NovelToon NovelToon

Cinta Dan Rahasia

Dunia Yang Berbeda

Alice Patricia tampak kepanasan, cuaca siang ini sangat terik. Dia menggulung lengan bajunya sampai ketiak, lalu mengambil sebotol air dan meminumnya. Airnya sedikit tumpah dari ujung mulutnya, kemudian Alice menyekanya dengan cepat.

Alice adalah seorang gadis yang langsing dengan bentuk wajah oval, hidung yang mungil, bibir yang kecil, bulu mata lentik dan mata yang bulat. Alice berkulit putih dengan rambut coklat panjang dan bergelombang, tingginya kurang dari 160cm, katakanlah dia gadis yang mungil.

Siang ini dia sedang sibuk melamun dibawah sebuah pohon sambil memainkan satu-satunya Hp jadul miliknya.

"Alice.. kemarilah.

"Bisakah kau membantuku?" suara wanita setengah baya memanggilnya.

Kemudian Alice pergi menghampirinya.

"Ada apa Bibi Anna? sudah selesai merajutnya?" Alice bertanya pada seorang perempuan yang Dia sebut Bibi Anna.

"Bisakah kau menelepon Kakakmu? Aku ada perlu dengannya." Tanya Bibi Anna sambil menyelesaikan baju hangat yang dirajutnya.

"Ok, aku akan melakukannya." Jawab Alice.

Tak lama kemudian Alice menelepon Kakak laki-laki nya yang bernama Hans.

Satu jam kemudian Hans datang kerumah Bibi Anna.

Alice kembali menghabiskan waktunya dengan melamun sambil memutar MP3 kesukaannya.

Alice sudah lulus SMA, dia sekolah dirumah karena Bibi dan Kakaknya tidak mengijinkan Alice keluar dari rumah seorang diri. Alice tidak mengetahui alasannya. Jika keluar atau ada keperluan maka Bibi atau Kakaknya yang ikut menemani. Sebenarnya keluarga Alice adalah keluarga bangsawan, namun karna Ayah dan Ibunya telah tiada, maka tidak ada lagi penghormatan untuk keluarga Alice yang miskin. Sekarang Alice tinggal bersama Bibinya, sedangkan Kakaknya bekerja dan tinggal diluar kota.

"Alice..

"Aku ada perlu denganmu, bisakah kita berbincang? " Tanya Hans.

"Baiklah, apa yang ingin kau bicarakan?" jawab Alice semangat.

"Alice..

"Maukah kau bekerja untukku? Aku memerlukan bantuanmu, tapi Aku ingin ini jadi rahasia Kita berdua saja. Apakah Kau sanggup?" tanya Hans.

Alice menutup mulutnya, dia sangat senang sekali kakaknya memerlukan bantuannya untuk bekerja, matanya melotot dan bibirnya tersenyum. Hans adalah seorang Agen rahasia pemerintahan, biasa mereka sebut sebagai mata-mata.

"Ok, aku mendengar kan." Jawab Alice dengan antusias.

"Dengarkan baik-baik..

"Aku tidak akan mengulangnya." Hans menengok ke kiri dan ke kanan. Dia tidak ingin ada yang mendengarkan pembicaraannya dengan Alice.

"Kau ingat kasus yang kemarin aku ceritakan? tentang seorang laki-laki yang kehabisan darah? aku ingin kau membantuku menyamar. Tapi ini sangat beresiko, aku takut kau akan terluka." Hans berkata dengan hati-hati.

"Aku senang sekali kau butuh bantuanku, kapan kita pergi?" tanya Alice.

"Aku akan menjemputmu, besok malam pukul 7. Kau harus bersiap." Kemudian Hans pergi meninggalkan Alice yang penuh dengan pikiran nya sendiri.

* * *

Keesokan harinya Alice telah bersiap. Dia terus melihat ke arah jam dinding dan melihat Hp nya, berharap Kakaknya akan menelepon atau sekedar mengabari.

Tepat pukul 7 malam, terdengar suara mobil diluar, Alice berlari keluar rumah. Kakaknya membukakan pintu mobil, dan kemudian Alice masuk dengan cepat. Dia tidak mau Kakaknya berubah pikiran dan membatalkan rencana yang telah disetujui.

"Alice, mau kemana?" Bibinya bertanya.

"Hans mengajakku makan malam, Aku akan pulang sebelum tengah malam. " Jawab Alice.

Dalam perjalanan tidak ada seorang pun yang berbicara. Hans memang tipe orang yang pendiam, diam bukan berarti dia tidak peduli. Hans memikirkan rencananya berulang dalam kepalanya. Dia takut Adiknya akan mengalami kesulitan dan berada dalam bahaya.

"Alice, aku bertanya sekali lagi, apakah kau benar-benar ingin membantuku? " tanya Hans khawatir.

"Aku ingin membantumu, aku berjanji aku akan berhati-hati" Alice menjawab kekhwatiran Hans dengan tenang.

Satu jam kemudian mereka sampai disebuah tempat yang asing. Di sana terdapat sebuah Bar yang cukup besar. Namun tempat ini tampak mewah. Dua orang berbadan tinggi, berpakaian hitam dan mengenakan kacamata berjaga di pintu masuk. Sesekali mereka membetulkan earphone yang terpasang di telinganya. Suasana tampak tenang diluar.

Alice merasa tegang, jantung nya berdegup lebih kencang, tangannya dingin. sebenarnya ini bukan kali pertama Alice membantu Hans, tugasnya merekam secara diam-diam kegiatan yang berlangsung. Namun tempat kali ini berbeda dan ini tampak lebih berbahaya. Hans terlihat lebih gugup, dia terlihat merasa menyesal telah membawa adiknya ketempat seperti ini. Dia merasakan bahaya akan terjadi jika membawa adiknya masuk.

"Alice, ayo kita batalkan saja rencana hari ini" ujar Hans.

"Ayolah Hans, kita sudah sampai, jadi jangan dulu pulang, mari kita lakukan, aku berjanji akan berhati-hati. " Jawab Alice.

"Baiklah Alice.. tapi ingat, ini rahasia, kau mengerti maksudku bukan?" Hans mengingatkan.

Kemudian Hans dan Alice memasuki Bar itu. Hans mengatakan pada penjaga bahwa Alice adalah tunangannya, dan dia sudah dewasa. Penjaga terus memperhatikan Alice, bagi mereka Alice terlihat masih dibawah umur dan tidak pantas ada ditempat ini.

Setelah agak lama akhirnya mereka membiarkan Hans dan Alice masuk. Hans tampak lega namun Alice semakin tegang.

Ketika mereka masuk tercium aroma minuman keras, suasana tampak remang, tempat ini sangat high level, didominasi warna ungu, lantai marmer dan cahaya temaram.

Terdengar alunan musik yang tenang. Seorang Pramutama memberikan 2 buah topeng kepada Hans dan Alice. Kemudian mereka menggunakannya. Hans tampak tegang, dia terus *** tangan Alice yang mungil.

"Aww.. Hans, bisakah kau melepaskan tanganku?" Alice berbisik.

Hans adalah tipe orang yang tenang dimanapun dia berada, namun sekarang berbeda.. yang bersama dia disini adalah adiknya.

"Tidaklah kau melihat? mereka menatapmu!!" Hans menjawab.

Alice memutar kepalanya, melihat siapa yang melihatnya. Ada 5 pasang mata yang terus-menerus melihatnya tanpa menyembunyikan sikap sama sekali. Alice menjadi sedikit gelisah.

Setelah beberapa saat, pintu Bar terbuka. Seseorang memasuki Bar perlahan. Alice tak mampu menurunkan pandangannya. Matanya seakan terhipnotis pada sosok yang baru saja memasuki tempat itu. Pria itu tinggi, lebih tinggi dari Hans, mungkin sekitar 189cm. Rambutnya hitam pekat seperti malam. Warna matanya merah seperti darah, sorotan matanya mengatakan bahwa dia adalah seorang yang berbahaya, bibirnya tersenyum tipis. Wajahnya sangat tampan bahkan lebih dari sekedar tampan. Dia memancarkan aura yang membuat siapa saja yang melihat tidak akan bisa berpaling darinya. Matanya berkeliling mencari sesuatu, kemudian Pramutama dengan sopan menyerahkan sebuah topeng. Tapi Alice tau dia tidak akan pernah melupakan sosok dingin itu meskipun dia memakai topeng sekalipun.

Dia duduk tepat disebelah Alice, tercium aroma yang lembut dari badannya dan Alice menyukainya namun Alice merasa tidak nyaman mereka duduk terlalu dekat.

"Tuan, ada yang bisa saya bantu? " Pramutama bertanya pada sosok yang baru datang.

"Satu Cocktail.."

Pramutama meracik dan memberikan minuman padanya. Hans semakin erat memegang tangan Alice. Alice mengerang "Arhg .." suaranya cukup keras sehingga menarik perhatian pria disebelahnya.

"Nona, apakah ada masalah?"

Suaranya berat dan berbisik, membuat Alice terlonjak kaget, kemudian Hans melepaskan tangannya.

Alice terdiam, dia tidak mampu menjawabnya, jantungnya berdegup kencang, keringat dingin mengalir di punggungnya, dia gemetar takut penyamarannya terbongkar. Dengan terbata-bata dia menjawab.

"..hmm, aku baik-baik saja.." jawab Alice.

Pria disebelahnya tersenyum misterius, kemudian dia menyentuh lengan Alice. Sentuhannya menyebarkan sensasi yang dingin, membuat Alice terlonjak untuk yang kedua kalinya. Pria itu tidak mengatakan apa-apa, dia kemudian menggenggam tangan Alice. Sadar Alice terlalu dekat dengan Pria itu, Hans kemudian berdiri.

"Sayang, maukah kau berdansa bersamaku?" tanya Hans. Pria itu kemudian melepaskan tangannya namun tetap melihat Alice tanpa menurunkan pandangnya. Dia tersenyum penuh misteri. Alice berdiri dan berdansa bersama Hans. Dia sedikit lega Hans menyadari kekhawatirannya.

"Terimakasih.." ujar Alice.

"Sama-sama. Alice bisakah kau mulai merekam semua kejadian dimulai dari sekarang?" tanya Hans.

"Baiklah.." jawab Alice singkat.

Kemudian Alice menyalakan kamera yang terdapat di kalungnya. 'Klik.. dan dia berkeliling ruangan. setelah merekam semua orang yang ada disana, dia ijin untuk pergi ke toilet.

Alice berjalan menyusuri lorong yang gelap, kemudian dia menemukan toilet di ujung lorong sebelah kanan, namun pandangannya tertuju pada sosok laki-laki yang duduk disebelahnya, dia menyandarkan seorang wanita ke tembok.

Wanita itu tampak pasrah dengan apa yang akan terjadi, kemudian lelaki itu membuka mulutnya, terlihat 2 taring kecil yang tajam, lalu terjadi begitu cepat.

'Ahhh..

Terdengar suara dari wanita itu. Tidak lama kemudian wanita itu terbakar dan berubah menjadi abu. Dengan cepat Alice membekap mulutnya.

Jantungnya berdegup dengan kencang, semua adrenalin dalam tubuhnya bereaksi, dia tidak mampu berdiri.

'Bruuuk!!

Alice ambruk karena terlalu shock dengan apa yang baru saja dia lihat. Kemudian dia mematikan rekaman, tepat setelah sosok laki-laki itu berdiri didepannya.

"Halo. ."

"Adakah yang bisa saya bantu nona?" ujarnya dingin.

Lelaki itu kemudian membantu Alice berdiri, merapikan rambut Alice yang berantakan dan membelai pipinya.

"Kau terlihat terkejut, apakah kau melihat sesuatu yang tidak seharusnya?" dia bertanya tanpa mendesak Alice.

Tangannya terus membelai pipi Alice, kemudian membelai tengkuknya, Alice bergidik.

"Tidak Tuan, saya hanya sekedar lewat saja, permisi.."

Lelaki itu tidak membiarkan Alice lewat dengan mudah, dia menarik tangannya dan Alice berputar dan masuk kedalam pelukannya.

Sensasi dingin menyebar ditubuhnya. Dia bergetar dengan hebat, jantungnya tak kuasa menahan lonjakan kaget bersamaan. ini adalah kali pertama Alice berdekatan dengan Pria selain Kakaknya.

"Ada apa? apakah kau takut padaku? aku tidak akan menggigitmu jika kau tak bersalah." Pria itu kemudian melepaskan topeng Alice.

Sesaat kemudian dia terkesima dengan wajah dibalik topeng yang dikenakan Alice. Dia terdiam, sehingga Alice merasa tertekan.

"Kembalikan topengku, tolonglah.." Alice memohon.

Air mata tampak akan menetes, pria itu membelai wajahnya, menyebarkan sensasi dingin dipipinya, membelai rambutnya, matanya, bibirnya, wajahnya semakin dekat dengan wajah Alice, dia memegang dagunya dan perlahan mendekatkan bibirnya ke bibir Alice. Alice tidak tau apa yang terjadi dan dia tidak sempat menolak karena terjadi begitu cepat. Alice mendorong, namun tenaga seorang gadis mungil tidak dapat merubah apapun, pria itu terus menciumnya, membuka bibir Alice dengan lidahnya, mencari lidah Alice dan menariknya dengan bergairah. Tangannya mengelus punggungnya, masuk kedalam blouse yang Alice kenakan, Alice kaget dan menangis.

"Tolong berhenti, aku mohon..."

"Ahh.. apakah kau tidak menikmati nya? ingin ketempat yang lebih baik? " pria itu berkata dengan dingin.

"Tidak tolonglah.. aku sudah punya kekasih, kekasihku menunggu, jika tidak segera kembali dia akan mencari ku, tolonglah.." Alice memohon.

Pria itu tidak menghiraukan keluhan Alice dia tetap tidak membuat Alice pergi. Dia mendekap Alice begitu erat.. matanya menatap Alice.

"Tidak bisakah kau tetap bersamaku?" tanyanya.

"Aku harus pergi.. kumohon.." Alice tetap ingin pergi.

"Bisakah kau mengingatku? panggilah namaku." ujar Pria itu.

"Aku tak tau namamu..."

"Namaku Gara.." jawab Gara cepat.

"Panggil aku.. " Gara mengulang keinginannya.

Alice terdiam, dia tidak menyangka akan mendengar namanya. Gara.. nama yang terdengar tidak asing, dimana dia pernah mendengarnya. Alice bingung, ekspresi nya berubah. Gara memandang Alice, mendekatkan wajahnya dan mencium Alice kembali. Alice tidak menolak, dia bingung dengan tubuhnya sendiri, seakan dia di khianati oleh dirinya sendiri. Gara menciumnya dengan begitu dalam, membelai rambut Alice, membuka kancing baju Alice, mencium lehernya dan mencium dadanya dengan lembut. Alice kaget dengan perubahan yang terjadi, dia menjauh.

"Gaara..." Alice menyebut namanya dengan ragu.

"Aku harus pergi.." Alice mengulangi kalimat itu dalam hatinya, dia tidak siap dengan apa yang terjadi begitu cepat, dia melihat Gara. Gara menatapnya dengan lembut. Gara memegang tangan Alice.

"Nona.. siapakah namamu..." Gara bertanya.

Alice bingung harus menjawab apa, dia takut rahasianya terbongkar. Gara menatap nya.

"Aku tak akan menggigitmu..." ujar Gara.

"Aku ... aku..."

Alice berlari dengan cepat menuju kakaknya, kemudian dia mengajak Kakaknya pulang. Alice melihat kebelakang, dan Gara hanya tersenyum.

Alice membuka pintu mobil dengan tergesa-gesa, kepalanya hampir terbentur atap mobil. Jantungnya masih berdegup kencang, dia membayangkan adegan tadi berulangkali dalam kepalanya. Nafasnya belum bisa terkontrol. Dia memejamkan matanya, mencoba tenang dan mengatur detak jantungnya. Hans tidak bertanya apa-apa. Dia membiarkan Alice tenang terlebih dahulu. Mobil melaju dengan kecepatan penuh dan pulang menuju rumah Bibi Anna.

Alice membuka pintu mobil dan masuk kedalam rumah, dia berlari seakan menghindari tatapan Hans. Alice tau dia tidak bisa berbohong pada Hans. Alice memasuki kamarnya dan mengunci pintu. Bibi Anna bertanya pada Hans mengapa Alice mengunci pintu dan bahkan tidak menyapanya. Hans hanya diam tidak menjawab. Karena tidak mendapatkan jawaban dari Hans, Bibi Anna mengetuk pintu dan bertanya, namun.. tidak ada jawaban.

Alice menutup wajahnya, dia berharap semua itu hanya mimpi yang akan membuatnya bangun. Namun, itu adalah kenyataan yang harus dia hadapi. Dia terus mengulang adegan yang terjadi di Bar, ketika Gara mencuri ciuman pertamanya, dia kesal. Begitu banyak bayangan tentang ciuman pertama yang romantis bersama seseorang yang dia cintai namun yang terjadi malah diluar dugaannya. Dia bersumpah tak ingin lagi kembali bertemu dengan Gara.

Setelah tenang Alice menemui Hans dan menyerahkan rekaman dalam kalungnya. Hans ingin bertanya apa yang terjadi namun dia mengurungkan niatnya. Hans menyadari bahwa Alice tak ingin mengatakan apapun tentang yang terjadi. Hans bersyukur Alice bisa pulang kerumah dengan selamat.

Pertemuan Kembali

Alice melamun lagi, ini kali ke 5 hari ini Bibi Anna harus menegurnya. Pikiran Alice terombang-ambing kesana-kemari. Dia menatap langit, menghela nafas dengan berat.

Alice mengikat dengan asal rambutnya yang panjang. Sebagian rambutnya yang pendek tidak ikut terikat dan dibiarkan. Dia tampak berantakan, namun itu membuatnya terlihat sexi, tentu saja Dia tak menyadarinya.

Alice menatap layar Hpnya yang berlampu biru. Dia tidak seperti kebanyakan wanita pada usianya yang sering keluar untuk sekedar bermain atau berpacaran. Alice lebih suka menghabiskan waktunya dibelakang rumah sambil melihat langit dan mendengarkan musik lewat Hpnya.

Udara hari ini tercium wangi tanah, pagi tadi turun hujan pertama dibulan ini. Alice menyukai wanginya, dia berulang kali menarik nafas dengan penuh senyuman diwajahnya. Kemudian Alice kembali melamun. Dia teringat kembali wajah Gara, rambut dan matanya, sentuhannya yang dingin dan ciumannya yang bergairah.

"Aku pasti sudah gila. Ini pasti karena ciuman itu, Aku bukan jatuh cinta, ini pasti karena Dia memaksaku bukan berarti Aku mau." Alice bergumam. Dia berulang kali mengatakan hal tersebut.

Waktu terus berputar, namun Alice tetap tidak beranjak dari posisinya, mungkin jika Bibi Anna tidak menariknya dan memaksanya untuk makan, Alice akan tetap berada disana dengan lamunan yang lebih tidak masuk akal.

Setelah makan malam selesai, Dia membersihkan meja dan mulai mencuci seluruh piring kotor, lalu kemudian pergi mandi air hangat dikamarnya.

Malam itu hujan mulai turun lagi, wangi tanah yang berhasil membuatnya membuka jendela kamar. Dia mengambil headset dan memutar MP3 dari Hpnya. Tanpa sadar dia bergumam.

"Gaara..."

Terdengar suara angin masuk kedalam kamarnya, Alice terkejut dengan apa yang kemudian terjadi. Dia melihat sosok laki-laki yang dirindukannya tepat berdiri didepan matanya.

Gara menatapnya dengan penuh misteri. Warna matanya merah dan rambutnya hitam seperti gelapnya malam. Gara berpakaian hitam dengan gaya yang sangat eksentrik. Dia tersenyum dan mendekati Alice yang terlihat terkejut.

Alice mengedipkan matanya berkali-kali, dia berharap ini bukan mimpi. Dia menyentuh Gara hati-hati dengan tangannya yang mungil. Alice menengadah melihat mata Gara, ada perasaan aneh dalam hatinya yang tidak bisa diungkapkan, Alice menyentuh rambutnya perlahan, dia masih tidak percaya dengan kenyataan yang dilihatnya.

"Gaara..." Alice bergumam kembali.

Entah mengapa sekarang dia tidak merasa takut sama sekali dengan sosok Gara yang berada dekat sekali dengannya. Alice terdiam, menikmati setiap momen yang Dia rasakan. Menghirup aromanya dalam-dalam seakan-akan takut akan kehilangan sosok itu lagi.

Gara membelai rambut Alice, Dia merasakan perasaan yang tidak pernah Dia rasakan sebelumnya. Dia menunggu saat-saat ini, berharap Alice akan memanggil namanya, namun tidak kunjung juga. Saat rasa frustasinya datang, tiba-tiba tubuhnya tertarik pada suatu tempat, dan disinilah Dia berada sekarang, tepat di depan Alice.

"My dear.. mengapa lama sekali kau memanggilku.." Gara berkata.

Alice masih terdiam, belum mengerti apa yang terjadi, kemudian dia tersadar dan menjauh.

"Garaa!! mengapa Kau ada disini? lewat mana Kau masuk? ini lantai 2 Kau tau?! dan.. apa-apaan pakaian itu? apakah Kau sedang bercosplay?" tanya Alice dengan membabi-buta.

Tanpa sadar Alice membekap mulutnya dengan cepat dan berharap Bibi Anna tidak mendengar apa yang dia katakan sebelumnya.

Gara tersenyum, membelai rambut Alice dan mencium keningnya. Tidak tampak penolakan dari Alice, lalu kemudian Gara memeluknya dengan lembut.

"Apakah pakaianku seaneh itu My Dear??" tanya Gara.

"Berhentilah memanggilku My Dear My Dear!!" jawab Alice ketus.

"Baiklah My Dear, Aku ingin tau namamu kalo begitu.." tanya Gara.

"Kau bisa melompat ke lantai 2 dan berpakaian aneh tapi Kau tak bisa menebak namaku??" jawab Alice.

"Ayolah My Dear Aku bukan pembaca pikiran Kau tau" Gara tertawa.

"Jadi kau itu apa?" tanya Alice penasaran.

"Baiklah Aku akan memberi tahumu tapi sebelumnya kau harus memberi tahu namamu dulu.'' jawab Gara senang.

Alice ragu-ragu untuk menjawab, namun pada akhirnya dia mengatakannya.

"Hmm.. Aku Alice" jawab Alice singkat.

Gara tersenyum dan memanggil namanya.

"Alice... seperti Alice in Wonderland? " tanya Gara bercanda.

Alice kesal dan memukul Gara dengan kencang, tapi perbuatannya itu malah menyakitinya.

"Awww.." Alice menjerit.

Gara terlihat khawatir.

"Kau baik-baik saja Alice??"

"Apakah Aku terlihat begitu? kenapa Aku yang merasa sakit? sudah jelas-jelas Aku memukulmu, apakah kulit mu sekeras baja? itu menyebalkan!!" gumam Alice kesal.

Gara tertawa senang, dia tidak menyangka akan bertemu lagi dengan gadis mungil ini. Pandangan mata Gara melembut, dia mendekati Alice dengan cepat, membelai rambutnya dengan lembut. Alice tidak menunjukan penolakan terhadap perlakuan Gara, dia menatap Gara penasaran dan bertanya.

"Garaa..kenapa kau bisa ada disini? kenapa pakaianmu begitu? diluar hujan tapi kau tidak basah, kau itu apa?" tanya Alice.

Gara tersenyum, dia memandang Alice.

"Alice, Kau tau Aku apa, apakah Kau sudah melupakan kejadian malam itu??" tanya Gara.

Alice berpikir, dia mencoba mengingat apa yang terjadi malam itu, kemudian dia tersadar bahwa Gara adalah seorang yang berbahaya, dan bodohnya dia, dia hanya mengingat moment saat Gara mencuri ciuman pertamanya dengan penuh gairah. Setelah tersadar Alice menjauh dan bersandar pada tembok kamarnya.

"Gaara.. kau..

"Kau vampire Garaa.. Ya tuhan..." Alice bergidik membayangkan saat Gara menghisap leher perempuan itu.

Gara mendekat ke arah Alice, Dia tidak menghiraukan reaksi Alice yang ketakutan.

"Apakah Kau takut my Dear? Aku tak akan menggigitmu. Tapi Kau tau? sejujurnya Aku tak tahan berada di dekatmu. " Gara berkata.

"Aku tak tahan dengan baumu." tambahnya.

Kemudian Alice mengendus badannya, namun dia tidak mencium bau apapun pada tubuhnya. Dia hanya mencium bedak bayi yang dia pakai setelah mandi tadi sore.

"Apakah Aku sebau itu??" tanya Alice penasaran.

Gara tertawa.

Alice tidak sadar bahwa bau darah yang mengalir dalam tubuhnya merupakan candu bagi Gara yang seorang Vampire. Gara bisa menahan godaan terhadap siapapun, kecuali aroma tubuh Alice. Badan Alice tercium wangi sekali sehingga Gara harus extra sabar berada di dekat Alice.

Alice bingung dan tetap tidak mengerti. Dia mengerutkan dahinya, dan mulai berpikir.

"Gara.. apakah kau takut sinar matahari? takut salib? air suci? kitab suci? atau kau takut bawang putih??" tanya Alice penasaran.

Gara bingung dengan perubahan sikap Alice, mana rasa takut yang dia rasakan tadi? dia berpikir bagaimana bisa badan sekecil itu menyimpan begitu banyak pertanyaan.

Gara merasa nyaman dengan keadaan ini. Dia senang sekali Alice tidak takut terhadapnya. Gara membelai rambut Alice, mengusap bibirnya, sensasi dingin mengalir ditempat yang disentuh Gara. Alice tidak bisa menolak, rasanya seperti tubuhnya sendiri mengkhianatinya dan memilih untuk diam dan menunggu perlakuan Gara berikutnya.

Gara mengangkat dagu Alice dan mendekatkan kearahnya, lalu Dia menciumnya. Lidahnya masuk kedalam mulut Alice mencari lidahnya dan menariknya dengan lembut, tangan nya terus membelai rambutnya.

Alice berusaha menyesuaikan diri. Namun tubuhnya tidak bisa merespon dengan cepat, saat Alice akan terjatuh, Gara menopang tubuhnya, tangannya memegang pinggang Alice.

Gara merasa begitu haus akan ciumannya dengan Alice. Bahkan Alice sudah tidak melakukan perlawanan, tubuhnya merasa lemas hanya dengan ciuman itu. Gara membawa Alice ketempat tidurnya, saat Gara perlahan membuka kancing baju Alice, Alice tersadar dan mendorong Gara.

"Hentikan Garaa.. tolong.. aku tidak mau berbuat sejauh itu." Alice memohon.

Dia terlalu takut dengan apa yang akan terjadi jika Gara meneruskan lebih lama lagi. Gara berusaha mengontrol emosinya. Sekarang Dia terlihat lebih tenang.

"Maafkan Aku Alice.. Aku hanya.. Aku hanya tidak tau mengapa aku seperti itu.." ungkap Gara menyesal.

Alice tidak mengatakan apapun, dia hanya terdiam dan berusaha mengontrol degup jantungnya. setelah lebih tenang Alice berbicara kembali.

"Aku tidak apa-apa Gara.. hanya saja ini hal pertama untukku, aku tidak tau harus bagaimana menghadapinya." jawab Alice.

Setelah mendengar ungkapan Alice, Gara merasa sangat bahagia sehingga tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Namun kemudian Gara teringat kejadian malam di Bar itu dan bertanya.

"Alice.. Aku ingin bertanya, apa yang Kau lakukan malam itu di Bar?" tanya Gara.

Raut muka Alice berubah, keringat dingin mengalir di punggungnya dengan deras. Jantungnya berdegup lebih kencang, Dia merasa jantungnya akan meledak saat itu juga.

Alice terdiam, tidak mungkin dia mengkhianati Kakaknya, dan dia tidak akan mengatakan apapun pada Gara, karena Alice sudah berjanji.

Alice mencoba lebih tenang, dia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan nya perlahan.

"Gara.. sebaiknya kau pergi.. aku tak mau melihatmu lagi.. tolonglah.." Alice memohon dengan sedih. Dia tidak mampu menatap mata Gara.

Gara terdiam, emosinya mulai menguasainya, dia merasa kesal dan marah. Namun dia tidak berkata apapun, Gara pergi meninggalkan Alice. Alice merasa lega dan kecewa.

Dia merasa sedih Gara pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun. Alice sadar bahwa itu adalah akibat dari perbuatannya.

Undangan Merah Darah

Hari berganti dengan hari. Minggu berganti Minggu. Kehidupan Alice tetap berlanjut seperti sebelum bertemu dengan Gara. Yang berbeda adalah setiap malam Alice selalu terbangun dengan mimpi yang sama, mimpi yang selalu membuatnya mengingat malam pertemuannya dengan Gara di Bar saat itu.

Sosok penghisap darah yang menyeramkan selalu membuatnya terbangun penuh keringat pada tengah malam. Alice tidak pernah tau bahwa ada sepasang mata yang selalu mengawasinya saat dia tertidur. Ketika Alice tertidur kembali, Gara membelai rambutnya, mengecup keningnya dengan perlahan dan menghilang setelah menjelang subuh.

Hari ini tidak seperti biasanya. Bibi Anna yang tidak pernah membangunkan Alice, saat ini membangunkan nya sangat pagi.

"Selamat pagi Alice ku sayang..

"Selamat ulang tahun.." Bibi Anna mengecup Alice dengan penuh kasih.

Alice membuka matanya perlahan, sinar matahari membuat penglihatannya sedikit buram. Bibi Anna menyisir rambut Alice dan memberikannya segelas susu hangat. Alice tampak bahagia, hari ini ia genap 19 tahun.

Tahun ini pun tampaknya Bibi Anna memberikan surat peninggalan Orang tuanya. Karena setiap tahun sejak kematian orang tuanya, Alice selalu menerima surat sebagai pengganti ucapan selamat ulangtahun untuknya.

"Ini dia hadiah istimewa mu sayang.." Bibi Anna memberikan surat untuknya.

Dia kemudian pergi meninggalkan Alice sendiri. Alice membuka surat itu perlahan seolah-olah itu merupakan barang yang sangat berharga dan tak ternilai harganya.

'Dear my little Alice..

'Ibu dan Ayah sangat merindukanmu..

'Alice tumbuh semakin cantik setiap waktu..

'Ibu dan Ayah berharap Alice selalu bahagia..

'Seandainya Ibu dan Ayah ada disana bersamamu, bukan surat ini..

Alice menangis begitu membaca surat itu..

'Alice tahun ini genap 19 tahun usiamu, Ibu dan Ayah punya hadiah lain untukmu.. tahun ini seseorang akan menjemputmu sayang, dia akan menjadi pendamping hidupmu. Ibu dan Ayah berharap Alice akan lebih bahagia. Lelaki itu pasti tumbuh menjadi seseorang yang gagah dan tampan kami sangat berharap kau akan menyukainya. Dia adalah anak teman Ibu dan Ayah saat masih remaja. Kami berjanji akan menjodohkan kalian. Semoga Alice dapat menerima keinginan Ibu dan Ayah yang terakhir.

'Alice, ini akan menjadi surat terakhir untukmu.. karena Ibu dan Ayah tau Alice akan bahagia tahun tahun yang akan datang. Salam sayang Ibu dan Ayah.. selamat ulang tahun anakku.

Setelah membaca surat itu Alice tampak bingung, surat ini berbeda dengan surat lainnya. Ibu dan Ayah tak pernah meminta apapun. Namun Alice tak mau mengecewakan Ayah dan Ibunya. Dia bertekad akan memenuhi keinginan terakhir Ayah dan Ibunya apapun yang terjadi.

Ucapan lain datang dari kakaknya Hans, dia tidak bisa berkunjung karena sedang ada pekerjaan. Alice bersyukur selalu ada yang peduli terhadapnya dalam kondisi apapun.

Seminggu berlalu sejak Alice ulang tahun, dia tak pernah tau akan ada kejutan yang menantinya saat itu.

Pagi itu sedikit berbeda. Sebuah kereta kuda masuk ke pekarangan rumah Bibi Anna. Seseorang keluar dan memberikan surat berwarna merah darah dengan sebuah cap diatasnya.

Alice bingung, apakah surat ini salah alamat? dia tidak pernah mengirimkan seseorang surat dan menunggu balasannya. Alice menemui Bibi Anna dan bertanya.

"Bibi Ann.. apakah bibi sedang menunggu surat??" tanya Alice.

"Hmm, aku tak menunggu surat apapun Alice, mungkin itu untukmu." Bibi Anna melihat surat itu dan terkejut.

"Alice ini lambang kerajaan.. " jawab Bibi Anna.

Alice semakin bingung. Karena penasaran, dia langsung membuka surat itu dan membaca isinya.

'Dear Alice Patricia, Anda diundang ke kerajaan pada hari Sabtu pukul 5 siang. Seseorang akan menjemputmu.

Sepenggal surat yang aneh. Bibi Anna takjub dan bahagia. Dia bersenandung sepanjang waktu dan mengatakan harus membeli gaun mewah dan hal lainnya. Alice tidak tampak bersemangat. Dia hanya masuk ke kamarnya dan melamun kembali.

"Sepertinya inilah yang dimaksud Ayah dan Ibu tentang seseorang yang akan menjemputku. Tapi mengapa aku merasa kecewa seperti ini. Padahal aku sudah bertekad akan bahagia dan menerima keinginan mereka.." Alice merasa sedih dan tiba-tiba teringat Gara.

Gara adalah seorang yang selalu Alice ingat setiap waktu, meskipun dia tidak menyadari perasaannya.

"Apakah aku akan bertemu Gara lagi? Aaah kenapa Aku memikirkan mahluk itu saat ini? sebentar lagi Aku akan menikah.. ini tidak boleh terjadi..." Seru Alice.

Alice tidak sadar bahwa sejak tadi Gara sudah mendengarkan seluruh perkataannya. Gara terlihat marah dan kesal, dia tidak bisa mengontrol emosinya dan pergi begitu saja.

Gara menutup pintu kamarnya dengan kencang.

"Tuan muda, ada yang bisa Saya bantu?" Seorang pelayan bertanya dengan hati-hati.

"Dean, carikan aku makanan!!"

"Baik tuan muda."

Tak lama kemudian Dean membawa seorang wanita yang sangat cantik, wanita itu mendekati Gara dan merayunya.

"Tuan Muda..

"Sudah lama Anda tidak memanggil Saya..

"Setiap hari Anda terlihat sangat menawan..

"Saya tidak tahan lagi tuan muda..

"Biarkan hari ini Saya memuaskan dahaga Anda.."

Gara memang mempunyai pesona yang tidak bisa dibantah siapapun kecuali Alice.

Gara menarik tangan perempuan itu ke sebuah ruangan yang gelap, Dia menarik bajunya dengan paksa sehingga perempuan itu telanjang setengah dada, lalu dengan cepat Gara membenamkan taringnya keleher perempuan itu. Terdengar erangan yang begitu panjang.

"Ahhhh......."

Setelah selesai, Gara keluar dari ruangan itu. Kemudian Dean masuk dan membawa wanita itu dalam keadaan lemas.

Gara tidak pernah membunuh siapapun kecuali orang tersebut penjahat yang memang pantas dihukum.

"Alice, Alice mengapa Aku selalu teringat kepadamu, racun apa yang kau berikan kepadaku!!"

Setiap hari sejak pertemuan di Bar, Gara selalu teringat pada Alice. Maka dari itu setiap malam, Dia selalu datang kekamar Alice tanpa Alice ketahui.

"Alice akan menikah? apakah ini merupakan sebuah kebohongan? tidak mungkin gadis sekecil itu akan menikah. Apa yang dia ketahui tentang pernikahan."

Gara kesal dan marah namun dia tidak mau menyerah begitu saja untuk mendapatkan hati Alice.

* * *

Hari Sabtu datang begitu cepat. Bibi Anna sedang membeli gaun yang akan dikenakan Alice. Gaun itu berwarna nude dengan lengan pendek dan pita hitam didada. Gaun itu sangat sederhana namun akan pas dipakai oleh Alice dengan tubuhnya yang mungil dan payudaranya yang penuh, begitulah pikir Bibinya.

Mungkin Karena akan diadakan pesta diistana semua orang tampak begitu sibuk. Banyak sekali perempuan bangsawan yang membeli gaun disana sini. Setiap toko perhiasan, sepatu dan aksesoris lainnya penuh sesak.

Bibi Anna bergegas pulang. Dia menaiki tangga dan masuk ke kamar Alice dengan tas yang penuh dengan perlengkapan pesta. Alice sedang duduk membaca buku dengan santai dan tampak tidak peduli dengan kedatangan bibinya.

Bibi Anna geram melihat tingkah Alice yang tidak peduli dengan pesta yang akan segera berlangsung beberapa jam lagi. Dia menyuruh Alice mandi dan bersiap.

Alice mengenakan Gaun yang dibeli Bibi Anna. Gaun itu cocok sekali dengan tubuhnya yang mungil. Bibi Anna menggerai rambut Alice dan memberikan pita diatas kepalanya. Alice tampak manis dengan pita itu.

Tak lama kemudian terdengar suara kereta kuda mendekat memasuki halaman rumah. Seseorang membukakan pintu untuk Alice.

"Apakah Anda Nona Alice?" Kusir itu bertanya dengan sopan.

"Benar, Aku Alice.." Alice terlihat malu-malu menggunakan gaun yang diberikan oleh Bibi Anna. Dia tidak percaya diri dan terus menundukkan kepalanya.

"Nona, Anda terlihat sangat cantik." Dia memuji Alice dan Alice tersipu malu.

Sebelum berangkat, Bibi Alice menyentuh pundak Alice dengan lembut.

"Alice.. ingat pesan Bibi, bersikaplah sopan." Bibi Anna mengingatkan. Setelah itu Alice masuk kedalam dan kereta kuda mulai berjalan dengan perlahan.

Perjalanan berlangsung 45 menit dengan kereta kuda. Dari kejauhan terlihat istana yang sangat mewah dengan dominasi warna putih yang terang. Terdapat sungai dengan air yang biru mengelilingi istana, ada jembatan yang cantik penghubung untuk memasuki istana. Kubah istana sangat besar dan tinggi dengan ujung-ujungnya yang lancip. Terlihat jam yang sangat besar pada salah satu menara yang tinggi. Istana itu sangat indah gumamnya dalam hati.

Dia masih tidak percaya hari ini Dia akan datang ke istana yang ada di negaranya. Dia masih bingung, apa yang harus dilakukannya setelah sampai disana.

Setelah sampai Alice turun dari kereta kuda lalu seseorang menyambutnya tepat di depan pintu masuk istana.

"Nona Alice silahkan ikuti saya.."

Alice mengikuti pelayan tersebut. Dia berjalan dilorong yang sangat panjang dan megah. Pilar-pilar nya menjulang tinggi, bunga-bunga bermekaran disepanjang jalan.

Banyak bangsawan yang berjalan disekitarnya, namun hanya dia yang diantarkan oleh pelayan, semua mata memandangnya dengan rasa iri, mereka bertanya-tanya siapakah wanita ini? darimana? apakah seorang bangsawan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut terdengar oleh Alice, dan Alice tampak malu.

Semetara itu Dean mengetuk pintu kamar Gara.

"Tok tok tok.."

"Tuan muda, yang mulia memanggil anda.. saya permisi." Dean pergi menghilang.

Setelah itu Gara pergi menemui Ayahnya. Dalam perjalanan menemui Ayahnya Gara mencium wangi yang selalu membuatnya tak tahan. Namun dia berfikir itu hanya imajinasinya saja.

"Ada apa Ayah?" Gara menghadap Raja.

"Gara.. kemarilah, ada sesuatu yang harus aku bicarakan." Raja menatap mata Anaknya yang selalu terlihat dingin.

Gara mendekat dan mendengarkan keinginan Ayahnya.

"Gara, hari ini ada sebuah pesta. Aku harap Kau dapat menemukan seorang pendamping untukmu dan cepatlah berkeluarga Gara. Kau adalah anak tertua, adik-adik mu harus mencontoh mu, atau Kau akan bersaing dengan mereka memperebutkan calon istri?" Ayahnya berkata dengan tenang dan tanpa pemaksaan.

Gara diam.. kemudian dia berbicara.

"Ayah tolonglah, Aku sedang tidak ingin membahas hal ini, Kau tau. Aku bisa mencari calon istri sendiri. Dan aku tidak ter.." Tiba-tiba gara berhenti berbicara dan berlari menuruni anak tangga.

Raja terkejut dengan perubahan sikap anaknya, kemudian Raja mengalihkan pandangan ke arah anaknya pergi, Raja hanya tersenyum.

"Sepertinya aku akan segera menggelar pesta pernikahan sebentar lagi." Gumam Yang Mulia Raja.

"Alice.." Seru Gara setengah berteriak.

Semua mata tertuju kepada Alice. Alice tampak bingung, kemudian dia memandang ke depan kearah suara seseorang yang memanggil namanya. Dia tersentak kaget, Alice menutup mulutnya dan hampir terjatuh. Apa yang dia lihat jelas bukan ilusi, dia melihat seseorang yang sangat dirindukannya, Gara.

"Gara.." Gumam Alice.

Gara memeluk Alice kemudian memegang tangannya.

Alice terdiam, degup jantung nya meningkat, bukan perasaan takut yang dia rasakan, namun bahagia, hampir saja air mata menetes dari matanya.

"Alice.. mengapa kau ada disini? " tanya Gara.

Alice kemudian menyerahkan undangan merah darah tersebut pada Gara. Gara terkejut dan bingung. Namun sepersekian detik kemudian Gara tersenyum. Senyumnya terlihat sangat bahagia, namun disisi lain Alice terlihat bingung, mengapa Gara ada disana. Saat Gara hendak membawa pergi Alice, dia menolak dan menghempaskan tangan Gara, Gara terlihat bingung dan kecewa.

"Kenapa Alice?" tanya Gara.

"Maafkan aku Gara, aku harus pergi.." jawab Alice.

"Tapi Alice aku adalah seorang.." belum sempat Gara menjelaskan Alice sudah berlari menjauh.

Gara kesal dan marah. Seharusnya dia menjelaskan siapa dirinya, bukan sembunyi setiap malam di kamar Alice, Gara menyesali sikapnya selama ini.

Alice, dia tidak ingin bertemu Gara. Karena hatinya belum siap. Dia berjanji kepada kedua orang tuanya akan menikah. Jika dia bertemu Gara lagi, dia tidak yakin akan menepati janji kepada kedua orangtuanya.

Alice berlari sangat cepat sehingga tidak tau sekarang berada dimana. Terdapat banyak ruangan dan lorong-lorong yang sangat panjang di istana.

Ketika akan kembali ke aula tempat orang-orang berkumpul dia tidak sengaja memasuki sebuah ruangan yang terang. Ruangan itu tidak kosong ada seseorang yang berdiri membelakangi jendela, Alice memberanikan diri bertanya.

"Permisi Tuan..

"Aula dansa atau aula utama lewat jalan mana?" Alice bertanya sopan.

Pria itu menoleh dan melihat seorang gadis kecil, dia mencium bau yang aneh dari tubuh gadis itu. Pria itu semakin mendekat dan hanya berjarak 1 meter sekarang.

Pria itu dapat dengan jelas melihat wajah Alice, dia tersenyum menampakan taringnya yang putih, sontak Alice mundur kebelakang. Alice dapat melihat dengan jelas wajah Pria itu. Pria tinggi dengan rambut coklat dan warna mata keemasan, kulitnya pucat. Dan tentu saja wajahnya tampan, dia sadar kalo Pria didepannya ini adalah seorang vampire, ada aura aneh yang menyelimutinya.

"Maaf Tuan..

"Sepertinya Saya telah salah ruangan,

"Saya hendak pergi ke aula dan tidak sengaja memasuki tempat ini." Alice menundukkan kepalanya dan ingin cepat pergi dari tempat itu.

"Nona.. siapa namamu?" Tanya pria itu dengan sopan.

Alice bingung, haruskah dia menjawabnya atau tidak. Tapi, dia teringat pesan Bibi Anna.

"Nama saya Alice tuan, saya permisi." Alice ijin meninggalkan ruangan, namun tangan dingin pria itu menahannya.

"Nona, nama Saya William, Anda bisa memanggil Saya Will." William berkata dengan lembut.

Alice merenggut kan dahinya, dia berpikir, Vampire ini sepertinya baik dan dapat menolongku kembali ke aula.

"Will.. dapatkah Anda mengantar saya ke aula?" tanya Alice dengan sopan.

William terdiam.. dia tidak berbicara sepatah katapun, aroma tubuh Alice membuatnya mabuk, dia tidak terbiasa dengan kehadiran tubuh manusia yang membuatnya kehilangan akal.

"Will.. William.. " Alice menyentuh lengan William dengan hati-hati..

"Aah.. maafkan Saya Nona Alice.. Saya akan mengantarkan Anda ke Aula." jawab William.

William berjalan sejauh mungkin dengan Alice, Dia takut tidak bisa mengontrol tubuhnya.

William terus melirik Alice, Dia mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan dan lorong, berharap Kakak-kakaknya tidak mencium aroma tubuh Alice.

Namun harapan William sia-sia, dari kejauhan terlihat seseorang yang melihat tajam ke arah Alice.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!