Semua keluarga Sudah berkerumun di rumah ku. Aku meraih ponsel untuk melihat jam. Waktu menunjukan Pukul 06:20 Wib.
Tiba-tiba Terdengar suara Papa dan Mama sedang menangis histeris di dalam rumah. Aku berjalan masuk dan melihat Kakekku yang bernama Sukma Wijaya sedang berbaring sekarat di kamar nya. Aku duduk di samping nya dan meraih tangan Kakek Sukma.
"Kakek, Risha minta maaf" Ucapku sambil menggenggam tangan kakek Sukma dan meletakan nya di pipiku. "Selama ini sikap Risha tidak pernah baik sama Kakek. Risha hanya belum bisa menerima kenyataan" Aku menundukkan kepala seolah-olah ada rasa penyesalan yang mendalam di hatiku.
"Kakek wariskan ini!" Lirih Kakek Sukma dengan nafas yang tersengal-sengal. "Pergilah kesana, jangan sampai tertangkap!!"
Tiba-tiba tangan ku yang sedang menggenggam tangan Kakek Sukma terasa terbakar sampai tak sengaja aku menghempaskan tangan Kakek Sukma yang lemah dan kakek Sukma pun menghembuskan nafas terakhirnya di usianya yang sudah 90 tahun.
Malam pun tiba, aku berpamitan pulang. Aku memang tidak tinggal bersama orang tuaku sejak aku tau kekayaan orang tuaku adalah hasil pesugihan kakek Sukma.
"Udah lah, malam ini kamu nginep aja disini." Lirih Mama ku yang bernama Erina dengan tatapan memohon.
"Iya, Rish. Lagian ini udah malam" Sambung Papa ku yang bernama Johan. "Untuk malam ini aja kamu nginep disini, ya?!"
"Besok Risha harus masuk kerja, Ma, Pa. Gak apa-apa ya, Risha pulang dulu. Lagian, kan semuanya udah beres!" Aku bersikeras.
"Emang nya berapa sih, gaji kasir di toko swalayan itu? Nanti Mama ganti dua kali lipat dari gaji kamu sebulan." Ucap Mama Erina.
"Ma, Risha kan udah bilang, Risha gak mau lagi nerima uang dari Mama, Risha ngerasa cukup kok, dengan uang gaji Risha. Tolong Mama ngertiin Risha ya, Ma."
"Mama cuma gak tega aja, liat anak semata wayang Mama yang masih berusia 22 tahun. Harus ngerasain hidup susah dan tinggal di tempat kost yang sempit." Ujar Mama Erina dengan wajah sendu.
"Risha bahagia kok, Ma." Terangku dengan menunjukan senyum untuk menenangkan hati Mama Erina. "Mama jangan khawatir, ya. Risha bisa jaga diri Risha baik-baik, kok!!" Mama Erina mendesah pasrah, dengan berat hati Mama Erina dan Papa Johan akhirnya membiarkan ku pergi.
Sesampai nya di tempat kost, aku bergegas mencuci muka dan melihat diriku di cermin. Aku mengganti pakaianku dengan dress tidur ku yang panjangnya hanya sepaha. Aku masuk ke dalam kamar dan melihat jam di meja yang berada di sebelah tempat tidurku. Waktu sudah menunjukan pukul 23:00 Wib dan aku pun mulai merebahkan diriku di atas ranjang.
Baru saja beberapa saat aku memejamkan mata, tiba-tiba aku terbangun dan mendapati diriku sedang berbaring di sebuah ranjang kayu jati di sebuah ruangan hampa. Aku bahkan masih mengenakan dress tidur yang seksi dan mulai bertanya-tanya bagaimana aku bisa sampai disini dalam sekejap mata.
Aku melihat sebuah pintu keluar dengan sigap aku menghampiri dan segera membuka pintu itu. Betapa terkejut nya aku ketika melihat semua Ini tampak seperti negeri dongeng yang pernah aku lihat di gambar lukisan Kakek Sukma.
Dimana aku? Apa aku sedang bermimpi?
Sungguh pemandangan yang sangat indah. Langitnya berwarna biru dengan awan putih yang menghiasinya. Aku mulai menelusuri rerumputan yang hijau dan asri dengan riang gembira. Burung-burung terbang melewati ku dengan kicauan nya yang merdu. Kini aku menepi di sebuah danau yang air nya begitu jernih.
"Mungkin aku sedang bermimpi indah"
Gumamku yang kini duduk disebuah batu di tepi danau seraya memainkan tanganku di permukaan air danau yang sejuk itu.
Air danau itu mulai tampak beriak dan tiba-tiba seorang wanita berambut pirang sepanjang pundak dan sangat cantik dengan mahkota yang melingkar di kepalanya muncul dari tengah-tengah air danau. Aku terbelalak ketika melihat badannya ternyata setengah manusia dan setengah ular dengan ukuran cukup besar.
"Ya ampun, makhluk apa itu..?"
Gumamku seraya mendongak ke arah siluman ular raksasa itu dengan gemetar ketakutan.
Wanita setengah ular itu kemudian tertawa lalu membuka lebar mulutnya seakan sudah siap untuk melahapku.
"Aaaaaaaaaaa...." Aku berteriak dan mulai berlari dengan secepat mungkin hingga membuat siluman ular itu harus mengunyah kayu karena salah sasaran.
"kamu tidak bisa lari dariku, hahahaha" Ujar Siluman Ular itu seraya mengejarku dengan tawa yang menggema.
Apakah itu yang disebut siluman ular? seperti itukah bentuknya?
Aku terus berlari sedangkan siluman ular itu tidak berhenti mengejarku hingga akhirnya ia berhasil menangkapku dan melilit tubuhku, mengangkat ekornya ke atas, membuatku berada di ketinggian.
"Lepasin aku" Aku berteriak seraya berusaha melepaskan diri dengan menggerak-gerakan tubuhku dalam lilitan ular itu. Namun, itu tidak berhasil. Yah, setidaknya aku sudah berusaha.
"Apa salahku? Tolong lepasin aku. Perbuatan kamu bikin aku sesak nafas!"
"Hahahaha, kembalikan dulu Mustika Ular yang sudah kamu curi, Anjani." Jawab Siluman Ular tergelak.
Apa?? Mustika ular apa? Siapa Yang di panggil Anjani oleh wanita itu?
"Aku gak ngerti, mustika ular apa? Dan siapa Anjani?" Ucapku jujur.
"Apa kamu sedang mengajak ku bercanda, Anjani.?" Tanya Siluman Ular itu yang kemudian kembali tertawa. "Tapi sayangnya aku tidak punya waktu untuk bercanda dengan mu. Cepat beritahu aku dimana kamu menyembunyikan mustika ular itu, Anjani."
"Aku benar-benar gak ngerti dan mana mungkin aku mengajak kamu bercanda apalagi menyembunyikan mustika atau apapun darimu. Aku bahkan baru hari ini datang ke tempat ini dan aku gak tau ini dimana" Ungkapku.
Siluman ular itu berteriak dengan geram. "Dasar gadis tidak tau terimakasih.!!" Kemudian melepaskan lilitan nya dan membiarkan tubuhku melayang dan nyaris jatuh ke tanah yang di penuhi daun-daun juga ranting-ranting kering. Ini pasti akan menyakitkan, bahkan mungkin ini akan membuatku patah tulang.
Tiba-tiba seseorang menangkap tubuhku dengan begitu cekatan dan menyelamatkan aku yang nyaris memeluk tanah kasar yang dipenuhi ranting-ranting kering dan meruncing.
"Apakah dia pangeran?" Batinku ketika aku melihat seorang pria tengah menggendong ku.
"Jangan ikut campur lagi, Reka." Ucap Siluman Ular itu pada pria yang berhasil menyelamatkan ku. "Pergilah, jangan ganggu urusanku yang sudah tertunda begitu lama"
"Tidak, Dewari. Mengertilah bahwa Anjani sudah mati dibunuh oleh Agrapana, apa kamu lupa?"
Siluman ular yang disebut dengan nama Dewari itu tampak berfikir kemudian memperhatikan wajah dan baju tidurku yang menurutnya aneh.
"Lalu siapa gadis ini?" Tanya Dewari setelah berfikir cukup lama.
"gadis ini bukan urusanmu, dan namanya pun tidak akan penting bagimu. Aku akan membawanya" Ujar Pria ini seraya membopong tubuhku kemudian membawaku pergi melesat begitu cepat meninggalkan danau.
Setelah cukup jauh berlari dengan menggendong tubuh ku yang berbobot 45 kg, pria itu menurunkan tubuhku di sebuah rumah pohon yang sangat eksotik.
Mata ku tidak bisa berhenti melihat sekeliling. Kemudian, pandanganku tertuju kepada seorang pria yang sedang fokus menatapku yang kini berada tepat satu meter di depanku.
Aku terpana ketika melihat Laki-laki berparas tampan. Matanya nya berwarna biru dengan pupil mata runcing seperti mata ular, hidung nya mancung dan bibir nya merona. Dia Mengenakan pakaian berwarna hitam kombinasi silver nyaris seperti baju zirah, cocok sekali dengan kulitnya yang putih.
"Siapa dia...?? Jangan-jangan orang jahat..!!"
Karena sudah sempat berpikir negatif tentang pria itu akhirnya aku merasa waspada ketika pria itu mulai mendekat.
"Berhenti...!!" Aku merentangkan tangan kananku ke arahnya dan seketika ia menghentikan langkahnya.
"Aku hanya ingin membawa mu pulang!" Ucap pria itu memandangku dengan tatapan datar.
Mendengar kata pulang, aku mulai menurunkan tanganku dan membiarkannya menghampiriku. Kini kami duduk di bangku yang berada di balkon rumah pohon miliknya untuk sejenak mengobrol sebelum ia membawaku pulang.
"Aku, Reka!" Akhirnya pria itu memperkenalkan diri tampa harus aku bertanya terlebih dahulu. "Aku putra kedua Dewari. Saat ini kamu sedang berada di dimensi siluman, tempat dimana kakek mu dulu melakukan pesugihan"
"Apa??" Tentu saja aku tercengang ketika mendengar perkataan nya yang tidak masuk akal. Namun, mengingat semua ini ada sangkut pautnya dengan kakek Sukma akhirnya aku memutuskan untuk bertanya lebih jauh.
"Jadi, apa kamu juga termasuk siluman ular? Sama kayak cewek yang tadi mau makan aku saat di danau?" Tanyaku penasaran. Sungguh, aku berharap dia bilang 'tidak' meskipun aku lebih yakin dia akan mengatakan 'iya', rasanya tidak salah jika aku sedikit berharap, kan?!
"Benar.!!" Tegas Reka yang menatap ku dengan tatapan dingin, membuat tengkukku sedikit bergidig. "Tapi aku gak makan manusia dan wanita di danau tadi adalah Dewari. Dengan Dewari lah Kakek mu dulu melakukan sebuah perjanjian."
"Jadi Dewari itu ibu kamu?" Tanyaku dengan mata yang terbuka lebar. "Kenapa dia mau makan aku? Dan perjanjian apa yang di buat oleh kakek aku sama ibu kamu dulu?"
"Sebenarnya dia bukan ingin memakan mu, tapi ingin menangkap mu. Jika kamu berhasil di tangkap oleh nya. Kamu tidak akan bisa kembali ke dimensi mu. Sebenarnya ragamu sedang tertidur dan yang berada disini adalah jiwamu atau yang di sebut roh. Hanya orang yang berilmu tinggi yang bisa menjelajahi dunia kami dan Kakek mu adalah seorang yg berhasil menjelajahi dimensi siluman ular dengan ilmu MERAGA SUKMA yang tidak semua orang bisa melakukannya" Ujar Reka menjelaskan.
Mendengar itu, ingatanku langsung tertuju pada kata-kata terakhir kakek Sukma sebelum meninggal yang berkata *Kakek wariskan ini, pergilah kesana, jangan sampai tertangkap*
Apa mungkin yang dimaksud kakek dalam kata terakhirnya itu jangan sampai tertangkap Dewari?
"Dua puluh tahun yang lalu, Kakek Sukma datang menemui Dewari dan meminta seorang anak untuk putrinya yang mandul.
Dewari menerima nya dengan beberapa syarat.
Syarat Pertama. Yaitu, Kakek sukma harus mengawini Dewari.
Syarat kedua. Yaitu, Jiwa Kakek sukma akan menjadi budaknya Dewari di dimensi ini. Kakek sukma harus datang setiap malam untuk melayani nya. Agar kakek Sukma tidak sampai mengingkari janji, Dewari akan menanamkan satu sisik emas nya kedalam jiwa kakek Sukma yang akan membawanya masuk ke dimensi ini secara otomatis ketika ia tertidur di malam hari sehingga kakek Sukma tidak perlu melakukan tirakat terlebih dahulu.
Syarat ketiga. Yaitu, Pertukaran jiwa. Apabila kelak ia meninggal, Dewari akan menyegel roh kakek Sukma yang tidak akan di terima di alam barzah itu di sebuah patung naga, untuk membangkitkan ular naga yang bernama Agrapana yang telah di ubah menjadi sebuah patung naga oleh seorang yang berilmu tinggi.
Sebagai imbalan nya, Dewari akan memberikan anak untuk putrinya yang mandul serta kekayaan yang tidak terbatas"
"Kakek aku cuma punya satu orang putri. Yaitu ibuku. Apa itu artinya aku_" Ucapku terpotong.
"Benar sekali..!!" Reka menyela sebelum aku melanjutkan perkataanku. "Kelahiranmu adalah hasil dari pesugihan Kakek mu"
"Enggak!" Aku menggelengkan kepala merasa sulit untuk percaya "Gak mungkin!!"
Aku memijat pelipisku, tanpa kusadari air mata mulai menetes dipipiku. Apa aku harus berterimakasih pada Kakek Sukma karena telah membuat aku terlahir ke dunia atau aku harus membencinya karena kelahiranku ternyata hasil pesugihannya. Entahlah, saat ini aku merasa begitu sangat kacau.
"Tenang, lah. Aku tau kenyataan ini tidak mudah untuk kamu mengerti, tapi percayalah bahwa kelahiranmu telah menjadi sebuah kebahagiaan bagi keluargamu." Reka meraih bahuku, dengan bersamaan bangkit dari kursi membuat kami kini saling berhadapan. "Sekarang aku akan mengantarmu pulang"
Reka kembali menggendong tubuhku dan membawaku ke sebuah rumah kayu tempat dimana aku terbangun. Jarak dari rumah ini ke rumah pohon milik Reka memang tidak terlalu jauh, tapi Reka tidak membiarkan aku berjalan sendiri dengan kaki telanjang karena akan membuat telapak kakiku terluka dengan menginjak ranting-ranting kering dan kerikil runcing.
"Kembali lah berbaring di ranjang kayu itu dan tutup matamu. Maka, roh mu akan kembali pada ragamu" Ujar Reka mengingatkanku setelah kami sampai di rumah kayu.
"Apa kita akan bertemu lagi?" tanyaku, memandangnya dengan tatapan berharap.
"Aku akan menunggumu disini besok" Sahut Reka yang malah membuatku tercekat.
"Apa, besok?" Sontak aku terkejut. Meski aku berharap bisa bertemu lagi dengannya, namun aku tak pernah ingin kembali lagi ke dimensi ini.
"Besok aku akan menjelaskan segalanya dan aku akan membantumu terbebas dari sini sepenuhnya" Ujar Reka membuatku merasa sedikit lebih lega.
Setelah memasuki rumah kayu itu, aku mulai merebahkan tubuhku dan menutup mataku seperti hendak tertidur.
Aku mengerjapkan mata dan perlahan membukanya. Aku mengenali tempat ini, tentu saja ini kamar ku. Aku bangkit dari tempat tidur dan mengingat kembali mimpi yang baru saja ku alami.
"Apa itu tadi cuma mimpi?? Tapi kenapa terasa begitu nyata??"
Aku masih berjalan santai menuju tempatku bekerja. Aku melihat jam di ponsel ku, waktu menunjukan pukul 06:40 Wib. Aku mendesah lega karena tiba di toko dengan tepat waktu.
Jarak dari tempat kost ke toko tempatku bekerja memang tidak terlalu jauh. Bahkan aku hanya cukup berjalan kaki untuk pulang pergi tampa perlu menggunakan jasa angkutan umum ataupun ojek.
Sudah hampir satu tahun aku bekerja sebagai kasir di toko swalayan dengan waktu delapan jam kerja. ini cukup melelahkan memang, tapi aku harus semangat agar aku tetap bisa membayar kost dan mencukupi kebutuhan ku dengan hasil keringat sendiri.
Sesampainya di toko, seperti biasa aku langsung menyalakan komputer dan mulai melayani pembeli. Setelah tiba di jam istirahat, aku akan pergi untuk makan siang di warung nasi yang berada tepat di sebrang toko Giant Jaya tempatku bekerja.
Belum sempat aku menyebrang, tiba-tiba Ci Yuzzy, bosku datang mengahampiri.
"Clarisha..." Aku menoleh Ci Yuzzy yang masih setengah berlari mengejarku.
"Ada apa, Ci?" Aku menghentikan langkahku dan berbalik ke arah Ci Yuzzy.
"Rish, saya turut berduka cita ya, atas meninggalnya Kakek kamu." Ucap Ci Yuzzy dengan menunjukan wajah sendu "Saya minta maaf ya, karena kemarin saya gak bisa datang. Mungkin saya cuma bisa mendoakan supaya Kakek kamu tenang di alam sana"
"Oh, iya. Gak apa-apa, Ci" Jawabku dengan memasang senyum tulus. "Makasih ya, untuk doanya."
"Iya, Rish. Sama-sama. Tapi kamu kok, langsung masuk kerja sih, Kakekmu kan, baru aja meninggal. Keluarga kamu pasti sekarang lagi sibuk banget bikin hidangan buat tahlil malem ini" Ujar Ci Yuzzy.
Tutur kata Ci Yuzzy memang sedikit cadel karena Ci Yuzzy asli dari China. Namun, besar di Indonesia, lebih tepatnya di Bandung. Sehingga meskipun cadel tapi dia sangat lancar berbicara menggunakan bahasa Indonesia.
"Orang tuaku pasti gak akan butuh tenaga aku kok, Ci.. Karena disana kan udah cukup Pembantu. Lagian kalau aku gak kerja nanti cici repot sendiri."
"Iya, Sih. Emm, ya udah kamu makan siang dulu aja, hati-hati ya, nyebrang nya." Ucap Ci Yuzzy.
***
Sudah jam 15:00 Wib dan aku segera bersiap untuk pulang. Sesampai nya di parkiran toko, aku melihat seorang pria berkulit sawo matang, hidung mancung dan mata teduh yang ku kenal bernama Aldi, sedang melambaikan tangan dan tersenyum hangat kepadaku. Aku berusaha menghindar namun Aldi berhasil meraih tanganku.
"Aku antar pulang, ya?!" Ucap Aldi dengan tatapan lembut sambil menggenggam pergelangan tanganku.
"Aku bisa pulang sendiri." Jawabku ketus. "Lagian kenapa sih kamu masih aja ganggu aku? Kamu itu udah jadi milik orang lain, jadi tolong kamu pergi jauh-jauh dari hidup aku. Apa belum puas kamu nyakitin hati aku??" Dengan mata yang berkaca-kaca aku menatapnya penuh benci.
"Tapi aku tulus sayang sama kamu, Risha." Ucap Aldi lirih "Aku gak bisa lupain kamu, aku gak sanggup kehilangan kamu" Aldi menundukkan kepalanya, menutup mata sambil menghela nafas yang panjang.
"Aku minta sekarang kamu pulang, ucapkan itu sama istri kamu." Aku menyeka air mataku dan segera berlari menjauh.
Aldi hanya melihatku dan tidak berusaha mengejarku. Aku yakin kalimatku sudah cukup membuatnya mengerti. Meskipun dia pria yang keras kepala, takkan bisa menggoyahkan pendirianku yang telah memutuskan untuk melupakannya sejak aku tau ternyata dia sudah beristri.
Sesampai nya di tempat kost, didalam kamar aku menangis terisak-isak sambil memeluk bantal. Kedatangan nya ke toko, membuatku teringat kembali akan kenangan yang mati-matian aku lupakan.
Jelas saja tidak mudah bagiku untuk menghapusnya dari ingatanku. Karena meskipun Aldi bukan cinta pertamaku, tapi dia pria pertama yang berhasil membuatku jatuh cinta.
"Enggak, aku gak boleh cengeng. Aku pasti bisa melewati ini semua" Aku menghapus air mataku lalu berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Seusai mandi aku bergegas mengganti pakaian dengan mengenakan pakaian tidur yang biasa kupakai. Tiba-tiba aku teringat ketika mengenakan baju tidur itu didalam mimpiku.
"Tidur pake baju ini, pas mimpi pun masih pake baju ini.." Aku mendesah kesal.
Aku membuka kembali lemari pakaian dan mengganti baju tidurku. Kali ini aku memakai stelan piyama tangan panjang berwarna hijau botol yang terasa nyaman.
Setelah itu aku memasak mie instan untuk makan malam. Mungkin saat ini orang tuaku di rumah sedang makan dengan ayam goreng paket komplit, disini aku hanya makan mie instan dengan nasi saja. Meskipun begitu, aku tetap merasa hidupku lebih damai.
Sebelum tidur aku mengingat kembali laki-laki bernama Reka yang semalam aku impikan. Aku mulai berandai-andai dia nyata dan jadi kekasih ku.. Mungkin aku akan bisa lebih mudah melupakan Aldi.
"Apa-apaan ini..." aku tercengang ketika mendapati diriku sudah berada di rumah kayu tempat yang sama seperti di mimpiku yang kemarin. Aku melihat pakaian yang ku kenakan, ternyata tidak ada yang berubah.
"Ternyata aku benar-benar kembali lagi ke tempat ini"
Aku teringat kata-kata terakhir Reka bahwa dia akan menungguku disini, aku pun langsung membuka pintu untuk menemui nya. Terlihat Reka sedang berdiri tepat di depan pagar rumah ini.
"Kenapa kamu gak masuk aja kesini sih" Teriak ku ketika melihat Reka yang menatapku begitu dingin.
"Itu tidak mungkin, aku bisa terbakar jika memaksa masuk" Aku mengerutkan kening merasa heran dengan ucapannya.
"Emang kenapa sih?" Tanyaku seraya berjalan menghampirinya.
"Nanti aku jelaskan, sekarang kita pergi dulu" Kata Reka bersiap untuk menggendongku.
"Tunggu-tunggu" Aku menghentikannya sebelum Reka benar-benar menggendongku. "Kali ini aku gak mau di gendong.. Aku pengen jalan santai aja bisa gak?"
"Nanti kakimu kotor, Risha.." Aku terkejut ketika mendengar dia menyebut namaku.
"Kamu tau namaku? Perasaan kita gak pernah kenalan.. Kamu cuma ngenalin diri kamu aja, gak ada tuh kamu nanyain nama aku"
"Nanti kamu akan tau segalanya. Sekarang kita pergi dulu" Reka meraih tanganku dan menggenggam nya dengan erat.
Aku dan Reka pergi berjalan santai, dengan tangan nya yang menggenggam tanganku erat. Akhirnya kami menepi di sebuah rumah pohon yang tak lain adalah milik Reka.
"Reka, kemarin kamu bilang mau jelasin semuanya sekarang dan mau bantuin aku terbebas dari sini sepenuhnya" Ucapku yang kini berhadapan dengan Reka di balkon rumahnya.
"Iya, itu benar. Tapi sebelum itu aku ingin memberikan ini kepadamu" Reka menunjukan aku sebuah cincin. Emban cincin itu berwarna perak dengan batu permata berwarna merah.
"Cincin?" Aku mengerutkan dahi seraya menyentuh batu permata cincin itu yang berbentuk oval.
"Iya, biar aku pasangkan di jarimu" Reka meraih tanganku dan hendak memasangkan cincin itu di jari manisku, namun aku langsung mengepalkan jariku tanda menolak nya.
"Ada apa?" Tanya Reka heran.
"Maaf, Reka... Tapi aku gak suka memakai cincin. Apalagi cincin itu sama persis dengan cincin batu akik yang biasa di pakai oleh kakek ku dulu"
"Tapi cincin ini...." Tiba-tiba pandangan Reka beralih dan menunjukan expresi panik.
"Hey.. Ada apa??" Tanyaku seraya menoleh ke arah pandang Reka. "Ya tuhan, makhluk itu lagi"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!