Cerita ini hanyalah fiktif belaka
--------------------
Sebuah mobil Alphard hitam berhenti tepat di depan butik yang ramai. Di sana banyak tamu undangan, pengunjung, dan wartawan berdatangan.
Bak ilmu sihir yang menghipnotis, semua mata seketika menyorot ke arah mobil itu. Saat pintu mobil terbuka, munculah seorang wanita berpakaian hitam dengan kacamata hitam yang juga bertengger di hidung.
Wanita itu badannya tinggi tegap, gesturenya tegas dan berwibawa. Dengan setia ia berdiri di pinggir pintu mobil menunggu seseorang lagi keluar dari mobil yang barusan juga ia tumpangi.
Dimenit selanjutnya, munculah sosok wanita paruh paruh baya dengan penampilan yang sangat elegan.
Kaki yang berheels berjalan dengan anggun bak model yang sedang melewati karpet merah yang membawanya ke dalam butik.
Bibirnya selalu tersenyum kepada semua yang sedari tadi telah menantikan kehadirannya.
Berbeda dengan wanita berpakaian hitam yang berjalan di belakangnya. Ekspresinya nampak datar dan menakutkan, seolah siap menerkam hidup-hidup siapa pun yang berani mengganggu wanita paruh baya yang berjalan di depannya.
Tak lain, wanita paruh baya itu adalah pemilik butik yang sedang melakukan Grand Opening untuk cabang butik barunya. Cabang dari butik ternama yang tentunya juga milik fashion designer ternama. Acara Grand Opening dilaksanakan dengan mewah dan elegan.
*****
*****
"Selamat sore Nyonya!" sapa seorang wanita dengan sopan sembari menunduk sejenak.
"Sini Merry, mendekat!" titah seorang wanita paruh baya yang berpenampilan stylish. Wanita paruh baya itu sedang duduk di sofa ruang kerjanya seraya mengamati penampilan wanita yang ia panggil Merry.
Saat wanita yang ia panggil Merry sudah berada di depannya. "Meerr, ayolah ini di rumah loh, jangan formal seperti itu!" ujar wanita paruh baya tersebut sembari menggelengkan kepalanya pelan.
Merry tersenyum dan mengangguk pelan. "Sini duduk di sebelah saya!" perintah wanita paruh baya tadi. Merry pun menurut, lalu duduk di sebelah wanita paruh baya yang ia panggil nyonya.
"Asal kamu tahu ya Mer, rasanya saya pengen marah tiap kali mendengar kamu memanggil saya nyonya!" lanjut wanita paruh baya tersebut seraya mengambil Laptop dari meja yang terletak di samping sofa.
"Itu sudah ketentuan Nyonya!" jawab Merry sembari tersenyum dan melihat Nyonyanya yang sedang menghidupkan Laptop.
"Itu ketentuan dari kamu sendiri Merry!! Mommy tidak pernah menyuruhmu dan membuat ketentuan seperti itu kan?" ujar wanita paruh baya tersebut sambil sejenak menatap Merry, lalu kembali fokus pada Laptopnya.
"Hehehe, iya Mommy Tyas, itu ketentuan dari Merry sendiri!" jawab Merry terkekeh kecil.
"Kamu itu yang santai juga, jadi wanita juga jangan terlalu cuek, jangan kayak apa itu Amar menyebutmu apa?" Mommy Tyas mencoba mengingat-ingat sebutan yang diberikan putranya kepada Merry.
Merry tersenyum geli mengingat sebutan Amar untuk dirinya. "Kanebo kering Mom!" jawab Merry.
"Naah iya, kanebo kering! Astaga Amar Amar! Kamu juga Mer, masa laki-laki yang berani deketin dan ledekin kamu cuma Amar sama Chan saja!" Mommy Tyas terus berbicara sembari sibuk dengan Laptopnya.
Para lelaki tidak ada yang berani mendekat dan meledek Merry bukan karena dia wanita galak atau menyeramkan yang langsung menggigit jika didekati.
Namun, mereka para lelaki enggan untuk mendekat atau meledek Merry karena Merry adalah wanita yang membosankan.
Membosankan dalam artian irit bicara, cuek, tegas, dingin, dan tidak manja yang membuat para pria yang mendekatinya mundur alon-alon karena merasa kelimpungan dan bingung harus bagaimana menyikapi Merry.
Digombali rayuan maut tidak mempan karena dia hanya menanggapinya dengan datar. Diajak ngobrol pasti hanya menjawab sekadarnya. Saat digoda pasti tatapan sinis atau senyuman miring yang diberikan. Diajak kencan pasti mintanya ke museum bukan di restoran. Itulah mengapa Merry dikatakan wanita yang membosankan. Jadi, bukan hal yang mengherankan jika diusianya yang sudah 24 tahun masih belum ada pengalaman dalam dunia percintaan.
"Merry belum ada fikiran untuk menjalin hubungan Mom!" jawab Merry seperti biasa.
Mommy Tyas mengangguk paham, beliau juga tidak akan memaksa Merry untuk punya hubungan, itu terserah Merry.
"Oh ya Mer, style mu itu jangan formal seperti itu terus! Kamu ganti pakai dress pasti lebih cantik!" pinta Mommy Tyas yang sudah lama menginginkan Merry tiap harinya berpenampilan feminim.
Merry terkekeh mendengarnya. "Mommy, tugas Merry itu kan memastikan keamanan Mommy, kalau Merry pakai dress terus ada orang yang berniat jahat pada Mommy, masa Merry harus bergulat menggunakan dress? Itu kan sulit Mom?" Merry berkata sambil membayangkan bagaimana jika dirinya harus bergulat saat menggunakan dress. Itu sangat konyol. Ya, walaupun sebenarnya dia harus bisa dalam keadaan apapun, dia kan harus siap siaga. Tapi, kalau bisa dihindari ya kenapa tidak dihindari saja?
Mommy Tyas ikut terkekeh mendengar penuturan Merry, benar apa yang dikatakan Merry. "Lagian kamu Mer, nggak usah jadi bodyguard ala-alanya Mommy, kamu kan udah lulus kuliah, tinggal kerja aja di perusahaannya Amar! Mommy itu nggak tega kamu selalu menempatkan dirimu dalam situasi bahaya!" ujar Mommy Tyas kesal. Ibu mana yang tega menempatkan wanita yang sudah dianggap anaknya sendiri dalam bahaya.
"Merry akan selalu menjaga Mommy karena Mommy adalah orang yang paling berjasa di hidup Merry! Mommy udah nampung Merry dan Almarhum Bapak, udah ngasih makan Merry, udah nyekolahin Merry, udah menyayangi Merry, Mommy membuat Merry merasakan bagaimana rasanya punya keluarga!" tutur Merry pelan.
"Husstt, kamu jangan ngomong gitu, semua Mommy lakukan karena memang Mommy sayang sama kamu!" Mommy Tyas berubah sendu.
Wanita bernama lengkap Merry Batari ini hanya bisa banyak bicara ketika bersama Mommy Tyas. Seorang wanita yang sudah ia anggap ibu sendiri. Merry sudah sembilan belas tahun tinggal bersama Mommy Tyas.
Ibunya meninggal saat melahirkan Merry. Tiga tahun kemudian Bapaknya menikah lagi dan mereka bekerja di rumah mewah Mommy Tyas. Bapaknya bekerja sebagai tukang kebun dan ibunya bekerja sebagai asisten rumah tangga. Tentu Merry juga ikut tinggal di rumah Mommy Tyas. Karena tidak punya anak perempuan, jadi Mommy Tyas sangat bahagia dengan kehadiran Merry di rumahnya.
Sayangnya, pernikahan Bapak dan Ibu sambungnya hanya bertahan setahun. Ibunya pergi meninggalkan Bapaknya karena cintanya terhalang restu. Orang tua Ibu sambung Merry tidak merestui pernikahan anaknya karena Bapaknya Merry hanya orang miskin dan ternyata sakit-sakitan pula, apalagi saat tahu anaknya bekerja sebagai asisten rumah tangga.
Sehingga, Merry tidak pernah merasakan yang namanya kasih sayang Ibu. Deritanya ditambah lagi saat usianya enam tahun, Bapaknya harus meninggal karena sakit. Lengkap sudah ia menjadi yatim piatu.
Merry tetap tinggal di rumah Mommy Tyas dan ia juga mendapat kasih sayang seperti seorang anak. Merry juga tumbuh seperti anak-anak pada umumnya. Ia melupakan segala kesedihan sebagai anak yatim piatu karena merasa memiliki Mommy dan Daddy, yaitu Mommy Tyas dan suaminya, Almarhum Daddy Tio.
Namun, Amar yang dulu sangat nakal selalu membully Merry anak pembantu, anak pungut, dan hal-hal buruk lainnya, sehingga Merry tumbuh menjadi anak pendiam dan tidak percaya diri.
Dibalik kemewahan yang diberikan oleh Mommy dan Daddy, Merry tetap sadar betul posisinya di rumah itu. Saat ia tumbuh remaja dan mulai mengerti, ia bertekad saat besar nanti akan membalas kebaikan Mommy Tyas dan Daddy Tio dengan cara menjaga mereka dengan baik. Ya, walaupun Daddy Tio sudah meninggal saat usia Merry lima belas tahun.
Setelah lulus kuliah, ia memilih untuk menjadi bodyguard ala-ala untuk Mommy Tyas. Tapi sebenarnya Merry juga punya usaha beberapa kos-kosan dekat kampus yang sudah dirintis sejak kuliah, keren bukan? Ia mendapat ilmu itu dari Amar yang tak lain adalah seorang CEO perusahaan property ternama.
Mommy Tyas selalu memberinya uang jajan yang tidak sedikit, uang itulah yang ia tabung dan menjadi modal usaha. Ditambah lagi ia kuliah di jurusan manajemen bisnis, tentu ilmunya semakin bertambah.
Sudah dimentori langsung oleh CEO perusahaan property ternama, ditambah ilmu dari kuliah juga.
Sebenarnya, jika ada kemauan yang kuat, ia pasti bisa jadi pengusaha besar. Walaupun tentu semua tidak akan instan.
Sebenarnya, Mommy Tyas memintanya agar bergabung dengan perusahaan Amar, tapi Merry menolak karena selama ini ia tak berkeinginan bekerja di kantor.
Ia ingin membesarkan usahanya semampu yang ia bisa, tak masalah meskipun usahanya masih kecil, Merry sangat menikmati proses dan ia ingin bisa menciptakan lapangan pekerjaan untuk orang lain. Setelah ini ia berencana memperbanyak jumlah kos di dekat kampus yang berbeda dengan kampus sebelumnya.
Namun, menjaga Mommy Tyas tetaplah menjadi prioritasnya saat ini.
"Oh ya, gaji kamu udah Mommy transfer tadi!" ujar Mommy Tyas.
"Mommy, Merry ikhlas nggak usah digaji!" Merry selalu komplain setiap Mommy Tyas memberinya gaji tiap bulan.
"Mer, kamu itu kerja sama Mommy, jadi ya harus Mommy gaji! Kamu dikasih uang jajan kayak dulu lagi udah nggak mau! Jadi, jangan tolak gaji dari Mommy!" tegas Mama Tyas yang tidak ingin dibantah.
"Iya Mommy, makasih ya!" balas Merry sambil memeluk lengan kiri Mommy Tyas.
Pasti mereka di luaran sana tidak akan percaya jika Merry juga bisa bermanja-manja walau itu hanya sedikit. Itu hanya berlaku saat bersama Mommy Tyas. Saat bersama Amar juga masih bisa bercanda, meskipun masih tetap dengan gaya coolnya.
--------------------
Assalamualaikum semuaa
Makasih untuk kalian yang udah baca part awal kehidupan Merry Batari, yoook tunggu terus up yang terbaru..
Jangan lupa like, komen, dan jadikan favorit jugaa🖤
Luv Luv untuk kalian🖤🖤
"Merry, Mommy mau ada perlu dulu sama Ibu Panti, kamu tunggu di sini saja sambil main sama anak-anak, pasti mereka senang!" perintah Mommy Tyas saat mereka sampai di panti asuhan tempat Mommy Tyas menjadi donatur tetapnya.
Merry tercekat mendengar perintah Mommy Tyas, lebih baik ia disuruh berjaga di pintu gerbang kuburan daripada harus bermain dengan anak-anak.
Bukannya ia tidak suka anak-anak, dia suka karena bagaimanapun dia juga punya naluri keibuan. Tapi, Merry tidak tahu bagaimana cara bermain dengan anak-anak, bagaimana cara agar anak tersebut nyaman dengan dirinya, bagaimana agar anak tersebut bisa tertawa bahagia, dan bagaimana kalau tiba-tiba anak itu menangis?
Merry tidak tahu harus bagaimana bersikap pada mereka. Dia tidak pernah terjun langsung untuk mengurusi anak-anak, hari-harinya tidak pernah dikelilingi oleh anak-anak. Tentu saja itu membuatnya kaku menghadapi yang namanya anak-anak.
Anak kecil yang Merry kenal hanya satu yaitu Chan putra dari Amar yang usianya tujuh tahun. Itu pun mereka jarang bertemu karena Chan tinggal di rumahnya sendiri. Lagipula Chan juga anak yang menyebalkan bagi Merry, Chan sangat usil dan nakal.
Jadi, jika diberi kesempatan untuk menghindar dari Chan, ya lebih baik Merry menghindar saja. Lebih baik ia hidup dengan tenang daripada harus berurusan dengan bocah kecil yang bernama Chan.
Merry mengedarkan pandangannya ke sekitar, kepalanya mendadak nyut-nyutan karena banyak anak-anak di sini. Ya tentu saja banyak, kan memang panti asuhan.
"Nyonya, apa tidak lebih baik saya ikut ke dalam saja?" pinta Merry yang sebenarnya tidak mau jika nantinya diganggu dengan anak-anak yang di sini. Jika tiba-tiba ada yang mengajaknya bermain bagaimana? Merry tidak mengerti harus bagaimana!
"Mommy, Merry!! Bukan nyonya!" Mommy Tyas melolot pada Merry karena dipanggil nyonya.
"Ini kan jam kerja Nyonya, jadi Mer___"
"Husssttt, tidak ada bantahan!" sahut Mommy Tyas cepat.
"Kamu tunggu di sini saja, main sama mereka! Saya masuk dulu!" Mommy Tyas masuk ke ruangan ibu panti, meninggalkan Merry sendirian di teras. Merry menghela nafasnya panjang, rasanya ingin menangis saja daripada berada di posisi seperti ini.
Merry melihat taman bermain panti di bagian timur yang sepi, rupanya anak-anak tidak mau ke sana karena memang tempat bermainnya hanya ada jungkat-jungkit saja sih. Merry segera melangkahkan kakinya ke teman itu, sebelum ada anak-anak yang datang lalu mengajaknya bermain.
Sesampainya di taman bagian timur, Merry duduk di kursi beton taman. Benar, di sini memang sepi dan nyaman. Dia gunakan waktunya untuk menghubungi orang kepercayaannya yang telah ia beri tanggung jawab untuk mengelola tempat kost miliknya.
Saat sedang fokus dengan pekerjaannya.
"Mammaa," Tiba-tiba ada tangan kecil yang melingkar di perutnya dengan erat dari arah belakang. Merry terkejut, siapa yang memeluknya.
"Mamma," Suara itu terdengar lagi, Merry juga merasakan anak kecil itu menggosok-gosokkan hidungnya di punggungnya. Merry mencoba membalikkan badannya menghadap anak kecil di belakangnya.
Anak kecil itu masih tetap memeluk Merry dengan erat. Merry membiarkan anak itu tetap memeluknya, sebelumnya belum pernah ada anak kecil yang memeluknya erat seperti ini.
"Mamaa!" ucap anak kecil itu lagi yang masih tetap memeluk Merry seraya mendongak menatap wajah Merry.
Sepasang mata kecil anak itu menatap Merry lekat-lekat yang membuat Merry jadi salah tingkah.
Pasti dia anak panti yang merindukan Mamanya, kasihan!
Merry bingung harus bagaimana, apa yang harus dia lakukan. Padahal tadi sudah melarikan diri kemari, tapi ternyata ada saja yang nyangkut.
"Eemm hai, nama kamu siapa?" Merry memutuskan untuk bertanya nama saja terlebih dahulu. Merry sama sekali tidak terlihat seperti sosok ibu, dia tetap kaku dan cool.
Anak kecil itu melepaskankan pelukannya lalu tersenyum. "Emil!" jawab bocah itu sembari jempol kanan menunjuk dadanya, sedangkan tangan kirinya berkacak pinggang. Merry tersenyum geli melihat gaya bocah di depannya ini.
"Mammaa Emil?" tanya bocah itu sambil menunjuk Merry. "Auntie Merry!" jawab Merry sambil menunjuk dirinya sendiri. Merry sengaja memperkenalkan dirinya sebagai auntie karena Chan juga memanggilnya auntie.
"Anti Melli?" Bocah itu mengulangi ucapan Merry dengan tatapan menggemaskan. Merry menjawabnya dengan anggukan kepala. Seketika bocah itu langsung menggeleng kuat. "NO, Mammaa Emil!" ucapnya tegas karena tak terima.
Merry iba melihatnya, mungkin dia sangat merindukan sosok Mama jadi sampai memanggil dirinya Mama. "Sini duduk di sebelah Auntie!" Merry mengangkat tubuh kecil itu untuk duduk di sampingnya. Ternyata, tidak seburuk yang ia bayangkan. Dan semoga saja tidak semenyebalkan Chan.
Bocah itu tidak bisa duduk dengan tenang, ia menggoyangkan kakinya dengan kuat. "Adek, duduk yang pintar ya, kalau seperti ini Auntie takut kamu nyungsep!" Merry memegang kaki bocah itu agar diam, dia takut nanti bocah ini nyungsep karena terlalu aktif saat duduk. Merry khawatir, ia tak punya pengalaman seperti ini dengan Chan.
Merry mulai dilanda kebingungan harus berbuat apa setelah ini. Dia bukan orang yang banyak bicara yang selalu punya ide untuk diobrolkan.
"Mamma, mana tluk Emil?" Bocah itu menengadahkan tangannya pada Merry.
"Tluk?" Merry tidak paham apa yang yang dikatakan bocah itu. Dia masih cadel, entah berapa usianya Merry juga tidak tahu, yang jelas menurut Merry dia masih balita.
Bocah itu mengangguk-angguk kuat yang membuat Merry jadi takut badan kecilnya ikut nyungsep. Merry semakin bingung, apa tluk itu?
"Itu Mammaa ituu!" seru bocah itu heboh sambil menunjuk mainan truk kecil yang dipegang oleh salah satu anak panti. Ya Tuhan, ternyata mainan truk kecil, Merry baru ngeh.
"Punya Adek di mana?" tanya Merry pelan. Bocah itu hanya menggelengkan kepala. Merry menyimpulkan mungkin mainan truk milik bocah itu ada di dalam panti.
Selanjutnya Merry bingung harus bagaimana lagi. Ia hanya diam mendengarkan bocah itu yang mulai bernyanyi. "Titak titak nding nding nding, diam diam melayap, datang ceolang namuk haapp, lalu ditantap,, holeeee!!" Bocah itu bertepuk tangan heboh saat berhasil menyelesaikan satu lagu.
"Adeek, bukan seorang, tapi seekor!" Merry sudah seperti juri dalam ajang pencarian bakat saja. Hal ini juga membuat Merry kembali mengingat lagu anak-anak yang sering diajarkan Mbok Nah dulu. Mbok Nah adalah asisten rumah tangga di rumah Mommy Tyas.
"Datang seekor nyamuk hap, lalu ditangkap!"
"Holleeee!" teriak heboh bocah itu sambil tepuk tangan karena Merry juga menyelesaikan lagunya.
Merry jadi tertawa, kenapa ia jadi ikut bernyanyi begini. Merry merasa nyaman, walaupun ia terus berfikir harus bagaimana setelah ini, harus bagaimana?
"Emir, Emir!" teriak seorang pria dewasa sambil berlari ke arah Merry dan bocah itu.
"Syukurlah kamu di sini, dari tadi Papa nyariin kamu, ternyata di sini ya!" ucapnya sambil berjongkok di depan bocah kecil itu, lalu mengelus kepalanya lembut.
Bocah itu tersenyum, lalu tiba-tiba meluk tangan kanan Merry, "Emil baleng Mama!" lalu mendusel-nduselkan wajahnya ke tangan kanan Merry.
Pria dewasa itu terkesiap mendengar penuturan putranya, lalu berdiri sembari menatap Merry.
"Maaf Pak, saya tidak mengajarinya untuk memanggil saya Mama, ini kemauan dia sendiri!" Sebenernya Merry juga terkejut mendengar bocah di sampingnya memperkenalkan dia sebagai Mamanya kepada orang lain. Namun, Merry bisa menyembunyikan raut terkejutnya dan tetap bergaya cool dan santai.
"Ooh iya Mbak, maafkan anak saya kalau membuat Mbak tidak nyaman! Kebetulan saya berkunjung ke panti dan mengajak putra kecil saya ini!" ucap pria dewasa itu sambil menggendong putranya.
"Tidak papa Pak!" jawab Merry seraya berdiri. Merry kira dia anak panti, ternyata bukan.
"Ya sudah saya permisi Mbak!" pamit pria dewasa tersebut. "Emir, kita pulang ya!" ucapnya lagi pada putra kecilnya yang berada digendongannya.
Bocah kecil itu mengangguk, lalu menatap Merry, "Ayo Mamma!" Merry terkesiap saat bocah itu mengajaknya. "Nanti Auntie nyusul!" Merry paham bocah itu juga mengajaknya.
Bocah itu memandang Papanya seolah meminta kepastian, "Iya, nanti Auntie nyusul, sekarang Emir pulang dulu ya!" Pria dewasa itu juga ikut membohongi putranya. Bocah itu mengangguk paham, lalu mengalungkan kedua tangannya di leher papanya.
"Saya permisi Mbak!" pamit pria dewasa itu lalu pergi meninggalkan Merry.
Merry kembali duduk saat mereka sudah tak terlihat. "Ternyata namanya Emir, ku kira tadi Emil!" Merry bergumam pelan. Ia melihat jam tangannya, lalu beranjak dari tempat duduk lagi untuk menemui Mommy Tyas.
Happy Reading
--------------------
Hari ini Merry harus mengikuti Mommy Tyas dalam perayaan pesta ulang tahun anak rekan seprofesinya. Sebelumnya, Merry harus menghadapi omelan Mommy Tyas karena dirinya tak mau memakai casual dress, maunya menggunakam style seperti biasanya.
Mommy Tyas marah karena dress code pesta kali ini bertema Casual Style for Women untuk para wanita, para pria pun juga bertema casual, jadi Merry juga harus menyesuaikan supaya terlihat fashionable.
Setelah terjadi perdebatan yang panjang, jadilah kali ini Merry menggunakan Off Shoulder Dress warna putih yang dipadukan dengan outher hitam. Untuk style sepatunya dia memakai sneakers putih dan rambutnya keriting hitam panjangnya dibiarkan terurai.
Style tersimple dari semua usulan Mommy Tyas, toh dirinya bodyguard bukan yang sedang mengadakan pesta.
Untuk stylenya yang seperti ini, kali ini tidak ada kacamata hitam yang nangkring di hidung mancungnya.
Saat Merry sedang duduk dengan gaya coolnya di kursi tamu, "Hai!" Seorang pria yang mengenakan balutan kemeja putih tanpa dasi, jas hitam dan celana bahan berwarna hitam menyapa dirinya.
Penampilan pria tersebut tidak terkesan formal sama sekali karena selain tidak memakai dasi, pria berjas yang biasanya identik dengan sepatu pantofel diganti dengan sneakers putih bertali.
Merry tersenyum tapi tetap dengan gaya coolnya. "Boleh saya duduk?" tanya pria tersebut. "Silahkan!" jawab Merry singkat. Aura dingin Merry merasuk pada pria tersebut.
"Apa kamu seorang model?" tanya pria itu lagi yang kini sudah duduk di samping kanan Merry. Pria itu duduk dengan menyilangkan kaki kirinya di atas.
"Bukan!" jawab Merry dengan singkat dan padat, tapi pandangannya tetap melihat depan.
"Ooww, saya kira kamu model karena kamu terlihat sangaat istimewa!" goda pria itu. Merry hanya tersenyum miring menanggapinya.
"Siapa nama mu?" Walaupun Merry sudah memberi sinyal bahwa dia tidak suka banyak bicara, tapi pria itu tetap gencar untuk mengajak Merry ngobrol. Ya, seperti laki-laki pada umumnya, yang awalnya gencar mengenal Merry tapi lambat laun mundur secara perlahan.
"Merry!" Merry tetap menjawabnya, tapi ia tidak suka basa-basi.
"Oww, nama yang cantik! Secantik orangnya!"
puji pria itu.
Sejenak pria itu diam, mungkin mulai malas karena Merry membosankan.
"Apa kau tidak ganti bertanya siapa nama ku?" Ternyata pria itu masih tidak menyerah menghadapi kanebo kering versi wanita. Merry hanya melirik melalui ekor matanya. Pria itu mengehela nafas. "Namaku Andre!" Dia memperkenalkan diri.
Merry hanya tersenyum tipis menanggapinya. Merry tak peduli apakah dirinya terlihat sombong atau tidak. Hal yang sangat membosankan jika harus ngobrol nggak penting dengan pria asing.
"Boleh bertukar nomer ponsel?" Pria itu mencoba meminta nomer ponsel Merry.
Merry hanya diam, aura dinginnya semakin menyeruak merasuk dalam diri Andre. Karena merasa tak mendapat respon positif, Andre mengedikkan bahu, "Ya sudah, tidak mengapa! Semoga lain kali kita bisa bertemu lagi cantik!"
Setelah berucap demikian Andre memiliki pergi. Setelahnya, Merry memutar bola matanya malas, "Heeh membosankan!" gerutu Merry pelan.
*****
Setelah semua acara usai, Merry ingin segera sampai di rumah dan mengganti pakaiannya dengan baju santai. Acara tadi mulai setelah dhuhur dan menghabiskan waktu selama tiga jam. Ternyata berpenampilan feminim seperti ini kurang nyaman bagi Merry.
Mommy Tyas datang bersama Oppa Syut yang juga seorang fashion desainer. "WOOW Merry, you’re so pretty!" puji Oppa Syut saat melihat Merry berpenampilan feminim.
"You look amazing Oppa!" puji Merry juga pada Oppa Syut sambil mereka cupika-cupiki.
Mommy Tyas yang ada di situ tersenyum lebar, memang benar Merry terlihat sangat cantik. Gadis berkulit eksotis dan berambut keriting milik Mommy Tyas ini memang sangat berkharisma dengan aura kental wanita Indonesia.
"Ditunggu kunjungannya ke butik ya Oppa!" sahut Mommy Tyas.
"Tentu, nanti calling-calling dulu!" jawab pria berkulit hitam manis dengan gaya kemayunya.
"Kami pamit dulu Oppa, see u!" pamit Mommy Tyas, diikuti Merry yang menganggukkan kepala sembari tersenyum berpamitan pada Oppa Syut. Mereka pun pulang.
Mommy Tyas belum begitu tua, usianya masih 45 tahun. Mungkin terdengar aneh melihat usia Amar yang sudah 32 tapi Mommy Tyas masih 45 tahun, apakah Mommy Tyas punya anak diusia tiga belas tahun? Tentu saja tidak, Mommy Tyas adalah ibu sambung Amar. Saat Mommy Tyas menikah dengan Almarhum Daddy Tio, Amar saat itu berusia 6 tahun.
Bercermin dari cerita hidup Mommy Tyas, tidak semua ibu tiri itu jahat, buktinya saja Mommy Tyas sangat menyayangi Amar dan begitu pula sebaliknya. Diusianya yang sekarang, tentu Mommy Tyas masih eksis dalam dunia fashion.
Saat berada di dalam mobil, Mommy Tyas berbicara pada Merry yang duduk di sebelahnya. "Mer, lebih baik setiap hari kamu berpenampilan seperti ini saja! CANTIK!"
Merry tersenyum simpul mendengar ucapan Mommynya, "Merry lebih nyaman berpenampilan seperti biasanya Nyonya!"
"Hei Merry, kenapa kamu terus- menerus manggil saya Nyonya, ayolah di sini hanya ada Pak Njan saja!" Mommy Tyas marah karena Merry masih kekeuh memanggilnya Nyonya, pasti alasannya karena masih di jam kerja.
"Ini kan masih jam ker___"
"Apa jam kerja? Ayolaah, Mommy tidak pernah menyuruhmu memanggil Nyonya!" sahut Mommy Tyas cepat. "Bagaimana ini Pak Njan, masa anak gadis saya memanggil ibunya dengan sebutan nyonya?" lanjut Mommy Tyas dengan sedih berbicara pada sopirnya.
"Non Merry jangan manggil nyonya lagi, kan kasihan Ibu!" Pak Njan ikut menimpali. Merry tersenyum simpul, lalu berkata, "Baiklah Mommy, jangan sedih!" Akhirnya, Mommy Tyas pun tersenyum.
"Kamu tidak perlu jadi bodyguard juga Mer!" Ternyata permintaan Mommy Tyas masih ada lagi.
Merry menggelengkan kepala, "Kalau yang itu Merry tidak bisa Mom, Merry ingin selalu menjaga Mommy selagi Merry masih bisa!" Mommy Tyas pun mau tidak mau menuruti keinginan putrinya itu.
"Merry kamu tidak ada niatan jadi model?" Merry tergelak mendengar pertanyaan Mommy Tyas.
"Kamu tuh cantik, eksotis, tinggi, cocok banget jadi model!" lanjut Mommy Tyas. Merry tidak
bisa membayangkan bagaimana jika dirinya menjadi model. "Merry nggak ada bakat buat jadi model Mom!" jawab Merry yang memang tidak memiliki keinginan untuk menjadi model.
"Ya udah, kan Mommy hanya menawarkan saja! Mommy tidak memaksa! Tidak mau juga tidak masalah!"
"Non Merry ini kan diam sekali anaknya, apa punya temen Non?" Mommy Tyas yang memang hangat kepada semua orang apalagi pada supir dan asisten rumah tangganya, membuat Pak Njan merasa biasa jika harus ikut menimpali obrolannya.
Merry terkekeh, "Punya, tapi sekedar teman bisnis Pak!"
"Naah kaaan jelaaas, orang Non Merry ini anaknya cuek, terus auranya dingin mencekam gini ya jelas yang deket pada takut!
Iya kalau saya,Ibu, dan Mbok Nah yang tiap hari bareng Non Merry tahu meskipun modelannya dingin begini tapi aslinya care sekali! Lah kalau orang lain? Yaa bisa-bisa lari terbirit-birit Non!" ujar Pak Njan sambil cekikikan yang membuat Merry dan Mommy Tyas jadi terkekeh.
"Entahlah Pak Njan, dunia ini memang terbalik! Anakku yang laki-laki orangnya banyak bicara kaya perempuan! Tapi, yang perempuan malah diem dan cool banget orangnya!" sahut Mommy Tyas yang merasa lucu dengan perbedaan anak-anaknya.
Setelah sampai rumah, Mommy Tyas dan Merry berpisah dari lantai dasar. Kamar Mommy Tyas di lantai satu, sedangkan kamar Merry di lantai dua. Mereka segera mandi karena aktivitas hari ini masih belum berakhir.
--------------------
Thanks buat kalian yang udah baca
Jangan lupa like, komen, vote, dan jadiin favorit!!🖤🖤
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!