NovelToon NovelToon

ANAK ASUHKU

Jovanka

Jovanka, gadis berusia dua puluh tiga tahun itu nampak sibuk dengan pekerjaannya sebagai asisten apoteker di sebuah klinik kesehatan yang tidak terlalu besar.

Jovanka, gadis yang biasa di sapa Jojo itu adalah seorang mahasiswi jurusan farmasi semester tujuh yang membiayai sendiri kuliahnya. Gadis itu jauh dari keluarga dan sanak saudara, gaji yang dia terimapun jumlahnya sangat pas-pasan dengan uang makan dan biaya kuliahnya.

"Aku butuh pekerjaan tambahan, orang tuaku di kampung halaman butuh uang," keluh Jojo pada sahabatnya, Irene.

"Berapa? aku ada tabungan yang bisa kamu pinjam," ujar sahabatnya.

"Jangan, Irene. Hutangku bulan lalu aja belum bisa ku bayar," tolak Jojo.

"Hei, aku nggak pernah bermaksud memberimu pinjaman. Pakai saja, kita kan teman!" Irene memeluk Jojo, meski bukan berasal dari keluarga berada, Irene sangat baik pada Jojo.

"Tolong bantu aku dengan cara lain, cari pekerjaan sampingan misalnya," lanjut Jojo, ia tidak ingin menyusahkan Irene terus menerus.

"Gaji sebagai maid (pembantu), jauh lebih besar dari pekerjaanmu sekarang, Jo. Kalau kamu mau, aku bisa bantu kamu, di daerah tempat kerjaku, banyak anak-anak yang juga di tinggal orang tuanya kerja, mereka butuh pengasuh sekaligus maid. Bagaimana?" tanya Irena.

Irene sudah bekerja sebagai pengasuh selama lebih dari satu tahun, ia adalah teman sekelas kuliah Jojo.

Jojo diam cukup lama, bukan ia gengsi untuk menerima pekerjaan sebagai pengasuh atau maid, namun ia merasa ilmunya sia-sia jika hanya bekerja seperti itu.

"Aku akan usahakan yang lain dulu," ujar Jojo.

Irene sangat memahami sahabatnya, Jojo adalah siswa pintar yang nasibnya kurang beruntung, keuangannya selalu tidak terkontrol karena penghasilan yang sangat pas-pasan, namun semangatnya untuk mencapai pendidikan tinggi tak di ragukan lagi.

Beberapa hari setelah pertemuan dengan Irene, Jojo membuat beberapa serat lamaran pekerjaan di perusahaan yang bergerak di bidang sesuai keahliannya, namun karena ia belum lulus dalam menempuh pendidikan, perusahaan besar meragukan kemampuannya. Jojo butuh pekerjaan dengan gaji lebih besar, secepat mungkin.

Dari beberapa perusahaan yang sudah ia datangi, kini ada salah satu dari perusahaan tersebut yang menghubungi Jojo untuk melakukan interview. Jojo dengan bahagia mendatangi perusahaan tersebut sesuai jadwal yang ia terima.

"Selamat siang, dengan Mrs. Johnatan," ucap Jojo saat masuk ke sebuah ruangan interview. Seorang wanita paruh baya yang duduk di kursi belakang meja tampak tersenyum dan mengangguk sopan.

"Jovanka, benar?" tanya wanita tersebut.

"Ya, benar."

"Maaf, nona Jovanka. Dengan sangat menyesal saya mengatakan jika anda terlambat, posisi yang anda inginkan sudah terisi."

"Ah, begitu." Jojo nampak sangat kecewa, dadanya bergemuruh, sia-sia ia datang dengan penuh semangat.

"Tapi, di perusahaan kami butuh banyak sekali office girl. Jika anda berminat, kami akan menerima dengan senang hati," lanjutnya.

"Tidak perlu, terimakasih," jawab Jojo, penghasilan sebagai office girl tentu saja masih kurang untuk biaya hidupnya, bisa jadi pekerjaan Jojo sebelumnya lebih bisa di andalkan.

Melihat wajah Jojo yang nampak murung dengan tubuh lemas, Mrs. Johnathan menatap iba. Beberapa menit sebelum kedatangan Jojo, suaminya menelpon dan mengatakan jika dirinya harus memberikan posisi kosong itu pada salah seorang anak sahabatnya. Jadi, dengan sangat terpaksa, ia menolak semua pelamar di posisi tersebut.

Jojo keluar dari ruangan dengan wajah sedih, harapannya pupus sudah. Ini adalah perusahaan terakhir yang ia harapkan, namun keberuntungan belum memihaknya.

Di luar gedung perkantoran, Jojo duduk di halte bus. Ia melamun, menatap kosong pada jalanan yang ramai dengan lalu lalang kendaraan.

Di satu sisi, ia sudah punya pekerjaan bagus meski gajinya tak seberapa, namun di sisi lain, ia butuh lebih banyak pemasukan. Jojo merasa sudah terlalu sering merepotkan Irene, setiap kali orang tuanya sakit, butuh biaya berobat, Irene membantunya.

"Aku menyesal," gumam Jojo.

Sebuah penyesalan yang menghantuinya akhir-akhir ini, menyesal karena tidak mendengarkan nasehat orang tuanya untuk menerima perjodohan dengan anak orang kaya di daerahnya, dan lebih memilih hidup susah dengan kuliah tanpa persiapan biaya.

Jojo merantau dari desa dan melanjutkan kuliah demi meningkatkan kualitas hidupnya agar tidak di pandang rendah oleh orang lain, meski awalnya sulit, ia terus bersemangat, karena baginya, pendidikan adalah sebuah hal yang sangat penting. Namun kesulitan tidak pernah berhenti menghantuinya, Jojo hampir putus asa, namun masa kuliahnya tinggal satu tahun lagi, sangat sayang jika harus berhenti sampai di sini.

Seseorang datang mengulurkan botol air mineral di tengah cuaca yang terik, Jojo mendongak.

"Terimakasih, Mrs. Johnathan," ucapnya, ia menerima sebotol air dan tersenyum. Rupanya, yang datang adalah orang yang baru saja ia temui di kantor.

"Belum pulang?" tanya Mrs. Johnathan.

"Sebentar lagi jam kerja saya. Mau duduk sebentar sambil nunggu bus," jawab Jojo.

"Kamu sudah punya pekerjaan? kenapa masih ingin melamar di sini?" tanyanya.

"Hmm, sebenarnya, saya butuh pekerjaan dengan penghasilan yang lebih besar. Biaya kuliah saya dan kebutuhan hidup, serta orang tua yang sedang sakit, pekerjaan saya saat ini tentu kurang menghasilkan," jelas Jojo, ia menarik nafas panjang, melonggarkan dadanya yang sesak.

"Dua hari lalu, pengasuh anak-anak saya mengundurkan diri. Saya butuh pengasuh baru, sekaligus maid untuk mengurus rumah. Gaji yang saya tawarkan cukup besar, karena ada empat anak saya yang harus di jaga," ujar Mrs. Johnathan menjelaskan.

Sejenak, Jojo terdiam. Ia berpikir keras.

"Perbulan, saya menawarkan gaji sebesar 650 dollar," lanjutnya.

Jojo tersentak, ia langsung menatap wajah wanita paruh baya yang memakai setelan blouse putih dengan perpaduan warna biru gelap yang anggun.

"650 dollar, artinya hampir sepuluh juta dalam sebulan," gumam Jojo, itu bahkan dua kali lipat lebih besar dari gajinya sebagai asisten apoteker.

"Benar, karena ada empat anak laki-laki yang harus di urus, maka gaji yang saya tawarkan juga besar. Mereka anak-anak baik, tidak akan terlalu merepotkan," lanjut Mrs Johnathan.

Jojo menelan ludah, ia bisa membayangkan bagaimana makmurnya kehidupannya jika bisa bekerja dengan gaji sebesar itu. Ia pasti bisa mengirim uang setiap bulan pada orang tuanya, juga tidak akan lagi menunggak biaya kuliah.

"Kalau kamu berminat, bisa hubungi saya," ucap Mrs. Johnathan. sambil menyerahkan secarik kertas berisi kartu nama.

"Baik, Mrs. Johnathan." Jojo dengan senang hati menerima secarik kertas pemberian orang baik tersebut, ia akan berpikir lagi sebelum mengambil keputusan.

"Biar lebih akrab, panggil saja nama saya, Merlinda, Jovanka."

"Baik, Nyonya Merlinda. Anda bisa panggil saya Jojo, hehehe." Jojo meringis, kesempatan besar ada di hadapannya, ia akan mencari alasan untuk berhenti dari pekerjaannya sebagai asisten apoteker, lalu segera menghubungi Merlinda untuk melamar pekerjaan barunya.

Selepas kepergian Merlinda, Jojo sangat bahagia, ia memeluk secarik kertas di tangan dan menciumnya berkali-kali.

"Pengasuh ataupun maid, yang penting dapat gaji besar dulu!" batin Jojo. Setau dirinya, gaji yang Irene dapatkan tidak sebesar ini meski pekerjaannya sama, sama-sama sebagai pengasuh anak.

🖤🖤🖤

Kaivan

Setelah bertemu dengan Merlinda, Jojo pergi bekerja seperti biasa, berkali-kali ia melihat jam dinding yang tergantung di dekat pintu, ia ingin jam kerjanya segera berakhir dan bisa menemui Irene.

"Jojo, ini uang gajimu." Seseorang menyerahkan amplop coklat pada Jojo, gadis itu menerima dengan senang hati.

"Terima kasih, Bu." Jojo mengangguk sopan, ia memasukkan amplop coklat ke dalam tas dan mengintip isinya.

Uang yang Jojo terima hanya cukup untuk membayar kontrakan sepetak dan uang makan selama satu bulan, ia juga harus mencicil tunggakan uang kuliah yang belum terbayar. Namun, orang tuanya di kampung halaman sedang mengalami kesulitan, jadi ia bingung bagaimana mengatur keuangannya yang sangat pas-pasan ini.

Jojo pulang kerja pukul 11 malam, ia selalu mengambil shift ke dua atau ke tiga, karena saat pagi, biasanya ia sedang ada jam kuliah. Hari sudah larut malam, Jojo tidak ingin menganggu Irene, jadi dia memutuskan untuk menemui sahabatnya besok pagi.

Jojo pulang ke rumah kontrakannya yang tidak terlalu besar, ukurannya hanya sepetak, kamar, dapur dan kamar mandi berada dalam satu ruangan yang sama, hanya di pisahkan oleh tembok penghalang.

Merebahkan diri di atas kasur busa tipis miliknya, Jojo mengeluarkan kartu nama yang ia dapatkan dari Merlinda, menyalin nomor telepon Merlinda pada layar ponsel dan menyimpannya.

Menghitung uang gajinya hari ini, Jojo lalu membaginya. Separuh dari gaji akan ia masukkan ke dalam rekening tabungannya untuk di kirim ke kampung halaman, sisanya, akan ia gunakan untuk membayar tunggakan uang kuliah. Artinya, ia akan telat membayar uang sewa kontrakan dan menghemat pengeluaran untuk biaya transportasi dan makan.

🖤🖤🖤

Pagi-pagi sekali, Jojo mendatangi rumah tempat Irene bekerja, rumah di kawasan elite di kotanya ini memang sudah biasa Jojo datangi, sejak Irene bekerja di sana, Jojo sering berkunjung untuk menemui sahabatnya saat senggang.

Jojo menceritakan pertemuannya dengan Merlinda, juga tawaran pekerjaan yang Merlinda berikan padanya.

"Gila! mengurus empat anak laki-laki sekaligus? apa kamu sanggup?" tanya Irene. "Satu anak laki-laki saja membuatku hampir meledak setiap hari, bagaimana jika empat sekaligus," keluhnya.

"Tapi, aku sedang sangat butuh, Irene. Menurutmu bagaimana?" tanya balik Jojo, meminta pendapat.

"Berapa gajinya?" tanya Irene.

"650 dollar perbulan."

Seketika Irene menoleh sahabatnya, matanya melotot lebar.

"Itu gaji yang besar, lebih besar dari gajiku dan lebih dari dua kali lipat gajimu sekarang," ujar Irene.

"Benar," jawab Jojo bingung, ia memang tergiur dengan tawaran gaji yang besar, namun pesimis jika harus mengurus empat anak sekaligus.

"Berapa umur anak-anaknya?" tanya Irene, Jojo mengangkat bahu.

"Fasilitas apa yang kamu dapatkan?" tanya Irene lagi, Jojo menggeleng.

"Tanyakan semua detail pekerjaanmu dan fasilitas yang bisa kamu dapatkan, jangan memaksakan diri, Jo!" seru Irene.

Setelah mendapatkan arahan dan nasehat dari Irene, Jojo kembali ke rumah kontrakannya, tidak ia sangka, sang pemilik rumah sudah menunggu di depan pintu.

Dengan wajah melas, Jojo meminta maaf karena tidak bisa membayar uang sewa bulan ini, namun pemilik kontrakan membentaknya dan mengancam akan mengusirnya jika minggu depan tidak bisa membayar.

Jojo menghela nafas berat, ia menghubungi Merlinda memutuskan untuk menerima pekerjaan yang Merlinda tawarkan saat itu juga.

"Kirim alamat lengkapmu, kemasi semua barang dan pakaianmu, Jo. Sopir akan mengantarmu ke rumah anak-anakku," ucap Merlinda melalui sambungan telepon.

Jojo setuju, dengan syarat jika Merlinda masih memberinya izin untuk kuliah selama empat hari dalam seminggu. Jika Merlinda menyuruhnya untuk mengemasi barang dan pakaiannya, artinya Jojo juga di berikan fasilitas tempat tinggal.

Hari ini Jojo memutuskan untuk membolos datang ke kampus, ia sudah di jemput oleh sopir yang Merlinda tugaskan.

"Apa ini rumah Nyonya Merlinda?" tanya Jojo pada sopir di depannya, sopir laki-laki berumur kisaran empat puluh tahun itu mengangguk dan meminta Jojo keluar dari mobil.

Rumah dengan dinding putih dan tiang-tiang besar itu sangat megah, jendela kaca bertengger di setiap sisi membuat Jojo bisa sedikit mengintip bagian dalamnya.

Namun aneh, tak terdengar suara tawa anak kecil atau suara anak yang berlarian.

"Jadi, di mana empat anak Nyonya Merlinda? rumahnya sepi sekali," gumam Jojo.

Sopir memanggil laki-laki yang membawa gunting rumput, sepertinya dia adalah tukang kebun di rumah ini. Jojo hanya mengamati dari jauh saat sopir dan tukang kebun mengobrol. Sampai beberapa menit kemudian, sopir pamit akan segera pergi, dan mengatakan jika tukang kebun itu yang akan membawa Jojo berkeliling rumah.

"Jovanka, Pak. Bisa panggil saya Jojo," ucap Jojo sambil menyalami tukang kebun.

"Panggil saja Pak Lin, Nona. Wah, apa nona tahu apa pekerjaan Nona?" tanya Pak Lin.

"Nyonya Merlinda mempekerjakan saya sebagai pengasuh empat anak laki-lakinya, serta membantu mengurus rumah," jelas Jojo.

"Bagus. Mari, saya antar masuk." Pak Lin berucap sopan.

Jojo sangat mengagumi desain interior rumah ini, cat tembok serba putih dengan hiasan dinding yang bertema monochrome hitam putih membuat Jojo yakin jika penghuni rumah ini hanya memiliki dua selera warna, yaitu hitam dan putih. Meski terkesan tidak cerah, namun begitu terlihat elegan.

Pak Lin mengajak Jojo berkeliling rumah, menjelaskan area-area yang menjadi tugasnya untuk di bersihkan, Pak Lin sendiri bekerja sebagai tukang bersih-bersih, namun tidak setiap hari.

"Anak-anak di sini suka masakan rumahan, jadi usahakan Nona bisa belajar memasak dan menyesuaikan selera mereka," ujar Pak Lin.

Setelah berkeliling, Pak Lin menunjukkan kamar tempat Jojo untuk menginap. Meski letaknya di lantai bawah dan dekat dengan dapur, Jojo tidak keberatan, kamar ini termasuk besar dan mewah, di lengkapi dengan televisi berukuran sedang, springbad, pendingin ruangan, hingga kamar mandi pribadi.

"Kalau boleh tahu, siapa nama anak-anak asuh saya, Pak?" tanya Jojo.

Pak Lin mengernyit heran, "Anak asuh?" batinnya.

"Kalingga, Keenan, Kylan, dan Kaivan. Kalingga anak tertua dan Kaivan adalah anak bungsu," jelas Pak Lin.

"Mereka tidak ada di rumah? kapan mereka pulang?" tanya Jojo.

"Kai pulang pukul dua siang, yang lain tidak tentu. Tenang saja, kalau sudah terbiasa di sini, kamu akan paham," ucap Pak Lin.

Setelah kepergian Pak Lin, Jojo merapikan barang dan pakaiannya. Ia mengetuk kepalanya sendiri dengan keras.

"Kenapa tidak tanya umur mereka? memangnya anak seperti apa yang pulang tidak tentu. Aku mohon, semoga mereka bukan anak bandel dan merepotkan," gumam Jojo.

Gadis itu mengutuk kebodohannya sendiri.

Usai beristirahat di kamar, Jojo ke dapur, melihat-lihat isi lemari pendingin agar ia bisa berpikir, apa yang bisa ia masak jika anak-anaknya datang.

"Hei, siapa kau?" tanya laki-laki berkulit putih dengan potongan rambut sedikit gondrong, jika sesuai perkiraan, laki-laki itu adalah anak SMA, terlihat dari seragam sekolah yang ia kenakan.

"Aku ... aku ...." Jojo gugup, ia kebingungan.

"Maling, ya?" tanya laki-laki berseragam itu.

Mendengar tuduhan itu, Jojo melotot.

"Hei, jangan menuduh orang sembarangan, ya!" hardiknya.

🖤🖤🖤

Perkenalan

Jojo memperhatikan wajah laki-laki berseragam itu dengan seksama, jika dilihat dari cara memakai seragam dan gayanya, bocah itu terlihat sebagai anak yang sulit di atur.

"Apa kalau bukan maling!" sentak balik bocah laki-laki itu.

Dari arah luar, Pak Lin datang saat mendengar keributan, rupanya ia lupa memberitahu penghuni rumah ini jika akan ada penghuni baru.

"Maaf, dia maid baru yang di kirim nyonya besar, Tuan," ujar Pak Lin.

"Oh, maid baru." Bocah laki-laki berseragam itu mengangguk dan berlalu pergi, saat belum terlalu jauh, ia menoleh sambil berkata, "Buatkan aku susu dan sereal, aku lapar!"

Jojo mengangguk, ia berterima kasih pada Pak Lin karena sudah menyelamatkannya dari tuduhan kejam penghuni rumah ini.

Setelah Pak Lin pergi, Jojo segera mengambil kotak sereal dan membuat segelas susu, ia menyiapkannya di meja makan.

Tidak berselang lama, bocah laki-laki itu kembali datang setelah mengganti pakaiannya dan langsung duduk, menikmati apa yang sudah Jojo siapkan.

"Siapa namamu?" tanya bocah laki-laki itu dengan ketus, tanpa menoleh Jojo yang berdiri di pinggiran meja dapur.

"Jojo," jawab Jojo singkat. "Apa namamu Kalingga?" Jojo balik bertanya.

"Itu nama kakakku," jawabnya.

"Ah, berarti namamu Kaivan?" tebak Jojo. "Jika anak bungsunya sebesar ini, lalu setua apa kira-kira anak sulungnya. Ah, bagaimana bisa aku menjadi pengasuh para bujangan," batin Jojo.

"Panggil aku Kai!" seru Kai. Jojo mengangguk. Setelah kenyang, Kai kembali ke kamarnya.

Di dalam kamar, Kai langsung mencari ponselnya dan menelpon seseorang, rupanya ia memberitahu semua kakak-kakaknya jika di rumah mereka ada penghuni baru yang di kirim oleh Merlinda.

Kaivan, anak bungsu di rumah ini adalah remaja berusia delapan belas tahun, ia bersekolah di salah satu sekolah menengah atas populer di kota ini. Sifatnya yang sulit di atur dan suka membangkang, membuat setiap maid yang di pekerjakan oleh Merlinda di rumah ini tidak betah, semua mengundurkan diri meski dengan gaji yang lumayan besar.

Menjelang malam, Kai keluar dari kamar, ia mendapati Jojo sedang sibuk di dapur, rupanya gadis itu asik memotong sayur dan bumbu untuk di masak.

"Hei, Jojo. Berapa umurmu?" tanya Kai, ia melompat dan duduk di atas meja dapur, mengambil apel tanpa permisi dan membuat Jojo terkejut.

"Kau harus hati-hati," ujar Jojo, pisau yang ia pegang hampir mengiris jarinya.

"Hei, ini rumahku. Jangan mengaturku!" seru Kai.

Jojo menghela nafas panjang, melihat Kai sambil menampakkan wajah seramah mungkin.

"Umurku dua puluh tiga tahun, bagaimana denganmu?" Jojo bertanya balik.

"Hah, yang benar saja. Mama mengirimmu bekerja disini untuk menjadi maid dan mengurus kami. Mengurus dirimu sendiri saja kau belum tentu bisa," ejek Kai.

Jojo tidak memperdulikan tanggapan Kai yang meremehkan dirinya, ia tidak peduli bagaimana orang lain menilainya, asalkan dia berusaha bekerja dengan baik, maka orang lain bisa membungkam mulut mereka sendiri.

"Dari mana asalmu? bagaimana kau bisa bertemu mamaku?" tanya Kai.

"Oh ya, apa pendidikan terakhirmu? sekolah menengah pertama?" tanya Kai lagi, pertanyaan bertubi-tubi membuat Jojo malas menanggapi. Dari awal, Kai memang meremehkannya.

Jojo bangkit dari duduknya dan membawa potongan sayur ke wastafel, ia dengan santai mencuci tangan seolah-olah hanya ada dia di dapur ini.

"Hei, kau tuli? aku bicara denganmu!" Kai melotot, ia kesal karena Jojo acuh padanya.

"Oh, kau bicara padaku? maaf."

"****!!!" Kai pergi sambil mengumpat.

Selepas kepergian Kai dari dapur, Jojo bernafas lega. Kini ia mulai sedikit memahami sifat Kai yang mungkin akan sangat menjengkelkan dan merepotkan hidupnya. Namun, ini baru satu anak, Jojo penasaran dengan anak-anaknya yang lain.

Usai memasak, Kai meminta Jojo untuk membersihkan kamarnya. Kai juga memberi penjelasan tentang seragam-seragam sekolah yang ia pakai setiap hari, ia ingin Jojo menyiapkan semuanya setiap pagi. Dengan senang hati, Jojo menyanggupinya. Sambil menunggu Jojo merapikan kamar miliknya, Kai pergi ke dapur.

🖤🖤🖤

Pukul enam petang, satu persatu anak asuh Jojo pulang. Dengan cepat, Jojo menyiapkan makanan dan semua yang sudah ia masak ke atas meja makan. Gadis itu berharap, masakan yang sudah ia buat akan membuat kesan baik untuk hari pertamanya bekerja.

Ke empat kamar laki-laki di rumah ini berada di lantai dua, Jojo menanti penuh harap di meja makan.

Kalingga, anak tertua di keluarga ini berwajah datar, tak terlihat senyum di bibirnya meski hanya sekilas. Namun, ke empat laki-laki itu memiliki kemiripan, yaitu bentuk hidung yang sama.

"Ah, mereka semua tampan," batin Jojo memuji. Ia memang pernah membayangkan hidup di kelilingi pria tampan, namun bagaimana bisa jika ia harus menjadi pengasuh mereka.

Semua penghuni rumah sudah duduk di kursinya masing-masing. Kalingga, sebagai anak tertua, memperhatikan Jojo dari ujung rambut ke ujung kaki.

"Hai, kenapa berdiri di sana? ayo, duduk dan ikut makan bersama kami," ucap salah satu dari mereka.

"Hah? aku? makan bersama?" tanya Jojo gugup.

"Ya, apa kau akan berdiri di sana dan hanya memandangi kami makan?" lanjutnya.

Jojo mengedarkan pandangan pada semua orang yang duduk mengelilingi meja makan, tidak ada reaksi, namun laki-laki yang sedari tadi bersikap ramah padanya, terus tersenyum dan memaksanya duduk untuk makan bersama.

"Silahkan makan," ucap Jojo sopan. Semua anak asuhnya dengan antusias mengambil makanan untuk mengisi piring mereka.

"Cuih, masakan apa ini?" tanya Kai sambil membanting sendok di tangannya.

"A-ada apa? kenapa?" tanya Jojo panik.

"Coba saja sendiri!" seru Kai.

Jojo mencicipi kuah sayur yang Kai coba, ia mengernyit karena rasa yang sangat asin.

"Maaf, tapi tadi rasanya tidak seasin ini," keluh Jojo. Ia tidak mengerti, kenapa sayur ini berubah menjadi sangat asin, padahal ia masih ingat jika ia hanya menambahkan sedikit garam.

Jojo menyisihkan sayuran di mangkok kaca, kesan pertama yang ingin ia dapatkan, sudah hancur.

"Apa kau tidak bisa masak?" tanya Kai membentak.

Semua orang di meja makan nampak melihat Jojo dengan pandangan aneh, pandangan itu seakan menguliti Jojo dengan rasa malu.

"Maaf," gumam Jono lirih.

"Tidak apa-apa, kita bisa makan yang lain," sela laki-laki yang sedari awal sudah berbicara ramah pada Jojo.

Tidak ada yang bicara, semua yang sudah terlanjur mencampur nasi mereka dengan kuah sayur asin, kini sudah Jojo singkirkan, mereka bisa makan dengan daging dan ikan yang lain.

"Perkenalkan dirimu." Kalingga, anak tertua mulai bicara. Ia menunggu semua orang kenyang dan siap mengintrogasi maid baru mereka.

"Aku?" tanya Jojo, ia tersenyum lalu mengangguk, merasa jika tidak ada lagi orang yang Kalingga maksud selain dirinya.

"Perkenalkan, namaku Jovanka. Panggil saja Jojo," ujar Jojo sopan.

"Hai Jojo, aku Keenan. Senang berkenalan denganmu," ujar Keenan dengan ramah.

"Kalingga," sela Kalingga datar.

"Kylan." Laki-laki di samping Kai bicara, ia hanya tersenyum tipis.

"Kau jelas tahu namaku," ucap Kai dengan bibir mencebik.

"Terima kasih, ini adalah hari pertamaku bekerja. Maaf jika masakanku kurang enak, aku akan belajar lagi," ujar Jojo. Ia mengangguk pada semua orang dan bergegas membereskan sisa makanan di atas meja.

🖤🖤🖤

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!