NovelToon NovelToon

Aku Dijodohkan

Harapan yang lenyap

Alisya membaringkan tubuhnya di atas sofa, lalu memejamkan matanya. Rasanya lelah sekali setelah seharian ini beres-beres rumah, gumamnya pelan. Ia membersihkan hampir semua isi rumah, termasuk kamar yang pernah di tempati oleh Nisa, kakaknya.

"Kalau semalam kak Nisa tidak menelpon dan memberi kabar kalau dia akan ikut di acara wisudaku, mana mungkin aku mau membersihkan kamarnya," keluh Alisya.

Sebelum menutup telponnya semalam, Nisa sudah mewanti-wanti Alisya. "Awas saja kalau sampai aku menginap di rumah dan rumah dalam keadaan kotor, aku tidak akan membantumu membujuk ayah agar mengizinkanmu bekerja di luar kota." Ancaman itu nyata, sampai-sampai terbawa dalam mimpi Alisya.

Namanya Alisya Silvia, anak bungsu dari tiga bersaudara. Kakak pertamanya bernama Anisa Sukma, dia sudah menikah dan dikaruniai seorang Putri, bernama Delisa. Kakak keduanya bernama Malik Santoso, dia seorang dokter hewan, bekerja di klinik hewan swasta di Jakarta. Namun sudah 2 bulan ini dia di mutasi ke Bali.

Alisya baru saja lulus dari Universitas Swasta di Jakarta. Besok adalah hari wisudanya. Rencananya setelah wisuda ia memang ingin bekerja di luar kota, kalau boleh ikut bersama Nisa di Bandung atau lebih jauh lagi ikut Malik di Bali. Itupun kalau ayahnya mengizinkan.

Tapi sepertinya itu pilihan yang berat. Jika ia pergi, ayahnya akan sendiri di rumah ini, tidak mungkin ayahnya ikut bersamanya, beliau tidak pernah mau meninggalkan rumah ini.

"Terlalu banyak kenangannya jika harus ditinggalkan." begitulah ucap Suherman, ayah dari Alisya, setiap kali ada yang ingin mengajaknya tinggal di luar kota.

Nisa dan Malik sudah menyerah membujuk Herman untuk keluar dari rumah ini, tapi Alisya belum. Karena ia pikir, ia belum pernah mencobanya.

"Semoga saja kali ini ayah mau mendengar kata-kataku. Aku kan anak bungsu, anak yang paling dimanja oleh ayah, pasti ayah akan mengabulkan permintaanku," pikir Alisya.

Drrrttt.drrrttt...

Getar di ponsel membuyarkan lamunan Alisya.

"Ah ternyata hanya chat dari grup SMA, aku kira kak Nisa," keluh Alisya sembari meletakkan ponsel itu kembali ke meja, tanpa ia baca isinya.

Drrrrttt.drrrttt...

Ponselnya masih terus saja bergetar, sepertinya banyak percakapan di dalamnya. Karena penasaran akhirnya ia buka isi chat di grup itu. Saat membacanya, betapa terkejutnya Alisya, tangannya tiba-tiba lemas sampai-sampai ponselnya terjatuh. Tubuhnya terkulai lemah di sofa, detak jantungnya seakan berhenti, nafasnya sesak. Tak terasa air mata sudah membasahi pipi bahkan sudah menetes ke pangkuannya.

"Ya Tuhan, aku baru saja berencana ingin mencarinya, menghampirinya dan ingin melihat keadaannya yang sekarang. Tapi ternyata Engkau berkehendak lain," ucap Alisya lirih dengan tangis yang masih menyelimuti.

Harapan yang selama ini ia tunggu, kini sudah lenyap, ia sudah benar-benar tak memiliki kesempatan untuk bersama dengannya lagi. Mungkin ini yang terbaik untuknya. Tuhan tak mau ia kecewa berlebih ketika ia melihat langsung kenyataan pahit saat ia menemuinya suatu hari nanti. Mungkin Tuhan akan memberinya jodoh yang terbaik yang lebih pantas untuknya dan jodoh yang benar-benar ia cintai dan mencintai dia seutuhnya.

Alisya segera bangkit dari sofa setelah melihat jam di ponselnya yang tadi terjatuh.

"Ya ampun sudah jam tiga, sebentar lagi ayah datang, aku belum masak," gumamnya sedikit terkejut.

Ia bergegas mengambil handuk, lalu segera ke kamar mandi. Badannya terasa gatal sekali karena banyaknya debu yang menempel saat ia bersih-bersih tadi.

Setelah selesai mandi dan berganti pakaian dan mengerjakan kewajibannya. Ia ke dapur untuk memasak makanan kesukaan ayahnya. Ayahnya pasti senang karena ia akan masak sayur sup dan telur balado. Apalagi setelah seharian beliau menjaga toko.

Belum lama Alisya berkutat dengan kompor dan penggorengan. Tiba-tiba terdengar suara pintu depan terbuka.

"Assalamualaikum," ucap Herman seraya membuka pintu.

"Waalaikumsalam. Ayah masuk saja, aku masih di dapur," jawab Alisya sembari melanjutkan memasak telur balado.

Herman menghampiri Alisya ke dapur. Sepertinya beliau sedikit heran, mengapa ketika beliau sudah datang tapi Alisya masih berada di dapur. Karena biasanya kalau ia sudah datang, masakan pun sudah pasti tersaji di meja makan.

"Sebelum ayah berpikiran macam-macam, lebih baik aku menjelaskannya terlebih dahulu," gumam Alisya pelan.

"Maaf ayah aku agak telat masaknya, tadi aku beres-beres rumah dulu. Besok kan kak Nisa datang, aku nggak mau kalau dia berpidato setelah melihat rumah yang sedikit berantakan, hehe." Alisya menjelaskan kondisi sebenarnya pada ayahnya, tapi tangannya masih sibuk memasak.

"Iya nggak apa-apa nak, ayah cuma heran saja, nggak biasanya kamu telat masak seperti ini," ucap Herman. Alisya hanya tersenyum malu. "Ya sudah kalau begitu ayah mandi dulu ya, nanti kita makan bersama," lanjutnya seraya meninggalkan Alisya yang masih sibuk memasak.

"Iya yah." jawab Alisya.

Beberapa saat kemudian...

"Akhirnya selesai juga masaknya." Alisya menghela nafas lega. Lalu membawa makanan ke meja makan.

Setelah semua sudah tersaji, ia memanggil ayah Herman yang sepertinya masih berada di dalam kamar.

Tak lama ayah Herman keluar dari dalam kamar, lalu menuju ke meja makan. Seperti biasa Alisya sudah mengambilkan nasi dan segelas air teh hangat untuk ayahnya. Lauk pauknya beliau mengambil sendiri. Lalu mereka makan bersama dengan tenang, yang terdengar hanya suara dentingan sendok yang menyentuh piring.

Malamnya Alisya hanya berdiam diri di kamar. Ia baru sadar kalau belum memegang ponselnya lagi sejak tadi sibuk memasak. Ia pun jadi teringat dengan isi chat di grup SMA tadi siang. Ia segera mengambil ponsel dan melihatnya.

Chat di grup sudah sepi, tapi terlihat banyak ucapan selamat untuk Riki (Mantan pacar Alisya saat di SMA, dia akan menikah). Namun sepertinya ia dan teman-temannya tidak bisa menghadiri acara tersebut karena kendala tempat. Dari Jakarta ke Bandung itu lumayan memakan waktu lama apalagi weekend.

"Aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untuknya. Semoga Riki selalu bahagia dengan pasangannya," ucap Alisya dengan kelapangan hati, merelakan laki-laki yang tadinya ingin ia kejar kembali.

"Sepertinya sudah malam, aku harus bangun pagi-pagi besok," ucap Alisya Lalu menarik selimut dan mencoba memejamkan matanya walaupun itu sedikit sulit.

Wisuda

Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu, hari dimana para mahasiswa di wisuda setelah sebelumnya mendapatkan surat keputusan LULUS dari Universitas. Dan kebetulan juga hari ini Lulu berulang tahun. Pukul 07.00 malam nanti ia akan mengadakan pesta di rumahnya.

Lulu adalah sahabat Alisya, mereka berteman sejak duduk di bangku SMP. Lulu orang yang baik, perhatian, tapi sedikit pecicilan, apalagi kalau menyangkut laki-laki. Jika menurutnya laki-laki itu tampan dan mempesona, ia akan secepat kilat mendekatinya dengan cara apapun, walaupun kebanyakan cintanya hanya bertepuk sebelah tangan, tapi ia tak pernah berputus asa untuk mengejarnya, bahkan ia tak menghiraukan rasa malunya, menurutnya, "jika kau malu, kau tak akan mendapatkan apapun". Sampai akhirnya ia bisa mendapatkan cintanya saat ini.

Alisya bangun pagi-pagi sekali, karena harus pergi ke rumah Lulu dulu untuk berhias. Awalnya ia ingin berhias sendiri namun Lulu tidak mengizinkan, katanya ia sudah mempersiapkan semuanya, ia sudah menyuruh orang salon langganannya untuk datang ke rumahnya hari ini. Alisya hanya menurut, daripada membuat Lulu marah, urusannya jadi lebih panjang dan ribet.

Setelah selesai bersiap, Alisya pamit pada ayahnya, beliau akan berangkat ke gedung wisuda nanti setelah Nisa datang menjemput.

***

Setelah sampai di rumah Lulu, sudah terlihat mobil dari salon terparkir di halaman, "Sepertinya orang salon sudah mulai merias Lulu di dalam." batin Alisya.

Sebelum masuk, Alisya menyapa Pa Min yang sedang menyiram taman depan, pak Min mengangguk tersenyum, lalu mempersilahkan ia masuk. Semua orang di rumah ini sudah mengenalnya, ia sudah dianggap sebagai keluarga sendiri karena terlalu seringnya ia berkunjung ke rumah ini. Lalu Ia langsung berjalan ke arah kamar Lulu, tepat sekali tebakannya, orang salon sedang fokus merias Lulu. Lulu sudah mengenakan kebaya lengan pendek berwarna peach dan kain batik jadi yang memiliki belahan samping jadi Lulu terlihat lebih anggun dan stylish.

Lulu melihat Alisya masuk, lalu ia menyuruhnya memilih model kebaya yang sudah disiapkan. Ada beberapa model kebaya yang dibawa oleh orang salon, Alisya sedikit bingung memilihnya karena menurutnya semuanya cantik dan pasti terlihat anggun saat dipakai.

Setelah cukup lama memilah-milah, ia tertarik dengan kebaya lengan panjang berwarna biru soft dipadukan dengan kain batik khas Jawa. Lalu ia ke kamar mandi untuk berganti pakaian dengan kebaya yang sudah ia pilih tadi dan menunggu giliran untuk dirias.

Setelah Lulu selesai, giliran Alisya yang dirias, ia meminta make up yang natural tidak seperti Lulu yang sedikit berlebihan menurutnya. Tidak butuh banyak waktu untuk merias wajah Alisya, mungkin karena ia minta yang natural jadi orang salon lebih cepat mengerjakannya.

"Walau sudah berdandan secantik ini, tetap saja aku masih kalah cantik darimu, Alisya." ucap Lulu sembari menyenggol Alisya pelan. Alisya hanya tersenyum mendengarnya.

Setelah itu mereka pergi ke gedung wisuda bersama papa, mama dan adiknya Lulu.

***

Acara wisuda sudah hampir di mulai, namun Alisya belum melihat ayahnya di dalam ruangan. Ia sedikit gelisah, ada apa sebenarnya hingga membuat ayahnya belum datang sampai sekarang, padahal sudah cukup lama ia berada di rumah Lulu tadi.

Ia segera mengirim pesan pada Nisa, tapi tidak ada balasan. Saat ia akan menelpon, terlihat ayahnya dan bang Dul tengah memasuki ruangan dan duduk di kursi khusus keluarga, tapi ia heran mengapa Nisa tidak bersama mereka.

Apa terjadi sesuatu pada kak Nisa atau pada si kecil Delisa, pikir Alisya.

Tak lama ponselnya bergetar, terlihat pesan balasan dari Nisa.

"Maaf yah Sya, kak Nisa sedikit terlambat, tadi terjebak macet saat keluar dari Tol. Sekarang aku di luar bersama Delisa, sepertinya tidak mungkin membawanya masuk ke ruangan, lebih baik aku di luar saja. Kebetulan ada taman dan tempat bermain khusus anak-anak, jadi Delisa senang bisa berjalan-jalan dan bermain di sini."

Lalu Alisya membalas pesan dari Nisa.

"Oh syukurlah kalau begitu, aku takut terjadi apa-apa pada kakak, have fun ya kak."

Setelah acara wisuda selesai, para mahasiswa berfoto. Foto bersama dosen pembimbing, teman sefakultas, sahabat, keluarga bahkan pacar. Nisa yang di luar pun masuk dahulu untuk foto bersama di dalam gedung, setelah itu mereka keluar untuk berfoto di luar dengan background gedung wisuda yang megah ini.

Setelah sesi foto selesai Alisya mengobrol dengan Lulu dan Rehan, pacarnya Lulu yang sama-sama di wisuda namun ia berbeda fakultas. Ayahnya dan Bang Dul terlihat tengah berbincang-bincang bersama papa dan mamanya Lulu.

"Sya, setelah ini ikut ke rumahku lagi ya, aku butuh bantuan kamu menyiapkan segala sesuatu untuk pesta malam nanti." Ajak Lulu penuh harap.

"Sepertinya aku tidak bisa, ada kak Nisa, tidak mungkin aku meninggalkannya." jawab Alisya, menolak dengan lembut ajakan Lulu agar tidak membuat sahabatnya itu marah.

"Ya sudah sayang tidak apa-apa, kan ada aku dan juga sudah ada EO yang mengurus semuanya." Rehan menimpali, menenangkan pacarnya yang terlihat sedikit kecewa karena Alisya menolak ajakannya.

"Iya juga sih." ucap Lulu pasrah. "Tapi kamu janji ya Sya, harus datang tepat waktu."

"Iya, aku pasti datang sebelum acara dimulai." jawab Alisya sembari memeluk Lulu. Lulu membalas pelukannya dengan wajah yang ceria.

"Boleh ikutan peluk nggak ?" tanya Rehan pada Alisya dan Lulu yang masih betah dengan posisi berpelukan. Mereka tidak menjawab, hanya kepalan tangan yang mereka tunjukkan pada Rehan yang sudah mau mendekat. Rehan beringsut mundur. Mereka tertawa melihat sikapnya. Wajah Rehan terlihat bersemu merah menahan malu, namun ia malah ikut tertawa bersama.

Setelah itu mereka berpisah. Alisya dan keluarga pamit duluan pada Lulu dan kedua orangtuanya. Mereka hendak mencari tempat makan untuk makan siang dan merayakan wisuda Alisya. Ini ide Bang Dul, ia sengaja tidak membawa hadiah apa-apa, karena ia ingin mentraktir Alisya. Ia dibebaskan memilih tempat makannya sendiri, itu sebagai ucapan selamat dari Bang Dul karena ia mendapat gelar cumlaude.

Kejutan

Akhirnya mereka sampai di tempat tujuan, tempat makan lesehan favorit Alisya sejak dulu. Ia sudah lama tidak datang ke sini, sepertinya semenjak Malik di mutasi ke Bali, karena kalau ke sini, pasti Malik yang membayarnya.

Tak lama datang seorang pelayan memberikan daftar menu, makanan di sini bukanlah makanan yang mewah. Menunya sederhana, ada beberapa paket olahan ayam, seperti paket ayam bakar, ayam goreng, ayam penyet, ayam geprek tapi ada juga olahan ikan seperti nila goreng, lele goreng, gurame asam manis. Sayurnya ada capcay, cah kangkung, cah tauge, balado terong, serta ada menu favorit yang selalu habis duluan yaitu balado pete.

Alisya memesan paket ayam bakar dan es lemon tea, Nisa ayam penyet dan jus sirsak, bang Dul dan ayahnya memesan menu yang sama, gurame asam manis serta capuccino, tak lupa 2 porsi balado pete, itu favorit Herman dan Malik.

"Ah sayangnya kak Malik nggak ikut makan bersama kita di sini." gumam Alisya sembari memberikan kertas pesanan kepada pelayan.

"Lain kali juga bisa Sya, kita pasti akan kembali lagi ke sini." ucap Nisa. "Lagian di sana dia pasti bahagia bersama para pasiennya yang menggemaskan, haha." ujar Nisa sembari tertawa. Alisya ikut tertawa sambil membayangkan kata 'pasien', paling kalau nggak anjing ya kucing pasien Malik.

Saat menunggu pesanan, ponsel Alisya berbunyi, ia segera memeriksanya, ternyata itu panggilan video dari Malik. "Benar-benar panjang umur nih orang, pikir Alisya.

Lalu ia menerima panggilan itu dan menunjukkan keberadaannya sekarang.

"Wah, tega sekali kalian tidak mengajakku makan bersama." ucap Malik dengan wajah sedikit kecewa.

"Hellow adikku tersayang, memang jarak antara Jakarta-Bali itu dekat apa ? sehingga kami harus mengajakmu." jawaban Nisa, menyadarkan Malik kalau sekarang ia sudah berada jauh dari tempat tinggalnya.

"Iya iya aku tahu, tapi setidaknya kan kalian menghubungiku kalau mau makan bersama, mungkin aku bisa ikut." ucap Malik masih dengan nada kecewa, sedikit senyum usil tersungging di bibirnya, namun tidak ada yang menyadari itu.

"Untuk apa menghubungimu, kau pun tak mungkin datang ke sini. Hari ini wisuda adikmu tapi kau tak menyempatkan hadir." sindir Nisa.

"Sudahlah kak Nisa, aku maklum kok kak Malik tidak menghadiri wisudaku, sekarang kan ia sudah tinggal jauh di Bali, mungkin sulit untuk izin pulang." ucap Alisya melerai pertengkaran kedua kakaknya.

Bang Dul menenangkan Nisa, agar tidak melanjutkan ocehannya yang menyindir Malik. Ayahnya hanya bisa menggelengkan kepala sambil tersenyum melihat tingkah kedua anaknya yang seperti kucing dan anjing.

Namun Alisya sedikit curiga pada Malik. Ia terlihat sedang dalam perjalanan, ini kan masih jam kerja, tapi kenapa ia tidak berada di kantor, batin Alisya.

Oh mungkin kak Malik ada tugas di luar, jadi pergi menggunakan kendaraan, pikirnya.

Tapi karena penasaran Alisya menanyakannya sekalian menanyakan keadaan Malik juga.

"Kak Malik sehat di sana ? sepertinya kakak sedang di dalam mobil, sedang ada tugas di luar ya kak ?"

"Alhamdulillah aku sehat de, bagaimana kabar kalian, sehat juga kan ?" Malik malah balik bertanya, ia tidak merespon pertanyaan adiknya.

"Alhamdulillah kami semua di sini sehat-sehat kak."

"Syukurlah kalau begitu, aku tutup dulu ya de, sudah mau sampai tujuan nih, nanti aku kabari lagi, Assalamualaikum." ucap Malik berpamitan dari balik telpon.

"Iya waalaikumsalam kak." jawab Alisya.

Setelah setengah jam lewat, pesanan mereka datang, makanan memenuhi meja yang tadi hanya ada kotak tissu dan wadah sendok-garpu, untungnya Delisa tidur sejak tadi sampai di sini, kalau tidak ia pasti sudah mengacak-acak meja yang penuh dengan makanan ini.

Saat mereka hendak menyantap makanan, seorang pria tampan berkacamata mendekat dengan membawa kue tart mini dan sebuket bunga, "kejutan" ucapnya dengan senyum sumringah.

Semua orang tercengang melihatnya, termasuk Alisya, ia tak percaya kalau yang datang itu Malik, kakaknya. Tak terasa air matanya menetes, ini bukan air mata kesedihan melainkan air mata bahagia.

Refleks ia bangun lalu memeluk Malik erat, yang dipeluk tak bisa membalas karena tangannya masih memegang buket bunga serta kue tart mini yang hampir terjatuh. Alisya segera melepas pelukannya, setelah Malik berbisik kalau ia sungguh berlebihan, ucap Malik diiringi tawa kecilnya.

"Kak Malik jahat, kenapa tidak memberi kabar kalau mau datang." tegur Alisya sedikit cemberut.

"Kalau aku bilang dulu, bukan surprise namanya." balas Malik sembari menyimpan kue tart, memberikan buket bunga pada Alisya lalu mencium punggung tangan ayahnya, bang Dul dan Nisa bergantian. Nisa terlihat kesal karena tingkah Malik ini. "Sudahlah kak tidak usah marah, nanti cepet tua loh, hehe." ucap Malik menyindir Nisa yang cemberut.

"Kamu Mal, memang tak pernah berubah sejak dulu, selalu membuatku kesal. Tapi aku senang kamu datang, walaupun terlambat."

"Iya maaf, tadi ada sedikit kendala di bandara jadi aku tidak bisa hadir di acara wisudanya padahal aku sudah berusaha mencari penerbangan sepagi mungkin tapi ada saja hambatannya."

"Ya sudah tidak apa-apa, sebaiknya sekarang kamu pesan makanan, pasti kamu lapar juga kan setelah perjalan jauh." Herman, menepuk pelan punggung anak laki-laki nya itu.

"Iya Mal, pesan dulu sana supaya cepat datang, jadi nanti kita makannya sama-sama." ucap bang Dul yang sepertinya sudah mulai kelaparan.

"Baiklah."

Tidak lama setelah Malik memesan, makanan pun datang, karena tidak terlalu ramai jadi cepet tersaji pesanannya. Lalu mereka mulai makan bersama, sesekali ada obrolan kecil, namun celotehan Delisa yang lebih mendominasi mengiringi suasana makan mereka.

***

Tanpa disadari, tak jauh dari tempat duduk mereka, ada sepasang mata yang sedang memperhatikan. Dan sesekali mengambil gambar secara sembunyi-sembunyi, lalu mengirimkannya pada seseorang yang sepertinya memang sudah menunggunya. Setelah dirasa sudah mendapatkan banyak informasi, pria itu bergegas pergi meninggalkan tempat makan tersebut. Tak lama setelah ia keluar, ada panggilan masuk di ponselnya.

"Bagaimana, kau sudah mendapatkan informasi mengenai keluarga itu?"

"Sudah nyonya, ini saya sedang menuju rumah nyonya untuk menyampaikan informasi mengenai mereka."

"Baiklah, saya tunggu segera."

Lalu pria itu menutup telponnya dan masuk ke dalam mobil sedan berwarna hitam yang tampak mengkilap terpapar sinar matahari.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!