NovelToon NovelToon

SULUNG

JUM'AT PERTAMA

POV NADYA

/Ayah titip ibu dan adik kamu ya, Nad. Ayah yakin kamu sanggup membahagiakan mereka, kuliah kamu jangan putus ya kurang satu semester lagi, bahagiakan mereka insyaallah hidup kamu juga akan dibalas oleh Allah dengan segala kebaikan/

Tes

Air mata selalu menetes ketika pesan terakhir ayah terngiang, momen ini selalu hadir kala aku berangkat bekerja, dengan mengendarai motor matic sejuta umat. Menikmati udara pagi, beriringan dengan kendaraan para pengais rupiah lainnya. Pesan ayah serasa lagu merdu yang membuat aku termotivasi untuk bekerja giat.

Sampai di parkiran kantor, aku segera merapikan wajahku, jangan sampai mata merahku tampak. Menghirup nafas banyak-banyak untuk menghilangkan isakan tangis. Di depan orang, aku selalu menunjukkan wajah kuat dan tegar khas anak sulung. Padahal dalam kesendirian aku selalu menangis. Menjadi tulang punggung keluarga serta pengambil keputusan dalam kehidupan ibu dan adikku sangat berat. Bahkan aku harus merelakan kepentinganku.

Yah aku tidak boleh egois. Aku sudah berjanji dengan ayah untuk membahagiakan mereka. Aku di sekolahkan tinggi oleh ayah hingga sarjana. Maka aku juga akan menyekolahkan adikku hingga sarjana pula. Untuk itu, gaji sebagai staff keuangan di perusahan makanan bayi sebagian besar ku alokasikan pada kebutuhan hidup kami bertiga dan pendidikan, Naila, adikku.

Sekali lagi aku memastikan wajahku sebelum masuk lobi kantor. Aku tak mau teman kantorku tahu aku punya beban pikiran yang cukup rumit. Aku mengaca di spion mobil mewah, entah milik siapa, mungkin milik pak CEO yang sengaja di parkir di depan lobi. Dengan penuh percaya diri aku mengaca saja, merapikan jilbabku dan mengusap bawah mataku yang masih basah dengan tissu. Paling juga di dalam mobil mewah itu tak ada orang.

POV NADYA END

*******

POV ALAN

Pagi ini aku ada meeting di restoran hotel X, sengaja aku tidak mau menyetir mobil sendiri. Aku ingin duduk saja di bangku penumpang, memejamkan mata sejenak, sambil menunggu Rilo, asisten pribadiku yang sedang mengambil berkas di ruanganku untuk meeting kali ini.

Saat aku membuka mata, aku menatap jam tanganku, berdecak sebal karena Rilo terlalu lama mengambil berkasnya. Ketika aku menoleh ke arah lobi, aku dikejutkan dengan wajah seorang gadis, mungkin karyawan di kantorku, sedang mengaca di spion. Merapikan jilbabnya dan mengusap matanya. Kemasukan debu mungkin. Aku memperhatikan dengan seksama, dan aku sadar senyum kecilku muncul karena melihat tingkahnya, mengaca di spion mobil mewah. Tak pernah aku melihat ada perempuan yang begitu polosnya mengaca di mobil orang, bukannya kaca adalah benda wajib di tas perempuan.

Aku masih menatapnya, otakku merekam baju batik yang ia kenakan. Yah hari ini adalah hari Jum'at, hari batik di kantorku. Semua karyawan mengenakan batik, termasuk diriku.

Dia mulai masuk ke lobi dan kulihat dia mengangguk hormat dengan Rilo, mungkin menyapanya, dan mereka sempat berbincang sebentar, bahkan Rilo pun sempat tertawa padanya. Sepertinya mereka saling kenal.

"Dia siapa?" tanyaku ketika Rilo duduk di belakang kemudi setelah meletakkan beberapa map di bangku belakang..

"Siapa?" tanya Rilo dengan mengerutkan dahi, belum paham siapa yang dimaksud bosnya itu.

"Karyawan yang baru saja berpapasan dengan Lo, di lobi."

"Ouh Nadya."

"Staf apa?"

"Bawahannya si Erick."

Aku hanya mengangguk saja, berusaha menyembunyikan rasa penasaranku pada gadis itu. Aku juga heran kenapa bisa tertarik pada gadis itu, sederhana memang bahkan mengaca di spion pun ia lakoni.

"Kenapa bos tanya-tanya si Nadya?" mungkin Rilo heran juga aku bertanya tentang karyawan, maklumlah aku hanya tahu nama manajer setiap devisi saja. Selebihnya aku tak mengetahuinya.

"Kirain pacar Lo, kelihatan banget renyah banget tuh pas ketawa."

Rilo terkekeh, "Naksir sih, cuma kayaknya dia dekat dengan si Erick, males ah rebutan cewek sama si Erick."

"Ya iyalah, pasti Lo kalah,"

"Prett...jangankan saya, pesona bos juga kalah kali."

Dih...asisten lucknut si Rilo ini, meremehkan sekali pesonaku yang sudah di level atas. Apaan si Erick, jelas jauh lah sama aku. Dia hanya menang cakepnya aja lewat sorot mata abu-abunya, maklum keturunan bule Norwegia dari sang ayah. Lah aku, kaya iya, cakep tak diragukan, pekerja keras jangan ditanya, mantan gak punya. Menantu idaman kan?

Eh... astaghfirullah...kok jadi sombong gini sih.

"Dia udah lama kerja di sini?" tanyaku lagi, masih penasaran.

"Baru dua tahun kayaknya, fresh graduate saat melamar dulu."

"Tahu banget si bapak?" sindirku pada Rilo.

Lagi-lagi Rilo tertawa, "Erick yang cerita, katanya dia lagi tobat mau pdkt sama Nadya, karyawan baru, eh....sampai sekarang jalan di tempat. Mana dia terlibat skandal dengan si Mira."

"Mira HRD?" Tanyaku memastikan.

"Iya."

"Cih.... orang-orang tuh kok suka sih cari pasangan dalam satu instansi. Apa gak bosen tiap hari ketemu." Gerutuku.

Rilo hanya tertawa bahkan sampai menutup mulutnya, "Bos sih gak pernah jatuh cinta, makanya gak pernah merasakan rindu."

"Rindu itu berat kata Bang Dilan, gue ma ogah mikirin anak orang, gak penting."

Rilo mencibirku, mungkin dalam hatinya sedang mengumpat kesal padaku, aku yakin hatinya sedang berkata 'awas Lo bos, kalau jatuh cinta gue pastiin bakal bucin sebucin bucinnya, dan nanti gue bakal nyaho' Lo kenal cinta.'

Dan aku pastikan tidak mungkin, masih belum ada perempuan yang membuat aku tersentuh, rata-rata gadis yang aku kenal baik teman maupun rekan kerja hanya menginginkan hartaku.

"Oh ya, bos. Erfina jadi cuti kapan?" tanya Rilo mengingingatkanku tentang pengajuan Erfina, sekertaris yang akan menikah minggu depan.

"Senin terakhir masuk," jawabku enteng.

Rilo menggelengkan kepala, "Tega Lo bos, dia mau merit aja cutinya Lo press, kasihan kali." Rupanya Rilo tak sepakat dengan keputusanku, tumben.

"Tumben, biasanya Lo yang paling menolak Erfina libur, karena gak mau handle tugas dia?"

"Bedalah, kalau urusan nikah gue menerima dia mau cuti lama, kasihan kali, peristiwa bersejarah menuju aaaah yang sah harus dibebani dengan pekerjaan."

"Omongan Lo, jijik gue."

"Bos gue heran deh, seumur Lo pernah gak sih menuntaskan hasrat Lo dengan tangan kek minimal."

"Pernah kah, Lo kira gue cowok belok?"

"Nah, cutinya Erfina jangan dipress, kasihan tau H-2 masih kerja."

"Hei Bambang, Lo gak tau main nyolot aja. Erfina tuh mau ambil cutinya setelah menikah. Nah puas-puasin tuh ah eh oh bareng suaminya, gue gak bakal ganggu."

"Ooooooo." Cicit Rilo dengan menganggukkan kepala, ternyata itu pilihan Erfina dalam pengambilan cuti. "Terus berapa lama dia cuti honeymoon."

"Tiga minggu."

Ciiiitttt

Rilo menginjak rem secara paksa, mungkin kaget juga mendengar jatah cuti Erfina melebihi jatah cuti menikah karyawan lainnya. "Apaaa?"

Tepat kan?? Rilo pasti kaget dengan cuti Erfina.

"Lama banget tuaaan!" rengeknya sambil menjambak rambut hitamnya. Gila aja, ada Erfina kerjaan gak selesai-selesai, apalagi bakal ditingga sekertaris cantik itu selama tiga minggu. Keterlaluan, sekalian saja bunuh gue, cicit Rilo dalam hati, kesal.

"Biarinlah, gue juga udah kasih paket bulan madu ke Lombok. Lagian cuma tiga minggu aja, gue yakin Lo sanggup."

"Gak bos, gila aja gue tiap hari lembur. Loyal juga gak gini-gini amat kali," Rilo masih protes. "Gue ambil Nadya aja buat mengcover kerjaan Erfina."

"Yakin Lo dia bisa?"

"Yakin. Lagian bos juga pasti hepi, didampingi gadis cantik nan Sholeha."

"Preettt." Aku masih memegang ego untuk tidak mengakui kalau aku tertarik dengan Nadya.

"Cih...prat...pret...prat...pret....liat aja, palingan cuma dua hari langsung klepek-klepek dengan pesona Nadya. Silahkan merasa tak butuh perempuan, Tuan!" tantang asisten yang tak punya rasa hormat itu.

"Sok tahu."

"Asal bos tahu, hari Jum'at itu hari yang mustajabah, siapa tahu omongan gue didengar Allah, dan menjadikannya sekertaris adalah jalan menuju cintanya pak bos."

"Ngomong Lo sama tangan!" protesku, padahal dalam hatiku aku setuju sekali menjadikan Nadya sebagai sekertaris. Ingin dekat dan mengenal kepribadiannya terlebih dulu, memastikan magnet apa yang dipakai Nadya untuk menghipnotis pikiran Alan.

"Jumat memang membawa berkah." Gumam Alan sebelum keluar dari mobil.

SANDAL JEPIT

Sebagai staf keuangan pastilah dibutuhkan ketelitian yang sangat tinggi. Hampir tiap hari meneliti laporan mingguan dari berbagai devisi. Belum lagi kalau bukti pengeluaran dan laporan berbeda, mumet dah tuh otak. Panas ngebul.

"Pak, devisi marketing laporan Minggu ini belum setor." Lapor Nadya kepada Erick. Dalam kubikel itu memang manajer dan staf bergabung jadi satu. Gadis itu masih meneliti laporan devisi produksi yang belum selesai dari kemarin. Devisi ini memang paling banyak yang perlu diteliti. Sehingga Nadya biasanya minta bantuan Ersa, staf keuangan yang mendapat bagian penggajian karyawan.

"Selalu, obrak aja di grup, Nad." .

Nadya hanya mengangguk, segera mengirim pengumuman ke group marketing, memanggil Endru, manajer marketing.

/Selamat pagi Pak Endru, mohon laporan keuangan periode Minggu kedua bulan Juli segera dilaporkan ke kami, Terimakasih 🙏🙏🙏/

/Sore ya sayang, saya lagi di lapangan/

Nadya mendengus kesal, candaan seperti ini mah biasa aja, hanya saja malas sekali kalau di group umum. Fans berat Pak Endru bisa saja mencakar atau menjadikan bahan ghibah.

"Pak bisa gak sih, Pak Endru gak usah bilang sayang-sayang. Merinding disko nih." Gerutu Nadya, padahal gadis ini sibuk dengan laporan keuangan tapi masih bisa melirik pesan masuk di group marketing.

"Terima aja lah, resiko gadis cantik, Sholehah dan jomblo." Sambung Ersa di meja seberang.

"Mbak Ersaaaaaa!" rengek Nadya, memang di bagian keuangan ini Nadya merupakan anggota yang paling muda, dia juga sering diledekin Erick hingga menangis. Anggap aja dijadikan hiburan di tengah-tengah melototin angka.

Sembari terkekeh, pasukan keuangan itu kembali fokus dengan pekerjaan masing-masing. Ruangan sepi senyap, tak ada suara apapun kecuali bunyi ketikan, atau scroll mouse, ataupun membuka kertas halaman demi halaman.

Ting

Ponsel Erick berbunyi, tangan kanannya yang baru melepas pena, segera membuka pesan horor, karena Rilo yang mengirim pesan itu. Orang penting nomor dua di perusahaan ini tiba-tiba menghubunginya. Ada apa???

/Setelah makan siang, tolong kamu dan staf kamu yang bernama Nadya menemui saya di ruangan bos, terimakasih/

Erick mengerutkan dahi, biasanya dia dipanggil seorang diri terkait perputaran keuangan di perusahan ini, tapi sekarang malah diminta mengajak staffnya lagi. Aneh.

"Nad, nanti temani saya ke ruangan bos!" titahnya.

Nadya hanya mengangguk saja, tapi detik berikutnya ia baru sadar dengan ucapan Erick, "Apa pak, ke ruangan bos? ngapain?"

"Ck....baru sadar." Sindir Erick, "Gak tahu, aneh juga, gak diminta bawa laporan lagi." Gerutu Erick dengan meneruskan pekerjaannya.

Nadya hanya menghembuskan nafas pelan, lalu mengedikkan bahu dan segera menyelesaikan pekerjaannya sebelum makan siang. Yap...kalau sudah di ruangan bos, kemungkinan besar akan lama dan ia tidak mau lembur ataupun membawa pekerjaan ke rumah.

Tepat pukul 12 teng, Nadya menuju ke mushola kantor, tepatnya di lantai 1 dekat dengan kantin kantor. Sengaja Nadya memilih sholat di mushola daripada di ruangannya, karena hari itu dia tidak membawa bekal sehingga mau tidak mau ia makan di kantin kantor yang harganya murah meriah. Maklum lah, meskipun gajinya sudah 10 juta, tapi Nadya hanya mengambil dua juta saja untuk kebutuhan sehari-hari dan keperluannya. Selebihnya ia memberikan kepada ibunya untuk biaya rumah tangga dan kuliah sang adik yang kini sudah semester 3.

Bersama Mini, teman seangkatan saat masuk kantor ini tapi beda devisi, keduanya khusyuk menjalankan sholat dhuhur.

"Mbak Erfina habis ini nikah ya, Min?" tanya Nadya saat beriringan menuju kantin. Pasalnya sebelum jam istirahat tadi, OB membagikan undangan Erfina pada tiap devisi.

"Iya, tadi kayaknya undangannya sudah disebar. Kamu mau kasih apa, Nad, uang apa barang waktu datang ke resepsinya?" tanya Mini, karena bingung juga mau membawa apa saat hadir nanti. Uang? berapa? mau barang tapi apa , bingung juga.

"Lingerie aja gimana?" usul Nadya sambil berbisik, dan menahan tawa. Ia juga tak tahu kenapa tiba-tiba terlintas baju haram itu, "Kita patungan."

"Beli yang sekalian mehong aja ya." Lanjut Mini sepertinya ia setuju juga dengan ide Nadya. Keduanya memang dari keluarga menengah, bekerja di perusahaan ternama seperti ini berniat untuk meningkatkan taraf hidupnya dan keluarga. Alhasil setiap ada kondangan keduanya sering sekali patungan untuk memberi kado.

Nasi, ayam goreng serta sayur asem dipilih sebagai menu makan siang keduanya, dilengkapi dengan teh hangat, dua gadis sederhana itu menyantap makan siang sembari memilih baju haram apa yang akan dijadikan kado untuk Erfina.

"Astaghfirullah, mending gak usah pakai baju, Min. Astaghfirullah." Nadya berkali-kali istighfar, pasalnya Mini sudah membuka marketplace yang berlogo oranye dengan kata kunci lingerie di kolom pencarian. Sontak saja Nadya kaget dengan gambar yang keluar, begitu risih melihat baju tidur sexi kurang bahan. "Awas Lo kado gue kayak gini, Min." Ancam Nadya sewot, badannya merinding membayangkan dirinya memakai baju begituan. Hem...

"Lagian Lo mau kewong sama siapa?" tanya Mini sambil menonyor pipi Nadya. "Lo nikah gue udah jadi istri pak direktur tampan itulah, ntar Lo gue kado paket bulan madu lah."

"Masih lama dong!" sindir Nadya yang menanggapi khayalan Mini, sontak saja gadis manis itu kembali menonyor pipi Nadya yang masih ada kunyahan makan siangnya.

"Sialan!" protes Mini. Tangan kiri Mini masih mencari lingeri mana yang cocok dikantong mereka tapi masih pantas dijadikan kado.

"Warna apa nih?" Mini sepertinya sudah mendapatkan barang incaran. "Mbak Erfina kan putih ya, kasih warna menyala aja ya, merah, pasti menggoda." Ujarnya diiringi cekikikan, mungkin Mini juga sedang membayangkan hal liar.

"Otak Lo, Min!" cecar Nadya ketus. "Boleh juga merah," lanjutnya. Mini pun segera check-out dan menuliskan alamat kantornya.

"Jatuhnya iuran berapa nih?" tanya Nadya yang baru selesai makan siang."

"Lo bayar gue 150ribu, free ongkir juga."

"Cash atau mau gue transfer?" tanya Nadya lagi yang siap membuka mobile bankingnya.

"Transfer aja!"

Nadya pun segera mentransfer, baru selesai urusan transfer, layar ponsel tertera Pak Erick Kantor.

"Halo, iya pak?" jawab Nadya spontan.

"Saya sudah di ruangan bos, segera ke sini, ditunggu."

"Lah katanya habis makan siang, Pak."

"Cepet ke sini, tanpa bantahan."

Kalau sudah ada embel-embel tanpa bantahan, mana bisa Nadya ngeles. Ia pun segera membayar makan siangnya dan titip mukenah pada Mini. Setelah itu langsung masuk ke lift menuju lantai 8, ruang CEO berada.

Tok..tok..tok...

Nadya langsung mengetuk pintu saja, mbak sekertaris gak ada di tempat, maklumlah masih jam istirahat.

"Masuk!" suara bosnya mempersilahkan.

Nadya membuka pintu dengan pelan, ada tiga pria yang Masya Allah bikin ngiler berada di sana, ganteng sempurna. Dua warga lokal, satu warga lokal rasa internasional, duh apa sih!!!

"Maaf, saya terlambat." Ucap Nadya sopan dengan menundukkan kepala, ia merasa kurang nyaman ditatap ketiga pria itu.

"Duduk Nad!" ujar Erick dengan menepuk sofa, posisi paling gak aman dan nyaman, di samping Erick dan berhadapan langsung dengan bos muda itu. Nadya hanya pasrah dan duduk di samping Erick tanpa protes.

"Nad, mungkin kamu bertanya-tanya kan, kenapa kamu ikut Pak Erick dipanggil bos?" tanya Rilo to the poin.

"Iya!" jawab Nadya tegas namun dengan nada sopan.

"Jadi gini, Nad. Erfina kan mau cuti, lama lagi, tiga minggu, maka saya rekomendasikan kamu untuk menggantikan posisi Erfina sementara." Tutur Rilo.

Nadya sontak melihat Rilo tak suka, menjadi sekertaris? Ya elah, bukan keahliannya Nadya banget. "Kok saya?" dari sekian pertanyaan kenapa bisa nyeplos itu juga sih. Sampai pak bos pun menautkan alisnya, merasa ditolak dengan pertanyaan Nadya barusan.

"Biar kamu selamat dari perangkap Erick." Jawab Rilo seenaknya. Erick tak terima dong, dia kan tipe laki-laki setia, setiap tikungan ada. "Bercanda kali, Rick!" lanjut Rilo yang melihat pelototan Erick.

"Saya tidak ada background sekertaris, Pak!" jelas Nadya, berusaha menolak posisi itu. Bodoh memang, semua karyawan perempuan malah ingin di posisi itu, biar dekat dengan pak bos minim senyum itu.

"Nanti saya ajari, gak lama juga, cuma tiga minggu!" bujuk Rilo dengan keramahannya.

"Cih... keluar kandang kadal, masuk lubang buaya!" cibir Erick yang tahu niat Rilo dibalik kalimat nanti saya ajari.

"Diam Lo kadal!" Cetus Rilo emosi.

Ehemmmm

Kadal dan buaya bungkam, kompak juga melipat senyumannya ketika suara deheman itu muncul.

"Gak ada bantahan, apapun alasan dibalik penunjukan kamu menjadi sekertaris sementara harus kamu terima, titik."

"Baik!" Nadya dengan terpaksa menerimanya, ia tak tahan dengan tatapan tajam sang bos, bahkan sejak tadi ia berusaha menunduk, karena sepertinya bos Alan sedang menguliti karakter Nadya.

"Yah...hilang deh hiburan di ruangan gue. Sakitnya!" Erick melas, ia menyandarkan badan lemasnya di sofa, gadis cantik nan Sholeha nya harus berpisah sementara.

"Gak usah lebay Lo, Rick!" titah Alan, bos muda itu kembali menatap Nadya lagi. "Nanti kalau jadi sekertaris saya pakai sepatu bukan sandal jepit, bikin malu."

Nadya sontak melihat ke bawah, ia melotot sempurna karena baru tersadar kakinya hanya beralaskan sandal jepit. Amsyoooong.

"

TUGAS BARU

Nadya keluar dari ruangan Alan hanya mendengus kesal, berjalan beriringan menuju lift, memencet lantai 5 di mana ruangan mereka berada. "Kenapa harus saya sih, Pak?" kesal Nadya meluapkan pada atasannya, Erick.

"Mana gue tahu!" Erick ikut kesal juga, "Hati-hati sama Alan."

Nadya menoleh ke arah Erick, "Kenapa?"

Erick tertawa miring, menyadari kalau anak buahnya itu polos minta ampun. Memang dia tahu Nadya belum pernah pacaran, wajar saja tingkat kepekaan terhadap tingkah cowok modus sangat minim.

"Kenapa sih, Pak?" tanya Nadya lagi.

"Jangan baper sama omongannya." Jelas Erick, masih menggantung.

"Baper gimana si Pak?" Nadya masih memaksa Erick memperjelas apa yang ia tahu tentang Alan, toh mereka bertiga, Alan, Rilo dan Erick adalah sahabat sejak SMA.

"Omongannya pedes, jangan dimasukkan hati."

"Lebih pedas mana sama Pak Erick?" tanya Nadya, karena atasannya itu juga termasuk pria bermulut tajam.

"Cih...gue mah cowok bertutur kata lembut, apalagi sama Lo, Nad!" pujinya bangga, tapi Ersa dan Nadya pura-pura muntah. Selama dua tahun ini, Nadya sudah sering terkena muntahan lahar dari mulut Erick, sudah kebal juga sekarang, dan gitu menganggap bertutur kata lembut, yang benar saja lah.

"Pak ini gimana laporan bagian saya, gak nutut pak kalau saya double job!" keluh Nadya saat duduk di mejanya.

"Lah kamu mau ke mana, Nad?" tanya Ersa, menatap gadis berjilbab itu yang mulai memasukkan barang pribadinya ke kardus.

"Diusir sama bos Erick."

"Enak aja!" tak terima dirinya dijadikan alasan Nadya menjadi sekertaris sementara bos Alan.

"Eh aku tanya beneran, kalian jangan bercanda deh!" Ersa membeo.

Nadya tak menghiraukan pertanyaan Ersa, ia sibuk menata barangnya sekaligus menata hati. Ingin sekali menolak posisi itu, tapi mau bagaimana, beranikah dia menolak si bos itu?

Hufh

"Ada apa?" Tanya Ersa sampai mendekati meja kerja Nadya, masih penasaran dengan tingkah Nadya dan Erick apalagi gadis itu ternyata menangis juga. "Loh kok nangis?"

"Eh apa kok nangis?" Erick juga kaget mendengar ocehan Ersa. Ia pun mendekati meja Nadya. Ersa memeluk Nadya yang sesenggukan, ditepuknya punggung gadis itu dengan sayang. "Ada apa?" tanya Ersa lagi.

"Pak Erick kok gak mau bantu saya, saya sudah nyaman di sini, di sana bukan keahlian saya loh!"

"Dia mau pindah kemana sih Pak?" Ersa kesal juga, karena pertanyaan dari tadi tidak dijawab juga oleh keduanya.

"Jadi sekertarisnya Pak Alan, sementara."

Ersa menjauhkan tubuh Nadya dan menatap lekat gadis itu, "Eh kesempatan langka itu, kalau gak mau gue aja deh yang gantiin, gimana?"

"Pak Alan yang nolak Lo!" serobot Erick, bingung juga kenapa semua karyawan terobsesi dengan Alan sih,bahkan dirinya yang bule cuma dilirik segilintir saja. Nasib.

"Dih....si bapak, sewot bener!" Ersa kembali memeluk Nadya, "Dah gak pa-pa buat pengalaman dekat dengan cowok, ganteng maksimal lagi."

"Mbaaaaaakkkkkk!" rengek Nadya kesal dengan candaan Ersa. Heran juga, kenapa semua cewek kesemsem pesona bos itu, sampai menawarkan berbagai cara agar dekat dengan orang penting di perusahaan ini.

Tepat jam 2 siang, Nadya sudah berada di ruangan Erfina. Perempuan cantik dan sexi itu tengah menjelaskan garis besar tugas yang akan diemban Nadya selama tiga minggu. Erfina juga menjelaskan kebiasaan sang bos.

"Pak Alan lebih suka kopi daripada teh, kopinya dua sendok teh, gulanya satu sendok, ingat airnya harus air mendidih bukan air galon."

Oke...udah tercatat di note Nadya.

"Pastikan kalau setelah meeting, hasil meeting langsung kamu kirim ke email beliau dan langsung diprint."

Sip....paham.

"Untuk tamu Pak Alan, beliau tidak mengizinkan seorang tamu di ruangan beliau, langsung diminta menunggu di ruang meeting di dekat ruangan Pak Rilo."

Beres....lanjut.

"Sedangkan meeting bulanan dengan tiap devisi menggunakan ruang meeting di lantai 7 atau 6, tergantung permintaan beliau." .

Baik!!!

"Ada yang ditanyakan, Nad?" tanya Erfina dengan seulas senyum penuh makna.

"Sejauh ini aku paham, Mbak. Udah aku catat."

"Pak Alan itu sebenarnya gak neko-neko sih, Nad. Orangnya baik dan kelewat pendiam. Jarang komplain, paling kalau laporan gak cocok main coret aja, yah seperti dosen pembimbing skripsi begitu lah."

"Kalau tentang pacarnya bos?" polos saja Nadya bertanya seperti itu. Bayangannya bosnya itu seperti CEO di novel yang sering ia baca. Memiliki kekasih model, cantik dan jutek. Nah, Nadya khawatir kalau tiba-tiba sang kekasih datang dan Nadya tak tahu sosoknya, takut dimaki juga.

"Kenapa tanya itu?" tanya Erfina dengan mengulum senyum. Nadya hanya menjawab sesuai pemikirannya, dan lihatlah sekarang sekertaris cantik itu, tertawa terpingkal-pingkal.

"Kenapa mbak?"

"Kami lucu tau, Nad!"

Nadya hanya meringis dibilang lucu, eh...lucu menggemaskan atau lucu karena oon.

"Bos gak punya pacar tenang saja, gak ada ceritanya nanti kamu dimaki pacar si bos kayak di novel yang kamu baca, tenang saja."

Nadya hanya mengangguk malu.

"Kamu kenapa bisa jadi sekertaris sementara, Nad?" tanya Erfina dengan mengetik jadwal bosnya, membantu Nadya agar tidak terlalu pusing di minggu pertama ia tinggalkan.

"Aku juga gak tahu, Mbak. Main tunjuk aja. Pak Erick aja juga gak tahu."

"Kami gak pernah bertemu Pak Alan?"

Nadya menggeleng, toh selama ini ia hanya tahu nama, wajah dari foto di lobi kantor, selama dua tahun bekerja tidak pernah bersinggungan langsung dengan bos itu. Baru tadi siang ia melihat langsung, mengamati wajahnya dan mengakui ketampanannya.

"Habis ini pasti betah kamu, dekat orang ganteng."

"Aku heran deh mbak semua cewek di setiap devisi tuh terpesona banget dengan Pak Bos, ganteng sih, tapi gak segitunya kali mengaguminya."

Lagi-lagi Erfina dibuat tertawa dengan celotehan polos Nadya, ada ternyata karyawan yang gak tertarik dengan bosnya. "Emang kamu gak tertarik, Nad?" Erfina sengaja mengetes Nadya, apakah dia memang tidak tertarik pada bos itu atau hanya menutupi ketertarikannya saja.

"Enggak, Mbak. Takut dicakar sama fans nya!"

"Masa'?"

"Bener, suer deh!" Bahkan Nadya sampai membuat huruf V dengan jarinya.

"Yakin? dia jomblo loh."

"Enggak, Mbak. Aku sadar dirilah. Aku siapa dia siapa."

" Eh siapa tahu Pak bos suka sama kamu." masih usaha meruntuhkan pertahanan Nadya yang kekeh tidak mau terlibat percintaan dengan bosnya.

"Aduh Mbak Erfina...terus bikin aku ge-er, dilempar ke atas, gak lama jatuh nah nyungsep deh di trotoar lobi."

Erfina tertawa ngakak, sepertinya Nadya memang tidak tertarik dengan Pak Alan, gadis ajaib yang tidak terpengaruh akan ketampanan atau harta Pak Alan.

"Udah ah, ayo tugasku sekarang!"

Oke...Erfina berhenti menggoda Nadya, kini dia sibuk mengajari Nadya bagaimana menyusun jadwal, memberikan solusi jika meeting dan janji Pak Alan diundur ataupun dibatalkan.

Nadya juga mempelajari video presentasi Erfina ketika bertemu klien ataupun saat membahas proyek tertentu.

Berat

Belum terbiasa

Harus mau belajar

Alhamdulillah hanya tiga minggu

Begitu batin Nadya meyakinkan tugas sementara yang menjadi tanggung jawabnya sekarang. Tak perlu mengeluh. Ingat, dirinya hanya pegawai yang taat pada perintah atasan. Setidaknya, ada hal positif yang akan ia terima, tambahan gaji mengisi pundi tabungan dirinya.

Alhamdulillah

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!