setengah 7.

Dan kalian tahu apa yang terjadi di dekat gerbang.

Ya, semua siswi sedang mengantri di dekat gerbang hanya untuk menunggu Al dan semua adiknya.

"Al Gibrannnn," teriak mereka serentak saat pesona Al melepas helmnya dan turun dari motornya.

"Wihh kita udah mirip idol aja ya, dateng aja ditungguin di depan gerbang," kata Dante yang malah tebar pesona saat para siswi menjerit kegirangan.

"Ko enak ya jadi kita, kalau telat kita enggak usah repot minta satpam bukain, mereka udah bukain gerbang pastinya buat kita," kata El pada Al.

"Udah kita masuk," kata Al memimpin di depan untuk masuk kelas.

Dan semua siswi langsung berbondong- bondong mengikuti mereka untuk ke kelas.

"Jadi gini rasanya diikuti banyak fans, enak juga," gumam Adam sembari berjalan dengan tebar pesona.

"Bayangin aja kita naik mobil waktu dateng ke sekolah, wiuhhh pasti geger satu SMA," kata Dante yang sedang membayangkan dirinya.

"Gimana kalau besok kita coba?" kata Agam yang memberi usulan buruk pada Dante.

"Besok jual aja semua motornya, kita naik helikopter kalau berangkat sekolah sekalian biar satu kota geger lihat kita," kata Daffa membuat Al yang berjalan di depan memejamkan mata karena usulan adiknya itu.

Dante dan Agam hanya memberikan jempol pada Daffa dan tersenyum lebar.

Mereka berpisah karena beda kelas.

Adam Agam dan Daffa masuk kelas XI IPA 1.

Sedangkan ketiga kokonya masuk kelas XII IPA 1.

Ketika mereka memasuki kelas terlihat tumpukan coklat begitu banyak di atas meja Al dan kedua adiknya.

"Danteeee i love youu," teriak salah satu siswi yang melompat kegirangan di ambang pintu.

"Ya tuhan tuh suara cewek udah mirip toanya sekolahan, keras banget," kata El sembari mengusap telinganya karena suara cewek itu.

Al langsung duduk di bangkunya lalu memunguti semua coklat yang ada dan memberikannya pada teman sekelasnya.

"Ko kok dibagiin sih," protes Dante saat semua coklatnya dibagikan oleh Al pada teman sekelasnya.

"Kan ada di kolong mejamu Dante," kata Al yang mencoba sabar menghadapi adiknya yang satu ini.

"Tapi kan kurang Dante makan segitu," Al hanya menghembuskan napas pasrah.

Semua siswi itu masih setia berdiri di ambang pintu sembari memotret atau sekedar menatap Al dan kedua adiknya hingga suara bariton pak Anton membuyarkan mereka semua.

"Ayo semua masuk kelas, ngapain malah berdiri antri di sini," kata pak Anton yang langsung membuat semua siswi itu seketika bubar dan masuk kelas.

"Yah enggak seru pak Anton, kan jadi pergi merekanya," seru Dante yang didengar oleh pak Anton.

"Oh kamu juga mau pergi sama mereka, yaudah keluar dari kelas saya," kata pak Anton mode galak.

"Hehe bercanda pak, ini saya kasih cokelat," kata Dante mencoba mengalihkan perhatian pak Anton.

"Enggak, gara- gara kamu berat badan saya meningkat yang ada diomelin sama istri saya," dumel pak Anton sembari meletakkan bukunya di atas meja.

Seketika seisi kelas tertawa mendengar aduan pak Anton.

Tok tok tok

Semua beralih menatap ambang pintu dan terlihat ada Luna yang baru saja datang.

"Maaf pak saya terlambat," kata Luna sembari salam pada pak Anton.

Al menatap datar perempuan cantik yang sudah 2 tahun menjadi teman sekelasnya itu.

Dia memang berbeda dari siswi lainnya.

Jika mereka tergila- gila dengannya, beda cerita dengan Luna yang biasa saja.

"Yaudah besok kamu hati- hati ya," Al hanya mendengar hal itu dari pak Anton lalu Luna diperbolehkan duduk di bangkunya yang bersama Aqila.

Terlihat Aqila mengusap punggung Luna, itu artinya ada sesuatu yang telah terjadi pada Luna.

"Serius banget ko natap Luna nya? Cantik ya dia?" goda El yang sejak tadi memperhatikan tatapan mata kokonya.

Al hanya menatap datar El dan kembali menatap ke depan.

Pelajaran pun dimulai dan berlangsung selama 45 menit.

Bel istirahat sudah berbunyi, tanpa menunggu lama semua serentak pergi ke kantin setelah pak Anton keluar kelas.

Beda cerita sama penggemar Al dkk nya, jika siswi lain saat istirahat butuh makanan dan pergi ke kantin.

Penggemar Al saat istirahat butuh asupan dan akan datang ke kelas mereka untuk menatap pujaan hatinya.

Yah hal itu sudah biasa dan sudah terjadi selama 3 tahun mereka bersekolah di sini.

Mau enggak mau, Al dan adiknya harus terbiasa dengan penggemar fantatik seperti mereka.

Al tidak berniat untuk pergi ke kantin, jadi hanya El dan Dante yang pergi ke kantin menyusul ketiga adiknya di kelas sebelah.

Al menidurkan kepalanya di atas meja dan berniat akan tidur sebentar saja meski di luar kelasnya begitu bising suara para siswi yang memuja dirinya.

"Ayo kita obati di uks," ajak Aqila pada Luna yang hanya mengamati kakinya yang terus mengeluarkan darah.

Sayup- sayup Al mendengar suara Aqila dan Luna yang terus merintih perih di kakinya.

"Kamu pergi aja ke kantin La, aku ke uks sendiri aja," kata Luna menolak saat Aqila akan mengantarnya.

"Kan nganter lo terus langsung ke kantin bisa, ayo dah," kata Aqila yang marah- marah saat Luna terus menolak untuk diantar ke uks.

"Lo tuh ketua PMR luka gini aja males banget ngobatinnya," omel Aqila sembari memapah Luna pergi ke uks.

Al mendongakkan kepalanya dan menatap Luna yang berjalan dengan tertatih- tatih.

.

.

.

Pukul 1 siang dan bel pulang sudah berbunyi sejak 5 menit yang lalu.

Para siswa yang ikut eskul langsung bergabung pada masing- masing eskul yang mereka ikuti.

Sama halnya seperti ketiga kembar ini.

"Koko ada rapat osis, kalian ke lapangan aja pimpin buat pemanasan," perintah Al pada kedua adiknya.

"Koko lama enggak rapatnya?" tanya Dante yang membuat Al curiga.

"Kenapa emangnya?" tanya balik Al pada Dante yang malah menunjukkan gigi putihnya.

"Enggak ada cuma nanya?" Al merasa tidak enak hati melihat senyum Dante.

"Lama mungkin," jawab Al dan seketika keduanya langsung melompat kegirangan.

"Jangan buat rusuh," peringati Al pada kedua adiknya.

"Siap ko," teriak mereka kompak.

"Koko," panggil Adam yang baru keluar kelas dan berlari menghampiri mereka.

"Ayo ke lapangan," ajak Adam dan mereka langsung pergi menuju lapangan tanpa Al.

"Semoga aja lapangan basket sekolah enggak dibuat fanmeeting sama mereka," gumam Al sembari berjalan menuju ruang osis untuk membahas persami siswa baru kelas 1.

Ceklek

Al memasuki ruangan osis dan mereka sudah berkumpul sedang menunggunya.

"Maaf saya telat," kata Al dan mereka semua dengan kompak menjawab tidak apa.

Anggota osis hanya terdiri dari 25 orang dan rata- rata anggotanya adalah 15 perempuan dan 10 laki- laki.

Jadi, maklum jika Al terkadang risih saat melakukan rapat mereka menatal Al tanpa kedip.

"Ini untuk agenda persami," kata Luna memberikan catatannya pada Al tentang diskusi kemarin siang bersama semua anggota.

Al membaca dengan teliti agenda yang disusun dan ditulis rapi oleh Luna.

"Apa persaminya harus di puncak?" tanya Al pada mereka semua.

"Maaf kak Al, kebanyakan dari mereka semua meminta untuk ke puncak," kata salah satu anggota yang kelas 11.

"Apa kalian melakukan voting untuk pemilihan tempatnya?" tanya Al yang mendadak membuat ruangan menjadi mencekam dan auranya sesak.

"Kenapa kalian tidak mempertimbangkan segala resiko yang ada jika persami dilakukan dipuncak. Bagaimana jika sesuatu terjadi?" banyak dari mereka yang baru menyadarinya.

Luna hanya diam di samping Al sembari mendengarkan penjelasannya.

"Tolong kalian ubah tempatnya dan lakukan voting setiap kelas untuk menentukan tempat persaminya," kata Al dan diangguki oleh mereka semua.

Al kembali membaca agendanya, merevisi jika adakalanya sesuatu yang kurang pas.

"Jangan menarik iuran terlalu banyak pada mereka. Mereka bisa membawa bahan pokok dari rumah yang dibagi setiap kelompok untuk dimasak ketika persami, tarik sesuai budget keperluan saja," kata Al sembari mencoret catatan Luna dan mengganti nominal iurannya.

"Udah rapat hari ini itu aja, sisanya kita bahas besok sama beli peralatan buat persami," kata Al mengakhiri rapatnya agar mereka bisa segera ikut eskul.

Satu persatu dari mereka meninggalkan ruangan dan menyisakan Luna dan Al.

"Nih," kata Al mengembalikan catatan Luna.

Al melirik lutut Luna yang tidak diplester ataupun diperban.

"Gue kira ketua PMR harusnya lebih peduli sama dirinya sendiri baru ngobati lainnya," gumam Al pelan lalu keluar dari ruangan membuat Luna menatap datar kepergian Al.

"Dasar kutub utara," dumelnya kesal lalu keluar dari ruangan dan menguncinya.

Luna langsung pergi ke lapangan karena anggota PMR sudah menunggunya.

Sedangkan Al pergi ke lapangan basket untuk bergabung bersama timnya.

Tibanya di lapangan Al melihat begitu penuhnya lapangan basket oleh para siswi yang menyemangati mereka.

Al naik ke atas bangku penonton untuk melihat timnya.

"Ko tendang sini ko," teriak Dante pada El yang menggiring bola.

"Dante terima bolanya," teriak El yang mengoper bolanya pada Dante.

Dante menggiring bolanya untuk dimasukkan gawang namun Adam dan Agam menghalangi jalannya.

"Ok kali ini gue bakal cetak gol," kata Dante pada mereka berdua.

Dengan gesit Dante bisa melewati Adam dan Agam hingga mencetak gol saat Daffa meleset untuk menangkap bolanya.

"Gollllll," teriak para siswi dan Dante yang berlari ke arah El dan memeluknya senang.

Al menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan menatap datar mereka.

Hingga salah satu siswi baru menyadari jika Al sudah datang.

"Al datanggggg," teriak mereka membuat adik kembarnya seketika langsung terdiam dan menatap takut Al.

"Kan ko gimana ini, koko kapan datengnya?" tanya Dante pada El sembari menatap Al yang hanya berdiri dan menatap mereka datar.

"Mau gimana lagi, koko udah liat pasti habis ini dikasih hukuman," jawab El dengan mudah sembari melirik kearah Adam dan Agam.

S2 - Coba Peduli

Luna baru saja sampai di rumah tepat pukul 6 malam.

Sepulang sekolah tadi ia harus pergi bekerja di minimarket yang tidak begitu jauh dari rumahnya.

Luna tidak menemukan siapapun di dalam rumah, hanya ada dolgi kucing peliharaannya.

Di mana Vino, apa dia sudah tidur.

Luna langsung memeriksa kamar adik laki- lakinya itu.

Dan hasilnya nihil.

Luna lalu mencari ke semua sudut rumah dan tidak menemukan Vino di manapun.

Luna lalu masuk ke dalam kamarnya untuk berganti baju dan pergi mencari adiknya.

Inilah kamar Luna, kecil dan begitu sempit.

Karena mereka hanya bisa menyewa kontrakan kecil dengan harga yang sangat murah perbulannya.

Luna tidak bisa membayar semua hutang keluarganya, karena itu bank menyita rumah mereka.

Selesai berganti Luna langsung bergegas untuk mencari adik laki- lakinya meski tubuhnya terasa begitu lelah.

Bermodal jalan kaki, Luna menyelusuri jalanan untuk bisa menemukan adiknya.

Sekitar 20 menitan Luna berjalan dan belum menemukan Vino juga.

Hingga ia melihat gerombolan anak motor yang berkerumun di tepi jalan.

Itu Vino.

"Vino," teriak Luna lalu berlari menghampiri kerumunan itu.

"Kakak," kata Vino yang terkejut saat Luna mencarinya malam- malam begini.

"Eros?" kata Luna saat mengetahui teman sekelasnya.

"Oh jadi ini adik lo?" tanya Eros sembari merangkul bahu Vino.

Dengan cepat Luna menarik Vino ke belakang punggungnya untuk melindungi dari Eros.

"Ngapain kalian di sini?" tanya Luna pada geng Eros yang merupakan geng motor yang selalu bikin ulah di sekitar lingkungannya ini.

"Luna cantik, gue enggak nyangka kalau dia adikmu. Tahu begitu aku akan memperlakukannya dengan sangat baik," kata Eros sembari mendekati Luna.

"Jangan mendekat," teriak Luna memperingati Eros dengan sangat keras.

"Ohh gue takutt," kata Eros berlagak takut dan membuat semua temannya tertawa.

"Ratu taekwondo, ketua PMR, ketua dance dan sekretaris osis, wahh skill lo emang enggak bisa diragukan lagi. Sayang sekali, lo enggak bisa gue miliki," kata Eros sembari mencolek dagu lancip Luna.

Bugh

Luna spontan menendang Eros hingga terhuyung ke belakang.

"Sialan," umpat Eros tak terima saat Luna menendangnya.

"Vino ayo kita pulang," kata Luna sembari menarik Vino untuk pergi dari kerumunan itu.

Eros yang sudah merasa emosi langsung mengejar Luna dan menariknya dengan kasar.

"Tunggu," kata Eros sembari menarik Luna hingga ia hampir saja jatuh.

"Kakak," kata Vino yang terkejut.

"Gue paling benci sama cewek kayak lo yang selalu bersikap sok jual mahal dan paling jago," kata Eros mencoba untuk memancing emosi Luna.

"Kenapa lo enggak terima kalah sama cewek?" tanya Luna dengan santai tanpa takut dengan ekspresi Eros yang menunjukkan jika dirinya begitu marah.

Plak

"Kakak,"

"Eros," seru mereka terkejut saat melihat Eros tanpa ragu menampar Luna.

Luna hanya tersenyum miring dan menyingkap rambut panjangnya ke belakang.

"Anak kayak lo emang enggak akan bisa hargai seorang laki- laki, karena apa karena lo enggak punya orang tua yang bisa didik lo dengan baik,"

Bugh

Luna memukul rahang Eros hingga ia terjerembab di jalanan.

"Lo hina dan pukul gue sepuasnya, tapi jangan hina orang tua gue," kata Luna yang tidak akan bisa menahan diri saat mereka menyangkutpautkan kedua orangtuanya.

"Kak ayo kita pulang," kata Vino sembari menarik tangan Luna. Dengan kasar Luna menghempaskan tangan Vino dan kembali maju untuk memberikan pelajaran pada Eros.

Bugh

Luna kembali memukul Eros dengan sangat keras.

"Kenapa, lo enggak terima sama ucapan gue, berarti bener kan sama apa yang gue katakan?" kata Eros membuat Luna menghembuskan napasnya pelan.

"Sekali ini gue peringati sama lo, jangan pernah ungkit kedua orang tua gue atau ganggu adik gue," kata Luna memperingati Eros.

Luna lalu menarik Vino untuk pulang dan menjauhi kerumunan Eros.

"Luna tunggu pembalasan gue," teriak Eros saat Luna menaiki bus untuk pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah Luna dan Vino saling diam.

Luna langsung menuju dapur untuk memasak buat Vino.

Sedangkan Vino merasa bersalah dan hanya diam saja.

Vino masuk ke dalam kamar untuk membersihkan dirinya.

Selesai mandi ia keluar kamar dan melihat kakaknya sedang menyiapkan makan malam untuknya.

"Duduklah dan makan," kata Luna yang terdengar sangat dingin.

Vino berjalan menuju meja makan dan duduk di hadapan kakaknya.

Ia melihat tangan kakaknya yang terluka dan juga pipinya yang sedikit lebam.

"Kak," panggil Vino pada Luna yang serius makan.

"Makanlah setelah itu tidur," seru Luna sambil makan dengan lahap dan terus menunduk tanpa berani menatap adiknya.

"Maafin Vino ya," gumamnya pelan sembari makan.

Luna meletakkan sumpitnya dan mendongak untuk menahan air matanya.

"Bisakah kamu sehari saja sekolah dengan benar dan tidak membuat rusuh?" tanya Luna pada Vino.

"Bukan begitu dengerin Vino dulu," kata Vino membantah tebakan Luna.

"Kakak cuma mau kamu sekolah dengan benar tanpa harus membuat kerusuhan, apa itu sulit?" tanya Luna tegas pada Vino.

Vino hanya diam dan menunduk takut saat melihat Luna menjadi serius begini.

Luna menghembuskan napasnya pelan lalu beranjak berdiri untuk mencuci piringnya.

Selesai makan Luna meninggalkan Vino sendiri di meja makan dan menuju kamarnya.

Vino mendadak tidak nafsu untuk kembali makan.

Ia menyandarkan punggungnya di kursi dan menatap kosong ke depan.

"Andai kakak tahu penyebab aku selalu membuat rusuh begini," gumamnya pelan lalu masuk ke dalam kamar.

.

.

.

Jika Luna dan Vino bertengkar karena hal kecil yang dilakukan Vino.

Berbeda dengan rumah tangga orang tua Leyna.

Kini mereka sedang bertengkar hebat saat Leyna berada di dalam kamar.

"Sudah berapa kali kubilang, jangan keluar hanya dengan memakai pakaian seperti ini," teriak Adi dengan keras pada Desi.

"Memangnya kenapa hah? Apa pedulimu?" tanya balik Desi dengan suara yang tak kalah kerasnya.

Plak

"Sekarang berani kamu membantahku ya?" bentak Adi begitu emosi saat Desi kini mulai berani melawannya.

"Kenapa harus takut jika aku memang benar? Kamu memang arogan dan enggak punya hati," kata Desi dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.

Plak

Plak

"Bunuh saja aku jika itu bisa membuatmu puas, cepet bunuh aku," teriak Desi dengan keras.

"Meski aku tahu kamu selingkuh dengan sekretarismu sendiri, aku tidak pernah menghakimimu dengan keji, lalu kenapa jika aku hanya bertemu dengan Putra dengan penampilanku seperti ini?" Adi yang sudah diliputi api cemburu semakin membabi buta.

"Kamu benar- benar harus diberi pelajaran," kata Adi yang melepaskan dasi hitamnya dan mengikat kedua tangan Desi.

Tanpa merasa kemanusiaan, Adi menarik rambut Desi dan menyeretnya ke lantai atas.

Jeritan Desi juga rintihannya membuat pilu hati siapapun yang mendengarnya.

Seperti Leyna yang sedang menahan tangisnya di dalam kamar mendengar pertengkaran kedua orang tuanya.

Ia tidak bisa melakukan apapun untuk menolong mamanya.

Karena Adi akan menyiksa mamanya lebih kejam saat Leyna berani ikut campur urusan mereka.

Mungkin karena hal ini Leyna menjadi pribadi yang sama arogan dan kejinya sama seperti Adi.

Terkadang bukan orang lain atau kawanmu yang membuat dirimu tersakiti.

Nyatanya orang sekitar bahkan kedua orang tuamu bisa membuatmu terluka lebih dalam dari siapapun.

Sedangkan di rumah lain ada Putra yang baru saja pulang pukul 9 malam.

Fara yang sejak tadi menunggu di sofa bergegas membukakan pintu saat mendengar suara mobil suaminya.

"Mas kamu dari mana aja baru pulang?" tanya Fara membuat Putra menatapnya tajam.

"Istri macam apa kamu ini, suami pulang bukannya disiapin makan malah ditanya yang enggak- enggak," bentak Putra dengan keras membuat Bianca yang berada di dalam kamar langsung keluar.

"Iya maaf mas. Makan malamnya udah siap, ayo kita makan," ajak Fara pada Putra.

"Aku capek mau tidur," kata Putra yang langsung naik ke lantai atas mengabaikan Fara begitu saja.

Bianca kembali masuk ke dalam kamar, ia terlalu malas untuk berurusan seperti ini.

♡♡♡

Aqila sedang menunggu Luna di depan rumahnya.

Ceklek

Vino keluar dengan wajah murungnya dan sudah rapi dengan seragam SMA nya.

"Kenapa dengan dirimu?" tanya Aqila saat Vino hanya diam saja, biasanya Vino selalu ceria saat bertemu Aqila.

"Tidak ada," jawabnya lalu berangkat ke sekolah dengan jalan kaki.

"Ais berandal itu benar- benar. Pasti bikin ulah lagi," gumam Aqila kesal sembari menatap kepergian Vino.

Ceklek

"Ayo berangkat sekarang," kata Luna yang menunduk sembari mengeratkan jaketnya.

"Tumben pakai jaket?" tanya Aqila karena Luna tidak biasanya pakai jaket.

"Enggak papa, lagi dingin aja," jawab Luna sembari memakai helmnya dan langsung naik.

"Ayo berangkat sekarang," kata Luna sembari berpegangan pada pinggang Aqila.

Aqila lalu melajukan motor vespanya untuk berangkat ke sekolah.

Ada sesuatu yang disembunyikan oleh Luna.

Aqila harus mencari tahunya.

Mereka tiba di sekolah sebelum pintu gerbang ditutup.

Aqila memarkirkan motornya lalu masuk ke dalam kelas sebelum pelajaran dimulai.

"La aku ke toilet bentar ya, kamu duluan aja," kata Luna dan langsung berbelok ke kamar mandi.

Aqila berhenti di depan toilet perempuan.

Ia merasa jika sesuatu telah terjadi pada Luna.

"Lun aku ke kelas dulu ya," teriak Aqila di depan toilet lalu pergi menuju kelas.

Sedangkan Luna yang mendengarnya hanya diam di dalam toilet.

Luna menyingkap jaketnya, terlihat lengannya lebam dan membiru.

"Jika Aqila tahu, pasti akan rumit urusannya," gumam Luna lalu kembali mengusap lengannya yang membiru dengan salep agar tidak terlihat lebam.

Luna menghembuskan napasnya pelan lalu keluar dari toilet agar tidak terlambat masuk kelas.

Ceklek

"Eh tuan putri Luna," kata Bianca yang ternyata sedang menunggu Luna di depan toilet.

"Ngapain kalian?" tanya Luna sembari berjalan menuju wastafel untuk cuci tangan.

"Enggak ada sih, cuma ada yang hilang aja kalau sehari enggak gangguin lo," kata Leyna sembari ikut bercermin bersama Luna.

"Percuma banget kalian hidup, enggak ada kerjaan banget," kata Luna sembari mengusap tangannya yang basah.

Luna beda sama siswi lain saat dibully.

Ia lebih cenderung berani dan melawan mereka dibandingka diam dan dijadikan kambing hitam.

Lagian, Luna juga memiliki bekal ilmu bela diri, setidaknya ia bisa menjaga dirinya sendiri dari gangguan mereka.

"Gue akui lo emang berani dibandingkan siswi lainnya. Tapi bukan berarti kita takut sama lo karena lo jago bela diri," kata Leyna yang kini mulai beraksi.

Luna membuang tisunya ke tempat sampah lalu menatap Leyna datar tanpa ekspresi.

Karena malas menanggapi mereka Luna langsung saja keluar dari toilet dengan santainya.

Leyna dan Bianca dibuat tercengang dengan kelakuan Luna.

"Sial, songong banget tuh cewek," umpat Leyna saat Luna tidak ada rasa takut padanya.

"Udah kita urus dia nanti saja, sekarang kita masuk sebentar lagi bel," kata Bianca sembari menarik tangan Leyna untuk keluar dari toilet dan masuk kelas.

Luna masuk ke dalam kelas, sudah banyak siswa yang datang.

Termasuk tiga pangeran tampan itu.

Luna langsung mendudukkan dirinya tepat di samping Aqila.

Aqila menatap Luna yang seperti tidak memiliki semangat hidup.

"Lun lo sakit?" tanya Calista yang menghampiri meja Luna.

Aqila langsung memeriksa dahi Luna.

Lumayan panas.

"Kayaknya lo demam," kata Aqila sok serius membuat Calista ingin tertawa melihatnya.

"Cih sok- sok an jadi dokter pakai acara bilang demam," ejek Calista pada Aqila membuat Luna tersenyum tipis.

"Gini- gini gue juga anggota PMR ya bukan cuma lo," kata Aqila tak terima saat dirinya diejek.

Luna menidurkan kepalanya di atas meja karena merasa sedikit pening.

Tadi pagi ia tidak sempat sarapan, entah kenapa tubuhnya akhir- akhir ini merasa drop dan lemah sekali.

Apalagi semalaman penyakit insomnianya kambuh lagi.

"Luna ayo ke uks gue temeni," kata Calista yang bersemangat sekali mengajak orang untuk pergi ke uks.

"Enggak usah Ta, aku di sini aja," kata Luna membuat kedua temannya semakin khawatir.

Aqila memberikan isyarat pada Calista untuk duduk di bangkunya dan jangan menganggu Luna.

Sedangkan dibangku belakang Luna yang berjarak tiga baris ada Al yang sedang memperhatikan Luna.

"Udah ko natapnya, entar enggak bisa balik itu mata mandangin Luna mulu," goda Dante yang duduk di belakang Al.

"Berisik," kata Al menanggapi ejekan Dante.

"Gapapa kok ko suka sama Luna, namanya juga manusia ya kan pasti punya perasaan," kata Dante memberitahu kokonya.

"Tapi koko enggak suka nih sama Luna, gimana?" tanya El membuat Dante menghembuskan napasnya kasar.

"Berarti koko bukan manusia," jawab Dante membuat El melebarkan kedua matanya.

"Enak aja kalau bilang, koko punya perasaan ya, kemarin siang aja waktu eskul siapa yang beliin anggota PMR minuman sama roti pas waktu di lapangan?" Dante melebarkan matanya pada El untuk berhenti berbicara.

Al menoleh dan menatap El datar.

"Oh jadi kemarin siang pura- pura ke kamar mandi niatnya buat beliin anggota PMR minuman sama makanan?" tanya Al santai pada El.

"Hehe bukan gitu ko, cuma...,"

"Lunaa," Al menoleh saat mendengar teriakan Aqila yang panik melihat Luna pingsan.

Semua langsung mengerumuni Luna untuk membawanya ke uks.

El Nino yang memiliki nyali entah dari mana tiba- tiba saja melompat ke atas meja hendak menolong Luna yang tergeletak di lantai.

"El selesaikan PR mu," kata Al membuat El berbalik dan menatap kokonya.

"Tapi ko..,"

Semua siswi perempuan dibuat meleleh saat Al berjalan menghampiri kerumunan.

Tanpa banyak bicara, Al langsung membopong Luna membuat siapapun terkejut melihatnya.

"Ko cepet cubit pipi Dante, ini bukan mimpi kan?" tanya Dante sembari menepuk bahu kokonya.

El langsung mencubit pipi Dante dengan sangat keras.

"Aduh ko sakit," rintih Dante saat El mencubit pipinya.

"Astaga Al tampan banger njirrr waktu bopong Luna," kata salah satu siswi sembari memotret Al yang membopong Luna.

"Ya tuhan kenapa bukan gue tadi yang pingsan,"

"Enak banget ya jadi Luna?"

"Mas Al aku juga pengen digendong kamu," teriak salah satu siswi yang melompat kegirangan membuat siapapun takut melihatnya.

"Itu cewek kesurupan atau gimana sih ko?" tanya Dante saat melihat perempuan yang bersuara toa itu.

"Kemasukan toa kali," jawab El sembarang membuat Dante tertawa.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!