Me VS Berondong Mommy
Lamaran
Azura Auristella (Ella), 17 Tahun kelas 3 SMA.
Ghina Delisia (Ghina), usia (?), Ibu Ella.
Malam itu di sebuah rumah sederhana, selepas magrib.
Ghina
"Ella, pakai pakaian yang rapi, ya. Kita akan kedatangan tamu."
Ghina
"Pokoknya pakai pakaian yang rapi dan sopan."
Tiba-tiba terdengar suara mobil berhenti di depan rumah.
Ella menyingkap tirai jendelanya. Ia terkejut melihat siapa yang datang.
Ella
"Tumben dia datang. Ada apa, ya?"
Lima belas menit kemudian. Ella dan sang Mama duduk berhadapan dengan beberapa orang tamu mereka.
Ella masih menebak-nebak apa tujuan mereka datang.
Albert
"Jadi intinya, kedatangan saya kemari adalah untuk melamar..."
Ella
"Melamar? Tapi aku masih SMA."
Semua yang ada di sana terdiam.
Ella masih belum menyadari sesuatu yang aneh.
Albert
"Emm... Maksud saya, akan melamar Saudari Ghina Delisia, sebagai calon istri saya."
Ella menatap tajam sang ibu. Menantikan jawaban yang berputar di kepala Ella saat ini.
Ella
"Ma, lelucon macam apa ini? Mama dilamar? Sama bocah ingusan ini?"
Ella malu setengah mati. Karena ia tadi terlalu kepedean.
Ghina
"Nak, bukan begitu..."
Ghina
"Dengarkan Mama dulu. Kamu kan tahu dia bukan bocah ingusan. Jaga bicaramu."
Ella
"Mama nggak malu nikah sama berondong? Ingat umur, Ma."
Ella
"Dia lebih pantas jadi anak Mama."
Ella benar-benar marah. Hatinya tidak terima lamaran ini.
Tante Galena
"Ella, nggak ada salahnya kan mama kamu dilamar. Sudah lama mama menjadi single mom."
Om Ganendra
"Benar, Ella. Berikan mama kamu waktu untuk berpikir dan menjawabnya."
Ella
"Sigh! Sudah gila kalian semua. Lalu, Om dan Tante nggak protes? Apa di sini hanya aku yang baru tahu rencana ini?"
Ella
"Apa kalian nggak malu, wanita tua menikahi cowok yang jauh lebih muda begini. Apa kata orang nanti?
Ella mengacungkan jari telunjuk pada Tante Galena dan Om Ganendra, adik mamanya.
Om Ganendra
"Ella! Jangan membentak mamamu seperti itu. Bersikaplah lebih sopan padanya!"
Albert
"Ella, aku yang duluan menyukai mamamu. Aku yang duluan ingin meminangnya. Mama kamu nggak salah apa-apa."
Ella
"Tapi mama dari tadi nggak menolak dan membantah, kan?"
Ella menghentakkan kakinya ke lantai.
Tante Galena
"Ella. Ibumu berhak bahagia. Sudah sejak lama ia menderita sendirian."
Ella
"Iya. Tapi bukan dengan berondong kayak dia."
Ella menunjuk Albert dengan mata menyala.
Ella
"Emangnya nggak ada laki-laki lain selain dia? Yang usianya lebih pantas jadi papa baru aku?"
Ghina merasa sedih melihat reaksi putri tunggalnya.
Albert
"Saat ini aku yang menyayangi mamamu. Tidak ada salahnya, kan? Biarkan mamamu memilih. Aku nggak memaksanya."
Ella
"Aku nggak butuh papa baru, kalau kamu orangnya."
Ella
"Atau jangan-jangan, ada hal lain yang tidak aku ketahui?"
Ghina mengerutkan dahi tak mengerti.
Ella menarik napas dalam-dalam.
Ella
"Yah... Mana ku tahu? Namanya juga asisten rumah tangga. Sering berduaan dengan majikannya yang berondong ganteng di rumah besar yang sepi."
Ella melirik tajam ke arah Ghina, sebelum ia kembali ke kamar dan membanting pintu keras-keras.
Interogasi
Ghina
"Nak, sudah tidur? Mama mau bicara sebentar."
Ghina mengetuk pintu kamar Ella.
Ia kembali memanggil buah hatinya.
Ceklek! Tiba-tiba pintu kamar terbuka.
Ghina
"Sayang. Mama pikir kamu sudah tidur?"
Ella
"Jangan pura-pura baik padaku, Ma."
Ella
"Aku benci mendengarnya."
Ghina
"Ke mana anak Mama yang manis dan sopan, ya?"
Ella
"Mama sendiri yang membuatku begini."
Ella
"Ma, katakan padaku. Apa yang kalian sembunyikan?"
Ghina
"Mama nggak ada sembunyikan apa-apa dari kamu."
Ghina hendak mengelus rambut putrinya. Namun Ella menepisnya.
Ella
"Terus, apa ini? Kenapa Mama tiba-tiba mau menikah lagi?"
Ella
"Apa kata teman-temanku nanti kalau mereka tahu?"
Ghina menahan air matanya agar tidak tumpah.
Ghina
"Nggak ada pernikahan yang tiba-tiba."
Ghina
"Mama hanya ingin memberikan yang terbaik untuk keluarga kita."
Ella
"Menikah dengan berondong kaya menurut Mama hal yang terbaik?"
Ella
"Apa Mama nggak malu digunjingkan tetangga nanti?"
Ghina
"Pernikahan ini kan dilaksanakan baik-baik. Jadi kenapa harus malu?"
Ella
"Oh, jadi mama langsung setuju gitu aja?"
Ella
"Aku nggak punya calon adik kan di situ?"
Ella menunjuk ke arah perut mamanya.
Ghina
"Astaga, Nak. Apa yang kamu pikirkan? Mama bukan orang seperti itu!"
Ella
"Ya jadi apa dong alasannya?"
Ella
"Dan kenapa harus sama dia?"
Ella
"Albert memang ganteng dan mapan. Tapi umurnya baru dua puluh lima. Sedangkan Mama?"
Ella menyerang mamamya bertubi-tubi.
Ghina menghela napas dalam-dalam. Sudut matanya mulai basah.
Ghina
"Bukan begitu. Seperti yang dikatakan Albert tadi, dia yang meminang Mama duluan."
Ella
"Tapi Mama mau, kan? Buktinya, dia sampai datang ke rumah bersama ibunya."
Suara Ella semakin meninggi.
Ghina
"Kalau kamu tidak setuju ya nggak apa-apa. Tapi jangan membentak-bentak Mama seperti ini."
Ella
"Mama yang duluan bikin aku kesal."
Ghina
"Maafkan Mama, nak. Mama belum bisa menjadi ibu yang baik untuk kamu."
Air mata Ghina akhirnya tumpah.
Ella sama sekali tidak iba melihatnya. Ia bahkan merasa benci.
Ella
"Jadi, rencana pernikahan ini batal, kan?"
Ella
"Aku sama sekali nggak setuju."
Ghina menyeka air matanya.
Ella
"Oh... jadi Mama masih mau nego?"
Ella
"Tapi dia majikan kita, Ma. Orang pasti akan berpikir yang bukan-bukan kalau Mama menikah dengannya."
Ghina
"Turunkan nada bicaramu! Ini Mama kamu. Bukan temanmu."
Ghina
"Dari tadi Mama bicara lembut denganmu. Tapi kamu balas dengan nada tinggi melebihi Mama."
Ghina
"Apa salah kalau Mama menikah lagi?"
Ella
"Jelas salah! Kalau dia orangnya."
Ella
"Mama bisa pilih orang lain yang seumuran dengan Mama, kan?"
Ghina
"Tapi hanya dia yang mau melamar Mama yang tua dan banyak kekurangan ini."
Ella
"Pokoknya aku nggak setuju!"
Ella membanting pintu kamar, hingga dinding kayu rumah itu bergetar.
Curhat
Ella melihat layar ponselnya, lalu menyimpannya kembali ke dalam tas.
Ponselnya terus berbunyi. Ella mengabaikannya
Ella
"Aku nggak boleh berlama-lama di sini. Mereka pasti akan datang mencariku."
Ella
"Pa, aku pulang dulu, ya. Besok aku akan datang lagi."
Ella mengusap matanya yang basah.
Tak lupa, ia mengelus batu nisan yang bertuliskan nama Avel Erlangga
Abang Angkot
"Turun di mana, Dek?"
Ella
"Hutan kota aja, Bang."
Abang Angkot
"Hutan kota? Udah lewat dari, Dek. Angkotnya cuma sampai depan kampus aja, abis itu putar lagi."
Ella memperhatikan seisi angkot.
Tanpa disadari, ternyata hanya tinggal dia penumpangnya.
Ella
"Ya udah. Saya turun di kampus aja, Bang."
Abang Angkot
(Memperhatikan Ella yang bermata bengkak dan merah)
Abang Angkot
"Aku nggak lagi bawa bocah SMA kabur dari rumah, kan?" batinnya.
Tak berapa lama kemudian...
Ella
"Ugh... Malu banget jadi perhatian gini."
Ella berjalan sambil menundukkan kepala. Hanya ia sendiri yang mengenakan seragam sekolah.
Sebenarnya ia sama sekali tidak memiliki tujuan. Ia hanya merasa nggak nyaman pulang ke rumah.
Ella
"Benar juga. Aku harus meminta bantuan paman dan bibi."
Ella menghindari keramaian..
Ia pun memilih duduk di ayunan sudut taman edukasi kampus
Ella
"Halo Bibi. Apa kabar?"
Bibi Sri
"Sehat, Nak. Kabarmu sendiri gimana? Udah lama gak ke rumah Bibi."
Ella
"Aku... Nggak baik-baik saja, Bi."
Bibi Sri
"Lho, ada apa, Nak? Ceritakan sama Bibi."
Ella
"Apa... Bibi tahu kalau Mama akan menikah lagi?
Bibi Sri
"Nikah lagi? Kapan?"
Ella
"Nggak tahu, Bi. Tadi malam calonnya baru datang ke rumah dan Bibi tahu nggak siapa orangnya?"
Bibi Sri
"Emangnya siapa?"
Ella
"Albert Candra Putra."
Bibi Sri
(Mengingat-ingat nama Albert)
Bibi Sri
"Astaga! Maksudmu Al, majikan kalian? Anak kuliahan itu?"
Ella
"Iya, Bi. Em.. Ngomong-ngomong... Dia udah tamat kuliah."
Ella
"Gimana menurut Bibi?"
Bibi Sri
"Kalau kamu sendiri?"
Ella
"Udah pasti aku nggak setuju."
Ella
"Dia lebih cocok jadi anak mama daripada suami mama."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!